TINJAUAN STRATEGIS TERHADAP LATIHAN MARITIM ASEAN REGIONAL FORUM

1. Pendahuluan 

Pada tanggal 22-23 Januari 2007 Singapura menjadi tuan rumah Latihan Maritim ASEAN Regional Forum (ARF). Latihan tersebut merupakan latihan pertama yang dilaksanakan oleh ARF sejak forum tersebut terbentuk 1993. Selama ini, ARF lebih merupakan forum bagi 10 negara ASEAN dan 16 negara mitra dialog untuk duduk bersama membahas isu-isu keamanan di kawasan Asia Pasifik dengan hasil yang tak mengikat (non legal binding).

Pada aspek operasional, latihan ini bermanfaat bagi Indonesia untuk meningkatkan kemampuan operasional bersama negara-negara lain. Selain aspek operasional, ada baiknya pula memperhatikan agenda politik dari Latihan Maritim ARF tersebut. Naskah ini akan membahas tentang makna politis dari latihan tersebut dan kemungkinan implikasinya bagi Indonesia.

2. Peta Pemberantasan Terorisme Di Kawasan 

ARF merupakan wadah bagi 10 negara ASEAN dan 16 negara mitra dialog untuk mendiskusikan isu-isu keamanan kawasan. Sejak didirikan pada 1993, wadah ini lebih sebagai sarana dialog dengan hasil pembicaraan yang tidak mengikat. ARF bukan wadah untuk menata keamanan kawasan seperti halnya NATO atau Uni Eropa.

Dalam prakteknya, lebih banyaknya jumlah negara mitra dialog dibandingkan dengan jumlah negara ASEAN cukup mempengaruhi dialog di dalam ARF. Dengan kondisi demikian, tercipta kesan bahwa negara-negara mitra dialog mempunyai posisi tawar (bargaining power) yang besar dibandingkan ASEAN sebagai tuan rumah.

Seiring dengan mengedepannya isu terorisme sebagai ancaman terhadap keamanan kawasan,  ARF  sejak   beberapa  tahun  lalu  telah  mengadakan  ASEAN Regional Forum Inter-Sesional Meeting On Counter-Terrorism and Transnational Crime (ISM on CT/TC).  Sejauh ini telah ARF ISM on CT/TC telah tiga kali digelar, yang terakhir dilaksanakan di Bangkok, Thailand pada 6-8 April 2005. Memperhatikan atmosfir pertemuan-pertemuan tersebut, terkesan bahwa pemberantasan terorisme dalam agenda ARF mengedepankan fungsi penegakan hukum (crime buster) yang menekankan pentingnya kerjasama aparat penegak hukum.

Selain ARF, agenda pemberantasan terorisme di kawasan juga dimiliki oleh ASEAN. Sebagai hasil dari KTT ASEAN ke-7 tanggal 5 November 2001 di Brunai Darussalam, para pemimpin ASEAN mengadopsi The ASEAN Declaration On Joint Action To Counter Terrorism. Selanjut, KTT ASEAN juga setuju untuk menggelar pertemuan Special Senior Officials Meeting on Terrorism dan Special ASEAN Ministerial Meeting on Terrorism untuk mengoperasional deklarasi tersebut.

Pertemuan ASEAN Senior Officials Meeting on Transnational Crime (SOMTC), digelar di Kuala Lumpur pada 16 – 17 May 2002, yang hasilnya mengadopsi Program Kerja untuk Mengimplementasikan Rencana Aksi ASEAN untuk Memerangi Kejahatan Lintas Negara, termasuk di dalamnya terorisme. SOMTC kemudian ditindaklanjuti dengan Special Senior Officials Meeting on Terrorism, yang menyepakati beberapa program dan inisiatif untuk meningkatkan kemampuan negara-negara ASEAN untuk memerangi terorisme.

Sebagaimana program ARF dalam memerangi terorisme, rencana aksi ASEAN juga mengedepankan fungsi penegakan hukum (crime buster). Dalam forum SOMTC, peran para Kepala Kepolisian ASEAN cukup besar yang mana mereka menjadi leading actor di masing-masing negara dalam memantau implementasi rencana aksi ASEAN untuk memerangi terorisme.

Dalam KTT ASEAN ke-10 di Bali pada September 2004, disepakati Deklarasi Bali Concord II yang di antaranya menyetujui dibentuknya ASEAN Security Community  (ASC). ASC   terdiri   dari  tiga  pilar, yaitu  pilar  politik,  ekonomi  dan keamanan. Untuk pilar keamanan, telah disusun Rencana Aksi Komunitas Keamanan ASEAN yang setelah dipelajari memunculkan kesan bahwa masalah pemberantasan terorisme di kawasan lebih dititikberatkan pada fungsi penegakan hukum (crime buster). Apabila dikaji lebih dalam, memang ada benang merah antara kebijakan counter-terrorism ASEAN dengan ASEAN Security Community.

3. Makna Latihan ARF 

Memperhatikan skenario Latihan Maritim ARF di Singapura dan para peserta latihan yang hampir semuanya adalah militer/Angkatan Laut, tentu menjadi pertanyaan mengapa terkesan ada ketidaksinambungan antara agenda pemberantasan terorisme ARF dengan latihan tersebut. Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, agenda pemberantasan terorisme ARF mengedepankan pada penegakan hukum, sehingga dapat ditebak aktor siapa yang akan berperan di dalamnya. Sementara dalam Latihan Maritim ARF, aktor yang berperan utama adalah Angkatan Laut dari masing-masing negara anggota.

Dengan menelusuri latar belakang digelarnya latihan tersebut, ditemukan fakta bahwa latihan itu merupakan lanjutan dari kegiatan seminar bertajuk Regional Cooperation in Maritime Security, yang diselenggarakan di Singapura pada 2-4 Maret 2005 dengan Singapura-Amerika Serikat sebagai co-hosted. Latihan ini telah disetujui pula dalam pertemuan ke-13 para Menteri Luar Negeri ARF di Kuala Lumpur pada 28 Juli 2006. Menurut hemat FKPM, latihan tersebut terkesan bertentangan dengan karakteristik dan agenda ARF dalam pemberantasan terorisme. Ada dua skenario kemungkinan yang berada di balik latihan bertajuk ARF tersebut.

Pertama, latihan itu sepertinya merupakan agenda WPNS karena mengedepankan dimensi militer, meskipun dalam latihan tersebut sama sekali tidak muncul atribut WPNS. Amerika Serikat merupakan leading actor dalam WPNS dan Singapura adalah salah satu negara sekutu Amerika Serikat non NATO di Asia Pasifik. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kedua negara mempunyai agenda-agenda bersama di kawasan ini, karena adanya persamaan kepentingan nasional.

Kedua, Latihan Maritim ARF mungkin merupakan agenda Singapura dengan FPDA. Walaupun FPDA mempunyai latihan gabungan tahun bersandi Bersama Lima, akan tetapi dipandang perlu untuk mengadakan latihan lain tanpa harus mengundang kecurigaan pihak-pihak lain. Seperti diketahui, FPDA telah meluaskan perannya dalam pemberantasan terorisme dengan program FPDA Extended Role On Maritime Terrorism.

4. Penutup 

Dari Latihan Maritim ARF yang digelar di Singapura, dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

a. Latihan tersebut merupakan channeling bagi kekuatan militer di kawasan dalam pemberantasan terorisme dalam wadah politik yang sudah eksis.

b. Partisipasi Indonesia dalam Latihan Maritim ARF sudah sewajarnya mendapatkan keuntungan, dalam hal ini memperkuat posisi Indonesia dalam stabilitas keamanan kawasan, khususnya di Selat Malaka.

c. Melalui Latihan Maritim ARF, Indonesia dapat meraba bentuk-bentuk operasi yang ditawarkan oleh Singapura yang notabene adalah anggota FPDA.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap