TIPOLOGI TERORISME

1. Pendahuluan

Begitu gencarnya tudingan diarahkan kepada aparat Intelijen, seolah-olah solusi masalah terorisme mutlak di tangan intelijen. Lupa bahwa isu terorisme sudah menjadi isu global. Isu ini sudah berkembang menjadi peperangan global atau peperangan generasi keempat (4 GW/the Fourth Global of War). Sebelum mencoba mendalaminya dan bagaimana mengatasinya sebaiknya mengenal terlebih dahulu tipologi terorisme.

2. Diskusi 

Mengapa global? Pertama, pelakunya sudah bukan lagi pelaku tradisional (aktor negara), tapi lebih kepada aktor non-negara, kohesinya dengan organisasi kriminal transnational, menjadikan mereka semakin lebih menakutkan. Kedua, pendanaan didukung kuat oleh negara sponsor (sponsored’s state), induksemang (surrogate’s state) dan atau organisasi kriminal trans-nasional, melalui berbagai kegiatan dan upaya seperti narkoba, penyelundupan, kartel, perdagangan senjata gelap, anak-anak dan wanita dan lain-lain. Ketiga, parameter manuvranya semakin jauh dari  cara   tradisional  lagi   seperti  simetrik,  linear,  berseragam, insurgensi,konflik, intra-state, atau peperangan gerilya. Mengatasinya sudah tidak memungkinkan lagi menggunakan cara tradisional. Muncul definisi peperangan asimetrik, non linear atau non tradisional.

Kelima, persekutuannya dengan organisasi trans-nasional menjadikan pemerintah perlu menggunakan cara lebih serius, terkoordinasi dengan negara lain dan mahal. Keenam, sasaran bagi kelompok ini sudah semakin sulit diprediksi, demikian juga isyarat yang dikirimkan kelompok ini sudah semakin jauh dari isyarat tradisional yaitu ekstrim. Keenam, kepemimpinan dalam bentuk unit kecil (sel) dan virtual (leaderless state).

Proses mengenal ciri dengan cara mencoba mendefinisikan dengan jelas dan mengerti tipologinya,sebagai cara untuk menjelaskan dan mengerti agar sampai pada kesimpulan yang dapat menciptakan “kebijakan” untuk mengeliminir lebih efektif lagi.Terorisme sebagai format kekerasan politik, sudah menjadi masalah ratusan tahun yang lalu. Alami terorisme adalah suatu fenomena muatan yang emosional dan komplikasi. Disiplin yang mengais terorisme, a.l: ilmu sosial, sejarah, hukum, jurnalisme. Interdisiplin melihat sebagai resolusi konflik. Komuniti intelijen, militer  dan  penegak  hukum  di  lapangan   memandang terorisme sebagai cabang eksekutif. Sementara itu legislatif dan yudikatif,dipemerintahan maupun organisasi pemerintahan dunia (IGO) ikut mengais sebagai lapangan kerjanya, faktor ini semakin menyulitkan definisinya.

Konsekuensinya, mendefinisikan terorisme dalam pengertian bagaimana mendekati dengan teknik ”lawan terorisme”. Yakni dengan empat model predominan, diharapkan dapat lebih memahami terorisme sebagai kerangka respons terhadap “lawan terorisme”. Dewasa ini konflik yang melibatkan perlawanan terrorisme dan kelompok transnasional yang tersebar di seluruh dunia, tidak bisa lagi ditangani secara  tradisional dengan prinsip dan aturan main peperangan (rules of warfare).

Bentuk peperangan baru ini disebut sebagai peperangan generasi keempat(4GW)àlebih dikenal sebagai  peperangan asimetrik. Terorisme ini merupakan subset peperangan generasi keempat yang paling utama,suatu konflik antara kekuatan yang relatif tidak seimbang dipandang dari persepsi militer.

Membangun model tipologi sebagai klarifikasi terorisme,didekati dengan kerangka 4 model predominan yang dipahami sebagai respon peperangan terorisme, yakni (1) suatu kejahatan yang harus ditangani penegak hukum dan sistem judisial, (2) format  peperangan  yang  tepat  bagi  militer, (3) perjuangan minoritas yang dilaksanakan kelompok tertekan, politik atau religi, dengan harapan sekurang-kurangnya aspiratifnya dapat diakomodasikan, (4) reaksi kekerasan ke dalam konsep “himpunan kompleks” sosio-ekonomi, politik, budaya.

Bisa jadi variabel religi merupakan prakondisi untuk jangka panjang dan suatu kenyataan sementara yang tercipta dalam jangka pendek ini. Keempat kerangka ini dicoba dimanipulasikan dalam beberapa pertanyaan sebagai upaya membuat pilar-pilar untuk mengenerik model. Umumnya kerangka-kerangka diatas dapat dimuat dalam beberapa pertanyaan serta jawabannya.

Tiga pertanyaan tersebut adalah (a) Elemen apa yang dapat melembagakan kegiatan terorismeàapa terorisme itu?, 2) Siapa yang melaksanakan kegiatan terorisme iniàsiapa aktornya?, 3) Mengapa mereka memilih cara terorisme sebagai taktik atau strateginyaàapa motivasinya.

Pertanyaan pertama saja, dapat dikembangkan dalam sub-sub pertanyaan seperti: Terorisme dihubungkan dengan kategori peperangan (hubungannya dengan peperangan gerilya, LIC, revolusi, insurjensi, perang saudara, perang sesaat/just war), kategori kriminal, kategori politik, utamanya politik kekerasan. Pertanyaan pertama nampaknya jauh lebih penting dikembangkan dibandingkan   pertanyaan   kedua  atau   ketiga. Dari   pertanyaan pertama saja sudah didapatkan variabel baris (buatlah satu baris tentang Peperangan), hadapkan dengan perilaku terorisme sebagai variable utama,kedua dan ketiga (buatlah tiga kolom dengan masing-masing kolom di bawah simbol terorisme variabel utama, kedua, dan ketiga dihubungkan dengan variable baris, yakni peperangan.

Dari sini saja didapat muatan sebagai berikut: sel(1,1) Kejahatan dipandang sebagai motif ekonomik dibandingkan motif politik, sel(1,2) ada 2 bagian yakni kejahatan terorganisir dan kejahatan individual, sel(1,3) korban dimintakan ganti rugi dalam bentuk uang, atau selain itu sebagai balas dendam dikaitkan dengan kejahatan terorganisir.Jelasnya periksa gambar:

Awal proses bangunan model yang sederhana,bila dikembangkan terus akan didapat suatu matrik dengan isi sel begitu lengkapnya sampai dengan tahap dimensi terorisme (multidimensi).

Terorisme dapat dipandang dengan cara sederhana yaitu yang lemah melawan yang kuat (the weak against the strong).  Mengenal tipologi terorisme,  baru awal  dari mengenal lawan, kata Sun Tzu. Makalah ini perlu dilanjutkan dengan mengamati karakteristiknya, kemudian amati penyebab terorisme, barulah dibangun resolusi konflik dan strategi (strategi and anti akses strategi) umum melawan terorisme. Perjalanan masih jauh untuk sampai ke arsitektur organisasi peperangan terorisme.

Bangunan ini akan lebih rumit lagi mengingat ada kesenjangan kekuatan (otoritas) pengambilan keputusan antara pusat dan daerah (harus dibedakan mana jejaring Komando, Kontrol, Koordinasi, monitoring, day by day informations dan tindakan/actionàrespons segera dapat dicapai), namun dibatasi dengan keinginan kuat untuk memberikan respon (sebagai fungsi waktu) segera. Terakhir ini akan menuntut jejaring kerja dan jejaring komunikasi yang lebih rumit dan basis-data yang kuat.

3. Penutup 

Demikian kajian ini dibuat untuk digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah berkaitan dengan pembangunan kekuatan Angkatan Laut di masa depan.

Catatan kaki :
1.”Terorism:Concepts,Causes, and Conflict resolution”, Working Group on War,Violence and Terrorism Istitute for conflict analysis and resolution,GeorgeMasonUniversity,January 2003, ——————– “Terrorism Definitions and Typologies”, William G Cunningham,halaman 6.
2. Ibid, halaman 6.
3.”Modeling Transnational Terorist’s Center Of Gravity: An Elements Of Influence Approach”,Thesis  Air Force Institute Of Technology (AFIT),MS in Operations Research, March 2005, Cpt Cherryl L Hetherington, USAF, halaman 1.2 , 1.3.
4.Penulis mengartikan peperangan terorisme sebagai combating, lawan terrisme sebagai counter-terrorism, anti terorisme sebagai anti-terrorism, periksa“Fourth Generation War:Paradigm for Change”, Thesis NPS,MS in Defense Analyses, June 2005,Col G. Singh Katoch, halaman 11 – 12. Tipologi generasi , ibid, hal 17-18.
5.”Terorism,Causes, And Conflict Resolution”,..halaman 7.
6. Ibid, halaman 42.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap