..by top management is not exercised by … but by using scenarios. Scenario as a Leadership Tool…Scenario process is reinforced.[2] In Shell, … use scenarios ….A Nation …physical and cyber critical infrastructure remain secure and resilient,.. vulnerabilities reduced, consequences minimized, threats identified & disrupted & response and recovery hastened.[3]
Pembangunan kekuatan militer (force planning/structures) [4] dan Ketahanan.
Hint: di-baca dari atas ke-bawah, mulai blok national interest dan threat – to – interest sampai dengan assess cost and risk. [5]
Diagram atas adalah [6] kerangka kalkulasi kebutuhan kekuatan (force requirement) versi US Army War Coll. Tanpa skenario (blok tengah) sulit di-gambarkan format kekuatan & kapabilitas sendiri, deploy, waktu, kapabilitas/potensi musuh, bentuk peperangan, area pelibatan (contoh:SSC), dll plus klasifikasi sangat memungkinkan (plausible) agar tepat membangun respon. Muncul blok kebutuhan kekuatan (force requirements) plus injek evaluasi pembangunan kekuatan lampau (contoh: SSC/small scale conflict)–muncul blok defense program (+risk assesment dan varian struktur yang dibangun atau di-adakan (acquisition=bukan beli)) atau alternatif lain–kerangka kaji ulang yang bagus.
Skenario paling sederhana adalah skenario latihan/olah-yudha. Arsitektur skenario berdiri di-atas asumsi-asumsi, [7] di-contohkan sebelum tahun 1942 seorang perwira muda AS mengusulkan asumsi serangan Jepang ke-Hawai saat berdiskusi konflik mendatang, sayang di-tolak.[8] Situation awareness memang sulit, tetapi perangkat apa yang bisa di-gunakan menghitung risiko dan konsekuensi pulih (recovery) kembali pasca bencana buatan manusia atau alam (terorisme, pandemic, perang) [9]…sementara ketahanan-lah (resilience) yang bisa menjawab. Sedangkan sentra kecemasan ketahanan negara adalah infrastruktur kritikal.[10] Itulah sebabnya infrastruktur kritikal (idem obvitnas?) menjadi prioritas proteksi. [11] Tren ketahanan sebagai system keberlanjutan (sustainable science) akan melibatkan manusia-lingkungan.[12] System kesiapan nasional, mulai cegah (prevention) focus pada ancaman (T,threat), proteksi (protection) pada kelemahan (V,vulnerabalility), mitigasi & tanggap (M & R) guna meminimalkan seluruh spektrum konsekuensi (C,consequences) dan pemulihan (Recover) adalah kunci-puncak. [13]
Ketahanan adalah atribut pemulihan segera & kesanggupan mengatasi kelemahan, ancaman dan konsekuensià T, V, C adalah elemen manajemen/analysis risiko (garis datar) dan Ketahanan adalah subset manajemen Risiko [14]. Mereka akan berhadapan dengan kesiapan nasional (garis tegak) mulai cegah, protek, mitigasi, dst sampai dengan pemulihan kembali.[15] Model upaya Tanggap, Cegah, dan System keamanan menentang T, V, C, periksa gambar bawah.[16]
Hint: perhatikan posisi risk group 1 > risk group 2 >, risk group 3 à effek yang semakin dekat dengan sasaran (pemerintah/govt) semakin besar konsekuensi-nya.
Garis tegak mencerminkan probabilita fungsi (T & V) dan garis datar adalah harga Consequence (C). Posisi pemilik asset kritikal (pemerintah) bekerja mulai dari pojok kanan atas. Upaya tanggap adalah garis datar kearah T dan V di-tingkat tertinggi artinya focus pada probabilita kerusakan tertinggi. Cegah mengarah ke-bawah, saat risiko dan konsekuensi rendah. System security mengarah kebawah menekan probabilita (T, V) dan risk group ke-bawah. T bisa di-ukur dengan produk Kapabilitas (penyerang) * Kemauan (penyerang) * Kelemahan (bertahan). [17] Bawah adalah kerangka kalkulus kekuatan militer jangka panjang versi NATO (best practice) [18].
Kerangka kalkulus kuat militer yang sanggup mendemonstrasikan krusial-nya peran skenario dalam manajemen dan konsen Menhan manapun (perhatikan penggunaan methoda cost-effectiveness sudah lama di-gunakan–blok kiri tengah(4)).
Penilaian Risiko, Risk management = f (Risk analysis) dan Ketahanan.
Analysis risiko tumbuh pesat di-lingkungan bisnis, manufaktur, proteksi lingkungan, maritim, bencana & katastrophik, dll. Algoritma analysis (gambar bawah) bisa di-adop sebagai pegangan praktis [19]. Analysis risiko bekerja pada langkah 1 – 3, penilaian risiko sampai dengan langkah ke-4. Identifikasi hazards (langkah-2) adalah ciri analysis risiko tradisional, [20] …ultimately, where hazards are unknown, risk analysis is impossible [21], lanjut Park[22]; ada kaitan kuat antara risiko dan ketahanan. Analysis di-awali dari identifikasi (probabilita) hazards, dan model akan berhenti (completed) bila mencapai tingkat pengurangan signifikan sesuai harapan (adequately reduced).
Orientasi analysis risiko militer adalah keselamatan, effisiensi, keberlanjutan, optimal, dan keamanan. Manajemen risiko militer adalah proses mengenali dan menilai (asses) potensi (hazards) bahaya dari faktor operasional dan membuat keputusan yang seimbang antara manfaat dan dan biaya yang harus dikeluarkan untuk menanggung risiko itu (lagi-lagi cost effectiveness). [23] Risiko terdiri dari risiko misi & risiko kekuatan/satuan dan bagi Komandan tingkat operasional fokus kepada misi. Probabilita risiko, berurutan; [1] sering, [2] sepertinya, [3] jarang, [5] tidak sepertinya. Sedangkan kategori dampak, terdiri dari: [1] katastropik, [2] kritikal, [3] marjinal, [4] dapat di-abaikan. Penilaian risiko sebagai berikut: [1] risiko sangat ekstrim (E), [2] risiko tinggi (H), [3] tengah-tengah(M), [4] rendah (L). [24] Matrik probabilita periksa gambar dibawah ini.
Analisis risiko (estimated risk) militer kapabel mengevaluasi strategy berjalan (defense review). [25] Melindungi kekuatan militer bisa di-lakukan melalui sekuriti. Artinya sukses-nya sekuriti akan melindungi kekuatan militer, sebaliknya bisa di-gunakan mengekspolitasi kelemahan musuh. [26] Tingkat kontrol keamanan berbanding terbalik dengan tingkat risiko–situasi semakin aman (secure) maka risiko mengecil. Banyak negara mendayagunakan metriks risiko berbasis sekuriti untuk mengukur effektifitas operasi militer. Konsep ini berlaku dalam COPD NATO [27], Angk Darat AS dan Marinir, Ingggris, serta militer Swedia. Konsep sekuriti ini bisa di-pakai sebagai manajemen risiko khusus operasi IT/Cyber NATO dan doktrin perlindungan kekuatan militer NATO. Risk, evaluasi dan kontrol akan menghadapi situasi yang tidak pasti, jangka panjang (isu pertahanan, ekonomi, dll)—mengandalkan ketajaman kualitas skenario. Mesin (driving) skenario mengandalkan tim yang terlatih (Srena) membaca kedepan dengan baik (visioning expert). [28] Manajemen risiko menjadi format kerja pengambilan keputusan militer, analisis risiko dan kaji ulang strategi pertahanan (defense review) bagi KemHan. [29] Kerangka strategy pertahanan/militer di-awali dari kepentingan nasional [30] (‘tuk survival bangsa), di-kawal teroskestra oleh semua strategy instrumen kekuatan nasional (di-kenal sebagai strategy keamanan nasional) yang [31] bertanggung jawab tercapai-nya obyektif kepentingan nasional. Obyektif kepentingan nasional (di-ujung anak panah) [32], di-dorong semua strategy instrumen kekuatan nasional a.l: strategy ekonomi, politik, militer, dll, teroskestra dalam platform yang di-sebut strategy besar (strategy nasional atau strategy keamanan nasional) mengawal capaian kepentingan nasional.
Kata ketahanan sendiri lahir dari studi risiko dan dampak negatif (perceraian & traumatik) kehidupan anak-anak, dan tanpa di-sengaja timbul isu peka dengan kata “Resilience”, “Stress-resistance”; atau “Invulnerability”. Resilience menjadi trending dan di-adopsi dalam Hyogo Declaration oleh United Nations International Strategy for Disaster Risk Reduction (UNISDR) sebagai gerakan positif. [33] Kelahiran ketahanan di-ikuti tuntutan upaya memelihara dan mengatasi bencana (akibat T,V, C) mulai skala terendah sampai yang mengerikan seperti katastropik—misal; pandemik, serangan gas beracun, teroris, dll…plus bagaimana bangkit kembali. Ketahanan meliput ber-bagai aspek mulai tingkat nasional sampai ke-sektor, bidang (social, masyarakat) dan ber-akhir (terpenting) [34] dalam dekonstruksi konsep versus bencana dan reduksi dampak. Dekonstruksi konsep ini popular bagi kepentingan nasional dan militer. Bencana (anatomi) timbul karena ada benturan potensi (hazards, danger, harmfull, terroris) dengan kerentanan (disaster di-tengah). [35]
Zakour & Gillespie mengembangkan kejadian (event) bencana sebagai model dynamik [36] (di-bawah, tidak tergambar lengkap–fokus hubungan bencana, hazards, dan ketahanan). Zakur, dkk, menyebut konsep ketahanan dan kerentanan sebagai komplemen satu sama lain. Kerentanan adalah variabel status [37] dynamik mengingat berada dalam status tidak aman, selalu ber-interaksi dan kumulatif merangsang bencana.[38] Bencana muncul akibat benturan kerentanan dan hazards (gambar bawah).
Ketahanan di-dukung utilitas sumber daya ‘tuk merespons bencana (resilience process) ß resources characteristics & resurces economics semakin meningkatkan ketahanan. Ketahanan semakin tertempa dan terukur sesudah bencana (di-bawah disaster). Diagram peningkatan upaya dapat di-ilustrasikan seperti di-bawah ini.
Ketahanan sebagai fungsi kerentanan dan kapabilitas (bisa) di-gerakkan menjauh dari kerentanan dan mendekat kapabiitas dengan ukuran ketahanan tertentu (misal: R(esilience) mulai 0% sd 100%). [39] Kerentanan dapat di-gambarkan dalam skala garis datar, demikian juga kapabilitas (grs tegak) dengan skalanya. Sejak pengertian ketahanan di-terima PBB sebagai diskursus bencana—lahir budaya tanggap bencana. [40] Bukankah isu insecurity dan rusak-nya kehidupan manusia berada dalam domain bencana? Semua mengerucut menjadi disiplin berkelanjutan (sustainable science) dengan ketahanan yang menggandeng risiko dan kerentanan. Alasan inilah membuat manusia mengejar ketahanan maksimal, terintegrasi dan sanggup pulih (recover) kembali serta jujur mengevaluasi kerentanan, risiko dan konsekuensi-nya. Risiko bisa diterjemahkan sebagai probabilita yang pengubah organisme, system atau penderita terpapar lebih menyedihkan..gara-gara potensi yang sanggup memberikan dampak outcomes negative yakni hazards, danger, harmful dan ancaman.[41] Merekalah agen yang kapabel menyakitkan asset nasional.
Risiko sistemik adalah tingkat kondisi kesanggupan di-ambang batas alam/buatan, sosial, ekonomi, kesehatan, kepentingan domestik dan bersiap melintas batas regional atau internasional. Kupasan risiko, kerentanan, ketahanan, ketangguhan (antonim kata kerentanan atau vulnerability) adalah elemen yang saling kuat mengait. Situasi disebut ber-risiko, jika dan hanya jika ada satu (1) peristiwa yang mungkin terjadi mendatang, tetapi pakar ilmu keputusan dan pembuat keputusan/kebijakan tidak tahu pasti (likelihood) terwujud atau tidak. Risiko bisa di-lihat dari sisi potensi kerugian, kehilangan, kerusakan vs kejadian yang tidak pasti atau aksi dimasa mendatang (prospektif)–risiko di-pandang sebagai fungsi ketidakpastian dan preferensi, [42] berikut penjelasan gambar.
Ketahanan adalah fungsi alternatives (A), probabilita (p) masing-masing alternative (pi,j) per masing-masing kejadian (E=events, Ei,j) dan produk nilai harapan (expected value(v)—v(Ei,j)–berharap sebagai anti-shock versus dampak pengancam. Sebagai f=r (A, p, dan E) dapat di-petakan dalam ruang kognitif risiko (blok kanan gambar atas—f=r (A, p, dan E), r adalah risiko. Kerentanan adalah kritikal karena mudah di-ganggu. Kerentanan dan mudahnya terpapar (exposure) bersifat dynamik—bisa berubah setiap saat. Gambar bawah (blok kiri) menjelaskan hubungan antara kerentanan dengan ketahanan [43]? Ketahanan terbaik adalah kapabel anti-shock, sanggup melewati ambang dan pulih setelah terpapar bahaya (exposure to danger). Kerentanan terpelihara bila dalam status skala terbaik[44].
Referensi: Ibid, halaman 5, … diilustrasikan sebagai…a roadmap of concepts: risk as a function of uncertainty and preferences; probability and utility as operationalization of uncertainty and preferences; vulnerability as an extension of risk that is complementary to resilience.
Di-hadapkan dengan potensi bahaya, ketahanan, terpaparnya atau terdampaknya (Exposure), maka produk Risk = R(esilience) * E(xposure) * H(azards) dalam diagram Venn :[45]
Barat memilih elemen infrastruktur kritikal sebagai prioritas obyek (untuk) (di-)proteksi, guna memelihara tingkat ketahanan nasional di-bantu manajemen risiko—di-sebut CIP (Critical Infrastructure Protection). [46] CI tersebut adalah; pertanian, perbankan & keuangan, industry kimia, jasa darurat, enerji, pangan, pemerintahan, informasi & telekomunikasi, pos & pengapalan, kesehatan masyarakat, transportasi & air minum. [47] Berikut model atribut (performa) ketahanan di-dukung factor sukses (CSF/contributing success factors); [48] dengan tiga (3) eselon, yakni CSF-1 (eselon-1), dst… CSF-2 dan CSF-3, masing-masing atribut CSF di-topang dengan jawaban, mulai dari risk understanding sampai dengan redundancy (for support). [49]
Skenario
This is where scenario planning comes into play. We use the term scenario to refer to a plausible combination of possible long-term future developments. Scenario planning is the development of one or more scenarios via a methodology that incorporates multiple possible future outcomes.[50] Scenario is … “an internally consistent view of what the future might turn out to be – not a forecast, but one possible future outcome. ” [51]…Scenario planning as: that part of strategic planning which relates to the tools and technologies for managing tbe uncertainties of the future. [52]
Berkembangnya skenario.
Evolusi suksesnya skenario 1950-1970 tergambar di-bawah ini [53] dan semua-nya di-klasifikasikan “plausible”. Skenario berawal dari kecemasan manusia atau organisasi bila kolaps, hancur, (tidak) kesanggupan bertahan (ketahanan) dan respons. Begitu luas isu skenario yang di-dalami karena melibatkan semua variable dynamik bahasan sebelumnya kedalam analysis skenario seperti: risiko, kerentanan, dll, termasuk disiplin lingkungan dan keberlanjutan.
Ide dasarnya butuh gambaran ke-depan (antisipasi) atau “vision”. Terbantukan dengan menggunakan model “backcasting” [54] (bawah) dengan melacak ulang gambaran tersebut (vision) dari “goal” kembali ke saat sekarang—scenario, [55] plus alternative yang muncul di-antaranya (hint: semua skenario berbasis “backcasting”).
Hint: teknik scenario backcasting, artinya menentukan terlebih dahulu apa yang yang terjadi kemudian (3) , kemudian bertahap di-tarik mundur kebelakang (panah ke-kiri, atau dari 1-2, 2-1, 2-3 , 3-2, 3 – 4) sampai situasi saat ini (1)àmenemukan fenomena apa yang sebenarnya terjadi. Ketahanan & seperti apa yang diperlukan (3) teramati, meski dalam jangka panjang. Dengan memahami dampak atau kerusakan atau kolaps-nya suatu organisasi & infrastruktur kritikal (2)—upaya kesiapan dan memelihara ketahanan?
Jalur no.3 dan 4 nampak hanya satu (1) route, sebenarnya terdiri banyak alternatif route. Prakteknya dalam satu periode bisa saja muncul beberapa alternatif skenario yang perlu di-waspadai. Konsep sederhana; dengan membalik jalan (backcasting) kembali ke-posisi sekarang, route skenario terbangun. Positif-nya pemilik skenario terinovasi, sugestif, berani diri dan optimistik menjalankan rencana—setidak-nya memberanikan hati (enhancing) menatap dan menantang masa depan. Bingkai manajemen risiko adalah keinginan memahami dan mengukur tingkat ketahanannya terhadap dampak, rusaknya serta peluang kolaps-nya infrastruktur kritikal, termasuk membayar konsekuensi dan upaya pemulihan kembali. Berikut sketsa skenario (+ alternative), dalam perjalanan menuju harapan (desired future) sebagai bagian dari model pengambilan keputusan (choose theory—scenario 1, 2, 3…n). Bisa saja alternative skenario sebagai rujukan strategi nasional turun menjadi alternative skenario yang berpeluang kecil atau bisa meningkat lagi (lebih plausible) dalam periode berikut .[56]
Herman Kahn, pakar RAND Corpt & Air Defense System Missile Command adalah pionir skenario.[57] Skenario adalah gambaran mendatang, dengan kondisi yang bisa berbeda—dengan narasi (bisa) mendukung atau melawan “policy” (ancam) pemerintah. Setiap periode di-kembangkan, di-evaluasi terhadap aktor kunci di-semua lapisan dan kompromi yang diperlukan per setiap kondisi dengan kekurangan (risiko) dan dampak-nya. [58] Kahn menyebut perencanaan militer tidak ber-ekspektasi logik–hebatnya pengaruh Kahn tahun 50 – 60’an tetap besar di-Pentagon. Keluar dari RAND & Pentagon tahun 60-an membuat skenario mudah berkembang dan menularkannya ke-lingkungan non-militer.
Penggunaan skenario
Ide Kahn seperti mendorong Pentagon ‘tuk menemukan konsep baku memilih proyek besar & mahal & berisiko versus berkembangnya technology & sain. Di-tambah keraguan memilih kapabilitas & membangun kekuatan militer [59] versus ketidak pastian, kemauan politisi [60], kurangnya informasi technology dan ukuran effektifitas [61] sista blok Timur. Methoda system analysis popular saat itu [62] dengan “biaya” sebagai konsekuensi mendukung performa (benefit atau effektifitas yang terukur). [63] Konsep cost-benefit (sipil) dan cost-effectiveness (militer), berkembang pesat sejalan terbatas-nya sumber daya.[64] Konsep ini memaksa pengambil keputusan memahami ruang anggaran dan realistik menyikapi keseimbangan sumber daya, risiko, transparansi (portofolio) di-masa mendatang dan kebutuhan potret mendatang—skenario. Contoh skenario, Korsel memandang reunifikasi Korea berbasis 3 kondisi alternative, yakni berbasis peaceful, collapse dan conflict menuju masa depan [65] dengan tahapan inisial sd unifikasi.
Skenario berbasis damai (bawah), menuju tahap (ke-3?), kapan? ..dan pembekuan WMD (dismantling) [66]. Kondisi terkanan (restoring essential services, supporting development, dst), mengikuti 4 (empat) parameter model kegiatan operasi stabilisasi gabungan AS.
Perhatikan setiap tahap (garis datar, misal: defensive operation, bisa muncul beberapa varian skenario). Masihkah kondisi-nya seperti itu? Ketiga kondisi itu tidak memperinci kemungkinan yang terjadi dalam alternative skenario tersebut…per periode (konfidensial). Bagaimana dengan kondisi kolaps? Perhatikan bedanya dengan gambar bawah ini.
Rumor menyebut skenario seperti serial cerita fiktif tapi masuk akal dan di-terima dunia nyata 3 – 20 tahun kedepan. Rasionalisasi skenario sungguh penting dan berujung pada kredibilitas. Skenario militer; berorientasi pelibatan kekuatan militer dengan injek intelijen terbaik, dan mendukung operasi kontra-terorisme dan dukungan perdamaian atau isu perdagangan, ekonomi, dll bersama instrumen kekuatan nasional lain dalam platform strategi keamanan nasional. Begitu pentingnya skenario sehingga Institut Analisis Pertahanan Korea (KIDA), tahun ‘16 membangun strategi pertahanan, perencanaan, dan manajemen pertahanan berbasis skenario dengan bantuan Institut Analisis Pertahanan (IDA) AS [67]. M.J. Mazarr, dkk juga membuat rekomendasi perbaikan skenario AS (meski sudah berjalan 50 tahun). [68] Negara-negara besar mendemonstrasikan peran skenario sebagai basis, pendekatan studi & analisis untuk membantu senior/elit pembuat keputusan di-bidang pertahanan dan terbuka bagi ajensi atau ilmuwan. M. Fitzsimmons menyebut ada pergeseran konsep skenario tradisional & independen menuju sentralisasi (intended/single solution–tabel bawah). Tabel [69] adalah bagian dari SSA (strategic support analyses) bagi Kemhan yang mendemonstrasikan pergeseran orientasi skenario berbasis “maunya” Angkt menjadi orientasi Gabungan. Kolom kanan mengisyaratkan orientasi baru kearah gabungan yang jauh lebih effisien dan membantu (atau uji) sub-skenario membangun kekuatan gabungan (hint: Conops=concept of operation).
Methodology skenario.
Akar perencanaan skenario sebenarnya berawal dari perencanaan studi militer versus ketidak pastian yang tinggi.[70] Herman Kahn menjawab dengan ide “thinking the unthinkable” dan menyarankan skenario sebagai bisnis prediksi. M Lindgren & Hans Bandhold merespon-nya; “skenario berbeda dengan prognosis, forecast dan visi. Skenario adalah deskripsi tentang peluang yang memungkinkan (plausible) ke-depan”. Berikut tabel perbedaan tiga kata itu, dengan masing-masing pendekatannya:
Tabel menggunakan 6 kriteria, seperti perspective, variabels, dst, sebagai pembanding;
Skenario merupakan gabungan model kuantitatif (Battele, Morphology, FAR, dll), kualitatif, dan model independen di-antaranya. Skenario harus beralasan, di-percaya dan logik per setiap langkah, phase, periode dan setiap alternative yang terbangun. Skenario militer menjadi basis proyeksi kekuatan militer, justifikasi kontek dengan effektifitas [71] dan kebutuhan aksi operasi militer, asumsi geographi, militer, diplomatik, kondisi legal dalam ruang skenario, dan obyektif yang di-inginkan (desired-end states—status phisik yang di-inginkan). Skenario adalah dasar perencanaan kapabilitas [72] kekuatan. Studi NATO menyebut 9 negara intensif menggunakan dan memanfaatkan sebagai dasar kebutuhan kapabilitas kekuatan militernya. [73] Methodology yang popular di-gunakan adalah morphology (gambar bawah) dengan membangun [74] route (pathways—alternative route scenario), dengan menemukan jalur respon mulai dari Q1, Q2,..Q4 (Q = pertanyaan yang akan melibatkan diri dengan narasi skenario, misal; Demographies, Ekonomi, dll). Setiap jalur Q di-tangani tim pakar, misal Q1 dengan isu Demographi maka tim pakar Demographi/tim Delphi lebih memahami), analog dengan tim pakar Q2, dst (titik-titik adalah alternative).
Muncul skenario X (dari 1,2,2,1) dan Y, Z dst, mengikuti jalur sesuai gambar, dan tercipta total sub-skenario (jumlah sub blok Q1 * jumlah sub blok Q2 * jumlah sub blok Q3 *… Qn. Setiap route sub-skenario memiliki besaran probabilita tersendiri.
Skenario AS, Inggris, dan negara lain
AS (tertua dengan pengalaman selama kl 50 thn), Australia [75], Norwegia [76] bahkan negara NATO lain-nya [77] menggunakan skenario sebagai basis masa depan penggunaan kekuatan (baca struktur) militer–hampir semua negara di-bantu ajensi luar. AS menggunakan standar militer (US Mil-Std) 882-D yang memberikan petunjuk dalam 8 tahap, mulai rekomendasi mengatasi pelacakan potensi bahaya (hazards) sampai pengembangan berikut, prosedur ini di-gunakan juga dalam operasi militernya. [78] Prasyarat dasar membangun skenario adalah menyatunya gagasan pemerintah dengan militer yang menyatu dalam visi, goal atau maunya pemerintah. Skenario merupakan komitmen, konsensus dan dokumen strategik (documented, di-ketahui pemerintah & parlemen) serta di-payungi kebijakan nasional. Pendekatan cost-effectiveness di-gunakan sebagai perangkat bantu—tanpa ini sulit di-jamin konsistensi, transparansi dan portofolio-nya. [79] Skenario ini di-gunakan secara luas unuk menunjang studi dan analisis, termasuk analisis risiko daan analisis alternative (di-kenal sebagai AoA), bahkan sebagai pendekatan untuk studi strategik. Kerangka skenario (guidance into force structure) yang di-gunakan seperti di-bawah ini: [80]
Hint: Panduannya, periksa blok kiri Guidance (NMS=National Military Strategy, NSS=National Security Strategy, dan NDS=National Defense Strategy).[81]
Sub-format Demand-based planning [82] terdiri dari dua (2) pendekatan yakni capabilities based dan threat-based (kedua-nya memiliki untung atau rugi), kedua-nya menggunakan satu skenario–di-kontrol satu skenario besar. MinDef Inggris mulai tahun 1998, menangani serius basis scenario ini dan ada kl 30 skenario alternative yang di-pelihara. MinDef Inggris (Kemhan) dan Dewan Nasional Penasehat Ilmiah Inggris bekerjasama dalam Joint Risk Management Policy; [83] di-gunakan untuk meyakinkan manajemen risiko ini berjalan di-seluruh unit militer Inggris. Prioritas Inggris (sederhana) hanya membagi kriteria “core” dan “non-core”. “Core” digunakan untuk membangun kekuatan militer dan kapabilitas. [84] Kebijakan yang di-anut baik untuk force structure atau capability analysis wajib menggunakan dua tipikal skenario itu. Penggunaan skenario sekarang telah merata di-lingkungan MinDef dan digunakan untuk perencanaan technology, struktur kekuatan, kapabilitas dan perencanaan akuisisi. Suksesnya Mindef, karena dukungan pimpinan senior untuk membangun. Harus di-akui juga peran ajensi partner Mindef yakni Defence Science & Technology Laboratory (DSTL) yang mendukung program ini menjadi semakin bagus dan stabil—[85] idem performa DSTO Australia (atau DRDC Canada). Bagaimana perkembangan skenario rancang bangun Korea yang konon sudah berjalan kl 6 tahun lamanya, di-bantu IDA? Belum ada kabar beritanya yang lebih jelas.
Kesimpulan
Skenario di-perlukan sebagai basis membangun kekuatan. AS & Inggris sukses membekali pemimpin senior–pembuat kebijakan, senior pengambil keputusan dengan (obyektifnya adalah phisik berhasilnya skenario) pengelolaan analysis risiko, evaluasi dan konsekuensi, alternative kerugian, memeriksa opsi (alternative keputusan) dan alokasi sumber daya via skenario yang terbangun. Skenario [86] melibat isu lingkungan dan berkelanjutan sehingga merangsang program strategik antar departemen/kementerian terintegrasi. Ketahanan sangat penting mengait dengan proteksi infrastruktur kritikal (obvitnas?). System kesiapan nasional (The National Preparadness System) berlaku di-lingkungan non-militer dan militer. [87] Sebaiknya terintegrasi dengan status system keamanan nasional (contoh: pandemic bisa dijadikan tingkat keamanan nasional zone ”merah” atau derajad 1 atau apapun juga kode-nya) dengan kontroler-nya (selaku lakshar keamanan & bencana nasional sehari-hari yang memonitor—Menhan(?)). Pembelajaran (mungkin) untuk mengutilisasikan ajensi pemikir strategik independen atau institute di-luar militer begitu effektifnya. Bagi Kemhan AS, Australia, Canada, Korea, Swedia, Norwegia, dll, ajensi itu merupakan aktor innovator bagi Kemhan masing-masing dan aktif berperan sebagai injector dan inovator. Perlu pemberian materi konsep skenario plus cost-effectiveness [88] dan sistem akuisisi (life cycle cost) di-lingkungan TNI dan lemdik S-1 di-dalam (STTAL) , S-2/S-3 dan Perguruan tinggi pertahanan sebagai platform modernisasi dan transformasi pengetahuan.
____________________________
[1] Untuk memperkaya materi risiko, scenario, ketahanan, kerentanan, dll, khususnya siswa/mahasiswa ttg isu Han, mhn baca ilustrasi dan pengayaan skenario:a.Struktur kekuatan militer (FS/Force Structure)-Skenario dan beberapa problema di-dalam, oleh Budiman Djoko Said, QD, v.10, n.3, Mei 2016, b.Evolusi metodologi perencanaan kekuatan: belajar dari negara lain, oleh Budiman Djoko Said, QD, v.7, n. 3, Sept 2013, c.Menampilkan (crafting) kalkulus kekuatan pertahanan…mengejar (pursue) kapabilitas, oleh Budiman Djoko Said, QD, v.13, n.7, Agustus 2019). Risk:The potential for loss or harm due to the likelihood of an unwanted event and its adverse consequences. It is measured as the combination of the probability and consequences of an adverse event, i.e., threat. When the probability and consequences are expressed numerically, the expected risk is computed as the product of those values with uncertainty considerations. In security, risk is based on the analysis and aggregation of three widely recognized factors: threat, vulnerability, and consequence. Resilience:The ability to prepare for and adapt to changing conditions, and withstand and recover rapidly from disruptions. Conditional risk: A measure of risk that focuses on consequences, vulnerability, and adversary capabilities, but excludes intent. It is used as a basis for making long-term risk management decisions. The adversary capabilities, countermeasures, and residual vulnerability are often combined into a measure of likelihood of adversary success. Consequence: The outcome of an event occurrence, including immediate, short- and long-term, direct and indirect losses and effects. Loss may include human casualties, monetary and economic damages, and environmental impact, and may also include less tangible and therefore less quantifiable effects, including political ramifications, decreased morale, reductions in operational effectiveness, or other impacts. Threat: Any indication, circumstance, or event with the potential to cause the loss of, or damage to, an asset or population. In the analysis of risk, threat is based on the analysis of the intention and capability of an adversary to undertake actions that would be detrimental to an asset or population. Vulnerability: Any weakness in an asset’s or infrastructure’s design, implementation, or operation that can be exploited by an adversary. Such weaknesses can occur in building characteristics, equipment properties, personnel behavior, locations of people, equipment and buildings, or operational and personnel practices. Critical Infrastructure–Systems and assets, so vital that the destruction of which would have a debilitating impact on: security, national economic security, national public health or safety.
[2] Kees van der Heijden, Scenarios: The Art of Strategic Conversation, (John Wiley & Sons, 2005), halaman 8.
[3] National Protection Overview, National Protection Framework and NIPP 2013, (DHS, FEMA, July 2014), ..
[4] Eric V Larson, Force Planning Scenarios, 1945 – 2016: Their Origins and Use in Defense Strategic Planning, (RAND, 2019), hal 1, … Force planning sama saja dengan defense planning yang dibangun oleh Menhan, pengertian utamanya adalah “analisis strategic” atau “perencanaan strategik”; melibatkan atau menterjemahkan kebijakan keamanan nasional dan strategi militer nasional lebih operasional kedalam sasaran militer (military ends), cara yang di-gunakan (ways) dan sumber daya (means) yang harus di-kontrol dan di-alokasikan Menhan … This is not to be confused with the more detailed “operational planning” related to operations plans (OPLANs) and concept plans (CONPLANs) developed by combatant commanders, or with “crisis response planning,” which is necessarily more ad hoc while also having an operational orientation.
[5] John F. Troxell, Force Planning In An Era of Uncertainty: Two MRCs as a Force Sizing Framework, (Strategic Study Institute, US Army War Coll, Monograph, Sept 15, 1997), hal 38.
[6] DSS=decision support system adalah algoritma atau program computer interaktif bisa digunakan untuk membantu pengambil keputusan membuat justifikasi, pertimbangan, memilih beberapa alternatif, dan masukan, bahkan bisa di-jalankan dengan program penyelesaian berikut-nya.
[7] Hannah Kosow, et-all, Methods of Future and Scenario Analysis. Overview, Assessment, and Selection Criteria, hal 12, periksa htttps://www.researchgate.net/publication/258510126… These assumptions are indicative of comprehensive mental outlines and models of the future, “mental maps or models that reflect different perspectives on past, present and future developments”.
[8] James A Dewar, Assumption – Based Planning: A Tool for Reducing Avoidable Surprise, (RAND Corpt & Cambridge University, 2004), halaman 1…. A group of U.S. military officers gathers in 1940 to look into the future to identify events that could plausibly lead to conflict. One of them suggests an air attack by Japan on a U.S. Navy base in Hawaii—a suggestion that is dismissed out of hand.
[9] David R Pedersen, Maj USAF, Operational Risk Management Problems in Air Combat Command Units: Misguided Risk Quantification and Lack of Integration Could Impede Imlementation, (Air University Research, 1999), halaman 1, 3…analysis Risk akan diawali dari penilaian Hazards (bahaya—beda dgn dangers, harm,dll) maka perlu di-pahami bahwa Hazards adalah setiap potensi (atau riil) yang menyebabkan misi yang berjalan berkurang, menurun, kecelakaan, luka-luka, rusak, bahkan kematian bagi manusia ataupun peralatannya,kamus Indonesia tdak membedakan Hazards, Danger, Harmfull, padahal ongokos dan dampak beda. Risk assessment is the application of quantitative or qualitative measures to determine all the levels of risk associated with a specific hazard and defines the probability, severity, and exposure (terpapar,terbuka) of a mishap that could result from the hazard.
[10] DHS dalam The National Preparadness goals…menyebut-nyebut critical infrastructures…The Nation’s critical infrastructure provides vital services that underpin our society; managing risks to this infrastructure is essential to America’ security and resilience.
[11] THE INFRASTRUCTURE – INEQUALITY – RESILIENCE NEXUS, Global Sustainable Development Report 2016, halaman 22..Infrastructure, in the broader sense, is a means to fulfill a human need. It is composed of basic assets and objects that, in the aggregate, are deemed essential for the functioning of society and the economy. The scope of infrastructure considered comprises basic services (critical infrastructures) such as water, sanitation and energy, and connectivity infrastructure, including roads, transport systems, and information and communication technologies.
[12] Roland W. Scholz, Risk, vulnerability, robustness, and resilience from a decision-theoretic perspective, Article in Journal of Risk Research · March 2012, DOI: 10.1080/13669877.2011.634522, halaman 2…menyebut trend ini masih blm jelas integrasinya.
[13] ICF, Assesment of Large Power Trasnformer Risk Mitigation Strategies, 2016, halaman 13.
[14] M. Ettourney, PhD, Resilience and Risk Management, menjelaskan graphik Ketahanan (Resilience) dynamic mulai Rencana, Mitigasi, Respon sd Pemulihan kembali (Recovery) dalam satu indeks/skala. Figure mengilustrasikan hubungan lima (5) program persiapan nasional (Cegah, Protek, Mitigasi, Respon, dan Pemulihan–grs tegak) dan elemen Risiko, yakni ancaman (T), kerentanan (Vulnerablity), dan konsekuensi (Consequences—grs datar). Risk — assessed as a function of consequence, vulnerability and threat. Consideration is given to the potential direct and indirect consequences of a terrorist attack or other hazards, known vulnerabilities to those threats or hazards and the nature and magnitude of the threat. Threat – natural or manmade occurrence, individual, entity, or action that has or indicates the potential to harm life, information, operations, the environment and/or property. Vulnerability – physical feature or operational attribute that renders an entity open to exploitation or susceptible to a given hazard. Consequence – effect of an event, incident, or occurrence. Graphik menunjukkan bahwa kegiatan Cegah (prevent) dekat kaitan-nya dengan upaya atasi Ancaman, mengukur kegiatan Kerentanan, kegiatan Respon dan Pemulihan kembali agar meminimalkan (ongkos) Konsekuensi yang harus di-bayar akibat gangguan ketiga elemen tersebut. Mitigasi meliput semua spektrum risiko (spectrum risiko artinya risiko yang diperoleh mulai titik perolehan (manfaat) tanpa risiko (risk-free) ke-atas). Graphik menggambarkan bahwa upaya Cegah dan Protek sangat dekat kaitannya dengan Keamanan. Ketangggapan (Respons) & Pemulihan kembali (Recovery) lebih dekat dengan Ketahanan (Resilience).
[15] https ://emilms.fema.gov/is0860c/groups/36.html#.
[16] DHS (Dept of US Homeland Security), Maritime Security Risk Analysis Model; USCG Presentation to Area Maritime Security Committee, Slide # 12.
[17] Steven Heffington, Adam Oler, David Tretler, A National Security Strategy: A Primer, (National Defense University, Washington, 2019), halaman 12.
[18] RTO Technical Report 69, NATO, 2003, Handbook on Long Term Defence Planning, halaman iv.
[19] https://www.google.com/search?rlz=1C1CHBF_enID793ID793&sxsrf=ALeKk03lD1zCE0qyYcQlh2YBPZD32ftb6w:1585617880236&q=images,+process+of+risk+assessment&tbm=isch&source=univ&sa=X&ved=2ahUKEwjS2ID0xsPoAhWA63MBHTJxC6EQsAR6BAgKEAE&biw=1280&bih=619
[20] J. Park, et-all, (5 persons), Integrating Risk and Resilience Approaches to Catastrophe Management in Engineering Systems, Risk Analysis DOI: 10.1111/j.1539-6924.2012.01885.x, halaman 4.
[21] Ibid,
[22] Jeryang Park, et-all, (4 peoples), Lessons in Risk-Versus Resilience-Based Design and Management, (Integrated Environmental Assessment and Management, 2011, Volume 7, Number 3), pp. 396–399.
[23] College of Maritime Operational Warfare, Maritime Staff Reference Guide, (US Naval War Coll, April 2019), halaman 29.
[24] Ibid, halaman 30.
[25] Strategy-lah yang mengikat means (sumber daya), dengan cara (ways) menuju yang di-kejar yakni (ends atau end-state), sangat sensitive dengan hadirnya lingkungan strategy yang cepat berubah, salah satunya adalah technologyà sangat signifikan.
[26] Hans Liwang, et-all, (3 persons), An Examination Of The Implementation Of Risk Based Approaches In Military Operations, https://www.researchgate.net/publication/266265759, Risk and military organizations View project Swedish National Defence, halaman 2.
[27] COPD adalah Comprehensive Operations Planning Directive’s
[28] Govt Office for Science, UK, The Futures Toolkit: Tools for Futures Thinking and Foresight Across UK Government, (UK Government, Office of Science, November 2017), halaman 50. Buku ini bagus sebagai pegangan membangun scenario dengan cara sederhana lengkap dengan langkah-langkah yang sederhana juga.
[29] Ibid, abstrak.
[30] https://www.researchgate.net/figure/Modified-version-of-Army-War-College-national-strategy-planning-model-Bartholomees ,fig1,238792046. Sesuatu yang sangat berkaitan dengan daya hidup bangsa dan bersumber dari tekanan luar, misal isu kedaulatan, keamanan, kesejahteraan ekonomi (economic well being), dll biasanya menjadi muatan kepentingan nasional. Pakar strategy sepakat bahwa kepentingan nasional adalah sesuatu yang terbaik yang harus d-jaga bangsa dan negara terutama ‘tuk survival.
[31] Strategy keamanan nasional memproteksi kepentingan nasional (national interest), strategi keamanan dalam negeri memproteksi kepentingan domestic (domestic interest atau public interest).
[32] J Boone Bartholomees, Jr, US Army War College Guide to National Security Issues, Volume – I: Theory of War and Strategy, (US Army War College, SSI, 2012, 5 th edition, June 2012), halaman 9.
[33] Siambabala Bernard Manyena, The concept of resilience revisited, Journal Disasters, 2006, 30(4): 433−450, halaman 434.
[34] Infrastructures…the basic physical and organizational structures and facilities (e.g. buildings, roads, power supplies) needed for the operation of a society or enterprise, periksa, https : // www . google . com / search ? q = infrastructures + definition & rlz = 1C1CHBFenID793ID793&oq=infrastructures+definition&aqs=chrome..69i57j0l7.15030j1j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8
[35] Oxfam, The Disaster Crunch Model: Guidelines for Gendered Approach, (Oxfam GB May 2012), halaman 5.
[36] Michael J. Zakour & David F. Gillespie, Community Disaster Vulnerability: Theory, Research, and Practice, (Springer, 2013), halaman 69…ciri-ciri model dynamic gerakan dari variable (dicirikan dengan status-nya) ke status lainnya bisa negative atau positive.
[37] Variabel dalam system dynamic artinya variabel yang di-lukiskan dynamik dengan status tertentu.
[38] Tanda positif (+) dalam system dynamic menunjukan pengaruh kuat untuk meningkatkan, membesarkan, meninggikan status obyek yang dituju—meningkatnya status hazards akan meningkatkan status bencana (disaster).
[39] Timothy J Pettit, et-all; (3 persons), Ensuring Supply Chain Resilience: Development and Implementation of an Assesment Tool, Journal of Business Logistics, 2013, 34 (1), halaman 53.
[40] Team, Resource Guide Resilience: The Need for Resilience, (IRGC), halaman 42.
[41] “Hazards” bisa di-terjemahkan sebagai potensi berbahaya, beda dengan “danger” (KBI tidak membedakan Hazards vs Danger bahkan kata Harmfull. Kamus Indonesia tidak menjelaskan bedanya.
[42] Roland W. Scholz, Yann B. Blumer and Fridolin S. Brand, Risk, vulnerability, robustness, and resilience from a decision theoretic perspective, halaman 5.
[43] Ibid, fig 1, halaman 5.
[44] Ibid, halaman 5.
[45] Omar Kammouh, et-all (3 persons), Quantitative Framework to Asses Resilience and Risk at the Country Level, (ASCE-ASMEJ Risk Uncertainty Eng Syst, Part A: Civ: Eng; 2018,4(1): 04017033.
[46] Dimitris Gritzalis, Marianthi Theocharidou, George Stergiopoulos, Critical Infrastructure: Security and Resilience Theories, Methods, Tools and Technologies, (Springer, 2019), halaman 5, … Critical Infrastructure (CI) di-definisikan..as “an asset, system or part thereof located in Member States which is essential for the maintenance of vital societal functions, health, safety, security, economic or social well-being of people, and the disruption or destruction of which would have a significant impact in a Member State as a result of the failure to maintain those functions. Pihak Barat dan Persemakmuran menyebut proteksi infrastruktur kritikal (CIP) sedangkan kita menyebut PAM Obvit—samakah atau tidak? Mungkin bisa di-lakukan studi komparatif sebagai evaluasi. CI adalah critical infrastructures.
[47] Samakah dan identikkah ke 13 infrastruktur Barat dengan distribusi obvitnas?
[48] CSF = Contributing success factors.
[49] K. Oien, et-all, 4 persons), Development of Early Warning Indicators based on Resilience Engineering, (Paper at PSAM 10, June 7-11 2010, Seattle, USA), fig. 3.
[50] Johanna Zmud, et-all, The Future of US Mobility, RAND Corpt, 2013, halaman 1.
[51] Gill Ringland, Scenario Planning: Managing for the Future, (Wiley & Sons,1998), halaman 2.
[52] Ibid,
[53] Ibid, halaman 13. …. Fig 1.1 ,.SRI = standford research institute.
[54] Model Backcasting ditemukan oleh John B Robinson, thn 1990, dari Universitas Waterloo. ..methoda-nya adalah mengurutkan kejadian dari visi atau goal, kembali ke-posisisekarang guna menemukan rute scenario. https : // www . google . com / search ? q=arti+backcasting&rlz=1C1CHBF_enID793ID793&oq=arti+backcasting&aqs=chrome..69i57j69i60l2.4341j0j8&sourceid=chrome&ie=UTF-8
[55] Yusuke Kishite, et-all, (6 pers), Designing backcasting scenarios for resilient energy futures, Journal Elsevier, Feb 2017, fig no. 2.
[56] https://www.researchgate.net/figure/Scenario-planning-in-the-decision-making-process_fig6_274733766
[57] Gill Ringland, Scenario Planning: Managing for the Future, (Wiley & Sons,1998), halaman 12. Kata scenario di-usulkan oleh penulis film Holywood.
[58] Govt Office for Science, UK, The Futures Toolkit: Tools for Futures Thinking and Foresight Across UK Government, (UK Government, Office of Science, November 2017), halaman 51, 52.
[59] Ibid, halaman 797.
[60] Ibid, halaman 797.
[61] Konsep sista yang disebut effektifitas yakni seberapa jauh sista yang akan di-bangun dapat meyelesaikan tugasnya, bukan by design seperti dan dengan measures of effectiveness (MOE), contoh MOE a.l: konsep killchain (KC) atau probabilita menghancurkan given mengenai sasaran.
[62] System analysis sering di-gabungkan dengan disiplin OR (operations research), dgn catatan OR lebih menangani isu yang lebih terstruktur sedangkan system analysis yg tidak terstruktur. Kedua-duanya masih digolongkan keluarga OR yang keras (hard), skrg berkembang teknik OR yang lebih soft.
[63] Selama ini biaya yang menjadi tolok ukur suatu proyek atau program, meninggalkan performa berujud benefit atau effectiveness yang tidak dimintai tg jawabnya…adil-kah konsepnya? System analysis memberikan besaran per setiap alternative pilihan berapa besarnya effektifitas dan berapa besar-nya konskuensi biaya yang harus digunakan. Memecah mythos selama ini bahwa biaya adalah kendala dan satu-satunya yang harus mempertanggung jawaban (Pjk Keuangan).
[64] Konsep yang menggabungkan kriteria manfaat (benefit–notasi B) dgn masing masing ongkos pasangannya (cost—C)—B1/C1 di-bandingkan B2/C2. Dst atau E1/C1. E2/C2. Dst…pilih manfaat yang terbaik (tertinggi) per-ongkos termurah—kriteria pengambilan keputusan. Untuk kasus militer sulit merupiahkan komponen ongkos untuk hal hal seperti penyerangan pasukan, serbuan amphibi tanpa mengikut sertakan jumlah manusia yang diperkirakan menjadi korban (atau material yang rusak spt jumlah kapal tenggelam, jumlah pesawat sehingga lebih tepat menggunakan cost – effectiveness). Cost effectivess militer di-bangun mengingat tidak semua konsekuensi alternative keputusan bisa di-rupiahkan, misal; jumlah kapal tenggelam, hancurnya sejumlah pesawat, atau jumlah korban personil,dll.
[65] Chung Min Lee and Kathryn Botto, Reconceptualizing U.S.-ROK Cooperation in Korean Unification: A Stabilization Framework, (2019 Carnegie Endowment for International Peace. All rights reserved), halaman 9.
[66] WMD = weapons of mass destruction.
[67] Salah satu partner Kemhan AS yang professional dan dipercaya oleh Kemhan AS, selain RAND Corpt, Brooking, dll.
[68] Michael.J.Mazarr, et-all, (6 persons), The US DoD Planning Process: Components and Challenges, (RAND CORPT, 2019), Recommendations, halaman xii.
[69] Michael Fitzsimmons, Scenario Planning and Strategy in the Pentagon, (US Army War Coll, Strategic Study Institute, January 2019), halaman 7.
[70] Fernando Menéndez Pastor, Exploring Scenario Planning Processes – Differences and similarities, (Lund University, 2009), halaman 1.
[71] Effektifitas (harga yg didapat dari bentangan ukuran effektifitas atau MOE=measures of effectiveness) artinya seberapa jauh kekuatan, atau system yang digunakan terhadap sasaran benar benar memenuhi harapan pemilknya. Rudal bisa dihitung dari rangkaian kill-chainnya, pasukan khusus bisa dari rangkaian kecepatan gerak didataran landai, berbukit- bukit, rawa-rawa, probabilita tembak sasaran manusia per setiap posisi tembak, dll. Semua ini harus diukur untuk memastikan kapabilitas riil unit tempur dan sebaliknya ukuran effektifitas yang sudah ditetapkan akan menjadi basis pelatihan unit tersebut—sekaligus menjadi materi evaluasi unit tersebut.
[72] Kapabilitas bukan “by design”, misal desain kapal AKS, langsung terdefinisi memilliki kemampuan anti kapal selam—kapal selam mana, diesel elektrik atau nuklir, konvensional, modern, coastal, dll—sungguh berbeda jauh. Kapabilitas adalah kesanggupan (ability) menyelesaikan misi sesuai dengan misinya dengan ukuran dampaknya (outcome) terhadap sasaran atau musuh — by research, experience atau research & test field. Komuniti MORS memformulasikan sebagai C = A + “outcomes”, dgn catatan C adalah capability, A adalah ability, outcomes adalah dampak atau ukuran kehancuran sasaran.
[73] Iver Johansen, Scenario modelling with morphological analysis, (http://dx.doi.org/10.1016/j.techfore.2017.05.016, Received 9 February 2017; Received in revised form 13, halaman 2. .. Scenarios are basic to planning of military capabilities. A NATO study (Campbell, 2010) observed that all of the nine nations contributing… to the study used scenarios in some way or other for defining future force requirements.
[74] Michel Godet, The Art of Scenarios and Strategic Planning: Tools and Pitfalls, halaman 15.
[75] M T Nguyen, M Dunn, Some Methods for Scenario Analysis in Defence Strategic Planning, (Joint Operation Division, DSTO, Australia, 2009), halaman 1. Ronnie Gori, et-all, (3 persons), Model-Based Military Scenario Management for Defence Capability, (DSTO, DoD, Canberra, Australia), halaman 1.
[76] Iver Johansen, Scenario modelling with morphological analysis,(Norwegian Defence Research Establishment, FFI, Pb 25, 2027 Kjeller, Norway, Journal homepage: www.elsevier.com/locate/techfore, 2017) ,halaman 1.
[77] Ibid, —Iver menyebut hadirnya study Campbell (tahun 2010) tentang pengunaan skenario negara NATO.
[78] Ibid, halaman 13.
[79] Martin Neill, Wade P. Hinkle, Gary Morgan, An Analysis of Their Use by the United States, United Kingdom, and Republic of Korea, (Institute of Defense Anayses, US, Feb 2016), hal 6,7, 8.
[80] Michael J Mazarr, et-all, (6 persons), The US DoD Defenses’s Planning Process; Components and Challenges, halaman 8.
[81] Pembaca yang berminat mendalami CPB dan TBP, banyak dijelaskan dalam tulisan Paul K Davis dengan judul,” Analytic Architecture for Capabilities – Based Planning, Mission System Anaysis and Transformation, (RAND, MR-1513 OSD, 2003), …
[82] Mazarr menjelaskan sangat rinci tentang untung & ruginya.
[83] C W Johnson, Military Risk Assesment Military: From Conventional Warfare to Counter Insurgency Operations, (University of Glasgow Pres, 2012), halaman 10.
[84] P K Davis, tentang (force structure), Analytic Architecture for Capabilities-Based Planning, Mission System-Analysis, and Transformation, (RAND CORPT, USA, 2002),…
[85] Martin Neill, Wade P. Hinkle, Gary Morgan, An Analysis of Their Use by the United States, United Kingdom, and Republic of Korea, (Institute of Defense Anayses, US, Feb 2016), hal 28.
[86] Peter N. Duinker, et-all, (2 persons), Scenario analysis in environmental impact assessment: Improving explorations of the future, (Environtmental Impact Assesment Review,27 (2007), pg 206-219,
[87] Chris. W. Johnson, University of Glasgow, Strengths and Weaknesses of Risk Management as the Primary Tool for US Military Strategic, Tactical and Operational Decision Making: Will the Enterprise Risk Assessment Model, Composite Risk Management and Associated Techniques Provide the Predicted Benefits?, (See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.net/publication/242138831, 2014), halaman 1…Periksa Abstrak;…. Risk management provides the most important single framework for both strategic and tactical decision making across the US Military. The annual statement of the Chairman of the Joint Chiefs of Staff to Congress now uses notions of likelihood and consequence to assess the nation’s military preparedness. At the same time, pressure from the US General Accounting Office and the Quadrennial Defense Review, has encouraged the Department of Defense to restructure its work around an Enterprise Risk Assessment Model (ERAM). At an operational level, Composite Risk Management (CRM) has been introduced as the main framework for decision making. For example, Field Manual 5-19 extends the scope of risk assessment to cover training exercises, combat and peacekeepinbg operations, as well as the hazards associated with off-duty activities including terrorist attack and the use of privately owned vehicles.
[88] Program cost effectiveness mungkin cukup adil untuk meminta pertanggung jawaban manfaat atau effektifitas proyek, program, proposal di-barengi dengan konsekuensi biayanya—tinggal pilih, dan bukan hanya dari pertanggung jawaban keuangan saja (PjkKeu). Effektifitas akan terdokuentasikan sebagai format pertanggung jawaban. Cost Effectiveness hampir pasti akan membantu setiap proyek, program atau proposal menjadi lebih effisien. Progdi Cost-Effectiveness sudah menjadi bagian peminatan progdi di-Dept OR di-Sek Pasca Sarjana AL (NPS) dan AU-AS (AFIT). Petunjuk dan pelaksanaan di lingkungan militer negara maju sudah lama dijalankan bahkan di-terbitkan buku petunjuk tentang Cost Effectivenes di-lingkungan masing-masing, yang menggabungkan da (2) ketrampilan yakni membangun model effectiveness dan model cost estimate (cost estimate bisa di-dekati dari 4 teknik/cara).