Seramnya Laut Tiongkok Selatan (BAG. 1)

 

Oleh : Budiman Djoko Said—–bagian pertama dari dua tulisan.

—-states can realize their geopolitical opportunities or become the victims of their geopolitical situation. One purpose of grand strategy is to exploit one’s own geographical attributes and an adversary’s geographical vulnerabilities [2] .

                                                                                                                                         Bert Chapman

 

 

Geostsrategik-politiko-ekonomi sangatlah penting bagi negara pantai sekitar LTS, selain sebagai jalur perdagangan internasional (SLOT) dan SLOC. Bagi AS dan Tiongkok yang memiliki kekuatan dan kapabilitas maritim dengan peralatan canggih dan modern jelas sangat memandang penting. Dinamika kepentingan negara pantai yang terlibat pertikaian versus Tiongkok telah berlangsung lama. Ketidak jelasan intensi politik maupun militer Tiongkok serta klim dalam area yang dikenal sebagai (SGTP)[3] hanya berbasis catatan sejarah versus negara penuntut (5 negara) yang melakukan klim ZEE berbasis UNCLOS yang saling tumpang tindih. Sikap Tiongkok yang tidak konsisten dan cenderung menghindari perundingan baik multilateral serta peradilan internasional (arbitrase) membuat frustasi negara pantai sekitar LTS; utamanya bagi negara penuntut klim atas ZEE.

Penyelesaian diplomatik berjalan lamban, sebaliknya insiden demi insiden telah terjadi meskipun dalam skala kecil namun kecenderungannya semakin memanas. AS sepertinya sudah meningkatkan upaya penangkalan yang lebih serius dengan menghadirkan sejumlah asset yang dipersenjatai seperti kapal perusak kelas Arleigh Burke, pesawat patrol maritim P-8 Poseidon serta pembom B-52 AU-AS jarak jauh. Bila terus menerus terjadi penumpukan kekuatan maritim oleh dua negara besar di kawasan ini, LTS akan menjadi kawasan perairan yang semakin berbahaya, dan bisa-bisa saja mengundang hadirnya negara besar yang memerlukan jasa route LTS demi kepentingan nasional seperti Jepang, Korea maupun Australia. Instabilitas kawasan di sekitar LTS akan membuat rute SLOC dan SLOT menjadi semakin kurang nyaman difungsikan. Makalah ini lebih banyak menyoroti dinamika kekuatan militer dua negara besar maritim ini.

Latar belakang

Tiongkok adalah aktor yang krusial dalam isu LTS untuk beberapa hal. Pertama, sebagai kekuatan yang bisa mempengaruhi dari luar—Tiongkok didukung dengan kekuatan militer dan ekonomi yang terkuat di antara negara penuntut. Kata dan aksinya tentang LTS benar benar telak memberikan pengaruh dan dampak langsung regional. Kedua, klim area versi Tiongkok yang pernah terjadi dan paling luas di Asia (bahkan dunia?), dan ketiga, terjadi pertempuran kecil dalam sejarah Angkatan Laut di LTS, misal antara Tiongkok versus Vietnam ditahun 1974, dan versus Philipina tahun 1995[4]. LTS semakin panas dengan pertikaian yang bisa saja menimbulkan frustasi negara pantai yang terlibat. Empat (4) gugusan kepulauan didalam area “sembilan garis terputus putus”(SGTP) yakni Pratas (Dongsha Qundao), Gosong Macclesfield (Zhongsha Qundao), Paracels (Xisha Qundao), and Spratlys (Nansha Qundao)[5] .

Empat (4) pulau lain dibagian barat daya SGTP (Anambas, Badas, Natuna dan Tambelan) kurang menarik perhatian; mengingat umum berpendapat pulau tersebut adalah milik RI[6] . Sementara Tiongkok tetap “kekeuh” dengan klimnya atas kedaulatan semua gugusan dan pulau didalamnya berbasis catatan sejarah. Enam negara (6) negara mempersoalkan hak kedaulatan yang dicaplok “SGTP” yakni  Vietnam, Philippina, Taiwan, Brunei, Indonesia[7] dan Malaysia. Insiden demi insiden terjadi[8], seperti Vietnam vs Tiongkok, Philipina vs Tiongkok, AS vs Tiongkok. Bahkan beberapa bulan lalu kapal dagang India, coast guard Jepang dan Korea selatan dilaporkan hampir saja mengalami insiden ditabrak kapal ikan Tiongkok. Philipina dan Vietnam sudah berupaya ke Arbitrase internasional, meskipun Tiongkok tidak menggubrisnya[9]. Tiongkok sesumbar peradilan internasional tidak bisa intervensi sengketa yurisdiksi perairan. Tiongkok cenderung berunding bilateral dan menolak multilateral serta peradilan internasional—agenda diplomasi sepertinya tidak ada kemajuan signifikan. Sambil mengajak berunding bilateral, Tiongkok anehnya malah membangun beberapa gugusan batu dan karang didalam SGTP sebagai pulau buatan dengan bangunan permanen, landasan pacu penerbangan (air strip), pelabuhan, dan beberapa laporan menyebutkan seperti bangunan peruntukan militer. Periksa salah satu contoh pulau buatan dibawah ini:

Fiery Cross reef, located in the disputed Spratly Islands in the South China Sea, is shown in this handout CSIS Asia Maritime Transparency Initiative satellite image

Referensi: Reuter, Fri, Oct 30,2015, 12:32, gambar karang Fiery Cross di gugusan kep Spratly , diambil tanggal  Sept, 3, 2015, perhatikan landasan pacu disebelah kiri dan tempat tambat kapal dan lego jangkar dikolam kanan.

Kekuatan modern PLA/Navy (PLAN) tumbuh percaya diri sejalan dengan pertumbuhan ekonomi, dukungan kemauan keras pemerintah dan [10] ditunjang inisiatif kekuatan domestik seperti:produksi bersama pemburu Su-27, pesawat radar peringatan dini (AWACS), perusak kelas Luyang, frigat kelas 054, kapal selam diesel elektrik kelas Song & Yuan, kapal selam nuklir kelas 093, satelit dan pesawat angkut satelit. Tiongkok menerapkan pendekatan sistem perencanaan paska modern dengan menempatkan konsep strategik jauh di depan konsep berbasis geographik (visionair)—cara berpikir strategik yang biasa dilakukan Eropah maupun AS sampai sekarang[11]àsedikit bangsa Asia yang melakukan cara berpikir seperti itu. Dua (2) kelompok aktor signifikan di-LTS; Tiongkok yang menonjolkan hak berdaulat dalam area SGTP (berbasis sejarah) vesus beberapa negara pantai yang mengandalkan hak utilitisasi di-ZEE (berbasis UNCLOS) dengan mengandalkan sejumlah kecil instrumen kekuatan AL, periksa gambar dibawah:

MAP SCS

Referensi: South China Sea, Images, Google, 10 Dec, 2015, jam 1615  [12]. Perhatikan sebagian kecil Natuna masuk dalam area SGTP Tiongkok (kenyataan di lapangan luas sekali—-akankah muncul kasus Sipadan Ligitan kedua?,pen).

AS sebagai aktor luar yang hadir di LTS sepertinya gamang untuk meninggalkan peran unipolar-nya dengan Pax Americana sebagai induk & basis strategi raya dan strategi maritim kontemporer—tetap teguh dengan satu substansi kepentingan nasional yang terusik yakni “freedom of navigation operations”(FONOP)[13]. Corbett menyebut bahwa media laut adalah factor yang substansial dalam strategi maritim, karena itu strategi maritim yang effektif, kapabel dan modern membutuhkan ketatnya gabungan kekuatan dua (2) angkatan yakni AL dan kekuatan udara berkapabilitas dunia[14] serta kooperasi antara instrumen kekuatan politik dan militer (sekurang kurangnya) untuk melindungi kepentingan keamanan, politik dan ekonomik di-laut[15]. Konsep strategi, operasi dan kekuatan maritim perlu diangkat sedikit mengingat pelibatan kekuatan maritim di LTS sangat berpeluang (mudah-mudahan tidak) terjadi. Ihwal ini semua memberikan stigma bahwa LTS adalah perairan berbahaya (troubled waters). Obyek bahasan adalah sikap Tiongkok, AS, para penuntut (claiments), dan interaksinya satu sama lain menuju suatu produk yang disebut keseimbangan kekuatan. Menarik bagi elit nasional, sipil, militer dan gambaran risiko serta peluang dengan pendekatan model kuantitatif sederhana NDU (US National Defense University) dan model kuantitatif & kualitatif RAND dengan penilaian balance scorecard berbasis kapabilitas kekuatan masing-masing dan merujuk dua (2) skenario, yakni invasi ke Taiwan dan kampanye peperangan di Spratleys. Makalah ditutup dengan gambaran bagaimana PLAN bertransformasi [16](bukan ber-reformasi,pen) menjadi kekuatan yang modern meskipun dengan kelemahan-kelemahan-nya [17]. Patut dicatat bahwa fokus modernisasi PLA adalah kekuatan darat, maritim, udara dan satuan Rudal [18] dengan  obyektif agar kapabel bertarung dan memenangkan pertempuran dengan kondisi terinformasi[19] dengan baik. Skenario besar ini (principal) direncanakan dan dijadikan basis PLA untuk menangkal atau mengalahkan intervensi kekuatan AS[20].

Memahami strategi maritim Tiongkok

Hangatnya isu ini, membenarkan premis besar kembalinya Eropah  ke-darat, sebaliknya Asia justru menoleh kembali ke-maritim. Kecenderungan lokus pertikaian laut teritorial maupun status legal di jalur internasional telah bergeser kedalam isu kompetisi manifest di-ZEE—terjadi sekarang di LTS[21]. Tiongkok [22] telah lama mempersiapkan dirinya sebagai pemain strategi anti akses & penolakan area atau AA/AD di zona First Chain Islands[23]. Tiongkok banyak belajar dari Mahan [24] dan nampaknya telah tumbuh besar, kokoh sebagai kekuatan regional dengan kapabilitas menggunakan strategi tersebut[25] meskipun dengan intensi politik dan militer yang ambigu. AS tidak tinggal diam mencermati gejolak di LTS ini, mengapa? Pertama, melakukan perimbangan kekuatan dan memperkuat pengaruh di regional ini dan kedua adalah melindungi kepentingan nasionalnya, khususnya kebebasan bernavigasi utamanya di choke point termasuk LTS[26]. Strategi AA & AD modern signifikan berubah semenjak perang Vietnam dan menjadi tantangan pelaksanaan strategi maritim AS[27]. Misal perubahan sea denial tidak perlu menonjolkan kekuatan maritim-nya (kalau terpaksa) namun bisa digantikan dengan kekuatan LBCM (land-based cruise missiles)[28].

Sikap AS membuat rute dan area regional di LTS semakin memanas, ditambah klim Tiongkok yang mencapai kl 90 % seluruh wilayah LTS—semakin mencemaskan negara-negara pantai sekitar LTS. Kepemimpinan militer AS harus memahami cara berperang[29] yang terbaru dalam lingkungan AA & AD dan implikasi operasi militer/operasi gabungan laut serta keseimbangan antara sumber daya yang digunakan untuk mencapai end-state strategi maritim. Tiongkok serius mentransformasikan kekuatan militernya semenjak Deng meninggal ditahun 1976, dan telah menyadari kekeliruan selama ini hanya bertumpu dan mengandalkan kekuatan kepada “tentara rakyat” sejak saat itulah Tiongkok mulai memodernisasi kekuatan militer. Tidak sulit rupanya, mengingat negeri ini sudah lama membangun “nilai tambah” berupa sumber daya kapital yang berorientasi pada pemberdayaan sumber daya manusia yang lebih berpengetahuan, tenaga kerja terdidik (knowledgeable) dan terampil yang ditunjang kualitas pendidikan tinggi[30]dibidang seni, budaya, sain, matematika, dan teknologi serta siap bersaing dengan tenaga kompetitor kelas dunia. Ihwal ketergantungan ekonomi terhadap akses ke-laut sangat disadari dengan cara mengontrol LTS bahkan LTT (laut Tiongkok timur).

Tiongkok sadar betul bahwa kehidupannya dimasa mendatang akan bertambah sulit mengingat basis ekonomi Tiongkok yakni[31]model input-intensif dan perannya sebagai penjuru perdagangan akan gagal apabila akses ke laut tertutup. Dengan kata lain akses akan terbuka, apabila bisa mengontrol LTS bahkan LTT (Laut Tiongkok Timur). Tantangan lain adalah menghadapi tata letak geographik utara ke selatan melalui LTT yang di kontrol oleh Korut dan Korsel, Jepang dan Taiwan. Sedangkan tata letak dari Taiwan keselatan yakni jalur LTS dipegang oleh enam (6) negara penuntut ZEE dalam SGTP. Munculnya krisis Taiwan; tahun 1996, mendorong anggaran belanja militer melejit dengan fokus kekuatan udara (PLA-AF) dan PLAN serta didukung dengan kekuatan konvensional rudal balistik, lawan ruang udara (space) serta kapabilitas cyber[32].

Strategi militer Tiongkok pertama kali diumumkan dan jelas menyebut ambisinya untuk beroperasi aktif dalam keamanan regional maupun internasional serta secara effektif mendukung kepentingan nasionalnya jauh diluar wilayah Tiongkok[33]. Tiongkok memahami meningkatnya peran-nya sebagai pembangkit energi komersial (commercial powerhouse) dan magnet investasi, a.l: mimpi perdagangan Asia bergantung pada Tiongkok menjadi semakin nyata (kecuali Singgapore). Tiongkok menjadi teman dagang nomer satu atau dua bagi hampir seluruh bangsa Asia di sekitar LTS. Tiongkok sungguh menyadari dengan meningkatnya jumlah dan tonase container yang melewati LTS meningkat tajam dengan desain rata rata lebih dari 6000 TEU[34], bertambah ambisinya untuk ikut aktif mengontrol LTS dengan klim paralel dengan modernisasi PLAN. Apabila konflik meningkat tajam, kapabilitas Tiongkok yang terdiri dari rudal jelajah jarak pendek dan menengah mampu menghadang pangkalan udara dan laut AS di Okinawa dan Guam. Rudal dengan jarak tersebut bisa saja diluncurkan dari kapal permukaan, kapal selam, atau station mobil darat atau udara terhadap sasaran baik kapal atau pangkalan di darat—Tiongkok mengisyaratkan siap menghadapi pelibatan dalam area di-second chain islands (wilayah Pasifik) [35].

Capaian performa PLAN diperoleh setelah mengikuti rancangan strategi raya Tiongkok 25 tahunan[36] dengan dicanangkannya PLAN sebagai kekuatan samodra biru modern dalam rancangan jangka panjang 50 tahunan. Tidak mengejudkan bila Tiongkok teguh dengan konsekuensinya sebagai pemilik kekuatan laut biru, dan berani tampil serta berhadapan phisik dengan kompetitor klim dalam SGTP. Pelibatan AL bukan hanya dengan pantai, bahkan dengan manusia yang ada di-darat ataupun kegiatan di darat bagi kepentingan AL. Karena itu area operasional AL tidak hanya di laut, termasuk area yang  tidak berhubungan dengan laut—doktrin AL-AS menyebut area operasional AL berada didalam domain maritim, termasuk litoral[37]. Litoral menjadi bagian yang lebih ditonjolkan dan menjadi fokus perhatian AL NATO paska perang dingin semenjak ber-asumsi bahwa perang laut besar–besaran era PD-II tidak akan terjadi lagi. Mencermati konsep dan penguasaan strategi maritim—apakah Tiongkok telah meninggalkan Sun Tzu? Tentu tidak, Sun Tzu adalah Guru dalam strategi raya. Tiongkok lebih memilih strategi AA/AD[38] karena mengikuti ajaran Sun Tzu dengan ujarnya; “Gunakan kekuatan normal untuk pelibatan dan gunakan kekuatan lebih untuk menang”,[39]. Ujar-ujar Sun Tzu lain seperti;”Kalahkan musuh dengan cara mengelabui (deception)”. Penggunaan ujar-ujar ini dapat dicontohkan sewaktu MenHan Philipina berkomentar bahwa Tiongkok sangat tidak konsisten dengan perbuatannya dan mengatakan bahwa kapal Vietnam yang menabrak Coast Guard Tiongkok, padahal nyata–nyata (video-based) Coast Guard merekalah yang menabrak kapal Vietnam ditahun 2003 [40].

Bahkan kapal selam Tiongkok [41] pernah membayang-bayangi USS Ronald Reagan (kapal induk) sekurang-kurangnya ½ hari lamanya dalam jarak dekat dan kadang-kadang muncul untuk mengintai apa yang sebenarnya terjadi dipermukaan. Ujar – ujar Sun Tzu lainnya mengatakan bahwa;… An Army may be likened to water, for just as flowing water avoids strength and strikes weakness. Apakah ini di-artikan Tiongkok selalu menghindari kekuatan militer dengan kapabilitas yang lebih besar (Russia, AS); tetapi sebaliknya tidak ragu-ragu memukul kekuatan laut dengan kapabilitas yang lebih lemah seperti Philipina dan Vietnam[42]. Mungkin juga ujar-ujar ini diaplikasikan Tiongkok untuk mengisi kekosongan akibat hengkangnya AS dari Vietnam tahun 1974 dan Tiongkok segera menuju menduduki Paracels tahun itu juga. Atau Tiongkok langsung bergerak ke barat menuju Spratley semenjak tahun 1987 setelah Russia mengurangi jumlah kapal perangnya di-Cam Ranh. Sama halnya Tiongkok bergerak ke Spratley sebelah timur dan menduduki karang Mischief yang berdiri megah sebagai pulau buatan setelah AS meninggalkan Lanu Clark dan Lanal Subic. Hak berdaulat Tiongkok atas semua didalam area SGTP-nya kabarnya berbasis catatan sejarah. Demonstrasi seperti itu hampir pasti ditiru aktor penuntut lainnya, konon Vietnam juga memiliki catatan sejarah[43]. Diluar ini bisa saja Tiongkok mempertahankan klimnya meskipun telah meratifikasi hukum laut internasional dengan beralasan [44]; apa bedanya dengan AS yang belum meratifikasi UNCLOS.  

Strategi maritim AS dan kepentingan nasionalnya

Dipermukaan nampaknya AS membiarkan Asia kuat militer dan ekonomi-nya, meskipun ada kekuatiran faktor ini akan diambil alih Tiongkok diabad ini. Dominasi ketiga negara Asia (Tiongkok, India, dan Jepang) terutama kebangkitan ekonomi & militer Tiongkok sebenarnya tidak diinginkan kehadirannya namun cukup dilematis tanpa ketidakhadiran AS di-regional ini, sekurang-kurangnya kekuatan maritimnya—hal ini dipahami benar-benar oleh AS[45]. Sebaliknya dinamika ekonomi berbeda[46]dengan kenyataan bahwa bangsa Asia sekarang lebih memandang Tiongkok sebagai peluang ekonomi dibandingkan peluang ancaman. Dinamika ini membuktikan ada kecenderungan pergerakan kekuatan besar dan kesejahteraan dari Barat ke Timur (atau Asia), khususnya kebangkitan India dan Tiongkok.

Fenomena ini boleh jadi merupakan bukti prediksi geopolitik McKinder[47] yakni bangkitnya era kejayaan Samodra India atau bangkitnya era besar Indo-Pacific–-sebagai sentra arena geopolitik dikarenakan melimpah ruahnya sumber daya alam. Hal ini berkaitan erat dengan aktor yang tumbuh sejahtera di sekitar kawasan Indo-Pac dan kebetulan memiliki properti kepemilikan atas area  tersebut [48]. Menoleh kembali kerangka strategi raya Pax Americana dan bergesernya strategi raya[49] tersebut menjadi strategi raya hegemoni atau primasi masih membayangi pemerintahan AS dan nampaknya sulit untuk ditinggalkan. Khususnya menghadapi gelombang dinamika perubahan peperangan yang melelahkan seperti peperangan tidak beraturan, insurgensi, peperangan pendek, peperangan panjang, krisis keuangan global serta pergeseran kesejahteraan dari Barat ke Timur—tidak lagi menjamin  bahwa AS[50]adalah satu-satunya Polisi ditatanan dunia baru. Namun AS dengan segala keberdayaannya meski terjadi pergeseran paradigma, dengan kecanggihan ilmu dan teknologinya serta didukung kekuatan militer yang kapabel bertempur tetap mempertahankan label kampiun strategi kelas berat sampai kapanpun dan tentu tidak akan membiarkan Pax Americana berakhir absolut begitu saja dalam situasi apapun[51].

Itulah gambaran suatu negara untuk mempertaruhkan kemauan dan kelangsungan hidupnya melalui instrumen kepentingan nasionalnya yang harus dipromosikan ke dunia luar [52]. Roskin[53] bahkan mengatakan; bahwa kepentingan nasional (national interest) adalah sesuatu yang terbaik bagi bangsa dan negara untuk dipromosikan (forward-looking) keluar (kedalam à kepentingan domestik—domestic interest). Kepentingan nasional adalah perekat kuat kedalam (pemerintah dan parlemen) guna mempertaruhkan nasib bangsa keluar. Hal ini mudah untuk memahami yang dikatakan Kissinger dan pemikir strategik lainnya, mengapa orang AS bersedia mempertaruhkan nyawanya—demi kepentingan nasionalnya (terdokumentasikan dan tertulis) [54].

Muatan pokok kepentingan nasional yang harus digapai dalam jangka waktu periode pemerintahan yang ada (kl 5 tahun) akan meliput substansi seperti keamanan, kesejahteraan, kedaulatan dan mungkin ada opsi lainnya. Semua substansi terbagi dalam kategori vital (dan vital extremely) atau lebih rendah lagi adalah important, dll. Kategori ini dibuat untuk memudahkan proses pengambilan keputusan dan penentuan tingkat/derajad keamanan nasional[55]. Konsekuensinya semua program nasional tentunya mengacu (loyal) kepada apa yang mau dicapai setiap substansi kepentingan nasional. Sedangkan para kontroler (pengendali kualitas/quality controller) program nasional (dhi parlemen) akan mengacu kepada capaian kualitas substansi kepentingan nasional sedangkan eksekutornya adalah pemerintah.

Salah satu kepentingan nasional bidang keamanan AS adalah FONOP [56]dan sangat boleh jadi substansi ini bukan dominasi AS karena secara umum FONOP perlu dilindungi sebagai kepentingan umum bagi komuniti global guna menjamin kelancaran perdagangan di setiap route navigasi transportasi laut. Konsep FONOP mengait erat dengan sea control, dimana sea control lebih bersifat defensive (sebaliknya sea denial lebih ofensif)[57]. Defensif; mengingat sea control akan menjamin kebebasan bernavigasi untk kepentingan umum termasuk jalur perdagangan, oleh karena itu sea control lebih dimaksudkan untuk melindunginya. FONOP[58]sebagai instrumen diplomasi maritim menjadi agenda dan isyarat AS kepada Tiongkok sekaligus mengungkit dukungan internasional versus isu LTS—meskipun terkesan FONOP bisa dijadikan isu internasionalisasi sebagai “simbol Amerika”. FONOP dipraktekkan dilapangan dengan instrumen penangkalan AS terhadap Tiongkok dengan hadirnya perusak berbasis Aegis (misal USS Lassen), pesawat patroli maritim-nya tipe P-8 Poseidon bahkan pembom B-52 milik AU-AS[59]. Kemlu Tiongkok melalui jubirnya baru-baru mengeluarkan pernyataan keras agar [60]AS menghentikan segala manuevranya di kawasan LTS. Oleh karena konsep perdagangan adalah bahan bakar pertumbuhan ekonomi global yang sebagian besar diangkut lewat kapal, maka faktor ini didayagunakan oleh negara pantai dan berdampak semakin diungkitnya dan diperankannya kekuatan maritim guna menjamin lancarnya perdagangan (baca:Ekonomi) lewat domain maritim[61]. Komoditi ekonomi terbarukan akan lebih banyak dijalankan melalui laut seperti pengembangan sumber daya mineral, gas, dan minyak yang semakin menipis di daratan serta penggalian nodul mangan, polimetalik sulphid dan teknologi terbarukan [62]seperti pembangkit energi panas laut semakin meramaikan ketergantungan kepada elemen domain maritim yang ada.

FONOP[63], keamanan maritim dan stabilitas regional menjadi kepentingan bersama yang mendukung tercapainya kepentingan nasional komuniti global—persepsi AS. FONOP akan melibatkan unsur hukum dan strategi maritim negara pantai utamanya perlakuannya di area litoral—khususnya kebebasan bernavigasi laut dan penerbangan di-ZEE. Selain fokus kepada ZEE juga “link” dengan perairan litoral sebagai area pendaratan Amphibi dan operasi expeditionari laut. ZEE dengan hukum dan kebijakan diatasnya [64]memberikan dampak dan mendorong operasi AL dan kekuatan maritim [65] saat kritikal untuk menyatu dalam kekuatan gabungan ekspeditionari nasional atau … koalisi. Tidaklah aneh kalau teori dan fondasi strategik militer seperti dibahas sesi sebelum atau sesudah ini mengait akses ke perairan pantai dan berdampak bahwa strategi ini akan berhadapan dengan negara pantai yang memanfaatkan area lepas pantai sebagai kontrol akses ke area litoral. Perairan littoral lebih menonjol sebagai tampak depan politik dunia dan hukum laut internasional mengingat perairan ini lebih mendemonstrasikan cepatnya dinamika perubahan ekonomi dan politik, ancaman baru (asimetrik) dan non tradisional.

Inilah mungkin alasan mengapa AS lebih tertarik ke area litoral dibandingkan area manapun juga di planet ini[66]. ZEE dan area yang berdekatan atau langsung dengan daratan melalui area yang disebut litoral menjadi sangat penting—akses ke area litoral akan diawali dari ZEE. Tidak bisa dibantah lagi bahwa ZEE LTS yang begitu “loh jinawi” dengan sumber daya alamnya dan wadah lalu lintas kapal kapal (sebagian besar produsen kesejahteraan) telah menjadi bagian psikologik & emosional negara[67] dan bagian keamanan dalam negeri, kesejahteraan nasional serta simbol nasionalisme sendiri—insentif ekonomik negara maritim. Sebaliknya menjadi petaka bagi pemilik ZEE tanpa kapabilitas mengatasi segudang kelemahan-kelemahan yang bisa tampil mulai dari ZEE samapi ke litoral.

Dari sisi perpektif geostrategik-politiko-militer maka ZEE adalah bagian terpenting samudra. AS merasakan bahwa negara pantai justru cenderung berupaya untuk membatasi kegiatan militer di ZEE dan menghalangi FONOP, seperti yang dilakukan tiga (3) negara BRIC (kecuali Russia)[68]. Tiongkok sebaliknya dengan cerdik melakukan politisasi global untuk mengusir kegiatan kekuatan maritim AS di-ZEE dengan alasan selain keamanan, ditambah perlindungan lingkungan[69]. Akhirnya alasan meniadakan  kegiatan militer asing di ZEE semakin melebar menjadi tiga (3) elemen yakni kesejahteraan, keamanan dan perlindungan lingkungan. Bagi AS alasan ini mempersulit jalannya operasi maritim di-ZEE dan berdampak kepada pelatihan peperangan ekspeditionari, penggunaan struktur kekuatan laut, jalannya doktrin, strategi operasi (laut) gabungan dan “biaya” operasional politik dan militer.

Dilematis Tiongkok dan bahasan “score cards” dua kekuatan

Pertumbuhan Tiongkok patut di apresiasi, yakni kekuatan ekonomi, modernisasi militer dan signifikansi kehadiran didunia internasional. Hadirnya pertumbuhan kekuatan PLA justru merangsang perlombaan senjata di LTS dan  menimbulkan perasaan kurang nyaman atau terancam. Pertanyaannya; benarkah pertumbuhan kekuatan militer Tiongkok merupakan ancaman ? Dua (2) pakar hubungan internasional  yakni pak Aaron Freidberg dan Robert Ross, sepakat tentang pertumbuhan militer Tiongkok dalam banyak aspek, namun berbeda dari sisi aspek  ancaman [70]. Friedberg percaya bahwa Tiongkok merupakan ancaman yang harus dihadapi simultan dan diimbangi dengan keyakinan kehadiran kekuatan AS di regional ini yang tidak pernah menurun. Ross sebaliknya memandang Tiongkok lebih merupakan mithos dibandingkan ancaman.

Ross meragukan pendapat Friedberg dengan pendapat bahwa kekuatan Tiongkok masih berproses menjadi besar[71]. Perasaan seperti inilah yang terjadi di negara penuntut tinggal di sekitar LTS termasuk di-kawasan Asia Pasifik yang bersama-sama telah menyaksikan perlombaan (military build-up) kepemilikan sista. Perasaan ini adalah indikator turunnya derajad kepercayaan dan naiknya derajad kecurigaan dan kumulatif instabilitas & keamanan regional. Suasana ini tidak hanya dipicu hadirnya risiko dan konsekuensi potensial konflik antar duo raksasa di-regional ini yakni Tiongkok dan AS namun juga oleh pertikaian kontemporer emosional dan psikologik melelahkan yakni klim teritorial yang sudah terjadi sekian lama[72]. Benarkah Tiongkok membangun kekuatan maritim modern karena dipicu kehadiran AS—pertanyaan ini bisa saja prematur. Bagi Tiongkok selain prematur bisa jadi menjadi dilematis seperti selain fokus kepada isu di LTS juga di LTT versus isu Senkaku/Diaoyu.  Apakah fokus ini tidak akan menimbulkan perlombaan senjata bukan saja di wilayah LTS bahkan di LTT[73]? Tiongkok [74]menyiapkan medan pertahanan dilapisan pertamanya (first chain islands) dan memilih melaksanakan strategi AA/AD. Sementara itu konsentrasi dan kerangka fikir kampanye PLAN lebih diorientasikan untuk mengawal dan mengamankan energi & perdagangan ke barat sampai ke Afrika [75]melalui jalur sutra maritim/JSM (dengan pangkalan aju terbesar sepanjang JSMàGwadar di-Pakistan)[76]. Konsep ini dibayang-bayangi kapabilitas dan alut sista modern AL India disamudera India. Cukup beralasan dan dua (2) masalah berat timbul bagi Tiongkok yakni pangkalan aju (sea-basing), berikutnya isu keamanan energi & perdagangan melalui SLOC serta SLOT [77]. Bahkan pengamat barat menyebut isu enerji Tiongkok adalah bagian urat Achillesnya. Tiongkok bersama Jepang sebagai konsumen minyak & gas terbesar berperan aktif mengamankan jalur minyak & gas dan transportasi energi dengan mempertimbangkan pengaruh lingkungan domain maritim di-negara pantai. Dinamika seperti ini memaksa dua (2) negara itu untuk mengkaji ulang pengamanan SLOC dan SLOT-nya melalui Selat Malaka, LTS dan LTT. Mengait dengan JSM [78] akankah menjadi penghubung antar pangkalan aju (sea basing) PLAN kemudian hari ? Mengait hal ini, dilaporkan Erickson & Strange tentang pesatnya kemajuan konsep strategik PLAN bermanuevra jauh diluar basis utama dan mendemonstrasikan kekuatan Maritim biru[79]. Demonstrasi ini paralel dengan berkembangnya[80] peran Tiongkok di dunia internasional baik dalam penyelesaian isu regional, misal proliferasi nuklir Korut, peran aktif di PBB dan Dewan Keamanan dunia, WHO maupun WTO. Beberapa pengamat barat menilai JSM masih jauh daya gunanya sebagai pangkalan aju. Sementara itu penataan batas wilayah khususnya klim Tiongkok direspon Chi~kin lo sebagai tetapan yang tidak sehat (ill-defined)[81].

Tiongkok memiliki sejarah panjang isu perbatasan dengan Russia, India dan Vietnam—membentuk sikap, emosional dan perilaku bangsa Tiongkok yang loyal terhadap konsep pendahulu-pendahulunya. Lanjut Chi, tipikal pertikaian ini akan subur bahkan berpotensi kuat menjadi konflik dan menyulitkan hubungan Tiongkok dengan negara tetangganya.

________________________________dilanjutkan bagian kedua dari dua (2) tulisan.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 



* Muatan makalah ini hampir setengahnya telah dipaparkan di depan forum Seminar International di Fak Ilmu Sejarah UNDIP, tanggal 14 Des 2015, di-Semarang.

[1]  Pappageorge,John.G,Col,US Army, Maintaining the Geostrategic Advantage, (Monograph US Army War Coll,1977), halaman 1, … Pendekatan makalah dilakukan dengan Geostrategic dan Geopolitics. Mengingatkan kembali per definisi masing-masing: geostrategik adalah:…the combination of geopolitical and strategic factors characterizing a particular geographic region, dan geopolitik adalah…the study of the influence of such factors as geography, economics, and edmography on the politics and especially the foreign policy of a state.

[2] Bert Chapman, Geopolitics:  A Guide To The Issues , (Praeger, 2011), hal 3.

[3] SGTP = Sembilan garis terputus putus. Tidak pernah ada informasi jelas, posisi koordinat setiap titik yang membentuk SGTP dalam koordinat (lintang & bujur) yang dinyatakan Tiongkok.

[4] Bateman,Sam & Emmers,Ralf (Eidtor & Coeditor) , Security and International Politics in the South China Sea: Towards a Cooperative Management Regime ,(Routlege, 2009):

——- ch9. China’s South China Sea Dilemma : Balancing Souvereignty , Development and Security, by Li Mingjiang, halaman 140.

[5] Wu Shicun, Solving Disputes for Regional Cooperation and Development in the South China Sea: A Chinese Perspective, (Chandos Pub,2013), halaman 1.  Nama nama dalam kurung adalah nama Tiongkok.

[6] Ibid, 2. Mungkin juga dikarenakan tidak ada keluhan RI atas klim Tiongkok tersebut, akankah menjadi kasus Sipadan Ligitan kedua ?

[7] Ide,William, Voice of America (versi bahasa Indonesia), 17 Dec 2015, 0813,…disebut sebut Indonesia pertama kalinya mempermasalahkan klim Tiongkok ……dikatakan pak Luhut tanggal 11 November 2015.

 

 

[8] Insiden antara kapal perang mungkin wajar terjadi, tetapi yang dilaporkan NDTV (station TV India) via You Tube, adalah kapal dagang India yang hampir saja (sengaja?)ditabrak kapal ikan Tiongkok beberapa bulan lalu . Kejadian yang mirip dialami USNS Impeccable ditahun 2009 dihadang sejumlah kapal ikan, Fregat dan pesawat terbang Y – 12 Tiongkok, diselatan kl 120 km dari Hainan. Hainan diduga adalah pangkalan kapal selam nuklir Tiongkok yang memudahkan aksesnya ke LTS. Sepertinya kapal ikan Tiongkok terorganisir sebagai kekuatan “lebih” (armada Phantom?) dan dilatih serta dibina militernya (laporan James,C Bussert, SIGNAL Magazine dgn judul China’s Phantom Fleet)—http:// www.afcea.org/content/?q=chinas-phantom-fleet#sthash. lAL1ZToT.dpuf, tanggal 1 October, 2011—paramiliterkah? Bukan hanya AS yang mengalami nasib yang sama, tahun 2010, kapal Coast Guard Jepang dan Korea selatan mengalami nasib hampir ditabrak kapal ikan Tiongkok dengan manuvra agresif dan berbahaya. Beijing memanfaatkan asset “low tech” dan paramiliter yang murah untuk melawan “high tech” ~ bentuk ancaman asimetrik dan anti akses ?

[9] Anthony Deutsch/Reporter, Reuter, Fri, Oct 30,2015, 12:32,…In defeat for Beijing, Hague court to hear South China Sea dispute. The Chinese goverment, facing international legal scrutiny for the first time over its assertiveness in the South China Sea, would neither participate in nor accept the case, Vice Foreign Minister Liu Zhenmin told reportersThe result of this arbitration will not impact China’s sovereignty, rights or jurisdiction over the South China Sea under historical facts and international law,” Liu said (bisa saja ini taktik Tiongkok untuk memecah mecah kekuatan,pen).John Wong,Zou Keyuan,Zeng Huaqun, China-ASEAN Relations: Economic and Legal Dimensions , (World Scientific Pub,2006), halaman 10-11…. The 1982 United Nations Convention on the Law of the Sea, which has been ratified by all South China Sea countries, also requires coastal States adjacent to a semi-enclosed sea to carry out regional cooperation. ASEAN countries and China signed the milestone Declaration on the Conduct of the Parties (DOC) in the South China Sea in 2002, promising to resolve their territorial and jurisdictional disputes by peaceful means, without resorting to the threat or use of force, and pledging to explore or undertake cooperative activities in the South China Sea.

[10] Dumlao,Roberto.C,Lt US Navy, China’s Maritime Silk Road to Oil : Prospects for Chinese Influence in the Middle East  Through Naval Modernization,  (Thesis US Naval Post graduate school, MA in National Security Affairs, June 2005), hal 53.

[11]  Till,Geoffrey, Seapower ; A Guide for the The Twenty – First Century, Routledge, 2009, halaman 3. Simak pernyataan  Tony Blair yang begitu strategik dan jauh kedepan… The frontiers of our security no longer stop  at the Channel. What happens in the Middle East affects us…The new frontiers for our security are global.  Our Armed Forces will be deployed in the lands of other nations far from home , with no immediate threat to our territory, in environtments and in ways unfamiliar to them.

[12] Sebagian ZEE  RI  pun masuk dalam SGTP tersebut, konon luasnya mencapai 34 ribu km persegi (?).

[13] Anthony Deutsch/Reporter, Reuter, Fri, Oct 30,2015, 12:32,…During the last ASEAN Regional Forum (ARF) meeting in Hanoi, Vietnam,US Secretary of State Hillary Clinton created a stir during the usually low-key gathering. She declared that “The United States has a national interest in freedom of navigation, open access to Asia’s maritime commons and respect for international law in the South China Sea” and that America seeks “a collaborative diplomatic process by all claimants for resolving the various territorial disputes without coercion.”Pengertian FONOP termasuk juga kebebasan terbang (overflight) diatasnya.

[14] Capabilities (kemampuan) = Abilities (kesanggupan-kesanggupan) + “outcome” ; menurut definisi MORS (military  operations research society). Outcome didapat dari ukuran effektifitasnya dilapangan (MOE) , sdgkan kesanggupan (abilities) adalah parameter yang didesain untuk mendukung operasionalnya seperti kecepatan maksimum, kecepatan jelajah, kecepatan tukik, jarak tembak, endurance, dll . Jadi kapabilitas (capabilities) sama sekali berbeda jauh dengan kemauan pabrik (atau desain pabrik). Tanpa outcome yang diharapkan tercapai, sista atau platform tersebut barulah sekedar memiliki kesanggupan (atau impian ?) saja, belum kemampuan. Gabungan operasional instrumen kekuatan nasional politik dan militer biasa disebut sebagai FDO (flexible detterent options).

[15] Cole,Bernard.D, Asian Maritime Strategies : Navigating Troubled Waters, (Naval Institute Press, Annapolis, Maryland, e-pub, 2013), hal 69-70 (69.5).

[16] Reformasi adalah sesuatu perbaikan atau pembaharuan sebagai perbaikan kekeliruan atau suatu yang korup  yang pernah ada, lebih kepada sekedar memoles. Reformasi bisa saja berubah hanya sedikit dan orientasi bisa saja tidak berubah. Transformasi lebih kepada kembali ke hal-hal yang terbarukan, seperti bayi yang baru dilahirkan. Transformasi berangkat dengan semangat yang baru dan menuju impian atau harapan terbarukan atau obyektif yang jauh lebih konkrit, kokoh dan jelas (clear,concrete, and robust), bukan sekedar polesan atau memoles saja. Transformasi adalah media perubahan lebih berorientasi kepada kepada  baru dan besar kemungkinannya berubah total dari yang konsep yang tradisional.

[17] Chase,Michael.S,et-all,(and other 6 persons), China’s Incomplete Military Transformation; Assesing the Weakness of the People’s Liberation Army (PLA), (RAND,2015), halaman ix – xiii.

[18] PLA (kekuatan militer Tiongkok) terorganisasi dalam empat (4) satuan tempur, yakni darat, maritim, udara dan rudal.

[19] Kalimat visionair seperti under informatized , berarti harus diyakinkan bahwa intelijen nasional  benar-benar kuat sekali.

[20] Dennis Gormley & Andrew S Erickson & JingDon Yuan, A Low–Visibility Force Multiplier: Assesing  China’s Cruise Missile  Ambitions , (NDU,2014), Summary , halaman xvii .

[21] Kraska, James, Maritime Power and the Law of The Sea : Expeditionary Operations in World Politics , (Oxford University Press, 2011), hal 9.

[22] Isyarat strategi  ini nampak dengan tetapan first chain islands (FCI) sebagai  zona bertahan awal dan terdekat daratan Tiongkok dalam strategi maritim Tiongkok, dan boleh jadi dengan ditetapkannya second chain islands (SCI), Tiongkok akan (telah?,pen) menyiapkan dirinya untuk bertarung diluar zona  FCI—Ocean going capable Navy ? Nampaknya dengan teknologi yang dimiliki Tiongkok, strategi yang dipilihnya tepat.

[23] Reuter menyebutnya …FCIàthis is an imaginary line running from the southern Japanese islands through Taiwan and around the perimeter of the nine-dash line. Bagi Tiongkok strategi AA/AD lebih dikenal sebagai “ active defense “.

[24] Gompert,David.C,  Sea Power and American Interests in the Western Pacific, (RAND,2013), halaman1. …..Command of the sea is not “naval”. It is one of national policy, national  security , and national obligation, phrasa ini diambilkan dari Mahan,AT, The Importance of Command of the Sea : For an Adequate Navy , and More , (Journal American Scientific, vol 104, no.24, Dec, 1911, halaman 512.

[25] McCarthy,Christoper.J,Maj USAF, Paper, Anti – Access/Area Denial : The Evolution of Modern Warfare , halaman 1…today China has emerged as a regional power with robust Anti-Access/Area Denial (A2/AD) capabilities and unclear political and military intentions. AA/AD terdefinisi sebagai…anti-access (AA) as enemy actions which inhibit military movement into a theater of operations, and area-denial (AD) operations as activities that seek to deny freedom of action within areas under the enemy’s control.  Periksa juga Gompert,David.C, Sea Power and American Interests in the Western Pacific, (RAND,2013), halaman 2-3…After all, one state’s sea control can be seen by others as a threat to their own access, i.e,sea denial. ..Strategi AD timbul sebagai tantangan policy “sea control“, artinya adanya aktor yang ingin mengontrol laut sebaliknya akan menimbulkan perasaan terancam Negara lain dan akan dijawab dalam strategi sea denial.

[26] Uraian tentang Kepentingan nasional AS di era ini, berkali kali ditegaskan pemerintahnya bahwa maritim menjadi substansi yang sangat penting….maritim adalah kepentingan nasional AS (tertuliskan dan terdokumentasikan) .

[27] Milan Vego, On Littoral Warfare, (Naval War Coll Review, Spring 2015, vol 68, no.2) hal 31-32….Platform kapabilitas yang diperlukan dalam strategi tersebut adalah pesawat yang dipangkalkan didarat, kapal selam diesel elektrik dengan pendorongan AIP [27](termasuk kapal selam mini), korvet serba guna, unit patroli cepat, baterry pantai dan rudal, pesawat tak berawak, ranjau, dan rudal anti permukan dan udara jarak pendek dan menengah. Strategi A2/AD biasanya dilakukan oleh Negara yang kekuatan maritimnya lemah atau kecil.

[28] Gompert,David.C, Sea Power and American Interests in the Western Pacific, (RAND,2013), halaman 3…land-based missiles, for instance — to disrupt an adversary’s access.

[29] McCarthy,Christoper.J,Maj USAF, Paper, Anti – Access/Area Denial : The Evolution of Modern Warfare , hal 2.

[30] Caceres,Sigfrido Burgos, China’s Strategic Interests in the South China Sea : Power and Resources, (Routledge,2014), halaman 10.

[31] Ibid, halaman 10.

[32] Eric Heginbotham,et-all, (and 13 other peoples), The U.S.-China Military Scorecard : Forces, Geography, and the Evolving Balance of Power 1996-2017, (RAND,2015), Summary, halaman xx,

[33] Ibid, halaman xx.

[34] Frost,Ellen.L, Visiting Fellow, Asia’s New Wealth and Its Implications fot Maritime Strategy , (Paper, Institute for International Economics, Visiting Fellow, Adjunct Research, INSS,NDU)….the resurgence  of China…. dst. TEU atau twenty foot equivalent unit adalah ukuran kapasitas sebuah container.

[35] Eric Heginbotham,et-all, (and 13 other peoples), The U.S.-China Military Scorecard : Forces, Geography, and the Evolving Balance of Power 1996-2017, (RAND,2015) , … antisipasi (dan memprediksi)  pelibatan melalui riset RAND Corp yang akan datang dengan model balance score cards-nya.

[36] Prabhakar,Lawrence.W,et-all (3 persons), The Evolving Maritime Balance of Power in the Asia-Pacific ; Maritime Doctrines and Nuclear Weapons at Sea , (IDSS & World Scientific Pub, 2006, hal 73) ,… meskipun diakui rencana pertumbuhan kekuatan militer Tiongkok gagal sampai dengan tahun 1999, namun semenjak tahun 2000-an nampak signifikan kemajuan-nya.

[37] Speller,Ian, Understanding Naval Warfare , (Routledge, 2014, hal 15), ….. US Joint Doctrine menyebut bukan maritime namun sebagai “ domain maritim ” (elemen) sebagai bagian dari laut, samodra, teluk, estuari, pulau, area pantai, (termasuk sungai, danau, dan perairan yang bisa dilayari), dan kegiatan infrastruktur diatasnya seperti pariwisata dan ruang udara diatasnya. Sedangkan littoral dalam doktrin NATO disebut sebut … ‘In military operations, a coastal region consisting of the seaward area from the open ocean to the shore that must be controlled to support operations ashore, and the landward area inland from the shore that can be supported and defended directly from  the sea .

[38] Menurut Tiongkok  strategi ini lebih dikenal mereka sebagai “active defense”.

[39] Fumio Ota, Ph.D, Former Director of the Japanese Defense Intelligence (Vice Admiral) ;  Sun Tzu and Chinese Strategy, (nghiencuubiendong.vn, East Sea Studies, Thurday 06 November 2014, 0406)… AS menilai ujar-ujar ini diaplikasikan dalam bentuk serangan Cyber terhadap musuh-musuhnya.

[40] Ibid,

[41] Dugald MCConel dan Bran Todd, Chinese Submarine Tracked US Aircraft Carrier off Japan, (CNN,update 16.15 GMT, November 5, 2015, Video Source CNN)—dilaporkan kapal selam diesel elektrik kelas Kilo milik Tiongkok yang melakukan pengintaian dalam jarak pendek.

[42] Ibid,

[43] Halliden,Brian.John, China’s Historic Rights In The South China Sea : A Time for Reconsideration and Pacific Settlement, (Thesis George Washington University Law of School, Master of Laws, 2014) , halaman 38.

[44] Anehnya Tiongkok sebenarnya sudah meratifikasi UNCLOS (?).

[45] Porter,Patrick, Sharing Power ? Prospects for a US Concert-Balance Strategy , (US Army War Coll, http : // www. Strategic StudiesInstitute.army.mil/,April 2013), halaman 9.

[46] Frost,Ellen.L, Visiting Fellow , Asia’s New Wealth and Its Implications fot Maritime Strategy , (Paper, Institute for International Economics, Visiting Fellow, Adjunct Research, INSS,NDU)….Most Asia now see China as an economic opportunity rather than a security threat.

[47] McKinder, bapak geopolitik dan geostrategik yang meramalkan akan terjadi serbuan Amphibi dari arah samodra Pasifik.

[48] Porter,Patrick,Sharing Power ? : Prospects for a US Concert-Balance Strategy , (US Army War Coll, http : // www Strategic StudiesInstitute.army.mil/,April 2013), halaman 9.

[49] Ibid, halaman vii, Summary.

[50] Ibid,

[51] Ibid, hal 10.

[52] Kepentingan nasional adalah semua substansi yang akan dikejar untuk mendukung kelangsungan hidup suatu bangsa dan  negara,seperti keamanan, kesejahteraan,dan kedaulatan. Strategi yang mengamankan dan mendukung agar obyektif kepentingan nasional tercapai adalah strategi keamanan nasional (baca:kamnas). Kepentingan nasional (yang terdokumentasikan dan tertulis adalah yang sudah disetujui parlemen) inilah yang sangat boleh jadi menjadi perekat yang kuat untuk mempersatukan bangsa…bandingkan dengan filsafah bangsa lain yang bersedia mati untuk kepentingan nasionalnya?

[53] Staff pengajar US Army War Coll.

[54] Budiman,D.S, Maritim : Inikah kepentingan nasional RI ?. (www.fkpmaritim.org,QD, vol 8, no.2, Agustus, 2014) ….kutipan kata-kata Kissinger; “When you’re asking Americans (why?) to die, you have to be able to explain it in terms of national interest”. Juga kata-kata PH Liota (profesor pengajar US Naval War Coll) ;”National interests also answer the fundamental but essential questions—”What are we willing to die for?”. Bagi kita mungkin tidak lagi harus mempersoalkan NKRI lagi, karena NKRI sudah ada, sudah terjadi (given,tinggal memelihara) yang terpenting adalah fokus dan bersatu semuanya memikirkan kepentingan nasional mendatang (salah satunya adalah tercapainya RI sebagai negara maritim) dengan capaian puncak  semua kepentingan nasional dalam the ultimate of fundamental of national goal (yang ini jelas sudah tercantum dalam pembukaan UUD 45). Namun…kapan the ultimate of national fundamental of goalnya?—wallahualam kapan tiba masanya?

[55] Isu kedaulatan sebagai salah satu muatan kepentingan nasional hampir pasti akan diberikan label vital extremely dan biasanya sulit di kompromikan dan negara siap bertarung serta rakyat siap mati untuk kepentingan nasional ini. Kategori yang lebih rendah dari itu tentu saja semakin terbuka untuk dikompromikan dengan aktor lainnya apabila ada benturan kepentingan antar aktor.

[56] Meskipun AS belum meratifikasi UNCLOS. Alasan lain ihwal pulau buatan belum diatur dalam UNCLOS dan belum diakui , jadi berlayar diantara pulau buatanpun menjadi bebas.

[57] Gompert,David.C, Sea Power and American Interests in the Western Pacific, (RAND,2013), halaman 2.

[58] Kraska, James, Maritime Power and the Law of The Sea : Expeditionary Operations in World Politics , (Oxford University Press, 2011), halaman 9. ….freedom of navigation is becoming known in international diplomacy and scholarly analysis as the “ American position”...dst.

[59] Aegis system adalah system senjata yang sangat terintegrasi yang terpasang diatas perusak kelas Arleigh Burke, dengan Tomahawk sebagai senjata utama perusak kelas Arleigh Burke. Terakhir ini ketegangan yang terjadi adalah perang komunikasi antara kapal kapal Tiongkok atau station PLAN dengan USS Lassen, bahkan di You tube sering nampak percakapan antara patroli maritim tipe Poseidon (P-8) milik AL-AS dengan PLAN. Tahap ini sepertinya tahap peningkatan penangkalan yang dilakukan AS dengan platform yang dipersenjatai (P-8, DD kelas Arleigh Burke ), bandingkan pada waktu sebelumnya ditahun 2001-an, insiden agresif antara EP-3C (Orion) yang bersenggolan dengan F-8 milik PLA (Udara). Kemudian ditahun 2009, dicegatnya kapal survey AL-AS , USNS Impeccable & USNS Victorious oleh kapal nelayan Tiongkok (China’s Phantom Fleet atau paramiliter?), juga kapal selam PLAN tersangkut Sonar array perusak AS. Sekarang dengan permainan “kucing-kucingan” antara Tiongkok dan AS, namun berbeda dgn beberapa tahun lalu  karena platform AS yang dihadirkan di LTS sudah dipersenjatai sehingga membuat situasi semakin mudah sekali memanas dan sulit dibayangkan bila masing masing tidak bisa menahan diri ?

[60] Lap AFP, 18 Nov 2015, 17.45, ,… “The United States should stop playing up the South China Sea issue, stop heightening tensions in the South China Sea and stop complicating disputes in the South China Sea,” Hong Lei, a foreign ministry spokesman, said at a regular press briefing in Beijing.”No country has the right to point fingers at” China’s construction activities, he added.

[61] Kraska, James, Maritime Power and the Law of The Sea : Expeditionary Operations in World Politics , (Oxford University Press, 2011),prakata.

[62] Ibid,

[63] Ibid, hal 9

[64] Policy adalah superior-nya Strategi, Policy mengisyaratkan “apa” maunya pemerintah sebenarnya. Strategi menjawab dan merespons (how) guna mewujudkan policy pemerintah. Policy atau kebijakan bukan UU atau regulator, bahwa UU atau regulasi penting untuk mendorong berjalannya policy dan strategi agar mulus adalah ya.

[65] Kraska, James, Maritime Power and the Law of The Sea : Expeditionary Operations in World Politics , (Oxford University Press, 2011), hal 1.

[66] Ibid, halaman 6.

[67] Ibid, halaman 7.

[68] BRIC (Brazil,Russia,India,China).

[69] Kraska, James, Maritime Power and the Law of The Sea : Expeditionary Operations in World Politics , (Oxford University Press, 2011), hal  9.

[70] Moore,Taylor.J,Maj USMC, China’s Security Perspective, (Thesis US Naval Postgraduate School,Master of Arts In Security Affairs, June 2011), halaman 2.

[71] Ibid,

[72] Mapp,Wayne, Military Modernization and Buildup in the Asia-Pacific; The Case for Restraint, (Rajaratnam School of International Studies/RSIS,Singapore,Monograph # 31, 2014), halaman 1.

[73] Davis,Malcom,R, Arms Races, Security Dilemmas and Territorial Disputes in the East and South China Seas , (Bond University, East Asia Security Centre,June,2013, http://epublications.bond.edu.au/eassc_publications/),halaman 2… However might an Asian arms race break out in the future, particularly as a result of security dilemmas emerging between China and its neighbours over security disputes such as the Senkaku/Diaoyu Islands in the East China Sea, and the South China Sea dispute? The answer, worryingly, seems ‘quite possibly’.

[74] Pelaksana strategi AA/AD akan bertumpu pada sista ASCM baik melalui platform darat, laut atau udara.

[75] Collins,Gabriel.B &Erickson,Andrew.S&Goldstein,Lyle.J&Murray,William.S, China’s Energy Strategy; The Impact on Beijing’s Maritime Policies, (US Naval Institute Press, Annapolis,Maryland, 2008), Bab-1,…memberikan gambaran betapa dilematisnya Tiongkok menghadapi energy security.

[76] Peter A. Dutton, Ryan D. Martinson,  Beyond the Wall; Chinese Far Seas Operations, (China Maritime Studies Institute ,US Naval War Coll, # 13, Newport, Rhode Island, May 2015),www.usnwc.edu/Research—Gaming/China-Maritime-Studies-Institute.aspx halaman 57…benarkah JSM (jalur sutera maritim) adalah rute logistik yang disiapkan dan benarkah konsep JSM merupakan sea-basing yang memanjang dari Tiongkok ke Afrika melalui LTS dan samodra India,pen ? Konon kabarnya Gwadar (Pakistan) telah dibangun fasilitas pangkalan melalui proyek besar besaran, idem Srilanka dibangunkan fasilitas doking dan perawatan kapal selam Tiongkok. Kebutuhan energy Tiongkok diprediksi akan meningkat menjadi dua (2) kali lipat ditahun-tahun mendatang.

[77] Andrew.S Erickson,Austin M.Strange, China’s Blue Soft power; Anti Piracy, Engagement,and Image Enhancement, (Naval War Coll Review,Winter 2015, vol 68,no.1), simpulan  hal 71-73…JSM secara realitas benar-benar diterapkan Tiongkok sebagai perangkat diplomasi lunak dan demonstrasi kapabilitas kekuatan AL modern dengan hadir aktif mengawal kapal niaga Tiongkok semenjak tahun 2008 sampai ke perairan Somalia (Teluk Aden) dan kata Laksamana Wu benar-benar aktif mengamankan bahkan 200 %-nya, yg jelas lebih dari 60 kapal Tiongkok terlindungi (meskipun tidak diketahui beberapa Satuan Tugas yang di deploi). Demonstrasi ini sungguh mengesankan kapabilitas PLAN sebagai AL biru dan beroperasi jauh dari pangkalan dan aktif mendemonstrasikan dan menjalankan diplomasi lunak.

[78] JSM sementara ini relatif mirip dengan JS darat yang sudah lama dikembangkan Tiongkok, mulai dari utara Tiongkok terus kebarat melalui pengunungan-pegunungan, berbeda dgn JSM  arahnya menuju Afrika lewat jalur laut.

[79] Andrew.S Erickson & Austin M.Strange, China’s Blue Soft Power; Anti Piracy, Engagement,and Image Enhancement,(Naval War Coll Review,Winter 2015, vol 68,no.1), simpulan  hal 71-73,

[80] Veeck,Gregory,et-all (all 4 persons), China’s Geography; Gobalization and the Dynamics of Political , Economics, and Social Change, (Rowman Pub, 2011, Edisi-2,bab-1), halaman 6-7.

[81] Chi~kin lo, China’s Policy Towards Territorial Disputes : The Case of The South China Sea Islands, (Routledge,1989, konten buku ini sebenarnya adalah disertasi PhD penulis di-London School of Economics and Political Science), halaman 1,….the new goverment (PRC) was the relatively ill-defined bounderies of China. It has been noted that “(t)he traditional frontiers“ of the Chinese empire “were often not lines but ones of intermixture between Chinese settlements and the customary habitats of nomadic peoples owing a vague allegiance to the Chinese emperor…halaman 2, selanjutnya dikatakan …..therefore , territory which was once Chinese must forever remain so, and, if lost must be recovered at first opportunity.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap