STRATEGI KONTEMPORER: MENYIKAPI KETERBATASAN ANGGARAN TNI

Oleh: Tim FKPM

1. Pendahuluan 

Sudah menjadi pengetahuan umum bahwa TNI bekerja dengan dukungan anggaran yang tidak mencapai minimum requirement, dan tidak mengherankan apabila berakibat pada berbagai kekurangan yang sangat kritis untuk memenuhi kebutuhan operasional, dan yang terutama dukungan logistik. Apabila postur TNI Angkatan Laut sekarang ini diukur dengan tiga parameter, yaitu; (i) dominant maneuver, (ii) precision engagement, (iii) focused logistic, dengan sekejap mudah untuk mengatakan bahwa situasinya ibaratnya ‘jauh panggang dari api’.  Pada tahun ini, situasinya menjadi lebih sulit lagi ketika Pemerintah, menambah pemotongan anggaran sebesar 10% lagi, yang sudah pasti akan membawa dampak stratejik (strategic  loss) yang perlu diantisipasi.

Ada beberapa pedekatan yang dapat digunakan untuk menyikapi situasi sekarang ini, yaitu (i) teori dasar strategi, (ii) revolution in military affairs (RMA), (iii) effect based operation (EBO), dan (iv) capability based planning (CBP).

2. Teori Dasar Strategi 

Pertanyaan kritis yang muncul ialah, apakah perubahan dukungan anggaran akan membawa perubahan yang signifikan terhadap postur TNI? Apabila jawabnya—ya, maka sudah sewajarnya apabila para pembina dan pengguna postur tersebut, untuk melakukan perubahan yang signifikan pula dalam rangka pencapaian tugas pokok dan fungsi. Singkatnya—perlu ada perubahan strategi.

Sekolah strategi mengajarkan bahwa komponen dasar strategi adalah; (i) sasaran yang diinginkan, (ii) sarana atau instrumen yang akan digunakan, dan (iii)  cara yang akan digunakan.

(Strategy = ∑ ends. means. ways)

Mulai dengan ends, apakah—dengan postur yang bangun sepanjang tahun 2007—2008, dapat mencapai ends yang diinginkan? Tidak ada salahnya, untuk mengkaji ulang ends secara jernih, dan secara cerdik menyusun skala prioritasnya, mana yang termasuk utama, penting, atau bagaimana. Ada kalkulasi ulang mengenai resiko yang dihadapi tahun ini, dan output-nya perlu dimengerti oleh semua pihak, termasuk otoritas sipil.

Berikut mengenai means, yang terbagi dalam empat fungsi, yaitu sensing, mobility, fire power, dan C4ISR. Perlu dikaji bagian yang mana perlu difungsikan secara optimal dan tidak mungkin di back-up oleh potensi lainnya, sebaliknya—perlu memperhitungkan, fungsi yang mana (sebagian) dapat diperankan oleh pihak lain. Misalnya pemberdayaan Coast Guard untuk memback-up fungsi konstabulari, atau armada swasta dan pemerintah untuk memperkuat penginderaan.

Mengenai ways, sudah pasti banyak caranya yang dapat dikembangkan dan ada kemungkinan tidak sama dengan konsep yang sudah mapan selama ini. Dengan anggaran yang semakin terbatas, (logikanya) tidaklah mungkin mengembangkan kegiatan operasional yang sama dengan anggaran sebelum dipotong. Contohnya U.S. Navy, pada pasca Perang Dingin menyiapkan konsep From the Sea, nyatanya setelah 11 September 2001 telah mengembangkan menjadi Sea Power 21, yang  esensinya adalah untuk mencapai efisiensi dan efektivitas.

3. Pendekatan Dengan RMA 

Tolok ukur yang kedua adalah pengetahuan tentang Revolution in Military Affairs  (RMA),  nyatanya   membawa   pengaruh  kepada   banyak  pihak.  Dan  pada umumnya menerapkan pengetahuan tersebut sebagai bagian dari program perubahan jajaran militer ke tataran yang lebih baik, lebih siap, dan terukur. Adalah benar bahwa acuan pertama yang ditinjau RMA adalah teknologi, yang akan mempengaruhi doktrin dan organisasi operasional. Secara garis besar, keterkaitan satu elemen dengan elemen lainnya, dapat dipetakan sebagai berikut:

Benar bahwa acuan awalnya adalah aspek teknologi, akan tetapi banyak pihak mengembangkan RMA sesuai dengan kondisi nyata yang dihadapi, misalnya keterbatasan finansial. Situasi tersebut memaksa kepada jajaran militer untuk mencari solusi, dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas, dengan meninjau doktrin dan organisasi operasional.

4. Pendekatan Effect-Based Operations 

Menyikapi sejumlah keterbatasan yang dihadapi oleh TNI Angkatan Laut, sudah sewajarnya bila hal tersebut diimbangi dengan kehadiran unsur-unsur kapal perang di laut harus lebih dirasakan efeknya oleh pihak-pihak lain dibandingkan sebelumnya. Hal itu penting guna menimalisasikan resiko keamanan yang akan timbul. Oleh sebab itu, nampaknya diperlukan paradigma baru dalam menggelar kehadiran unsur-unsur kapal perang yang berlandaskan pada effect-based operations. Menurut  definisi  yang   dirumuskan  oleh  The  Command  and  Control Research Program, effect-based operations are coordinated sets of actions directed at shaping the behavior of friends, foes, and neutrals in peace, crisis, and war.

Dikaitkan dengan kehadiran unsur-unsur kapal perang, penerapan konsep tersebut diharapkan mampu menimbulkan efek terhadap pihak lain, khususnya pengguna perairan yurisdiksiIndonesia. Dalam penerapan itu, titik beratnya adalah pada seperangkat tindakan yang terkoordinasi, sehingga parameter keberhasilannya penerapannya adalah perubahan pola tindak yang terjadi pada pihak yang menjadi sasaran. Sebagai contoh, bagaimana kehadiran unsur kapal perang di sekitar ALKI II memberikan efek terhadap tingkah laku kapal perang asing yang melintas disana.

Apabila konsep effect-based operations diterapkan, maka setiap kehadiran unsur-unsur kapal perang dituntut untuk mampu menimbulkan efek terhadap pihak lain. Hal itu merupakan suatu tantangan bagi TNI Angkatan Laut, bagaimana suatu alutsista lama mampu menimbulkan efek yang dimaksud. Secara teknis masalah alutsista lama pada umumnya terkait dengan keandalan kinerja sistem senjata beserta pendukungnya, yang terkait erat dengan ketersediaan anggaran pemeliharaan dan ketersediaan suku cadang. Apabila hal tersebut dapat diatasi, tidak diragukan bahwa alutsista lama masih mampu untuk menimbulkan efek seperti yang diharapkan.

Agar dapat menimbulkan efek, penerapan konsep effect-based operations hendaknya mempertimbangkan pula tempat penyebaran kekuatan. Dengan keterbatasan anggaran, perlu dipandang untuk secara selektif mempertahankan atau bahkan meningkatkan kehadiran di perairan-perairan tertentu tanpa mengesampingkan wilayah perairan lainnya. Parameter yang digunakan untuk memberikan perhatian khusus terhadap perairan-perairan tertentu adalah tantangan keamanan maritim dan pertimbangan geopolitik.

5. Pendekatan Capability-Based Planning 

Capability-Based Planning (CBP) dewasa ini banyak dikembangkan oleh negara-negara  di dunia  sebagai  alternatif terhadap pendekatan lama yaitu Threat-Based Planning.Ada beberapa faktor mendasar yang mendorong ditempuhnya pendekatan baru ini, yaitu:

  • Sebagai jawaban terhadap tantangan perkembangan lingkungan strategis  dewasa ini yang tidak menentu (uncertainty), ditandai dengan spektrum ancaman yang sangat luas dan beragam.
  • Memberikan suatu dasar pemikiran yang rasional dalam pengambilan keputusan bagi penentuan dan perolehan (procurement) kekuatan militer di masa depan.
  • Memberikan dasar pemikiran yang rasional pula dalam hal penyusunan  kekuatan masa depan yang responsif terhadap situasi yang dihadapi, khususnya  dihadapkan pada  keterbatasan ekonomi dan resiko.
  • Menyediakan suatu kerangka kerja untuk mendukung dilakukannya analisis terhadap manajemen resiko.
  • Suatu paradigma baru yang beralih ke what do we need to do, dari sebelumnya what equipment are we replacing.
  • Pengertian ancaman telah bergeser dari pengertian klasik yaitu suatu serangan terbuka dengan menggunakan kekuatan militer dari suatu negara terhadap negara lain, kepada pengertian yang lebih luas, yaitu suatu situasi ketidakpastian (uncertainty).

Menurut The Technical Cooperation Program, CBP adalah planning under uncertainty, to provide capabilities suitable for a wide range of modern-day challenges and circumstances while working within an economic framework that necessitates choice. 

Dari definisi tersebut dapat dimengerti bahwa  CBP adalah suatu pendekatan baru dalam pembangunan kekuatan Angkatan Bersenjata  yang  berkonsentrasi pada  apa yang perlu dilakukan, dan bukan pada  kekuatan apa (AL: kapal perang) yang harus dipunyai.

Melemahnya kemampuanIndonesiamembiayai kekuatan pertahanan, yang ditandai dengan pengurangan anggaran pertahanan, mau tidak mau memaksa para pengambil keputusan di Dephan, Mabes TNI dan Angkatan untuk menyusun perencanaan pembangunan kekuatan jangka panjang sesuai dengan kondisi keuangan negara, namun harus tetap dapat menjawab tantangan masa kini.

Sebagai bagian dari kekuatan TNI, TNI Angkatan Laut kiranya layak mulai memikirkan untuk menerapkan pendekatan ini dalam pembangunan kekuatan jangka panjang. Hal-hal yang patut dipertimbangkan adalah:

  • Kebijakan pemerintah tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara yaitu Perpres No. 7 tahun 2008.
  • Penentuan prioritas tergantung pada ancaman yang dihadapi, kehandalan teknologi dan sebagainya. Contoh, menjaga perbatasan terhadap pelanggaran wilayah dengan mengerahkan kapal-kapal fregat atau memberantas illegal fishing dengan mengerahkan kapal-kapal patroli ukuran menengah.
  • Menentukan sasaran kemampuan yang akan dicapai, melalui cara membagi kemampuan terhadap aset yang dimiliki.
  • Melakukan peninjauan ulang mulai dari tingkat strategi, operasi dan taktik. Misalnya dengan mempertimbangkan konfigurasi negara kepulauan, di mana jarak antara satu pulau dengan pulau lainnya relatif tidak jauh. Sehingga strategi Angkatan Laut yang kiranya lebih mengena adalah mengubah konsep dari pertanyaan what we can do at sea, menjadi what we can do from the sea to shore. “Musuh” yang dihadapi sekarang seperti kapal ikan ilegal, pembalakan liar, penyelundupan, pengiriman narkoba dan sebagainya, semuanya berawal dari daratan dan bermuara di daratan juga.
  • Melakukan penilaian (assessment) terhadap kemampuan melalui cara mencari faktor-faktor ketidaksesuaian atau yang menjadi kendala, bahkan penghambat.
  • Dari hasil penilaian tersebut di atas dapatlah kemudian ditentukan pilihan-pilihan kekuatan yang dapat dibangun.
  • Konsep CBP memerlukan keterpaduan dan pelibatan seluruh sistem dalam organisasi seperti, personil, material, doktrin, termasuk pendukung.

6. Penutup 

Keempat pendekatan tersebut, tidak memerlukan pengetahuan serumit membuat roket ke angkasa luar, tetapi tidak pula asal-asalan seperti teknik tambal-sulam. Perlu semacam contingency plan, ada kaji ulang resiko yang dihadapi dengan parameter yang valid, dan ada road map yang konkrit, menjadi pegangan bagi semua pihak. Barangkali ada academic exercises yang dikembangkan oleh pihak Seskoal dan dimatangkan oleh Dislitbangal, untuk mencari solusi cerdik di dalam rangka manajemen resiko. Apabila semua komponen masukan yang sudah tersedia, maka penerapannya akan sangat tergantung pada hal, yaitu kemampuan prediksi, kemampuan adaptasi dan kemampuan optimalisasi.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap