Ukuran effektivitas dan dua (2) contoh—konsekuensi kegiatan mendukung performa “ World Class Navy “? [1]
Budiman Djoko Said
Pendahuluan
Masyarakat Indonesia mulai terbudaya dengan usaha menilai atau mengukur sukses (tidaknya) pemerintah setelah berjalan 100 hari, tidak ada yang salah, namanya (usaha) penilaian [2] . Militer menjawab ukuran keberhasilan suatu kegiatan, operasi ; yang terukur dengan skala effektifitas—ukuran effektifitas (UE)[3]. NATO menjalankan operasi berbasis effek (terukur) yang disebut EBO (EBO/Effects-Based Operations), dan UE adalah skala yang lebih kecil dari EBO. EBO adalah capaian “hasil” (terukur) kegiatan dengan fokus pada sasaran spesifik atau penugasan khusus dengan cara yang effektif, effisien menembus spektrum luas dari lingkungan yang kaos dan kompleks [4] .
Konsep ini sering digunakan sehingga perlu dipahami semua pemain dilapangan mulai dari pasukan sampai ke Gugus Tugas gabungan, paduan dan koalisi. Semua strata pengambil keputusan NATO dari yang terendah sampai yang tertinggi bukan saja harus memahami, bahkan mengerti bagaimana memodelkan UE [5]. UE adalah ukuran capaian suatu misi atau ukuran kuantitatif yang diperoleh sistem atau ekspresi probabilita bahwa sistem tersebut sukses mendemonstrasikan performanya dalam suatu ukuran, atau menjawab pertanyaan; sanggupkah missi sistem tersebut bekerja sesuai rancang bangun versus masalah tertentu dan bisakah di-ukur performanya? Kapasitas pengambil keputusan adalah kesanggupan memprediksi dan memilih hasil (outcome) yang diharapkan per setiap CB yang dipilih, misal: memilih CB [6] yang terbaik diantara alternatif A, B dan C. Biaya [7] dan kendala merupakan penyebab munculnya banyak pilihan. Mengeliminir suatu sasaran yang diprediksi cukup dieliminir 60% – 80% nya saja bisa memunculkan banyak pilihan, mulai sebesar 80%,75%, dst, sampai 60 % dan masing-masing dengan konsekuensi biayanya.
Semakin kompleks isunya, semakin berpeluang memunculkan banyak alternatif CB, bahkan isu sederhana-pun memiliki pilihan. Semakin tinggi effektifitasnya [8] semakin tinggi konsekuensi “biaya”-nya. Tentunya harus dibuat kriteria agar bisa diketahui pilihan mana yang sedikit lebih baik, baik, atau bahkan kurang baik [9] ? Definisi dan skala UE menyesuaikan dengan keinginan pemimpin, walaupun bisa saja pengambil keputusan tidak mencetuskan idenya dalam bentuk kuantitatif. UE sanggup menjangkau isu strategik seperti strategi penangkalan luwes (FDO) [10], pengadaan drone pengawas wilayah maritim, pemilihan kekuatan militer gabungan (force planning), sistem akuisisi, go-no-go transfer teknologi bilateral, kerjasama dan riset pesawat tempur atau kapal perang mendatang, pemilihan tipikal dan pola pesawat terbang patroli maritim[11] jarak jauh, dll. UE, sangat mengait dengan konsep optimalisasi (AO/OR), teori pengambilan keputusan, dan konsep analisis organisasi (jejaring) ; sehingga materi tersebut sepantasnya sering dibahas dalam makalah ini.
Basis ilmiah pengambilan keputusan dilingkungan AL
Perwira AL [1] adalah pemimpin dengan misi mensukseskan pelaksanaan operasi Maritim dengan fungsi utama [2] mengorganisir, merencanakan, dan saran penyelesaian suatu misi yang ditetapkan sedangkan [3] performa tunggalnya adalah kesanggupan membuat keputusan yang bijaksana dan kritikal guna menunjang suksesnya operasi[12]. Keputusan modern adalah kesanggupan membaca effektifitas setiap alternatif kegiatan, operasi atau misi dan mengukur konsekuensi dukungan biayanya. Tidak semua perwira AL mengalami situasi damai-krisis-konflik-penangkalan-perang dan aktif dalam proses keputusan sebagai pembelajaran berharga baginya.
Disayangkan hadirnya beberapa keputusan[13] strategik namun tidak ditunjang riset pasangan “effektifitas” dan “biaya” sebagai pembelajaran generasi berikut. Pilihan[14] terbaik memproteksi (misal) konvoi maritim versus kapal selam adalah penabiran berbasis estimasi probabilita kapal selam musuh sukses menempati posisi tembak dan tentu berbeda dengan pengalaman lalu. Perbedaan ini sedikit banyak bisa menjadi menjadi pertimbangan keputusan mendatang—secercah pengalaman sebaiknya dijadikan masukan guna membangun kerangka keputusan mendatang. Baik, lebih baik, apapun juga skalanya membutuhkan teknik kuantifikasi. Laporan atau kajian sungguh sulit diterima dengan memunculkan hanya satu alternatif solusi misal: kegiatan berjalan optimal, seperti apa dan tanpa pembanding apapun. Laporan ini juga agak kurang “fair” dengan menampilkan “biaya” dan “personil” sebagai tumpuan kendala[15] tanpa jawaban konkrit berapa biaya yang “pas” serta kualitas, kuantitas, dan kompetensi personil yang dibutuhkan?
Keputusan sebenarnya hanya mengisi “harga” UE kegiatan terpilih dan “besar”-nya dukungan biaya per masing masing effektifitas untuk dipertanggungjawabkan kedua-duanya. Bisa dipahami bahwa keputusan adalah subyek kendala waktu, misal : hitungan detik untuk memutuskan menembak jatuh pesawat. Sebaliknya akan memakan waktu bulanan untuk memilih kekuatan militer gabungan yang terbaik (best mix force planning) karena dibutuhkan pembelajaran seri sistem akuisisi; skenario pertahanan nasional, estimasi dan simulasi skenario pelibatan kekuatan. Proses keputusan dengan pengalaman, perhitungan, dan analisis [16] masih dibatasi sumber daya, yakni waktu dan ketersediaan data. Kegiatan memutuskan bahkan tidak boleh mengandalkan pengalaman yang relatif sama, mengingat solusi yang dilakukan bisa saja keliru besar. Pengetahuan mendefinisikan dan menentukan apa obyektif-nya sebagai komponen proses keputusan atau kajian jauh lebih krusial pada tahap awal keputusan. Langkah-langkah pengambilan keputusan membutuhkan alasan jelas, logik, proses yang sistematik, platform pendekatan dan mencegah hilangnya elemen esensial. Hadirnya proses perencanaan militer di lingkungan AL sangat bagus sebagai proses pemberian pengalaman, pelatihan serta pembelajaran pengambilan keputusan. Proses ini sungguh terbantukan dengan terstrukturnya masalah yakni kejelasan “musuh”. Berbeda jauh dengan dunia nyata; versus tidak terstrukturnya [17] aktor dan non aktor serta lingkungan à sungguh komplikatif. Butuh methodologi dan kerangka fikir sistematik dan basis pengambilan keputusan rasional [18] yakni analisis operasional (AO) atau operasional riset (OR). Relatif mirip, AO lebih banyak beroperasi dilapangan, dan selama masih dalam kepentingan lapangan tetap digolongkan AO[19].
OR sedikit berbeda, lebih akademik dengan riset murni yang dilakukan berikut pengembangannya di-perguruan tinggi militer atau sipil. Persamaannya, keduanya menggunakan perangkat disiplin optimalisasi masalah. Hadirnya AO maupun OR versus bobot teknologi (technology heavy) bagi AL, persaingan teknologi, “biaya” (tinggi) riset teknologi, diversitas produk teknologi, dan semakin terbatasnya sumber daya; merangsang AL untuk memiliki analis keputusan yang terampil versus lema-lema diatas. Bahkan AS menekankan perolehan porsi kualifikasi perwira dengan billet AO & OR lebih dari 50% total seluruh perwira dan terdistribusi merata baik korps Pelaut, Teknik, Marinir, Penerbang, bahkan Supply. Perwira perwira [20] tersebut tentu saja dapat berperan sebagai operator dan analisis proses keputusan yang nantinya menjadi produk keputusan yang baik disemua strata masalah dikemudian hari—dan “ World Class Navy “ bukan lagi menjadi impian .
UE dilingkungan Angkatan Laut dan contoh contohnya
Aplikasi methoda AO sangatlah penting bagi perwira AL[21] dengan beberapa alasan;[1] disiplin AO membentuk perilaku obyektif, terbiasa dan trampil dengan proses pemikiran kuantitatif dan analitik—faktor sangat penting bagi perwira AL.[2] Lebih mudah memahami fitur esensi operasi Maritim, dan [3] menyiapkan perwira untuk bergabung dengan billet AO atau OR [22].[4] Menyumbangkan studi teknis, operasional bahkan strategik tentang apa saja yang diperlukan demi AL. Titik [1] menjadi dominan mengingat AL berada di-domain maritim yang penuh dengan kaos dan komplikatifnya dunia nyata. Perwira non billet AO/OR-pun memiliki akses yang sama[23], mengingat penggunaan methoda pemecahan masalah AO sudah terbentuk (habit) dalam suatu framework penyelesaian masalah/kajian yang konsisten.
“Framework” yang sederhana; pertama, (berturut-turut) formulasikan masalah dengan langkah-langkah seperti identifikasi obyektif, identifikasi alternatif CB, identifikasi variabel-variabel yang berdampak terhadap CB, dan diakhiri dengan definisi UE. Kedua, melakukan langkah-langkah analisis, permodelan (tiruan sistem masalah), evaluasi berbasis UE, temukan alternatif CB melalui model dibantu teori dan analisis, laksanakan percobaan didunia nyata dengan data atau informasi yang dipercaya. Ketiga, komunikasi hasil baik lesan atau tertulis dan tergantung situasi, bisa saja ke-seluruh stake-holder, selain ke-pemberi perintah kajian tersebut. Keempat [24], membantu implementasi ke-dunia nyata. Dua (2) parameter penting yang perlu dibahas segera sebelum masuk penjelasan UE, yakni obyektif masalah dan alternatif CB. Hal ini sungguh beralasan tanpa definisi obyektif (apa sebenarnya keinginannya) tidak pernah bisa menjelaskan arah kajian meski diakui ada kesulitan mendefinisikan obyektif masalah. Bahkan tim seperti OEG (operations evaluation group) Inggris era PD – II yang beranggotakan pakar mathematika, fisika dan profesi militer bisa saja keliru. Misal; ditenggelamkannya kapal angkut Sekutu oleh pesawat Axis di Mediteranian, dengan segera OEG memastikan obyektif masalahnya adalah menembak jatuh semua pesawat Axis maka UE yang pantas adalah jumlah pesawat Axis.
Setelah dilengkapi PSU, pengawakan dan pelatihan dengan “biaya” besar bagi kapal angkut, hanya 4% pesawat Axis tertembak jatuh—tidak sebanding (ineffisiensi) dengan “biaya” pemasangannya [25]. Tim kemudian melakukan perbaikan obyektif yakni keselamatan kapal angkut dari serangan pesawat terbang, sehingga jumlah kapal selamat adalah UE yang tepat. Hasilnya; hanya 10% dari kapal angkut ditenggelamkan Axis, sedangkan kapal angkut yang tidak dipersenjatai dan tenggelam mencapai 25%. Total “biaya” pasang PSU, pengawakan dan pelatihan sama dengan upaya menyelamatkan 15% kapal dengan memodifikasi definisi UE. Kesulitan mendefinisikan obyektif bisa saja tergantung siapa penanggung jawab kajian tersebut dan memang diakui ada kecanggungan dan kesulitan mengolah-fikir awalnya. Pengalaman ini memberi pelajaran berharga tentang pentingnya posisi obyektif dalam suatu kajian. Realistik (dan relevan) tidaknya obyektif perlu dievaluasi, misal; dengan obyektif meminimalkan jumlah kapal yang tenggelam, maka alternatif tidak mengoperasikan kapalnya menjadi pilihan yang keliru. Sungguh tidak realistik dan keliru untuk memahami obyektif sebagai aksi penyelesaian masalah atau kajian. Bagaimana membangun alternatif-alternatif (atau CB) cara mencapai obyektif yang diharapkan ? E.S Quade menyarankan kajian dimulai dengan membangun obyektif dan membuat daftar alternatif CB, kemudian melakukan iterasi dari langkah awal sampai akhir sampai dengan keyakinan bahwa algoritma analisis benar-benar sudah dilalui [26]. Alternatif CB dipersyaratkan selain realistik juga independen satu sama lain. Proses mempertimbangkan ini semua biasanya tidak semulus itu, apalagi menghadapi isu strategik/nasional. Iterasi dan interaksi internal tim maupun tim dengan pengambil keputusan bahkan seringkali diperlukan. Analis keputusan [27] sering menghadapi isu batasan obyektif, seperti:batasan jumlah alternatif yang dibolehkan, alternatif hanya berorientasi kepada personil, atau material atau peralatan atau dibatasi dalam lingkup taktik dan methoda operasional, atau adakah batasan lainnya ?
Contoh; banyak alternatif menstationkan patroli udara tempur (CAP) guna melindungi konvoi terhadap serangan udara. Seperti; stasion-kan pesawat di-ketinggian dengan spasi yang sama pada radius dari ZZ, dan pesawat di-ketinggian dengan spasi yang sama pada radius dari ZZ,dll[28]. Sebagai patokan, alternatif haruslah fokus pada misi yang dijalankan. Berorientasi pada sebagian misi membuat alternatif itu bisa saja tidak lengkap bahkan tidak relevan. Misal: satu alternatif melindungi kovoi terhadap kapal selam adalah optimalisasi deteksi yang merupakan hanya sebagian cara menyelesaikan misi melindungi konvoi—alternatif yang tidak relevan. Analis keputusan akan membangun basis keputusan dengan esensi sebenarnya yakni memprediksi dan menjelaskan hasil yang diharapkan per setiap alternatif yang dipertimbangkan. Contohnya, bila diketahui ada dua (2) alternatif taktik A , B dan C, bagaimana bisa menentukan A lebih baik, kalaupun terjawab akan dilanjutkan dengan pertanyaan kritis….berapa baiknya (atau kurangnya) A terhadap B atau C [29] . AO harus sanggup menciptakan skala penilaian yang bisa diterapkan kepada masing-masing alternatif per setiap isu, meskipun bisa saja pengambil keputusan tidak mengisyaratkan dalam bentuk kuantitatif. Analis bisa saja mengatasi dengan “perwakilan” (proxy) kuantifikasi setiap obyektifnya. Misal; pencarian kapal selam diarea , dengan sejumlah aset AKS [30] dan dalam waktu . CB-nya adalah sejumlah pola pencarian AKS, dan UE adalah menjadi harga ekpektasi (expected number) jumlah kapal selam yang bisa ditemukan.
Perilaku UE umumnya disimpulkan sebagai berikut, pertama, berbentuk kuantitatif. Kedua, bisa diduga dari data atau informasi yang ada. Ketiga, turun naiknya (proses iterasi dengan pengambil keputusan) harga/nilai yang signifikan sebanding dengan perbaikan signifikansi menuju obyektif keputusan. Keempat, harus bisa merefleksikan manfaat (benefit) dan penalti (konsekuensi, atau biaya) per setiap CB ~ untung dan rugi . Hal ini dapat dicontohkan dengan kegiatan di dengan satu (1) faktor yang selalu digunakan yakni “lebar penyapuan“ (sweep width) ~ (harganya ditentukan). menjadi indikasi manfaat artinya pencarian dengan terpilih berpeluang besar (bermanfaat) menemukan korban. Sebaliknya; konsumsi waktu akan menjadi penalti [31], karena itu benarkah per unit bisa dijadikan UE ? Hal ini dirasakan kurang “tepat” ; masalahnya bukan lebar penyapuan yang segera di kejar, namun luas area yang perlu di sapu seeffektif mungkin. Lain halnya dengan . (lebar penyapuan x kecepatan penyapuan ~ laju penyapuan) lebih pantas sebagai UE, semakin tinggi harga , karena semakin luas daerah penyapuan (.) yang bisa diliput akan semakin besar probabilita (manfaat) mendeteksi korban. Dalam dimensi ops SAR, baik pencarian kapal selam, orang, kapal atas air, dll, maka . dan pantas digunakan sebagai UE. Berikut demonstrasi UE di-berbagai aksi di-laut a.l: evaluasi aksi patroli maritim dengan sub-evaluasi performa sensor MAD (Magnetic Anomaly Detector) maka UE yang terpilih [1] probabilita patroli maritim dengan MAD-nya memperoleh deteksi kapal selam, diyakini hadirnya kapal selam yang kemudian hilang kontak (diwakili Datum) dan [2] biaya per sortie (biaya penerbangan per sortie), sedangkan risiko atau penaltinya adalah gagal (misal :tidak terdeteksi sama sekali).
Teknik penetapan UE relatif sama untuk UE sensor Sonobouy di pesawat. Umumnya tetapan UE didekati dengan kriteria sukses terlebih dahulu sebelum UE. Bagi operator sensor performanya (suskesnya)[32] diukur sejauh mana kompetensi operator sanggup mengklasifikasikan terdeteksinya sasaran (benar atau palsu), dan UE yang terpilih adalah laju klasifikasi (rasio jumlah sukses mengklasifikasi yang benar dibandingkan total klasifikasi yang benar) yang didapat per periode terdeteksi dari serangkaian deteksi yang ada. Keseluruhan UE bukan saja meliput isu deteksi awal, bahkan semua proses pelacakan berikutnya. Total UE operator Sonobouy adalah probabilita memperoleh deteksi [33]; ditambah probabilita melacak sasaran dalam periode waktu tertentu (even terdeteksi terus menerus); ditambah [34] probabilita mempertahankan kontak dengan sejumlah (pola) sonobouy yang dilempar sampai senjata dilontarkan; ditambah (terakhir) probabilita sista menghancurkan sasaran (4 even untuk mengukur UE). Contoh lainnya; memilih UE yang tepat bagi suatu decoy yang berperan menghadapi Rudal anti kapal permukaan yang mendatanginya. Situasinya—sejumlah kapal permukaan berbagai jenis yang tergabung dalam Gugus Tempur (Battle Group) dan sejumlah decoy yang terpasang diatas kapal kawalnya. Apabila Rudal musuh sukses keluar dari peluncurnya, berhasil meluncur tanpa rintangan, terbang dan menyerang tanpa rintangan serta berhasil menghancurkan kapal atau tertembak jatuh atau bisa saja berbelok dan mengunci kapal yang berdekatan dengan sasaran semula àUE yang terpilih adalah semua (jumlah) kapal selamat dari serangan Rudal[35].
Contoh lain versus “illegal fishing “ dikaitkan keinginan pengambil keputusan yang berharap menurunnya jumlah kapal pencuri, pertanyaannya benarkah jumlah kapal ikan yang mencuri dan tertangkap pantas sebagai UE? Masalahnya varian jumlah kapal ikan illegal bisa dimulai dari tonase besar sampai yang terkecil plus minus utilisasi kapal induk (penadah) ditengah laut dan menjadi tidak “linear” dengan total muatan ikan yang tercuri—bentangan alternatif CB menjadi banyak sehingga jumlah kapal penangkap ilegal tidak relevan dengan obyektifnya. Menggunakan dan [36] barangkali juga tidak tepat yang berujung kepada jumlah kapal yang berpeluang di dijadikan sasaran VBSS. Mungkin UE yang paling tepat adalah jumlah kerugian negara (benefit loss) yang merupakan total jumlah kapal ilegal yang tertangkap, jumlah kapal ikan ilegal yang berhasil dideteksi tetapi melarikan diri, jumlah kapal ikan ilegal yang tidak terdeteksi dan berhasil melarikan diri dan jumlah kapal induk dan semuanya per periode tertentu dan diekspresikan dalam total muatan ikan dan diterjemahkan ke-rupiah, berasumsi tidak ada “main mata” antar aparat dan kelompok kapal ikan. Bisa saja AOR sangat teknis, namun melirik kesanggupannya mengatasi isu operasional, seni operasi bahkan sampai ke isu strategik maupun pertimbangan alternatif kebijakan dan strategi [37] nasional lainnya merubah cara pandang ini.
Isu yang relevan…UE sebagai performa kekuatan Armada [38]
Kapal kombatan adalah salah satu kapal prinsipal Angkatan Laut, karena itu performanya menjadi perhatian utama untuk dipelihara kesiagaannya. UE kekuatan Armada AL modern menjadi (model) perangkat pengukuran performa kapal kombatan permukaan yang disiapkan untuk mandala tempur [39]. Dinamakan UE (fleet measures of effectiveness/ FMOE), tidak hanya mendemonstrasikan performa kapal tempur permukaan, tetapi juga dampak performa Armadanya, dan ini mengisyaratkan adanya korelasi kuat antara optimalisasi skedul dukungan logistik dengan effektifitas Armada. UE bisa dibaca sebagai besarnya probabilita memenangkan pertempuran, dengan UE 0.5 (misal) diartikan gabungan semua jenis kapal kombatan permukaan berpeluang memperoleh kemenangan tempur sebesar 50%. Formula UE dibangun sebagai berikut :
UE = per phase, pentingnya missi, effektifitas missi [40] .
Formula ini berlaku dengan syarat minimum jumlah kekuatan kapal permukaan yang digunakan. Hubungan antara jumlah kapal yang effektif yang di gunakan dengan hasilnya (effektifitas missi) per phase tertentu per suatu missi (fig # 1 dibawah) [41] .
Fig # 1. Effektifitas missi (grs tegak, kiri) sebagai fungsi kapal yang effektif ditugaskan.minimum 6 kapal sampai 12 kapal. Figur ini hanya berlaku untuk phase TBMD.
Pada kurva S tersebut maka effektifitas missi bergantung jumlah kapal effektif yang dipilih per penugasan per missi tertentu. Kurva S tersebut menampilkan enam (6) kapal effektif yang ditugaskan minimum untuk mencapai pencapaian missi. Effektifitas missi meningkat tajam dengan tambahan penugasan kapal effektif. Saat kapal-kapal yang ditugaskan mencapai 20 (atau lebih) , penambahan diatas angka itu tidak signifikan lagi (jenuh) mendongkrak effektifitas missi. Klasifikasi kapal yang digunakan adalah klasifikasi “the most capable”. Memilih [42] lebih rendah dari jumlah yang ditetapkan minimum akan menurunkan effektifitas missi. Penjelasan formula; adalah indeks missi (NSFS, TBMD, TAD, ESCORT, USW)[43], adalah indeks phase peperangan (DETER,DEFEND,BUILD-UP,COUNTEROFFENSIVE)[44]. Masing-masing individu missi bervariasi sesuai dengan phase peperangan yang ada. Indeks missi dan indeks phase peperangan bisa diperoleh dengan methoda PAH [45], survei para pejabat dan perwira senior Angkatan Laut (Delphi method) [46] . Penurunan kapabilitas setiap kelas kapal tempur akibat skedul bekal ulang di laut diukur dalam model pengukuran kapabilitas dibawah ini. Misal 1 DDG (perusak Rudal) memiliki kapabilitas sebesar 0.8 [47] relatif dibanding CG dan memiliki skedul bekal ulang per periode missinya dengan faktor sebesar 0.74à kapabilitasnya menurun menjadi 0.60 relatif terhadap CG (periksa fig # 2) dibawah ini.
Fig # 2 . Hubungan antara kapabilitas per kelas dengan faktor pembekalan dilaut.
Kapabilitas DDG melakukan fungsi TBMD menurun relatif dibandingkan CG yang sanggup melakukan misinya terus menerus tanpa bekal ulang (pendorongan nuklir, pen) [48]. Probabilita penyelesaian missi berbasis jumlah kapal permukaan yang effektif ditugaskan. Kapal akan memaksimumkan performanya dengan effek sinergik dan kolaboratif [49]. Untuk berkolaboratif dan sinergik menjalankan missinya, perlu koordinasi ketat antar kapal permukaan, bawah air dan unit udara. Sangat signifikan untuk mengatakan satu kapal permukaan saja tidaklah mungkin menjamin missi akan sukses[50]. Kapal-kapal butuh “terorkestranya” aksi, dan effektifitas missi tergantung jumlah kapal yang effektif. Bagaimana menemukan jumlah campuran kelas misalnya kombinasi sekian CG, DDG , FFG dan FC dalam rangka effisiensi ?
Dengan perhitungan bisa melakukan bekal ulang di pelabuhan Jepang atau di laut, dengan varian skenario (AOR diskenariokan) [51] di timur jauh dan proses melalui replikasi olah yudha dalam frekuensi yang tinggi [52], diketemukan a.l: sejumlah besar kapal campuran bila mengharapkan melakukan bekal ulang. Proses ini [53] menemukan campuran 30 DDG dan 7 FC (Fast Combatan) yang memiliki harga effektifitasnya relatif sama dengan 37 DDG, padahal biaya total (total life cost) sebuah DDG sama dengan 2 FC dilihat dari konsekuensi “biaya” yang digunakan.
Isu relevan di domain maritim RI
Luas, besar dan banyaknya kandungan sumber daya yang berlapis diwilayah maritim membuat orang lebih memilih kata ruang, atau liputan atau dimensi[54] , dan sepertinya banyak literatur lebih populer dan suka menyebut domain maritim. Faktanya RI sebagai negara maritim memiliki semua entiti atau materi terlengkap sebagai elemen dalam domain maritim di dunia; mulai dari laut, kelautan, sungai, danau, teluk, pesisir, pantai, dasar laut, danau, delta, dan semua perairan yang bisa dilayari, dasar laut, bahkan udara diatasnya, termasuk infrastruktur dan kegiatan yang ada didalamnya. Konsekuensi poros/negara maritim adalah tidak mudah menuntut tercapainya “ good maritime’s governance ” dan menjamin tercapainya obyektif kepentingan nasional negara maritim yakni optimalisasi (produk) seluruh elemen domain maritim bagi sebesar besarnya kesejahteraan rakyat (economics well-beings), atau bisa di modelkan sebagai strategi optimalisasi (produk) (semua) elemen domain maritim [55]. Makalah ini tidak membicarakan bagaimana mengatur UE pada skala besar seperti ini (memperpanjang bahasan) namun lebih fokus pada UE di-lapangan dan lebih kritikal adalah isu ukuran yang menghambat effektifitas. Sebagai tantangan awal negara “baru” maritim, adalah hadirnya pendorongnya (driver) yang kuat yakni organisasi yang effektif di domain maritim [56] . Sementara bahasan ini mengasumsikan tidak ada konflik didalam ajensi formal pemerintah (minus ajensi non formal) untuk mengelola semua elemen domain, maupun konflik regulasi yang berlaku di domain maritim dan didukung berkecukupannya distribusi jumlah pengadilan insiden atau isu yang terjadi di domain maritim RI [57]. Presiden dan DPR-RI seyogjanya berkaca pada fakta ¾ teritori NKRI berbasis maritim (maritime-based territories) dan hubungannya harmonik dalam satu (1) tim orkestra melaksanaan strategi keamanan nasional (baca KamNas) untuk melindungi semua elemen domain maritim berkatagori “survival extremely” [58] bagi kesejahteraan rakyat. Mengapa ? Tata kelola berbasis landskap domain maritim berpeluang menyumbangkan kompleksitas tinggi versus cita-cita “ a good maritime governance ”, dilain fihak domain maritim menjamin pemiliknya sebesar besarnya kemakmuran dan kesejahteraan bagi bangsa dan negara. Tata kelola maritim [59] versus hadirnya ruang “ multi-layer ” di-domain maritim seperti, laut, samudra, pelabuhan , pantai , sungai, danau, permukaan, dasar laut, dibawahnya (subsoil) serta semua perairan yang bisa dilayari termasuk infratsruktur didalamnya, manusianya, dan kargo à menuntut satu lokasi perhatian (kontrol ketat kebijakan nasional) yang serius oleh pemerintah.
Hadirnya perbedaan klaster (cluster), kultur, sosial, adat, dan kearifan lokal (local wisdom) yang menyebar merata di negara maritim ini [60] menambah panjangnya daftar kesulitan memelihara dan mengontrol “policy” dan “ strategi “ [61] nasional untuk keamanan maritim menuju poros maritim dunia. Siapakah pemangku [62] “policy” dan “strategy” semua kegiatan mulai dari “awareness” sampai diturunkannya JukOps, JukKer ajensi formal dibawah kontrol Bakorkamla maupun ajensi non-pemerintah sehari-hari. Sebelum membangun UE versus isu ini, diasumsikan bahwa infrastruktur plus perilaku organisasi didalamnya benar-benar terdefinisi dengan baik (well-defined). Dengan berlakunya premis ini [63]—hubungan dan perilaku organisasi dibawahnya berlaku sebagai perilaku organisasi yang effektif . Ditetapkannya Bakorkamla sebagai ajensi tunggal (dibawah kontrol Menkopolhukkam) melakukan sinergitas dan melaksanakan strategi nasional untuk keamanan maritim [64]dan pendekatan AJS (Analisis Jejaring Sosial) sangatlah tepat menganalisis perilaku dan hubungan Badan ini dengan unsur dibawahnya [65]. Mengapa AJS ? Konsep AJS (puluhan tahun lalu) adalah keinginan mengetahui bentuk hubungan dan perilaku individu, organisasi, kelompok, bahkan negara didalamnya. AJS [66] ini ternyata bahkan sukses memetakan jejaring terorisme.
AJS kapabel mengemukakan hubungan vertikal maupun horizontal diawali dengan segmentasi dan distribusi pekerjaan suatu korporasi antara kemitraan, aliansi, koalisi, juga konsorsia. Jejaring yang terbentuk dari hubungan saling ketergantungan aktor (individu, organisasi, atau bangsa) karena hadirnya kepentingan umum atau kepentingan spesifik, sangatlah berguna dan kapabel membantu memperbaiki hubungan ajensi (graphiknya diwakili simpul-simpul) satu sama lain demi kepentingan mendatang yang jauh lebih baik [67]. Untuk mencapai keinginan tersebut, methoda berikut digunakan;[1] sosio sentrik untuk memeriksa himpunan hubungan antar aktor, [2] egosentrik, memilih aktor fokal (ego) dan mengidentifikasi simpul yang berhubungan dengannya, [3] membangun graphik , sebagai visualisasi hubungan elemen dalam AJS, [4] peta, mengatur distribusi data dan informasi,dan [5] pendekatan hibrid, guna mengintegrasikan perspektif visualisasi sesuai kebutuhan pemilik keputusan [68].
Fig # 3 menunjukkan Bakorkamla sebagai sentra koordinator yang dikelilingi simpul-simpul yang berhubungan satu sama lain. Model ini lebih mirip dengan struktur “ hub and spoke ” dalam jejaring inter-organisasi [69], dengan memposisikan si-pemimpin ditengah (IMSCB ~ Bakorkamla) dan jari-jarinya adalah struktur organik yang dibawahnya. Lebih spesifik AJS [70] bisa disebut sebagai perangkat pengembangan koleksi teori dan methoda yang dikembangkan dari teori graphik matematika dan sosiologi tradisional , dengan mengasumsikan hadirnya hubungan dan perilaku aktor yang terikat dalam satu jejaring. Jejaring ini lebih kapabel [71] menjelaskan nilai masing-masing perilaku individu yang diwakili oleh simpul dalam graphik jejaring dan bisa menggambarkan hubungan inter organisasi dalam tata kelola yang baik dalam domain maritim RI. AJS mengasumsikan strutur jejaring dan individual ajensi sama pentingnya, sebaliknya masing-masing struktur, substruktur, dan individu-individu bisa saja memperlancar atau menjadi kendala bagi setiap bagian jejaring selain berperan sebagai umpan balik dalam bentuk “loop” yang berdampak satu sama lain. Organisasi ini dikendalikan (atas nama Menkopolhukkam) Kalakhar Bakamla (IMSCB) sebagai pusat jejaring, dua-duanya menjadi sentra jejaring, periksa fig # 3.
Fig # 3. Diagram jejaring ajensi pemerintah dengan pusatnya Bakorkamla, periksa Bagus Jatmiko & Frans Djoni T, Thesis NPS,2014, dijelaskan struktur “hub” yang ditempati IMSCB (sewaktu thesis dikerjakan IMSCB berperan sebagai Bakorkamla belum resmi sebagai Bakamla). Perhatikan lebih banyak jejaring organisasi (inter-organisasi) sebagai tim pengambilan keputusan dibandingkan jumlah aset patrolinya yang dipergunakan riil di lapangan (pen).
Pendalaman analisis bisa dilakukan dengan pendekatan network governance [72] (tata kelola) untuk memeriksa mekanisme koordinasi dalam jaring ini sebagai bagian analysis untuk memelihara dan menjaga jejaring agar tetap berjalan stabil dan tetap. Dalam methoda ini bisa dilakukan varian opsi tata kelola dengan konsen pada aspek kepemimpinan seperti self-governance, lead-governance dan network administrative organization (NAO) governance [73]. Opsi “lead-governance” network sepertinya paling berpotensi mengatur klaster-klaster yang “kuat” dibawahnya dan memiliki keuntungan sangat effisien dalam bermanajemen dan legitimasi untuk mengarahkannya. Potensi kelemahannya adalah memiliki agenda tersendiri atau dominasi ke-anggota yang lain dan bisa berdampak terbangunnya resistansi dibawahnya [74]. Barangkali cocok sebagai model Bakamla mendatang (fig # 4) [75] .
Fig # 4. Lead – governance network. Bentuk hubungan seperti ini lebih fokus analisisnya kepada aktor sentral pengatur (ditengah) dibandingkan anggota kelompok yang mengelilinginya.
AJS sanggup membongkar lebih jauh tingkat (kekuatan) partisipasi anggota jejaring relatif kepada pemimpin dengan varian attribute networks, transaction networks atau action-set [76] . Kalakhar (IMSCB), adalah orang yang paling bertanggung jawab tentang pelaksanaan tupoksi, admin dan fungsi teknis sehari-hari. Bakorkamla di bawah Kalakhar bisa jadi mengalami kesulitan membangun kepentingan bersama (versus ajensi pendukungnya), mengkoordinasikan kegiatan, membangun proses operasional demi suksesnya tujuan bersama, dan berujung kepada integrasi jejaring maupun kolaborasi semua ajensi pemerintah. Mengapa ? Proses dari berkoordinasi sampai tingkat kolaborasi membutuhkan upaya yang sangat kuat, dan gambaran kerjasama ini dapat dilihat dari fig # 5 yang menggambarkan tingkat perkembangan kontinuitas ini [77]. Penjelasan masing-masing tingkat tidak dibahas lebih dalam, sebagai patokan tertinggi yakni integrasi (kiri) dapat dicontohkan sebagai penggabungan (merger) antar dua (2) atau lebih perusahaan baik asset operasional, personilnya, dan semua kebijakan masing masing yang langsung “melebur” dalam suatu goals yang sama.
Fig # 5. Model kontinuitas kerja bersama (working together) [78] , dimana posisi sinergiknya ?
Format kepemimpinan Kalakhar dibantu tim koordinasi keamanan laut dengan anggota tim (12 orang) perwakilan eselon satu setiap ajensi yang menjadi anggota IMSCB, misalnya Dirjen Hukum dan Perjanjian internasional/Kemenlu, Dirjen pemerintahan umum/ Kemendagri, dst, dengan ikatan sebatas “koordinasi” [79] dan pembantu pimpinan berbentuk tim yang tentunya mewakili “kepentingan” (plus “habit” masing-masing induk organisasinya) wajar akan memberikan porsi kesulitan yang cukup besar bagi Bakorkamla menghadapi eksekutor lapangan yang di-latarbelakangi bermacam kewenangan (dan kepentingan), perilaku, pengalaman, kompetensi, keahlian, kebanggaan, ketrampilan dan “ l’esprit de corps ” yang berbeda. Situasi ini bisa dimodelkan dalam bentuk sosiograph dan sosiometrik (bagian dari AJS) antara Bakorkamla (IMSCB) dengan organisasi dibawah kontrolnya bisa jadi akan memperlihatkan bentuk perilaku hubungan yang sangat berbeda dengan “hub and spoke” diatas, bahkan mungkin mirip bentuk kelompok (klaster) “cluster” dibawah ini seperti fig # 6 [80] .
Fig # 6 ,bentuk klaster . Perhatikan ada 5 klaster, dan masing masing memiliki jejaring yang kuat tersendiri, bisa saja klaster pertama, tidak lebih kuat (atau lemah) atau lebih baik dengan klaster kedua, dst.
Pertanyaannya bagaimana effektifitas (ukuran) untuk memberikan keyakinan bahwa badan yang ditunjuk itu sanggup (able) [81] mengamankan seluruh entiti, sumber daya alam, proses produksi, pendeknya semua pengawasan kegiatan memproses, memelihara, dan memproduksi semua elemen domain maritim yang begitu banyaknya , ragamnya, nilainya, di wilayah domain maritim NKRI ini. Untuk mendefinisikan UE, maka pertanyaan riset dibawah ini [82], bisa di kembangkan … how to improve inter-organization coordination in Indonesia’s maritime domain especially as it pertains to network governance and operational deployment patterns to ensure maritime security ? Kalau dikembalikan per definisi bahwa laut/kelautan adalah baru sebagian (kecil) dari seluruh elemen domain maritim, wajar bila dipertanyakan apakah KamLa yang dimaksud ekivalen dengan KamMar (maritime’s security) — ya atau tidaknya , masalahnya akan berkembang dengan pertanyaan seperti siapa “policy-holder” dan “strategy-holder” di domain maritim yang seharusnya [83]? Kalau disepakati bahwa suksesnya organisasi Bakamla [84] adalah terlaksananya improvisasi bekerja sama inter-organisasi dalam struktur mendatang, berbasis satu organisasi [85] dan kewenangan bermacam-macam, maka UE yang pantas adalah improvisasi (kuat, lemahnya) yang bisa dilakukan dan diekpresikan dalam notasi :
Improvasi [1] (misal) adalah ukuran kontinuitas kerja samanya, apakah baru setingkat koordinasi, kooperasi saja, atau mencapai kolaborasi bahkan sinergik ? Improvisasi [2] adalah sikap mental, misal sudahkah semua ajensi anggota Bakorkamla memiliki komitmen yang sama? Improvisasi [3] adalah ketahanan profesionalisme dilaut sudah tercapai, improvisasi [4] adalah kapabilitas beroperasi dilaut dalam bentuk gabungan, mengingat Bakorkamla bisa saja dijadikan kekuatan cadangan TNI-AL. Improvisasi [5] penyesuaian legal framework, misal penyesuaian substansi “legal framework” mulai internasional sampai domestik, mulai dari resim terluar sampai perairan teritorial, dll (Unclos-TZMKO-UU Pelayaran-UU Kelautan-KUHAP, dll) berorientasi pada domain maritim [86] . Improvisasi [6] membangun basis-data yang dipercaya (andal) dan diolah satu “dapur” dan disebarkan keseluruh ajensi terlibat, dan mungkin masih ada improvisasi lainnya. Bagaimana meningkatkan improvisasi akan menjadi isu kepemimpinan yang utama di Badan ini yang akan datang. Kumpulan sub-sub improvisasi sebagai UE yang didapat akan menggambarkan besaran total dan sekaligus keyakinan bahwa Bakamla benar-benar sanggup memelihara keamanan di domain maritim (maritime security) RI dengan asumsi tidak ada lagi isu internal yang menghambat [87] .
Kesimpulan
Sudah waktunya TNI-AL (konsekuensi “World Class Navy”) membangun UE bagi setiap UO nya sebagai ukuran suksesnya [88]. Lebih adil (fair) bila dipertanggung jawabkan performa atau harga manfaat atau effektifitas selain Pjk Keu. Konsekuensi—semua kajian, laporan, tulisan akan menampilkan parameter yang sama yakni seberapa jauhnya performa kegiatan yang terlaksana diukur dengan UE dan seberapa jauh konsekuensi dukungan “biayanya”—lebih transparan. Dampak umum; meningkatkan kualitas kajian dan tingkat keandalannya [89]. Perwira dengan billet AO/OR mendesak untuk diproduksi sebanyak mungkin diluar MOS [90] yang ditetapkan. Pengetahuan AO/OR berguna sebagai pendekatan pemecahan masalah, hasilnya (outcomes) bisa dipertanggung-jawabkan sebagai solusi keputusan. AO atau OR (hard atau soft) bukan hanya bisa dinikmati sebagai perangkat isu teknis, tetapi juga taktik, operasi, seni operasi bahkan strategik. Peran AJS sangat bermanfaat sebagai perangkat studi effektifitas Bakamla atau organisasi formal lainnya, bahkan menjadi tren “ laris manis “ untuk menghadapi terrorisme, dengan memperoleh harga kepekatan, kedekatan, kejauhan, kepemimpinan, hubungan aktor sentra dengan jejaring dibawahnya bahkan penentuan “kekuatan” pemain kunci [91]. Mengingat operasi Bakamla berada di-domain maritim dan pelaksanaannya merujuk strategi nasional untuk keamanan maritim [92] dan mengakomodasikan regulasi internasional-regional-lokal-domestik, maka perlu diseleraskan ulang semua regulasi. Didesignasikannya obyektif kepala lembaga/komandan dan kriteria suksesnya (termasuk jabatan dibawah) dalam Jukker atau Orgaspros maka misi (tupoksi) yang diemban didukung capaiannya melalui UE hampir pasti mengarah kesana [93]. Misal Orgaspros Ka Lemdik…dengan muatan obyektif…seperti lulusan Lemdik sanggup memimpin…dst, ditambah kalimat … yang disetarakan kualitasnya dengan lulusan Lemdik negara maju[94]—salah satu indikasi suksesnya performa Ka Lemdik adalah tercapainya kesetaraan lulusan Lemdik dengan kualitas Lemdik negara maju. Sehingga UE yang terbangun a.l: memberi label ukuran perbaikan kurikulum, methoda pembelajaran, teknik mengajar, perpustakaan, laboratorium, tenaga pengajar, dll. Dampaknya [95]; Ka Lemdik lebih memilih membangun perpustakaan modern dengan buku, referensi yang berkualitas, instruktur/dosen yang lebih berkualitas, tenaga pembimbing skripsi luar dan dalam yang memiliki kompetensi akademik dan profesional, studi dan menekuni kurikulum negara lain yang berkualitas dunia, serta evaluasi kualitas hasil didik setelah bekerja dilapangan setiap periode pendidikan, ketimbang membangun “joglo”, ruang/kantor atau gedung olahraga ,dll à UE yang jelas, relevan dan sanggup mengukur sangat membantu terselenggaranya performa organisasi dan akan berujung capaian harga “ World Class Navy”.
[1] Ditulis oleh Budiman Djoko Said dalam rangka mencoba menterjemahkan keinginan strategik mantan KASAL, Laksamana TNI Dr Marsetio agar lebih mudah dipahami.
[2] Time frame 100 hari (cukup fairkah ?) untuk isu yang strategik/nasional masih sangat sangat terlalu prematur dan sangat bervariabel bagi semua kementerian untuk di asses, tanpa diketahui framework/road-map/policy dan strateginya dan “goal” fisik obyek yang dinilai.
[3] NATO, mengukur keberhasilan (gagalnya) kegiatan dalam bentangan skala—MOE/Measures of Effectiveness, semakin effektif kegiatan yang dilakukan semakin berpeluang sukses. Kata Sproles…effectiveness (MOE) is a measure associated with the problem domain (what are we trying to achieve) and the performance measures associated with the solution domain (how are we solving the problem).
[4] Bullock,Richard.K,Maj USAF, Dissertation US Air Force Institute of Technology, Sept, 2006, “ Theory of Effectiveness Measurement”, halaman 3,4.
[5] Pryor,Benjamin & Betts,Wiiliard,Thesis US NPS, 2012, MS in Program Management, “Analyzing the Relative Cost, Effectiveness and Suitability of Synchronous Training Versus Tradional On-Site Training Aprooaches”, hal 18.
[6] Cara bertindak (CB) dilingkungan TNI terjemahan dari “course of actions”.
[7] Biaya (cost) tidak selalu diartikan nominal rupiah atau dollars, tetapi semua “harga” upaya mendukung satu alternatif kegiatan, bisa, jumlah orang, jumlah waktu, jumlah korban bahkan, jumlah moda angkutan, dll.
[8] Effektifitas tidak sama dengan desain pabrik seperti kecepatan kapal/pesawat, jarak jelajah, endurans, jarak tembak maksimum,dll. Parameter tersebut tidak pernah bisa mengukur apakah produk pabrik benar bermanfaat bagi pengguna, khususnya relatif terhadap sasaran/musuh.
[9] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,1999, “ Naval Operations Analysis ”, edisi ke-3, hal 12.
[10] FDO = flexible deterrent options adalah strategi teroskestra yang melibatkan instrumen kekuatan nasional lainnya sebagai bagian dari strategi keamanan nasional (bisa dibaca KamNas saja).
[11] Patroli maritim (Patmar) sering disebut (tidak ada kategori patroli maritim strategi, atau taktis) sbg pesawat yang berpatroli di domain maritim, definisi Patmar yang benar adalah pesawat yang didesain guna mendeteksi, mengklasifikasi, melokalisir, menyerang dan menghancurkan kapal selam. Sekarang berkembang untuk menyerang kapal atas air dgn Harpoon dan kapabilitas pep elektronika (misal EP-3C, kode E adalah elektronik/pep Elektronik). Kebiasaan dan perilaku awak dan penerbang PatMar adalah kebiasaaan dan perilaku Angkatan Laut. Nyaris sedikit sekali negara yang memiliki Patroli maritim dengan penerbangnya dan CIC-nya diawaki bukan anggota Angkatan Laut.
[12] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,1999, “ Naval Operations Analysis ”, edisi ke-3, hal 1.
[13] Biaya (cost) di artikan semua konsekuensi dukungan terhadap suatu kegiatan.
[14] Penjelasan estimasi probabilita—penempatan unsur tabir tentunya berbeda, berbasis kapal selam bermanuvra mendekati posisi tembak (submarine approach) asumsinya kapal selam berada diluar LLSuA (limited line submarine approach), vector kecepatan kapal selam mendekat (dgn ½ kecepatan duga dengan baterey) dan jarak tembak maksimum torpedo, menjadi faktor kritikal. Sebaliknya bila diduga kapal selam sudah berada dalam LLSuA, plot LLSuA akan berubah menjadi LLSuAt (limited line submarine attacks) dengan parameter vektor kecepatan kapal selam menjadi ½ sd 2/3 kecepatan dgn penggunaan batterey, serta radius jarak tembak torpedo effektif. Keputusannya … geser model penabiran ini dengan cara melempar posisi estimasi kapal selam sehingga kembali berada diluar LLSuA (manuvra konvoi baik haluan maupun kecepatannya dirubah ~ probabilita kapal selam menempati posisi tembak kembali mengecil). Model ini berasumsi kapal selam yang dihadapi adalah kapal selam diesel elektrik (konvensional).
[15] Isu klasik McNamarra, Menhan AS era perang Vietnam vs Panglima perang dan petinggi militer gabungan dalam “The Unfinished Business” dgn jargonnya….how much is enough…berapa sih cukupnya (anggaran) dan Melese,Francois,et-all, DRMI,USNPS,2015, “ Military Cost Benefit Analysis: Theory and Practice “, hal 5, 6. Saat itu orientasi (konsep) anggaran pertahanan hanya pada kebutuhan Angkatan, McNamarra sukses menggeser konsep anggaran tradisional menjadi konsep cost effectiveness sebagai konsep mendukung output nasional menghadapi isu keamanan nasional, tdk lagi berorientasi pada kebutuhan Angkatan (tetapi gabungan)àoptimalisasi sumber daya nasional untuk keamanan nasional—muncul teknik memilih kegiatan-kegiatan yang lebih effisien yang disebut system analysis dengan memadukan teknik (model) optimasi OR (operations research) dengan analisis (model) biaya atau cost analysis. Pemikiran ini juga mengait dengan struktur anggaran militer (TNI) yang mestinya didesain dengan obyektif mepertahankan kesiagaan alut sista seoptimal mungkin, sehingga komponen anggarannya semestinya untuk memelihara kesiagaan, pelatihan, modernisasi, perbaikan rutin, berkala, menengah, berat, dll. Gaji merupakan biaya yang tidak relevan sama sekali, mengingat seberapa besarpun jumlahnya tidak (bisa) digunakan langsung (relevant cost) untuk mempertahankan kesiagaan alut sista.
[16] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,edisi ke-3, 1999, “ Naval Operations Analysis ”, hal 2.
[17] Tidak terstruktur terdefinisi lebih cenderung kepada ketidakpastian dan tidakjelas .
[18] Salah satu indikator keputusan yang rasional adalah kemunculan beberapa alternatif keputusan dengan bobot (effektifitas) dan dukungan “biaya” per masing masing alternatif tersebut.
[19] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,edisi ke-3, 1999, “ Naval Operations Analysis ”, hal 2.
[20] Semakin banyak Bachelor, Master bahkan Doctor dengan billet AO atau OR tersebar merata di unit-unit AL semakin baik dan obyektif dalam suatu kajian ataupun riset yang dikerjakan dan semakin mengeffisienkan (keputusan,solusi) setiap isu yang muncul, dan atau kegiatan yang sedang atau rutin berjalan. Bahkan USNA (AAL-AS) memiliki peminatan (majoring) untuk OR/OA dikontrol oleh Departemen Mathematika di USNA, dan membuka semacam Yanus OA/OR bagi para Taruna (midshipmen) yang berminat. Ada baiknya AAL membuka majoring progdi dan yanus AO/OR, bila perlu tampil yanus mathematika/phisika (phi-beta-kappa) yang bisa bersaing dengan tim binaan Prof Yohannes Surya dalam lomba internasional. Yanus kan bisa saja menjadi kegiatan ekskul intelektual bukan, ambisi yang wajar bukan ?
[21] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,edisi ke-3, 1999, “ Naval Operations Analysis ”, hal 7.
[22] Dengan usia sedini mungkin, memiliki harapan memperoleh gelar yang tertinggi yakni Doktor (PhD atau Doctor of Science atau Doctor of Engineering) pada usia dan pangkat sebagai Pamen. Spesialisasi Angkatan ? Tdk perlu dirisaukan karena akan diikuti teratur (regular) saat kursus pendek spesialisasi (MOS),dengan methoda dan teknik mengajar dan belajar yang effisisen paling lama hanya 6 bulan.
[23] Opcit, hal 8.
[24] Ibid,hal 8.
[25] Ibid,hal 8.
[26] Quade.E.S (ed), RAND, Nov 1964, “ Analysis for Military Decisions “;
——ch8, “ Methods and Procedures ”, Quade.E.S, hal 155-156. Iterasi ini dilakukan analis keputusan/kajian dan pengambil keputusan.
[27] Tim analis kajian, atau staff pengambil keputusan yang akan mengolah keinginan pimpinan, atau memang ada pakar proses keputusan yang ada dalam organisasi.
[28] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,edisi ke-3, 1999, “ Naval Operations Analysis ”, hal 10. ZZ adalah kode posisi pusat formasi (kapal manapun yang bisa ditunjuk). x , y = jumlah pesawat , atau tipe atau bisa juga jumlah dan tipe .
[29] Bisa saja harga antara A dan B begitu marjin (tipisnya), sehingga perlu dilakukan analisis kepekaan. Analisis ini lebih merupakan tes konsistensi apakah solusi yang sudah didapat tidak akan pernah berubah dengan hadirnya perubahan harga parameternya.
[30] AKS= anti kapal selam (ASW).
[31] Wagner,Daniel.H,et-all, Naval Institute Press,edisi ke-3, 1999, “ Naval Operations Analysis ”, hal 13. Konsumsi waktu yang terlalu lama untuk beraksi membuat peluang memperoleh sasaran mengecil.
[32] ONR, Volume – IV, MOE Review, 1972,” A Study of Measures of Effectiveness Used in Naval Analysis Studies “, hal 4-5. Operator sonar/ sonobouy yang memiliki lisensi baik atau terbaik, adalah mereka yang mampu membedakan kontak palsu, seperti suara gelombang laut, gerakan ikan, pantulan dasar laut, dll, dengan echo murni kapal selam. Mereka yang memiliki sertifikat “pantas” berhak didinaskan di kapal atas air, kapal selam maupun pesawat terbang patroli maritim.
[33] Probabilita deteksi sebenarnya adalah rasio suksesnya memperoleh deteksi dibandingkan total deteksi yang bisa dilakukan sebenarnya.
[34] Ibid, hal 7. Probabilita dengan operator dan menghasilkan produk perkalian masing masing probabilita.
[35] Sengel,Cengiz, Lt Jg, Turkish Navy, Thesis US NPS, Sept 1988, MS in Operations Research , “ Decoy Effectiveness in a Multiple Ship Environtment “, halaman 1.
[36] VBSS, atau visual, boarding, seizure and seizing, kira kira terlihat, kunjungi (selidiki) , periksa (sita) , dan tangkap. Istilah bagi TNI-AL adalah Hanrikhan , tetapan jumlah kapal yang bisa di VBSS-pun akan semakin mengecil dengan kesempatan, cuaca, peluang mendekat, dan manuvra kapal ikan yang bisa membahayakan.
[37] Quade.E.S (editor) dan Boucher,W.I, (editor) RAND Corpt, Elsevier, 1968, “ System Analysis and Policy Planning; Applications in Defense “, —ch1. “ Introduction “, oleh Quade, E.S, halaman 9-10.
[38] Dimaksud disini adalah kekuatan kapal permukaan Armada.
[39] Crary,Michel.A,Lt US Navy, Thesis NPS,1999, MS in Operations Research, “ Measuring Surface Combatant Fleet Effectiveness”, x – summary, halaman xi.
[40] Bobot per phase (phase weight), pentingnya misi ( mission importance & dan mission effectiveness) dihasilkan dari APL (applied physics lab) John Hopkins University yang bersama-sama Pusat peperangan laut AS (US Naval Warfare Center) dengan studi melalui sejumlah besar simulasi olah yudha gabungan untuk melakukan studi bobot misi,kepentingan missi ,dll, analog dengan indek missi dan phase. Hint : n dan p adalah indeks.
[41] Opcit, hal 18.
[42] Ibid, hal 6 dan periksa fig # 2.
[43] Ibid, hal 5 periksa table # 1 dihalaman tersebut, ttg penjelasan NSFS (Naval Surface Fire Support) bertujuan memungkinkan kebebasan bermanuvra (freedom of manuevra) oleh kekuatan gabungan (joint) dan bersama (combined) dan memenuhi tuntutan suksesnya operasi darat gabungan dan bersama. Penjelasan TBMD, TAD, dst sampai dengan ESCORT dan USW dan tujuan masing – masing, periksa tabel # 1 tersebut.
[44] Ibid, hal 3, 4. Identifikasi hasil olah yudha gabungan dan skenarionya diperoleh dari eksperimen APL John Hopkins University yang ditugasi Angk Laut AS untuk menemukan jumlah missi sebenarnya AL-AS di Timur jauh dan berhasil menemukan (5) MISSIONS (dan tujuannya/PURPOSE masing-masing mission,yakni NSFS, TBMD, TAD, USW, ESCORT) digabungkan dengan temuan olah yudha gabungan Pusat Peperangan Laut (US Naval Warfare Center) AS dgn skenario ditahun 2015 bahwa semenanjung Korea akan diserang kekuatan Maritim besar dan menemukan adanya 4 phase peperangan (dan tujuannya/purpose masing masing phase) yakni DETER, DEFEND, BUILD-UP,COUNTEROFFENSIVE dan konflik ini diselesaikan selama 100 hari. Perhitungan ini nampaknya dilakukan jauh sebelum tahun 2015.
[45] PAH (proses analisis hirarkhi) benar benar kapabel menggabungkan besaran preferensi dan perasaan dan prosesnya mengandung mufakat, kompromi, konsistensi, dan fokus kepada “goals” yang dibangun. Bahkan mungkin bagus dipraktekkan didunia politik, mengingat kapabel mengeliminir semua kepentingan karena sudah melebur kedalam kompromi “goals” yang dibangun.
[46] Ibid, hal 9.
[47] Ibid, hal 16. Artinya, kapabilitas tersebut dihitung relatif terhadap kapal permukaan yang ideal (capital combatant surface ships) yakni CG, maka kapabilitas DDG relatif terhadap CG sebesar 0.8, apabila kapal tersebut ditugaskan di mandala perang perairan utara Jepang dan melakukan bekal ulang selama periode misinya, maka kapabilitasnya akan menurun menjadi 0.8 x 0.74 = 0.592 ~ 0.6 . DDG adalah Destroyer Guided Missiles, analog dgn CG (cruiser guided) atau FFG (fregat guided) .
[48] Memfaktorkan bekal ulang tidak dijelaskan disini, namun bisa diduga bahwa dalam setiap phase missinya (dalam total jam), akan terjadi sekian jam periode bekal ulang(kapabilitas DDG akan nol)—rasio antara ketidak kapabelnya dalam fungsi waktu dibandingkan harga kabilitas CG yang tidak melakukan bekal ulang akan ditemukan besarnya faktor tersebut. Tidak dijelaskan juga apakah DDG menggunakan pendorongan nuklir atau konvensional ?TBMD adalah Theatre Ballistic Missile Defense.
[49] Crary,Michel.A,LT US Navy, Thesis NPS,1999, MS in Operations Research, “ Measuring Surface Combatant Fleet Effectiveness”, hal 17 dan periksa Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, Dec 2014, hal 19, figure 10, working together…. antara fig # 2 makalah ini dengan figure 10 dalam thesis diatas tentang definisi “sinergik” apakah ada kaitannya (dan seperti apa?) dan “working together”.
[50] Tidak pernah ada doktrin aksi AKS berbentuk satu Perusak versus satu Kapal selam, kecuali suatu insiden dan mendadak, serta bukan terencana (deliberate), biasanya akan dihadapi minimal 2 Perusak.
[51] AOR = area of responsibilities
[52] Frekuensi ini dibutuhkan apabila pengambil keputusan menginginkan parameter statistik hitung semakin kecil penyimpangannya seperti simpangan baku (standar deviasi, mean,dll) juga dalam rangka menemukan statistik hitung berbasis derajad kepercayaan yang tinggi (degree of confidence) dengan frekuensi pelaksanaan yang ditetapkan bisa dihitung (number of run simulations) , jadi bukan hanya dimainkan sekali dua kali dianggap dapat dipercaya hasilnya.
[53] Konsep biaya total memberikan pemahaman bahwa harga kapal atau aset lainnya bukan dihargai (dibiayai) saja dengan harga awalnya (invest awal) yang tentu saja kelihatan sangatlah murah, bagaimana dengan biaya pemeliharaan, perbaikan, penggantian modul komputer, modernisasi, pelatihan, dll sampai dengan “tutup buku” asset, semua mestinya di strukturkan dalam anggaran , spy Komandan satuan tidak pusing memikirkan biaya har, perbaikan, docking, dll waktu mendatang setelah aset atau kapal tersebut datang dinegeri ini. Dengan hasil perhitungan campuran ini, bisakah akuisisi (pengadaan yad) DDG dihentikan atau didisposal dan diganti dengan FC yang baru dan yang lebih murah — dgn unit manfaat yang sama besarnya namun dengan unit konsekuensi biaya yang lebih ringan ? DDG –destroyer guided, FFG –fregat guided,FC – fast combatant.
[54] Periksa 3 kali terbitan QD sebelum ini, banyak disebut-sebut lebih disukai pendekatan ruang, dimensi atau domain , dan arti domain maritim sendiri itu apa sebenarnya ~ laut,kelautan, dll, adalah sub-set Domain Maritim.
[55] Slide FGD Seskoal, paparan didepan Pamen TNI-AL , tanggal 8 Agustus 2014. Bayangkan ada variabel elemen domain maritim, masing memiliki katagori yang akan diproduksi ( ½ jadi, mentah, ¾ jadi atau finished good, atau masih dalam posisi riset) dan masing masing akan diutilisasikan dalam kerangka waktu (timer frame) yang berbeda-beda dan masing masing program utilisasi memiliki konsekuensi dukungan yang berbeda beda serta risk dan insurancenya—-multiple objective decision making versus 4 fokus (yang dicanangkan Menko Maritim) yang belum tentu masing masing independen, rumit bukan ?
[56] Dirhamsyah, kandidat PhD , Univ of Wollongong,Australia,2005, Journal Maritim Studies, Sep-Oct 2005, “ Maritime Law Enforcement and Compliance In Indonesia : Problems and Recommendations “, disebut ada 11 ajensi formal pemerintah beraktivitas di domain maritim, selain itu ada perilaku yang tidak penurut (non-compliant behaviour), sistem yang korup dalam pemerintahan dan faktor-faktor kelemahan a.l yang perlu dibahas barangkali lemahnya integrasi hukum dan regulasi, sangat lemahnya koordinasi pelaksanaan, ketidak pedulian dengan lingkungan (marine awareness,marine environtment) , tidak adanya komit (lack of commitment). Usaha-usaha pengintaian, dll, penting untuk deteksi awal, namun yang lebih penting guna melakukan VBSS diperlukan kecukupannya kapal patroli cepat yang stand-by di dekat TKP.
[57] Ibid, hal 10. Antara KPLP dan Bakorkamla
[58] Definisi katagori substansi kepentingan nasional ini mengalami perubahan dari “survival ” menjadi “survival extremely”.
[59] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, May Laut, Thesis US NPS, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, Dec 2014, hal 1.
[60] Shemella,Paul, Cpt USN (Ret), The Center of Civil-Military Relations, US NPS , 2015, Lectures notes for postgrad Indonesia’s students UNHAN, 2014, “ Strategies for Managing Maritime Violence “, slide # 4, …..Strategy akan mendukung “policy” (What to do ?) yang ada, jadi bangun policy-nya dulu barulah strategy (How to do —achieve the the policy) …What Strategy Is Not : A Policy …. means strategy must support the policy, jadi strategi adalah subordinasi kebijakan (policy). Seringkali orang menganggap kebijakan ya strategi juga , padahal berbeda jauh keduanya.
[61] Komentar beberapa analis kebijakan (policy) yang mengingatkan tanpa kehadiran”policy” dan “strategy” negara berpeluang menciptakan chaos.
[62] Resmi dalam dokumen pemerintah disebut keamanan laut, dan tidak pernah didefinisikan berlaku di domain maritim—[1] definisi keamanan laut (kamla) dan keamanan maritim sangat berbeda jauh, effek berikut [2] perbedaan keselamatan maritim atau keselamatan laut (Basarnas vs Bakamla) juga isu lingkungan maritim (maritime environtment) atau laut (marine atau ocean environtment?). Tulisan ini lebih menyukai lazimnya keamanan maritim (berbeda dengan keamanan laut) mengikuti referensi yang digunakan sebagian besar negara—konferensi resmi antar negara, organisasi maritim dunia, bahasa atau terminologi yang biasa digunakan internasional juga menyebut domain atau maritim saja. Apakah sama perilaku, ruang, batasan dan fungsi “laut” dengan maritim atau lengkapnya adalah “domain maritim”? Begitu banyaknya elemen dalam domain maritim sehingga perlu kontrol ketat (tight control policy) mengutilisasikan semua elemen sebagai aset berharga negara maritim.
[63] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, … banyak isu benturan didalamnya , misal : The Ministry of Transportation with its KPLP interprets the Govt Decree no.17/2008 as being in favor of the Sea and Coast Guard (ISCG) under the authority of Ministry of Transportation. Meanwhile ,the Ministry for Politics, Law, and Security has rebuffed that notion by holding that the Presidential decree no.81/2005 means that the IMSCB (Bakorkamla) is the sole institution to hold the ISCG’s mandates.
[64] Strategi maritim akan dipandegani oleh kekuatan Maritim dengan jantungnya Angkatan Laut, sedangkan strategi nasional untuk keamanan maritim akan dipandegani oleh Coast Guard (atau semacam itu).
[65] Opcit, hal 6. .. Although on paper it has an overarching authority, in practice the IMSCB (Bakamla) lacks authority to establish common purpose, coordinate activities , and develop operational processes , such as communication and information , to integrate the network as a whole —gunakan analisis jejaring sosial (AJS).
[66] Falkowski, Tanja, Disertasi Univ Magdeburg,Jerman, 1972, “ Community Analysis in Dynamics Social Networks “, hal 11, Jejaring biasanya dimodelkan sebagai graphik. Untuk memudahkannya digunakan notasi G, G = ( V,E, dan) , V sebagai obyek ; sebagai kumpulan ujung/puncak (simpul, aktor) , E adalah kumpulan tautan atau hubungan yang menggandeng pasangan ujung simpul tersebut dan dapat ditulis : E dan dibaca adalah produk pemetaan setiap elemen (E) kedalam setiap bilangan riil ( ) yang menggambarkan besar kecilnya kekuatan (densitas,intensitas) hubungan antar simpul (aktor) yang dimodelkan. Begitu pesatnya perkembangan perangkat AJS bahkan sanggup memetakan kegiatan terorist, mulai klaster (cluster) , hubungan antar klaster, pergerakan dan perpindahan mereka, bahkan pembentukan klaster baru (regenerasi) sangat dimudahkan, utamanya mengembangkan basis data TIP (terorrist investigation portal), periksa Nasrullah Memon, et-all (eds), Springer, 2010, “ From Sociology to Computing in Social Networks : Theory; Foundations and Applications ”, hal 147, 148.
[67] Anklam,Patti,Elsevier & BH,2007, “ Network ; A Pratical Guide to Creating and Sustaining Networks at Works and In The World “, hal 5, 6.
[68] Ajith Abraham , et-all (ed) , Springer, 2010, “ Computational Social Network Analysis; Trends, Tools and Research Advances” , hal 4.
[69] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, MS in Defense Analysis,“ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, Dec 2014, hal 5.
[70] Scott, John,edisi ke-2, SAGE Pub, 1991, “ Social Networks Analysis, Handbook “ , hal 17, 18. Harvard University tahun 30-40’an membuat riset ttg perilaku hubungan “clique”, “cluster” dan “block”, sehingga bisa dilihat densitas, puncak, tebarannya, kuat/lemahnya hubungan, dll dan dibantu kalkulasi mathematik statistik.
[71] Gregory, Leo.S,Maj USMC, Thesis US NPS, Dec 2014, MA in Security Studies, “ A Social Network Analysis of the Chinese Communist Party’s Politbiro ”, hal 9.
[72] Provan,Keith.G & Kenis, Patrick, Arizona Univ & Tillburg Univ, JPART 18:229-252, “ Modes of Network Governance: Structure, Management , and Effectiveness ”. Hal 231, 232. Definisi lengkapnya adalah “ network as a form of governance “ sebagai partner pendekatan lain yang disebut “ network analytical “ yang terakhir ini lebih mikro, aspek egosentrik, sebaliknya yang pertama jauh lebih makro dan jauh lebih innovatif. Bentuk network as a form of governance barangkali cocok untuk pilihan kepemimpinan Bakorkamla dalam pengertian jejaring.
[73] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, hal 14, 15.
[74] Kihl,Tom-Erik,Captain Norwegian Army & Carling,Jonas,May Swedian Army, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ The Global Special Operations Forces Networks From A Partner-Nation Perspective”, halaman 30.
[75] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, hal 15.
[76] Oswald Jones, et-all (eds), Aston Univ , UK, Imperial College Press, 2001, “ Social Interaction and Organizational Change ”, halaman 104.
[77] Ibid, hal 18.
[78] Ibid, hal 19.
[79] Sebagai persepsi Command Control , maka koordinasi adalah hirarkhi C2 terbawah—tentu saja lemah sekali.
[80] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, hal 12.
[81] MORS (military operations research society) mendefinisikan mampu (capable) = bisa/sanggup (able) + ”outcome “ (outcome adalah hasil uji coba dan riset statistik di lapangan riil)…dan hampir pasti kalau berani mendefinisikan kapabel (mampu) artinya benar-benar berkelas atau berkualitas dan sudah teruji. Kapabel (mengait dengan dampaknya terhadap lawan/musuh) berbeda dengan definisi desain pabrik, misal kecepatan tembak, jarak jelajah, maksimum jarak tembak ,dll (yang terakhir ini belum ada / belum tentu ada kaitannya dengan dampak langsung terhadap musuh/lawan).
[82] Bagus Jatmiko, Frans Djoni T, keduanya May Laut, Thesis US NPS, Dec 2014, MS in Defense Analysis, “ Designing for Inter-Organizational Coordination In Indonesia’s Maritime Domain ”, hal 7. …dan maritime security berbeda jauh dengan sea security, pen.
[83] Berhandai handai wilayah operasionalnya adalah domain maritim, maka siapakah “policy-holder” dan “strategy-holder”nya yang paling tepat? Hint:policy hanya bicara apa yang diinginkan (what), dan strategy akan bicara means, ways dan ends (goalnya) namun dengan tetap merujuk apa maunya “policy”. Isu poros maritim atau tol maritim atau negara maritim memerlukan suatu policy yang clear , dan strategy yang robust, dan time frame yang tepat, inilah parameter yang diperlukan untuk membangun road map strategik, namun semuanya akan berada dalam frame “ multiple objectives decision making”. Masalah ketepatan, siapa yang hadir bila diundang dalam seminar internasional atau konferensi internasional membahas isu strategi nasional untuk keamanan maritim ? Kantor Menko Maritim, Kantor Menkopolhukam , Kantor Menteri Kelautan, Kantor Menteri Perhubungan, Mabesal , atau Mabes Polri atau mungkin lainnya ? Siapakah pemegang policy dan strategy nasional untuk keamanan maritim (maritime security) ? Idem untuk mendesignasikan status keamanan nasional (national security) ? idem mendesignasikan isu keselamatan maritim (maritime safety) dan mengontrol kegiatan SAR NAS ?
[84] Karena konteksnya sekarang dan yad, maka sebutan Bakorkamla dirubah menjadi Bakamla (sekarang ini).
[85] Sepertinya satu organisasi akan tetapi sebetulnya tetap bisa didefinisikan sebagai satu klaster (kelompok) dalam graphik AJS.
[86] “Yalasena”, edisi no.1 , tahun V/2015, halaman 17,…menurut Soleman B Ponto dst….selama ini persepsi yang dibangun dst….dibawah menko maritim akan ada 3 satuan kapal dst…..mengapa tidak (satu) KPLP saja ,dst…… , simpulannya—inefisiensi bukan (pen)?
[87] Perlu penyelarasan definisi yang lebih kokoh, mengingat isu di domain maritim akan sering bersentuhan dengan legal frame work (mulai internasional-regional-lokal-domestik), maritime intelligence, maritime information, maritime security, maritime safety (kontrollernya menjadi kandidat kontroler SARNAS), marine pollution, (marpol), dll, mungkin perlu penyelerasan definisi maritim lebih banyak ditampilkan dibandingkan laut/kelautan (maritime domain lebih besar dari sea), dan deklarasi keluar siapa ajensi yang syah ditetapkan sebagai Coast Guard ke dunia internasional (berhak melakukan VBSS di laut terbuka / ZEE dan “hot pursuit”) selain Angkatan Laut.
[88] Hadirnya indek UE setiap Unit Organisasi memudahkan Wasrik untuk membongkar masalah dengan melacak mulai dari UE yang didapat, dan displai Pj performa dan Pj keuangan merupakan “ duo” pertanggungan jawab satu kegiatan yang akan sangat membantu Wasrik untuk berkerja langsung.
[89] Konsep andal (R atau Reliable) adalah probabilita untuk tidak rusak atau tidak gagal,dll — R = 1 – Probabilita gagal. Jadi semakin tinggi keandalannya, akan semakin kecil peluangnya untuk gagal, atau rusak, ,dll atau semakin kecil probabilita rusak atau gagal, akan semakin besar tingkat keandalannya. Keandalan sangat tergantung basis data (statistical data-base) , dampak lain adalah terkoreksinya sejumlah parameter yang ada, yang belum ada dan yang sangat diperlukan guna kajian mendatang.
[90] MOS = military operations specialist (setingkat Selapa atau Diklapa – I). Porsi (jumlah) yang ditentukan menjadi muatan “policy” manpower planning Mabes, dan billet AO/OR diluar kuajiban (tapi disarankan dimiliki sebelum jenjang ke Pamen) diluar MOS.
[91] Ajit Abraham, et-all, 3 persons (eds) , Springer, 2010, “ Computational Social Network Analysis ; Trends, Tools and Research Advances “, hal 29,..jejaring terroris.
[92] Strategi maritim menjadi domain-nya kuasa maritim (maritime power) sedangkan strategi nasional untuk keamanan maritim adalah domainnya “cost guard” atau semacam itu, yag terakhir ini khusus waktu damai , diluar itu menjadi konsen strategi maritim.
[93] Sungguh tepat konsep Saaty (periksa QD volume 9, no.1,Januari, tahun 2015) yang menyarankan membangun infrastruktur dengan membangun goalnya (atau obyektifnya) terlebih dahulu , dan alternatif CB-nya serta pilihan mulai terbaiknya sampai terjelek terlebih dahulu bukan langsung membangun kotak – kotak para pembantunya atau tupoksinya tanpa diketahui apa sebenarnya goal organisasi tersebut dan apa UE-nya. Dengan membangun dulu tupoksinya, tanpa kejelasan obyektifnya à tidak diketahui mau kemana sesungguhnya organisasi mau mengarah….dan organisasi menjadi rentan (fragile) terhadap pengaruh lingkungan.
[94] Konsekuensi harapan mantan Kasal Laksamana TNI Dr. Marsetio, bahwa TNI-AL sekelas dengan “World Class Navy”.
[95] Cepat atau lambat akredetasi oleh Diknas bagi Lemdik-lemdik TNI akan dijalankan di negeri ini, sama halnya prosedur yang dilakukan bagi Lemdik militer diluar negeri.