Skenario Pertahanan Nasional Sebagai Basis (Model) Pembangunan Kekuatan Cadangan dan Reguler — Kajian Singkat

Oleh : Budiman Djoko Said[2]

Pendahuluan

Pandangan dunia tentang cadangan[3] sekarang lebih kepada transformasi hubungan kekuatan reguler dan cadangan sebagai komplemen serta membuang anggapan bahwa cadangan adalah asset yang digunakan dalam perang.[4] Kenyataan dilapangan belum pernah ada kualitas kekuatan cadangan yang setara kekuatan reguler, sehingga cadangan benar-benar dicadangkan bukan untuk di gandakan.Banyak negara membuat kebijakan penugasan cadangan untuk operasi perdamaian dan kemanusiaan atau lawan terorisme, atau stabilisasi dan restrukturisasi paska konflik dan deploi lini depan zona “panas” PBB.[5]

Beberapa bahkan menyimpulkan bahwa “biaya” membangun cadangan jauh lebih murah dengan adanya kebijakan penetapan operasional cadangan sebagai komplemen kekuatan reguler.Pembangunan kekuatan reguler (utama) dan atau cadangan dinegara manapun merupakan persoalan yang rumit,[6] sehingga sangat dibutuhkan format serta algoritma yang terstruktur. Bila kekuatan reguler belum memiliki kapabilitas yang optimal,[7]fokus kalkulus perencanaan pembangunan kekuatan utama pada kekuatan utama. Kalkulus[8] perencanaan kekuatan utama dan/atau cadangan berkembang dari periode strategi pertahanan nasional ke periode berikutnya (defense review) dan menjadi profisiensi, tingkat kepakaran serta “talenta“ unik bagi personil perencanaan kekuatan di DepHan/Kemhan[9] dan Angkatan. Analis kebijakan, operasi riset, sistem analisis/sistem rekayasa serta analis “biaya” bersama Komandan operasional dilapangan sinergik membangun model komponen utama dan cadangan.[10] Sehingga MenHan akan terbantukan untuk menemukan rujukan pembangunan kekuatan baik regular dan atau cadangan berbasis “cost-effectiveness”—model yang menghasilkan struktur kekuatan total. Makalah akan merenung bagaimana membangun model guna membantu staf Kemhan.

 Problema yang krusial

 Sebaiknya UU tidak dijadikan alasan (baca amanah UU)—komponen utama dan cadangan untuk sama-sama dibangun. Amanah UU dalam hal ini lebih berperan sebagai prasyarat proses (analisis) menjadi kebijakan (produk analisis kebijakan). Meski semua negara memilikinya, bisa saja amanah UU kekuatan cadangan lebih mengarah sebagai “input” analisis kebijakan (policy) untuk membantu penyelesaikan (model) pembangunan  kekuatan cadangan.

Hirakhis atau paradigma strategi nasional harus ada terlebih dahulu sebagai rujukan awal, dan menurunkan suatu format yang terstruktur (model) untuk memecahkan kalkulus kekuatan cadangan ditambah rujukan lain berupa evaluasi pembangunan kekuatan selama ini (quadrenial defense review). Ujung dari problema yang krusial tentang perencanaan kekuatan baik regular maupun cadangan adalah kalkulus perkiraan jumlah personil maupun asset, berorientasi kepada operasi gabungan—barulah berhitung berapa besar konsekuensi “biaya”?[11] Sungguh konsep yang terbalik beralasan “biaya” sudah disiapkan, tinggal dilaksanakan. Apakah kalkulus kekuatan utama dan cadangan adalah konsekuensi “biaya” yang disiapkan? Mungkinkah pertanggungan jawab keuangan absah mewakili effektivitas sistem? Lantas bagaimana evaluasi nantinya didepan publik berbasis “cost-effectiveness”-nya?[12] Kriteria masalah adalah menemukan seberapa jauh Effektivitas program/sistem atau komponen yang dibangun, dan seberapa besarnya “ biaya ”sebagai  konsekuensi program inilah yang akan dipertanggungjawaban kepada publik.

Biaya tidak  bisa bicara banyak, effektivitas sistem-lah yang banyak bicara. Publik sudah merindukan demonstrasi 2 parameter tersebut—publik ingin melihat bukan saja nominal anggarannya namun mempertanyakan apa yang bisa diperbuat dan dilakukan sistem yang sudah dibeli versus “lawan” (nantinya). “Biaya” adalah konsekuensi kegiatan atau tepatnya “biaya” sebagai basis kegiatan (activity-based costing). Kata atau kalimat yang terakhir ini lebih dekat ke definisi “kapabilitas”. Definisi yang bisa membedakan antara kemampuan/kapabilitas (capability) dengan kebisaan (ability).

Kebisaan,misal: kecepatan menanjak sebuah tank “A”, tingkat kemiringan yang bisa ditanjak, kecepatan tertinggi sambil menembak, jumlah peluru per menit, jarak capai, radius aksi, dll. Semua ini tidak ada gunanya bila tidak diketahui effek-nya(effect-based) terhadap sasaran, atau “outcome” yang dinyatakan dalam probabilita (hasil uji dilapangan, atau dialami langsung dalam pertempuran) misal: probabilita kena 0.8 sedangkan probabilita menghancurkan setelah kena (diketahui/ given)—kondisional adalah 0.734. Sistem bisa dikatakan kapabel (mampu) bila memiliki kebisaan ditambah “outcome” (hasil) dilapangan.Orientasi operasi gabungan akan membuat Angkatan tidak lagi berhitung sendiri-sendiri.[13]

 Model struktur kekuatan (utama dan cadangan)

Prediksi skenario pelibatan yang sangat memungkinkan (most likely) haruslah dibangun terlebih dahulu sebagai rujukan—kualitas strategi pertahanan nasional dan strategi militer sangat tergantung kepada skenario.Terbangunnya strategi pertahanan nasional ini menjadi rujukan model strategi militer nasional yang berorientasi kepada operasi gabungan[14], periksa gambar dibawah ini:

Doc6

Akhirnya strategi yang terbangun ini akan menjadi rujukan perencanaan pembangunan kekuatan baik reguler dan atau kekuatan cadangan, jelasnya periksa gambar dibawah ini. “Panakea”-nya[15]adalah skenario atau desain besar pertahanan nasional mendatang, barulah di mainkan UU sebagai mendorong (driver) dan legitimasi agar proses produksi komponen utama dan cadangan ini berjalan baik. UU juga akan mengatur dan melahirkan kebijakan (policy) yang “effektivitas-biaya”.[16] Sulit rasanya mengharapkan UU mendikte, mengendalikan ancaman bahkan mengontrol skenario pertahanan nasional yang penuh dengan ketidak pastian berikut kalkulus komponen utama dan cadangan yang peka dengan sistem rekayasa ini (engineering).[17]

Skenario pertahanan nasional adalah model yang menjadi basis kalkulus total kekuatan militer nasional. Skenario akan banyak mendikte strategi pertahanan nasional selanjutnya menjadi rujukan lahirnya strategi militer nasional. Strategi – strategi inilah yang akan berperan besar melahirkan kebijakan dan asitektur kekuatan utama dan cadangan. Secara hirarkhis arsitektur komponen utama maupun cadangan sangat kuat dipengaruhi oleh muatan dan maunya strategi militer nasional.

Penjelasan singkat model sebagai berikut: mulai dari kalkulus kekuatan untuk operasi gabungan arah pengambilan keputusan akan muncul sekurang-kurangnya dalam tiga alternatif, [1] fokus kepada kapabilitas kekuatan militer reguler yang esensial.[2] fokus kepada kekuatan reguler penuh dan cadangan terbatas.[3] fokus kepada kekuatan reguler maupun cadangan penuh…atau tetap berjalan seperti yang sudah sudah. Ketiga-tiganya sangat bergantung kepada skenario pertahanan yang akan dianut.

Skenario pertahanan nasional adalah model sekaligus basis kalkulus kekuatan yang lebih realistik dan bisa menjawab posisi geographiknya, medan dan llingkungan, bentuk peperangannya dan siapa aktor yang harus diamati. Bandingkan selama ini dengan basis (standar) 2 atau 3 “trouble-spot” secara bersamaan, menyulitkan untuk menjawab pertanyaan seperti dimana posisi geographiknya,bagaimana serta versus siapa?[18] Tiga variabel pertanyaan yang tidak terkontrol akan menyulitkan kalkulus struktur kekuatan dan belum pernah ada survei yang menunjukkan bukti seberapa jauh effektivitasnya (nilai gunanya)standar tersebut.

Input “Kebijakan” kekuatan cadangan

Sesi ini akan menjawab mengapa diperlukan kemunculan analisis kebijakan nasional  sebagai input kalkulus struktur kekuatan cadangan. Dihadapkan pertanyaan besar misalnya : berapa besarnya porsi komponen cadangan darat,laut atau udara. Ataukah hanya untuk darat dan laut saja atau untuk ketiga-tiganya atau untuk periode ini belum perlu, ataukah meningkatkan kapabilitas kekuatan reguler yang sudah ada atau untuk mencapai tingkat “kesiagaan penuh” (standby forces) saja atau ada alternatif lain yang lebih “cost-effectiveness” ?

Apapun juga  alternatifnya akan memberikan bentangan varian total “biaya” dalam t tahun (sesuai prediksi skenario). Skenario pertahanan nasional, strategi pertahanan nasional dan strategi militer nasional (TNI) akan membantu menjawab sebagai basis kalkulus . Misalnya peperangan antar aktor 5 tahun lagi tidak berpeluang besar (most likely) untuk muncul,maka tidak akan pernah ada MTW[19] (major theatre war) yang ditetapkan. Varian skenario berkisar versus isu peluang munculnya “perang” (antar aktor), bila kecil peluangnya kemudian degradasi ke peluang terjadinya “penangkalan” versus aktor.

Bila tetap masih kecil dilakukan degradasi lagi, menurun ke peluang terjadinya “konflik” didalam yang membutuhkan kekuatan militer dalam rangka operasi gabungan urusan sipil saja, atau gabungan sipil-militer (keduanya membantu pemerintah daerah vs Insurgensi) atau gabungan militer penuh. Pada degradasi terendah ini,fokus kekuatan adalah menurun ke besar-kecilnya konflik lokal—Small, Medium atau Major Scale Conflict. Bila inipun tidak ada maka fokus kearah peluang konflik didalam negeri atau SSC (small scale conflict).Tergantung skenario pelibatannya di SSC, bila tipikal peperangan dianggap non-konvensional (peperangan generasi ke-4, atau peperangan kecil atau peperangan panjang, asimetrik, dll) maka pembangunan kekuatan tipikal Passus gabungan[20] lebih cocok dan diutamakan dan (dampaknya) dibutuhkan kekuatan dukungan berupa pangkalan (darat,laut dan udara) nya di lokasi terdekat dengan area SSC 1, 2, 3 , ..dst   tergantung jumlah SSC-nya.

Bila diskenariokan peluang munculnya insurgensi adalah besar dengan AOR-nya di daerah A dan B dan C.AOR (area of responsibility) per daerah adalah sebutan area komando operasional atau sentra kegiatan, sedangkan SSC adalah sebutan  administrasi area saja. Dari dua contoh sederhana ini bisa didemonstrasikan bahwa porsi besar kekuatan yang dibangun adalah COIN (counterinsurgencies) atau kekuatan menghadapi peperangan tidak beraturan (IR/Irregular warfare). Keberanian menetapkan 2 atau lebih AOR dengan fokus peperangan anti insurgensi, semakin mengefisienkan “biaya” pertahanan nasional.

Konsep ini mengkonsentrasikan  sentra kekuatan pertahanan memusat kedaerah AOR, dan semua kekuatan pendukung baik pangkalan darat, laut dan udara (personil maupun asetnya) akan ditarik keatas dan memusat ke AOR[21] masing-masing. Berapa biaya yang sangat bisa dihemat dengan cara seperti ini? Berasumsi bahwa kapabilitas kekuatan utama disiapkan untuk melakukan peperangan konvensional atau peperangan besar, maka selebihnya barulah dihitung kekuatan cadangan untuk menghadapi diluar spektrum peperangan ini.

Berbasis skenario yang ada bisa dilakukan kalkulus kekuatan mana yang sangat diperlukan. Berbasis skenario juga, bisa dihitung perlukah kekuatan cadangan, dan orientasi cadangan diarahkan kemana? Berbasis arah tipikal peperangan, bisa dihitung porsi kekuatan cadangan bagi masing-masing Angkatan. Orientasinya adalah(effektivitas) skenario HanNas dan strategi HanNas ditambah strategi Militer Nasional (TNI) dengan fokus pada operasi gabungan. Kedua strategi dan skenario tersebut jauh lebih amanah. Bisa saja cadangan Angkatan Laut diarahkan sebagai cadangan Marinir dan atau pengawakan kapal bantu (tanker, angkut, dll) saja, tentu saja tidak sebesar kekuatan reguler. Pertanyaan berikut : haruskah semua dididik dalam suatu “boot-camp” ?

Bagaimana insentifnya, berapa lama harus diasrama,  insentif apa saja yang didapat nantinya, bagaimana dengan mereka yang sudah bekerja apakah akan berisiko kehilangan pekerjaannya.Bagaimana dengan satuan udara sipil atau kapal yang diikutkan berlatih dalam gugus tugas gabungan kaitannya dengan kompensasinya taruh kata dalam 2 mingguan berlatih—bisa saja menimbulkan isu ekonomik dan ekonomis nasional mengingat besarnya biaya.

Apakah operator teknis Angkatan Laut dan Udara bahkan Angkatan Darat yang melayani fungsi sensor (Radar,dll) harus masuk asrama untuk mengikuti pendidikan dasar militer, perlukah ini ? Bukankah lebih “murah” langsung ke bidangnya untuk berlatih dan membiasakan operasional pesawatnya? Bagaimana siklus pelatihan atau penyegarannya kembali ? Semua ini perlu direnungkan dan dituangkan dalam analisis kebijakan terlebih dahulu dan ditampilkan dalam “kebijakan” resmi pemerintah.

Kesimpulan dan saran

Model pengambilan keputusan yang sederhana diatas bertumpu pada analisis kebijakan (policy analysis) agar produk analisis dapat memperlancar jalannya proses pembangunan kekuatan cadangan dan benar-benar “cost-effectiveness”. Kalkulus reguler maupun cadangan sebaiknya dilakukan dengan cara yang komprehensif dengan aliran mulai dari kepentingan nasional (sebagai turunan fundamental of national goal)[22] dan berakhir  menemukan jumlah kekuatan (force size) baik cadangan maupun reguler dan berorientasi kepada “kapabilitas” operasi gabungan militer (jointness). Tanpa model yang terstruktur, kakulus kekuatan dan atau cadangan akan terkesan “muncul tiba-tiba” dari masing masing Angkatan. Skenario pertahanan nasional akan menjadi profesiensi dan kepakaran unik personil perencana Kemhan dan masing masing Angkatan, sekaligus menjadi basis portofolio penganggaran yang jauh lebih effisien.Bila diukur dalam bentuk beban kerja pangkalan maupun depot logistik yang ada dan tersebar diseluruh daerah dibandingkan dengan fokus kepada SSC 1,2,dst dengan sejumlah AOR-nya dan seterusnya akan jauh nampak lebih “effisien“ dengan memerlukan hanya beberapa jumlah pangkalan dan depot yang esensial saja ? Berapa “ biaya “ yang bisa dihemat per tahun ? UU memang diperlukan , namun akan  lebih effektif diperankan sebagai pendorong (driver)berjalannya model ini dan UU komponen cadangan tentu saja tidak bisa mendikte maunya lawan atau  musuh atau siapapun juga yang masuk dalam keluarga insurgensi.

Skenario pertahanan nasional-lah yang “agak bisa“ mendikte ancaman dan menjadi rujukan strategi – strategi nasional. Meskipun ada beberapa kendala sedikit, yakni para strategist dan perencana tingkat kebijakan tidaklah mungkin bisa menjabarkan lebih teknis kebawah meskipun dalam lingkup skenario. Kemunculan skenario di desain oleh para perencana dan strategis di Kemhan,[23] namun penjabaran secara teknis dan operasional ditangani oleh perancang tingkat operasional. Pemilihan sumber daya mana (means) yang benar benar dibutuhkan, caranya (ways) dan obyektifnya (goals atau tujuan) membutuhkan pengetahuan pengambilan keputusan yang lebih maju (multi criterion decision making).

Gambaran sederhana dunia nyata dengan tuntutan effisiensi, akan sulit untuk hanya menjawab tuntutan goals dengan “single objective” tetapi lebih ke “multiple obyectives”. Agar strategi teroskestra bisa berjalan baik, mereka harus bisa berkooperasi dan berinteroperabilitas dengan pejabat setingkat (dan dengan dirigen strategi KamNas tentu saja, pen) semua pemangku instrumen kekuatan nasional lainnya (bisa PEM, atau DIME atau MIDLIFE[24]).Mereka harus paham pada operasi gabungan militer,operasi gabungan urusan sipil,dan operasi gabungan sipil dan militer dan tidak lagi menyerahkan masing-masing Angkatan untuk berhitung sendiri-sendiri. Para perancang harus mahir merancang dalam skenario, selain yang dapat diprediksi atau dapat diperkirakan (predictable) atau “Deliberate Plan “,juga darurat (kontijensi) atau “Crisis Action Plan“ (crises atau unpredictable).[25]Mereka juga harus terbiasa dan bisa berkolaborasi dengan Perwira yang lebih senior. Cara-cara tradisional dan lama yang sering menghantui cara berpikir Perwira senior,[26] misalnya memandang rendah kapabilitas yang disesuaikan dengan dunia nyata sekarang ini.

Perwira  senior ditahun 1970-1980 sangat terbiasa dengan “mimpi lama” peperangan berlarut (war of atrrition) dengan konsep linearnya,seperti ada front muka dan front belakang, berperilaku lebih defensif, dan seringkali tidak menyukai manuvra yang lebih ofensif.[27]Atau bisa juga bersinggungan sedikit mengingat pengetahuan perwira-perwira muda yang terbiasa dengan teknik dan analisis yang lebih modern, jauh lebih fisibel, lebih akurat dan didukung dengan analisis inteligen yang baik. Makalah singkat ini bersifat hipotetik (penduga) awal saja dan dapat dijadikan “starter” kajian, skripsi,thesis bagi mahasiswa semester akhir atau kajian, text-book, lecture notes dosen di perguruan tinggi negeri, swasta, lemdik sipil dan militer senior yang mengembangkan pendidikan strata-2 kajian pertahanan/strategi nasional atau lembaga kajian strategik independen untuk bersama-sama membangun kapabilitas “modeling” versus isu pertahanan nasional yang boleh dikata sangat langka sekali dinegeri ini. Sekian, semoga bermanfaat.


[1]    Definisi semua kegiatan diwilayah Strategik akan diikuti kata Nasional , misal : skenario pertahanan nasional, bukan skenario pertahanan negara. Alasannya negara adalah fisikal, sdgkan nasional lebih ke  = negara + “core value” è nasional adalah pemahaman yang mengikut sertakan “core value” didalam suatu negara , jadi yang dipertahankan bukan saja fisikalnya tetapi juga “core value”nya, alias nasional. Contoh lain: strategi keamanan nasional, strategi militer nasional, strategi ekonomi nasional,dll. Keamanan Nasional lebih ke strateginya (strategi keamanan nasional yang mengamankan obyektif kepentingan nasional) sedangkan degradasinya yakni keamanan negara sebenarnya lebih ke isu urusan domestik (domestik affairs) atau KamDaGri.

[2]    Budiman Djoko Said, purnawirawan TNI-AL .

[3]    Mungkin lebih baik menggunakan kata kekuatan (Forces) mengingat lebih ke substansi jumlah dan besarnya – Force Seize,  dibandingkan dengan definisi komponen sepertinya tidak ada unsur jumlah atau besarannya.

[4]    Weitz,Richard, US Army War Coll,Strategic Studies Institute, Monograph, Sept 2007,”The Reserve Policies Of Nations:A Comparative Analysis”,  hal 1.

[5]    Ibid, hal 2. Sbg klarifikasi bahwa cadangan sudah menjadi komplemen kekuatan reguler, bkn cadangan murni.

[6]    Kekuatan (force) adalah jumlah manusia  dan peralatannya (Force size) dan pendukungnya .

[7]    Komposisi kekuatan berbasis “ancaman” (TBP/Threat-Based Planning) akan mengundang banyak jumlah personil dan peralatannya sehingga mahal karena basis pelibatan dihitung per semua area yang sangat mungkin (one – on – one engagement)atau “most likely” terjadi pelibatan. Dirubah menjadi basis CBP (Capabilities-Based Planning) yang lebih flexible, adaptive, dan robust (FAR). CBP sukses kata Davis,Paul.K, et-all, dalam “Portfolio-Analysis Methods for Assesing Capability Options”, RAND, 2008, hal 9-10.

[8]    Skenario pertahanan nasional mengikuti periodisasi kepentingan nasional yakni 5 tahunan, juga periksa  Builder, Carl.H, RAND CORPT,USA, Project  Air Force, 1993, “ Military Planning Today ; Calculus or Charade “ , dan periksa didalamnya di-ch1. “The Calculus That Came To Stay“, hal 1…..catatan kaki no.2… Terminologi kalkulus , digunakan secara konsisten  sebagai cara singkat untuk menunjukkan proses  perencanaan pertahanan  nasional .

[9]    Periksa QD  terbitan tahun 2012, via situs www.fkpmaritim.org, dgn judul seperti : “ Ekonomi Pertahanan…dst”, “Pentingkah Analisis kebijakan dan anggaran “, dan “ Kotak katik anggaran , siapa takut ?“.

[10]   Ibid, QD terbitan 2012, dgn judul “Seputar  Cadangan, Reformasi, (dan atau) Transformasi ?” . Tambahan  catatan tim”cost-effectiveness” di staf Menhan biasa disebut tim Comptroller, yakni pakar effektivitas sistem (mencari MOEnya) dan pakar konsekuensi “biaya” atau cost-analyst (analisis “biaya”, bukan orang keuangan atau anggaran). Penggabungannya akan menghasilkan penilaian berbasis “cost-effectiveness” setiap proposal yang maju ke KemHan.

 

[11]   Asumsinya MEF adalah produk kalkulus kekuatan total militer yang dibutuhkan. Konsep MEF , mungkin yang tepat (definisi sistem rekayasa  –> harga yg esensial adalah harga yang pas atau EF) adalah EF (essential forces) yang bergerak acak dari harga minimum sampai dgn maksimum. Mengait  dengan Risiko — semakin kecil harga EF nya semakin besar harga Risikonya (R)  min EFmaks  +  maksR min > L , dimana R = risiko dan L adalah total kekuatan lawan (tanda = artinya draw, bila > artinya punya kekuatan lebih atau menang). Ataukah menggunakan model Lanchester (sederhana) per satu kali pelibatan , yakni : dy/dt =  R (t)  – b x (periksa slide # 7, “ This Means War! Modeling Combat With Applications to Real Time Strategy Games “, Alex Chan, SAMSI Undergradute Workshop on Uncertainty Quantification Applications, Feb 25, 2012), dimana  dy/dt = jumlah kekuatan sampai dgn waktu t (rate of change / laju penurunan jumlah kekuatan per unit waktu)  dan  -b x adalah jumlah korban dgn catatan, b = indeks effektivitas gempuran lawan sejumlah x(t)(= jumlah kekuatan lawan sampai dengan waktu t) . Kalau –bx = 0, maka kekuatan Y tereliminir (habis) oleh kekuatan x. Supaya tidak habis persamaan kekuatan y(t) diberikan perkuatan sebesar R(t). Tanda minus menunjukkan total kehilangan, kematian atau korban yang hilang. Apakah penganda yang dimaksud adalah R(t) yang artinya perkuatan (reinforcement)kekuatan militer sampai dengan waktu t (atau ada maksud lain)  artinya komponen cadangan identik dengan konsep R(t) ? Membangun sejumlah EF plus konsekuensi  “biaya” nya (total cost) dan peralatannya seyogyanya dihitung sampai dengan tahun t. Basis kalkulus tetap saja skenario pertahanan nasional dengan analisis pelibatannya.

[12] Opcit,

 

[13]   Masing-masing Angkatan akan berlomba lomba membangun kekuatan masing-masing,pengalaman Menhan AS Robert McNamara dgn isu “Unfinished Business”nya dan “How much is enough? “.

[14] Mengapa gabungan? Operasi gabungan adalah operasi yang  paling effisien.

[15] Panakea terjemahan dari panacea atau obat yang mujarab ,pen.

[16]   Periksa QD  terbitan tahun 2012, via situs www.fkpmaritim.org, dgn judul seperti : “ Ekonomi Pertahanan…dst ”, “ Pentingkah Analisis kebijakan dan anggaran “, “ Kotak katik anggaran , siapa takut ? “ .

[17]   Ibid, Quarterdeck terbitan 2012, periksa makalah dengan judul “Seputar  Cadangan, Reformasi, (dan atau) Transformasi ?.” Perhatikan bagaimana menangani isu “paruh waktu”, porsi masing masing cadangan Angkatan, obyektif cadangan , bagaimana insentifnya,  dll, tidak bisa semuanya diatur dalam UU , karena UU belum berhitung dengan basis “ cost effectiveness” .

[18]   Sangatlah berbeda dengan NATO menggunakan 2 standard MTW (Major Theatre War) yakni MTW 1 di perbatasanJerman dan MTW 2 di Pasifik saat Perang dingin, keduanya dipegang oleh C-In-C (Panglima) , paska perang dingin sd sekarang standar didegradasi menjadi 2 MRC (Major Regional Conflict)dan dipegang Komandan saja, semua berbasis skenario pertahanan koalisi, realistik bukan ?

[19]   NATO saat perang dingin merancang skenario pertahanannya dengan basis dua (2) MTW, yakni didaratan Eropah (perbatasan Jerman barat/timur) sebagai sentra peperangan daratnya dan samodra Pasifik sebagai sentra peperangan lautnya. Panglima MTW Eropah,biasanya dipegang Marinir atau AD, sedangkan MTW  Pasifik oleh AU atau AL, domain area adalah domain kewenangan. Usai perang dingin MTW dihapus dan diganti dengan MRC (major regional conflict),MRC- 1 di  Timur tengah dan MRC- 2 di semenanjung Korea. Ada juga literatur yang menyebut  MTW tersebut sebagai “hot area”  dan ada juga (sedikit) yang menyebutnya sebagai “trouble spot”. Apapun juga namanya dua “hot area” tersebut disebut sebagai basis kalkulus kekuatan militer yang akan dideploikannya, dan pendekatan kalkulusnya menggunakan “top-down” – yakni  “from strategy – to – task “. Isu tentang standar Two  (2) MTW , dan penjelasannya berikut kalkulus kekuatannya, periksa  RAND, 1997, di edit oleh Zalmay M Khalizad dan David A Ochmanek,  “ Strategy and Defense Planning for the 21 st Century”, hal 100- 103.

[20]   Quarterdeck, volume # 6, no # 9, Maret 2013, “Passus vs Insurgensi: Mitos atau Dilupakan? “.

[21]   Cloud, David, dan Rainey, Larry, Editor, hal 15 -18,  “ Method for Conducting Military Operational Analysis “,  MORS (Military Operations  Research Society) , Copyright 2007, hal 15-19. Dijelaskan  sentra kegiatan adalah AOR (area of responsibility) bisa terdiri dari 1, atau 2 atau 3 atau lebih mandala operasi (theatre of opt) , sedangkan mandala operasi akan terbagi dalam AoA (Area of Opts), lebih keluar lagi adalah  adalah AOI (area of Influence) dan paling luar adalah AOIn (area of interest). Setiap mandala ops bisa dibagi dalam beberapa AoA, dst. Model ini dapat dijadikan basis pemetaan kebutuhan pangkalan Darat, Laut dan Udara…pertanyaannya perlukah  semua wilayah terutama diluar AOR harus penuhi dengan pangkalan darat,laut maupun udara—non cost effektif atau ineffisiensi  bukan ?  Dari elemen jumlah personil, infrastruktur dan peralatan yang akan bisa dikemas (shaping) lebih ringkas dipastikan akan terjadi penghematan yang sangat luar biasa sekali.

[22]   Dalam gambar diatas ini tidak digambarkan rinci, namun semuanya berada dalam blok hirakhis paradigma nasional.

[23]   Davis, Paul. K  dan Finch, Lou, RAND, National Defense Research Institute , 1993, “ Defense Planning for the Post – Cold War Era : Giving Meaning to Flexibility, Adaptiveness, and Robustness (FAR)  of Capability “ , hal 9 -10.

[24]   Indonesia memiliki peluang sangat besar untuk menambah pilihan instrumen kekuatan Nasional yang sangat sangat potensial sekali yakni M atau maritim, mengapa tidak (pilihan PEM+M,DIME+M,dan MIDLIFE+M) ? Per definisi Maritim adalah semua entiti yang ada di ruang laut, kelautan, samodra, sungai, pantai (dan litoral-nya), bawah laut, estuari, teluk, dll termasuk ruang udara diatasnya (cordon sanitaire). Semua ini sebaiknya dibawah kontrol kebijakan pemangku strategi Maritim (yang masih belum ada sampai sekarang di negeri ini adalah baik pemangku apalagi strateginya) bukan dibawah kontrol pemangku strategi kelautan dan perikanan. Mengapa kita tidak boleh bangga sebagai negara Maritim, padahal semua elemen atau entiti Maritim ada Republik yang kita cintai ini  dan Negara Maritim mana yang tidak sejahtera? Kelautan hanyalah sebatas sub-set Maritim saja dan Maritim-lah super-setnya — bagaimana mungkin Kelautan akan mengontrol Maritim ? Impiannya sebagai negara bahari,maritim,kepulauan, agraris atau maritim?

[25]   US National Defense University, Joint Forces Staff Coll, JFSC Pub – 1, tahun 2000, “The Joint Staff Officer’s Guide 2000”, bab 4 dan 5 tentang Deliberate Plan dan CAP (Crises Action Plan).

[26]   Davis, Paul. K  dan Finch, Lou, RAND, National Defense Research Institute , 1993, “Defense Planning for the Post – Cold War Era : Giving Meaning to Flexibility, Adaptiveness, and Robustness (FAR)  of Capability“ , hal 9 -10.

[27] Ibid, yang jelas wilayah terjadinya perang berlarut maka “harga” kerusakan lingkungan sangatlah tinggi.

 

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap