Oleh:Budiman Djoko Said
Pendahuluan
Pandangan dunia tentang kekuatan cadangan sudah berubah dan lebih berorientasi pada transformasi hubungan komponen aktif dan cadangan. Anggapan cadangan adalah aset utama yang digunakan dalam perang besar (Wietz, hal 1) sudah lama ditinggalkan. Bila skenario perang tidak terjadi negara jelas kehilangan “biaya”. Batalnya Operasi Jayawijaya dengan program pengurangan sejumlah besar marinir adalah contoh bagi RI. Bila skenario yang terjadi lebih rendah dari perang, terjadi perubahan peran kekuatan cadangan dan memberhentikan adalah keputusan yang paling mudah atau bisa saja diperbantukan kekuatan regular dalam batas tertentu sambil memberikan kesempatan istirahat serta konsolidasi ulang kekuatan total (Ibid, hal 1). Umumnya banyak negara membuat kebijakan baru dengan menugaskan cadangan untuk operasi perdamaian dan kemanusiaan (Ibid, hal 2), atau lawan terorisme, stabilisasi dan restrukturisasi paska konflik dan deploi lini depan zona “panas” PBB (Ibid, hal 2).
Bagi perancang sumber daya manusia Kemhan dibutuhkan kalkulus (model) struktur kekuatan reguler dan cadangan dalam beragam kategori penugasan dalam arsitektur total kekuatan militer nasional (total military forces) yang secara tradisional telah menimbulkan isu jumlah ~ berapa “pas”nya (“how much is enough?”), kata orang RAND. Interaksi jumlah manusia dan konsekuensi anggaran merupakan negosiasi dalam ruang masalah (problem’s space) yang menarik. Kemhan perlu menemukan alternatif kombinasi jumlah kekuatan militer regular dan cadangan (mix posture forces) dengan kualitas dan kapabilitas tertentu setelah ditetapkan total “anggaran” tertentu untuk kurun waktu tertentu. Staff bantu pengambilan keputusan nasional di WanKamNas akan sangat membantu dengan program matematika memecahkan alternatif-alternatif dari yang paling mungkin sampai yang tidak memungkinkan. Konsep ini bisa memberikan alternatif kekuatan militer yang lebih ramping dan kapabel memenangkan perang berbasis operasi gabungan (opsgab) sebagai operasi militer yang paling effisien dengan jumlah kekuatan regular cukup berstatus “standby” ditambah sedikit kekuatan cadangan. Terlalu besar akan membuang “biaya” dan peluang yang mestinya bisa dialihkan (opportunity cost) ke dalam program kesiapan dan modernisasi kekuatan militer nasional yang jauh lebih bermanfaat (Kruger, hal 255-258). Hadirnya komponen cadangan justru memberikan alternatif yang jauh lebih effisien dan murah kata Hawkin, reserve forces cost much less. Sasaran “stratejik” total militer nasional sekarang berkembang menjadi (kebutuhan) tingkatan “kapabilitas” tertentu yang harus dicapai dengan asumsi profesionalisme dasar militer para perajurit, pelaut, marinir dan pengawak udara terpenuhi*. Tingkatan kapabilitas satgas gabungan sendiri (per se) adalah seberapa jauh ukuran effektivitas (MOE, measures of effectiveness, pen) yang bisa dicapai sedangkan tingkatan effektivitas relatif terhadap lawan berbasis ukuran “operasional berbasis-effek” (EBO, pen). Makalah ini mencoba mendalami isu komponen cadangan dalam wadah total struktur kekuatan (force structures) militer nasional beberapa negara setelah mendalami proses reformasi, mobilisasi dan transformasi sebagai aplikasi manajemen perubahan menuju kapabilitas kekuatan militer yang diharapkan.
Fenomena mobilisasi dan komponen cadangan
Mobilisasi adalah pengaktifkan status komponen cadangan atau warga sipil (bila tidak memiliki cadangan) bila negara dinyatakan dalam keadaan darurat perang atau bencana atau tenaganya dibutuhkan. Bentuk panggilan dalam pengertian jumlah orang, status mendatang dan lamanya waktu mobilisasi bisa berbentuk selektif, parsial, penuh atau total. Panggilan bisa ditentukan oleh Parlemen, atau Menhan atau Presiden sendiri (Klerman, hal 3-4) tergantung kebijakan mobilisasi pemerintah masing-masing. Orientasi mobilisasi bisa berbentuk individual atau sub-unit, sedangkan bentuk deploinya bisa berbentuk darurat (emergency forces) atau kontijensi (contingency forces). Definisi cadangan umumnya dibagi menjadi beberapa golongan, namun perlu dicatat bahwa cadangan Angkatan Darat biasanya berjumlah relatif paling besar dibandingkan sesama cadangan Angkatan lain. Esensi komponen cadangan adalah “paruh-waktu” dalam dinas, artinya bisa saja mereka tetap melanjutkan pekerjaan selain kewajiban mengikuti latihan penyegaran. Bentuk alami “paruh waktu” memiliki tiga implikasi. Pertama, sebagai perajurit warga negara (citizen soldiers). Golongan ini biasanya memiliki pekerjaan tetap (atau sedang melanjutkan sekolah “paruh waktu” atau “penuh”), dan kasus ini berpotensi menimbulkan konflik pilihan pribadi atau dinas militer. Semakin bertanggung jawab/fanatik kepada pekerjaan, semakin sedikit yang mendaftarkan diri atau semakin lama diaktifkan semakin berpeluang kehilangan pekerjaannya. Kedua, dibayar kurang. Konsekuensi “paruh waktu” untuk dibayar murah apabila tidak dipanggil untuk diaktifkan. Ketiga, peluang pelatihan yang terbatas. Bagaimanapun bagi pemilik “paruh waktu”, tingkat kesiagaan dan ketrampilannya akan berada dibawah komponen utama. Dilatihpun beberapa spesifik penugasan, tingkat kesiagaan dan ketrampilan tetap lebih rendah dibandingkan kekuatan regular (Ibid, hal 13-14). Draft Rancangan Undang-Undang (RUU) komponen cadangan dan mobilisasi kekuatan sudah lama dirancang di negeri ini, namun masih belum menunjukkan kejelasan arah stratejiknya. Opsi sasaran stratejik komponen cadangan bisa saja didesain minimal meningkatkan kapabilitas total kekuatan TNI atau bisa saja diarahkan mengisi kekuatan utama yang dideploikan di pulau-pulau terluar atau posisi terdepan/tertentu atau disiapkan mengisi lowongan kekuatan utama sebagai risiko kekalahan akibat serangan lawan atau sekedar mengisi kekuatan militer yang dibutuhkan saat keadaan bencana darurat atau kontijensi. Sedangkan opsi sasaran kebijakan, bisa dalam bentangan status mulai murni cadangan, cadangan regular, cadangan sukarelawan, cadangan “siaga” (stand-by reserves), cadangan “siap” (ready), cadangan purnawirawan (retirements), cadangan aktif, cadangan yang dimobilisasi, garda nasional atau campuran antaranya.
Bentangan usia aktif komponen cadangan perlu pertimbangan dengan kriteria tinggi rendahnya tingkat kesiagaan dan ketertinggalan kualitas “kesiapan tempur” hasil pelatihan cadangan dibandingkan komponen regular. Versus isu-isu ini biasanya digunakan kebijakan TAD atau “train-alert-deploy” (Wietz, hal 8-9). Terlalu lama tahun “wajib” cadangan dan terlalu besar jumlah orang yang ditetapkan pasti meningkatkan biaya yang harus dikeluarkan dan biaya untuk tetap mempertahankan “kualitas” tertentu. Terlalu pendek akan “inefisiensi”, bahkan cenderung pemborosan, akibat tidak sebandingnya “biaya” yang dikeluarkan dengan sedikitnya “manfaat”. Bila alasan diatas tetap saja ditolak semua, bagaimana membuat kerangka fikir kalkulus kekuatan komponen cadangan sebagai struktur total kekuatan militer yang terorganisir termasuk kalkulus konsekuensinya seperti anggaran? Hubungan erat antara komponen utama dan cadangan ada dalam format kalkulus struktur total kekuatan militer nasional, dibawah rujukan strategi militer nasional dan strategi ini merujuk maunya strategi pertahanan nasional, yang terakhir ini merujuk apa maunya strategi keamanan nasional (baca KamNas saja, pen). Hubungan bisa berbentuk distribusi alokasi, usia, keahlian, peran dan tanggung jawab komponen utama dan cadangan, pelatihan yang berbeda, peralatan, penempatannya dan rotasi dengan cara yang paling effisien, dan berujung pada jumlah manusia yang dibutuhkan. Parameter hubungan diturunkan lagi ke Angkatan, misal distribusi internal atau antar Angkatan Darat, Laut dan Udara, bagi Angkatan Darat seperti: pasukan tempur atau bantuan umum/admin, Angkatan Laut untuk pengawakan di kapal permukaan, kapal selam ataukah khusus Marinir, dll. Sebagian besar pemerintah dengan WanKamNas-nya memposisikan cadangan untuk memperbesar jumlah (berbeda dengan menggandakan) pasukan yang ditugaskan di daerah konflik intensitas tinggi (peperangan) atau diutilisasikan sebagai suplemen (bukan komplemen) dalam situasi darurat domestik, lokal, regional, serangan teroris atau bencana alam. Konsep cadangan dewasa ini diutilisasikan untuk perang dan OMSP serta difungsikan sebagai kekuatan komplemen dan bagian integral dalam komponen utama dalam kalkulus struktur total kekuatan militer nasional (force structures).
Perancang pertahanan nasional (defense planners) semakin sibuk mengoptimalkan distribusi keahlian dan asset bagi komponen utama (regular), cadangan (reserve) dan insentifnya. Perancang sumber daya nasional sibuk menghitung konsekuensi distribusi alokasi sumber daya nasional yang semakin membengkak agar tidak terjadi defisit. Fungsi obyektifnya akan memetakan jumlah manusia yang dibutuhkan berikut peralatan, sarana dan pasarana serta kemana dan kapan akan dideploikan—jawab yang dibutuhkan adalah…berapa unit “biaya” per orang per jangka waktu yang telah ditetapkan per setiap personil cadangan/reguler per periode pemakaiannya. Pertanyaan tersebut akan bisa dijawab dalam suatu ruang definisi masalah atau ruang skenario pertahanan nasional yang komprehensif. Dikaitkan isu komponen cadangan RI dengan draft RUU-nya rasanya akan naif memaksakan hadirnya “panakea” berupa payung UU komponen cadangan tanpa mampu membangun ruang definisi masalah yang lebih komprehensif beserta konsekuensinya. “Panakea” sebenarnya adalah skenario atau desain besar pertahanan nasional mendatang, barulah dihadirkan UU sebagai pendorong (dan legitimasi, pen) agar skenario berjalan dengan optimal. Sulit rasanya mengharapkan UU akan bisa mendikte, mengendalikan ancaman dan bahkan mengontrol skenario pertahanan nasional yang penuh ketidakpastian berikut kalkulus komponen utama dan cadangannya yang sangat rekayasa (engineering). Skenario pertahanan nasional adalah model yang menjadi basis kalkulus total kekuatan militer. Skenario inilah yang melahirkan strategi, kebijakan dan arsitektur kekuatan utama dan cadangan. Secara hirarkhis arsitektur komponen utama maupun cadangan sangat kuat dipengaruhi oleh muatan dan maunya strateji militer nasional dan strateji militer nasional dipengaruhi kuat oleh maunya strateji pertahanan nasional dan yang terakhir ini sangat bergantung kepada obyektif kepentingan nasional. Berasumsi semua strateji tersebut sudah hadir jauh sebelumnya berikut arsitektur total kedua komponen militer, barulah UU berperan sebagai pendorong dan kontrol agar program komponen cadangan dan regular berjalan optimal.
Reformasi dan atau Transformasi?
Kegiatan reformasi telah dijalankan sunguh-sunguh oleh TNI meskipun masih belum nampak konkrit sasaran stratejik (strategic’s goal) dan turunannya yakni sasaran kebijakan (policy’s goal) reformasi itu sendiri. Bagi kepentingan publik, produk reformasi TNI lebih banyak ditandai antara lain: dengan keluarnya POLRI dari TNI, keluarnya TNI dari kegiatan bisnis, jabatan politik, netralitasnya, dan membantu menegakkan HAM ~ inilah “ends” reformasi (Haseman, hal 26). Meskipun tidak eksplisit disebut-sebut, produk tersebut bisa terbaca bahwa sasaran stratejik reformasi TNI adalah mengembalikan fungsi Perajurit (Angkatan Darat), Marinir, Pelaut (Angk Laut), dan Pengawak Udara (penerbang dan teknisi pesawat) TNI kepada definisi yang hakiki yakni sebagai ksatria (warrior) yang membela salah satu muatan kepentingan nasional berklasifikasi “vital”, yakni kedaulatan.
Sebutan ksatria adalah mereka yang benar-benar berperan effektif di medan konflik, mandala tempur, di daratan, kapal perang dan penerbang. Reformasi lebih berorientasi kembalinya para perajurit, pelaut, marinir dan pengawak udara keruang tugas hakikinya dan fokus pada profesionalisme TNI sebagai para ksatria yang siap membela kedaulatan. Pertanyaan selanjutnya apakah agenda ini sudah menghantar ke ”ends” strategi TNI ? Masih belum cukup juga mengingat reformasi hanyalah sebagian ruang kecil masalah (problem’s space) yang masih harus dikerjakan para ksatria TNI. Napoleon pada eranya melalui RMA-nya (misal: hadirnya kekuatan pasukan berkuda Perancis yang mengalahkan mithos pasukan berjalan kaki/infanteri, pen) mengajarkan bahwa esensi kekuatan militer nasional adalah memenangkan perang (decisive war), dengan syarat telah melalui tingkatan tertentu yang bisa mengatasi lawannya ~ yakni kapabilitas. Bila digabungkan antara reformasi dengan transformasi model Barat akan terjadi aliran seperti reformasi à berlanjut transformasi à dan “outcome”-nya yakni kapabilitas kekuatan militer yang cakap bertarung dan memenangkan peperangan. Bila algoritma ini dijelaskan, maka isu sesudah reformasi adalah bagaimana mentransformasi kekuatan militer menjadi kapabel untuk bertempur, dan diyakini memenangkan perang. Kapabel dapat didefinisikan sama dengan “bisa” (able) ditambah suatu harga “outcome”. Tanpa diketahui besaran “outcome” maka sistem tersebut baru pantas disebut “bisa” (Budiman,hal 2). Pembeda berikutnya adalah kegiatannya, transformasi lebih merupakan suatu yang kontinyu atau berlanjut, sebaliknya dengan reformasi. Apakah kegiatan rubah merubah ini (reformasi dan atau transformasi) tidak berlaku bagi militer dinegara lain? Strateji militer nasional dan pertahanan nasional akan sangat dipengaruhi teknologi, yang konon kabarnya mampu mengefisiensikan manajemen. Adanya kemajuan teknologi akan merubah format RMA (revolution in military affairs) dan RMA akan mendikte strategi, doktrin, organisasi dan kebiasaan hidup militer sehingga wajar kalau teknologi disebut sebagai jantung RMA.
Pengertian RMA berawal dari tulisan orang Russia ditahun 1970-1980 yang lebih senang menyebutnya sebagai MTR (Military Technical Revolution), kemudian berkembang lebih holistik seperti RMA sekarang (Metz, Summary). RMA sekarang bercirikan empat (4) perubahan mencolok: sangat presisi sekali dan kapabel dengan serangan balas yang sukses (stand-off), perubahan C3I yang dramatik, peperangan informasi dan non-lethal (Ibid, Summary). Sewajarnya RMA mempengaruhi perubahan manajemen militer nasional seperti reformasi, termasuk proses transformasi kekuatan regular ataupun cadangan. Bila RMA dikaitkan dengan kepentingan memenangkan perang disebut-sebut sebagai “RMA’s War” (Kamienski, hal 2). RMA adalah refleksi pemikiran Napoleon dengan konsep yang sederhana yakni peperangan menentukan (decisive war) dan memenangkan. RMA berkembang dan sekarang diarahkan bagaimana mendominasi informasi (NCW atau network centric warfare, pen) dan supremasi teknologi tinggi dalam senjata konvensional. Misal: cepat dan ketepatan serangan udara yang mampu melumpuhkan infrastruktur lawan (IT terutama) dengan segera diikuti serbuan darat (dalam operasi gabungan) yang memungkinkan dan lebih cepat, lebih mudah diramalkan serta murah “biaya”. Kalau dibaca dengan templasi model gambar no.1 dibawah ini, diawali dari strategi keamanan nasional (produknya adalah KamNas) membuat akses kedalam strateji pertahanan nasional kemudian diturunkan menjadi strateji militer nasional yang nampaknya sudah dirubah sebagai strateji transformasi militer dengan basis “visi” gabungan menjadi konsep operasional gabungan (Joint Operations Concepts) dalam naungan peperangan jejaring (Network-Centric Warfare).
Gambar no.1
Strategi Transformasi Militer—Strategi yang membangun terciptanya kapabilitas.
Referensi:DoD ,hal 7.Model ini digunakan militer AS yang tentu saja banyak digunakan negara anggota NATO lainnya.
Jantung operasi militer selalu dalam bentuk gabungan, bentuk yang paling effisien, dan gabungan tidak berarti harus selalu bersama-sama. Berikutnya konsep opsgab dijabarkan (operasional dan taktis) dalam konsep pelaksanaan operasi gabungan (Joint Operating Concepts) berbasis EBC (Effect-Based Concepts atau EBO,pen) yang akan menjadi dasar turunan yang lebih rinci lagi tentang bagaimana kapabilitas gabungan yang diperlukan (Joint Capabilities) berbasis EBC (Effect-Based Capabilities). Meskipun tidak digambarkan akan tetapi bayang-bayang RMA tetap meliput semua ruang model ini. Perhatikan bahwa blok strateji militer nasional dalam paradigma lama telah berubah terdefinisi sebagai blok strateji transformasi militer yang mentransformasi kekuatan militer dalam kapabilitas gabungan. Transformasi menjadi jantung strategi militer, dan akan membangun kultur yang baru, utamanya diposisi penting seperti perencanaan, penganggaran, akuisisi dan manajemen personil. Tanpa perubahan program baru ini akan sekedar menjadi “biaya” tambahan yang mahal, menghasilkan peluang yang hilang (“biaya” atau OL/Opportunity loss) yang bisa digunakan untuk sektor lain yang lebih bermanfaat (Ibid, hal 7). Strateji transformasi merupakan inovasi besar, lebih tepat disebut pilihan dari sekian alternatif yang kompetitif dalam ruang definisi masalah (problem space’s decision making). Transformasi menjawab konkrit penajaman dan perampingan organisasi. Transformasi merujuk perubahan yang dramatik sampai menyentuh ke pilar kapabilitas, seperti teknologi, proses, organisasi dan manusianya serta efek kepada struktur dan kepentingannya (Ibid, hal 10-11), periksa gambar no.2 yang lebih menjelaskan tentang gambar no.1. Transformasi bukan suatu modernisasi. Modernisasi lebih menyentuh perbaikan sistem senjata dan senjatanya, kendaraan penghantarnya dan kelengkapan bagi setiap personil. Misal: senjata yang semakin ringan, murah dan memiliki jarak tembak dan ketepatan yang lebih baik atau kendaraan angkut yang lebih ringan serta kapabel mengangkut lebih banyak muatan, dll.
Gambar no.2. Proses transformasi militer
Referensi:Ibid,hal 11.
Perhatikan dalam gambar no.2, mulai strategic’s goal, turun menjadi policy’s goal dan akhirnya operational’s goal sebagai rujukan terbawah yang dapat digunakan sebagai patokan evaluasi apakah program pengembangan sudah benar benar kokoh, konkrit dan jelas. Perhatikan juga blok strateji transformasi militer dibandingkan gambar no.1, dalam gambar no.2 lebih rinci menjelaskan blok “compelling need” dengan kumpulan muatan strateji militer nasional sendiri, ancaman dan teknologi. Bila teknologi, dan strategi militer nasional, serta ancaman ditambah mitigasi menjadi masukan yang sangat penting (imperatives) maka akan muncul seperti gambar no.3 dibawah ini.
Gambar no.3 DoD,”Element of Defense Transformation”
Referensi:DoD,”Elements of Defense Transformation”
Blok berakhir memunculkan empat pilar produk kapabilitas, yakni teknologi, proses, organisasi dan manusianya. Sebagai catatan transformasi selain memikirkan “effektivitas-biaya” juga sangat mempertimbangkan bahwa arah (trend) kebijakan pembangunan struktur kekuatan tetap berada dalam lorong operasi gabungan dan ekpeditionari.
Model komparatif komponen cadangan yang ada selama ini
Berikut bahasan lebih banyak mendemonstrasikan varian komponen cadangan dibeberapa negara. Sama-sama memiliki alasan stratejik penggunaan komponen cadangan, pertama menggunakan Hankamrata atau relatif semacam itu (misal pertahanan total, universal, rakyat dan berlarut, dll) sebagai ide dasar. Kedua, trend bahwa konsekuensi “biaya” dukungan sasaran kebijakan akan jauh lebih ”murah”. AS semenjak tahun 1990 dengan intervensinya di Somalia dan Yugoslavia, memiliki rata-rata mengaktifkan (mobilisasi) komponen cadangan lebih besar dari 300 hari pertahun. Sasaran kebijakan adalah mengikutsertakan cadangan bersama komponen regular sebagai kekuatan militer nasional total. Berikut turunan sasaran kebijakan ke dalam sasaran operasional komponen cadangan. Angkatan Darat AS memiliki dua komponen cadangan yakni Cadangan Angkatan Darat dan Garda Darat Nasional. Angkatan Udara memiliki dua komponen yakni cadangan Angkatan Udara dan Garda Udara Nasional. Angkatan Lautnya memiliki tiga cadangan yakni cadangan Angkatan Laut, cadangan Marinir dan cadangan Pengawal Pantai dan dalam kondisi perang ketiga-tiganya dibawah “kontrol” Angkatan Laut. Garda Nasional hanya dilegalkan bagi Angkatan Darat dan Udara mengingat yang dibutuhkan berjumlah besar dan lama dinas komponen cadangan beberapa tahun belakangan ini melebihi tahun sebelumnya yakni lebih dari 300 hari per tahun. Tahun 2005 tercatat dalam operasi di Irak saja, jumlah komponen yang digunakan mencapai 40 persen dari seluruh total kekuatan militer yang ada di Irak. Belakangan ini AS mengembangkan model generasi baru model cadangan yang disebut ARFORGEN (Army Force Generation) yang akan memproses siklus pelatihan, kualifikasi dan periodisasinya sehingga selalu siap untuk lima tahun mendatang menggunakan strateji train,alert,dan deploy (TAD) sebagai penggganti strateji alert,train and deploy (ATD) sewaktu perang dingin. Konon kabarnya model ini akan mampu menciptakan 18-20 Brigade tim tempur (BCT) (Metz, hal 9). Pengembangan tugas bagi komponen cadangan bahkan sudah merambah ke ruang staf gabungan, artinya personil komponen ini sudah dilatih berkualifikasi staf gabungan. Selain itu penggunaan cadangan di era perang Vietnam dirasakan sangat membantu Angkatan Darat AS, Laut maupun Udaranya dibidang spesialis tertentu seperti perang psikologi, intelijen, informatika, transportasi, dll.
Berikut komponen cadangan di Inggris. Sasaran stratejik bisa dibaca dibawah ini…“Our Reserve Forces have evolved from a large but little used force to one that is ready and capable of providing an integrated component of Defence, structured to support more frequent expeditionary operations either than as individual reinforcements in key specialist areas, or as formed sub-units” (Metz, hal 1). Dua elemen disini adalah individual maupun dalam unit atau satuan. Kemhan Inggris (MoD) mengatakan…that the United Kingdom Reserve Forces (RF) will participate in most military operations rather than solely as a last resort to counter direct threats to British territory. Konsep effisiensi benar-benar diterapkan, dan secara eksplisit menyebut kalimat terakhir adalah esensi HanKamrata (last resort dst, pen). Intervensinya di Kosovo dan Bosnia telah melibatkan komponen cadangan dalam operasi militer baik tempurnya maupun dukungannya (Ibid, hal 9). Aplikasi yang memperlakukan cadangan sebagai bagian integral dan tidak membedakan antara keduanya dan lebih dikenal dengan sebutan sebagai “kekuatan total”. Komponen cadangan Inggris terbagi dua yakni cadangan regular (RR/Regular Reserve) dan cadangan sukarela (VRF/Voluntary Reserve Forces). RR adalah mantan anggota komponen regular yang tetap berpiutang untuk dimobilisasikan. Mereka personil regular yang keluar atau sudah berhenti sebagai komponen regular berkuajiban bergabung dengan komponen RR, kecuali sudah melebihi batas usianya, komponen ini lebih berstatus “siaga” bukan cadangan “siap”. Komponen RR utama adalah cadangan Angkatan Darat, Angkatan Udara dan Armada Angkatan Laut kerajaan. Cadangan Armada Angkatan Laut kerajaan terdiri dari mantan Angkatan Laut dan Marinir kerajaan. Pelatihan dan mobilisasi anggota RR berbeda tergantung usia, jenis kelamin, dan lamanya dalam dinas regular dan akan dibagi dalam empat kategori, pertama anggota RR yang mendapatkan hak dan kuajiban pelatihan selama 4-6 tahun setelah meninggalkan dinas reguler maupun cadangan. Kedua komponen RR yang mendapat “jatah” pelatihan sebanyak banyaknya enam tahun setelah meninggalkan dinas aktifnya. Ketiga, anggota cadangan yang telah memenuhi “piutangnya” sesuai aturan RR , tidak akan memperoleh tambahan latihan lagi, dan berkewajiban meneruskan dinasnya sampai usia 45 tahun (Weitz, hal 18). Diperkirakan 40.000 anggota berstatus cadangan sukarela 85 persen nya berasal dari kekuatan teritorial yang berasal langsung dari komunitas sipil. Bagaimana dengan Perancis? Di puncak perang dingin tahun 1984, kekuatan cadangan Perancis mencapai lebih dari 4 juta personil, bila terjadi perang setengahnya akan diaktifkan.
Bila diaktifkan pasukan cadangan ini hampir setengahnya adalah satuan darat dan lebih dari sepertiganya Angkatan Udara (Ibid, hal 37). Memiliki pengalaman sperti ini Perancis merubah kebijakannya yang didukung dengan UU-nya tahun 1999, dan memperlakukan kebijakan yang relatif mirip dengan Inggris yakni merubah sifat cadangan mobilisasi umum ( reserve de masse) menjadi cadangan deploi (reserve d’emploi) dan cadangan diutilisasikan sama dengan kekuatan regular.Kebijakan ini diciptakan untuk memperkecil kekuatan regular Perancis. Sedangkan upaya untuk memperkecil kekuatan cadangan menjadi lebih kecil namun lebih terintegrasi dengan komponen operasional, legislasi mengatur dua pemisahan komponen cadangan, pertama sebagai cadangan operasional ( la reserve operationnelle) dan cadangan warganegra (la reserve citoyenne). Keduanya terbuka bagi usia terendah 17 tahun dan bagi wanita. Cadangan operasional didesain untuk siap menggantikan kekuatan aktif (regular). Personil terdiri dari anggota aktif maupun sukarela. Anggota aktif regular yang sudah berhenti dari kontraknya diwajibkan menambah dinasnya selama lima tahun sebagai anggota cadangan operasional. Cadangan biasanya berhenti dari dinas cadangan setelah mencapai umur 40 tahun (strata Ta) atau 50 tahun ( strata Pwa dan Ba ). Cadangan operasional dirancang dan dilatih untuk menggantikan kekuatan aktif regulernya. Bagi mantan anggota militer Perancis aktif diwajibkan untuk berdinas tambahan lima tahun dalam cadangan operasional. Kreasi pembentukan cadangan operasional telah membawa konsep ini relatif mirip dengan konsep total kekuatan militer di AS maupun banyak negara barat. Sementara ini satuan cadangan operasional dianggap pemerintah Perancis merupakan pasukan yang dapat diunggulkan kapabilitasnya. Bagaimana di Australia? Awalnya Australia mendeploikan komponen cadangan sebagai kekuatan pertahanan didalam negeri (homeland defense) dan disebut kekuatan militer warganegara (citizen military forces) yang melarang sama sekali digunakan untuk bertempur di luar. Namun pada tahun 1974, kekuatan ini didefinisikan sebagai komponen cadangan Angkatan Darat (Ibid, hal 71) dan ditekankan sebagai kekuatan dukungan. Tuntutan kekuatan tambahan untuk deploi di luar negaranya, dan kekuatan yang digunakan untuk operasi militer, menimbulkan konsekuensi “biaya” pada dekade ini jauh lebih meningkat dibandingkan dekade sebelumnya, memaksa Canberra memikir ulang “kebijakan” penggunaan cadangan. Akhirnya ditahun 2001, sudah diutilisasikan sebagai kekuatan pasukan perdamaian dan bencana alam. Mulai tahun 2003, meningkat dideploikan diseluruh dunia termasuk Irak, Afghanistan, Timor Timur, Sudan dan Solomon sebagai komponen tempur.
Pada tahun yang sama khusus komponen cadangan yang tinggal didalam negeri dibentuk sebagai kekuatan cadangan respon (RRF) sejumlah 1000 orang.Tahun 2005, pemerintah Australia telah mengarahkan pengembangan peran cadangan dengan peran khusus dan tugas membantu aparat keamanan domestik. Proyeksi tahun 2015, kekuatan cadangan yang terbentuk dalam unit yang lebih kecil harus bisa mempertahankan tingkat kesiagaan operasionalnya sekurang-kurangnya untuk dua tahun, dengan jumlah total sebesar 3000 orang. Organisasi ini ditegaskan bergabung menjadi satu dengan kekuatan regular. Kekuatan ini dibangun dengan suatu model baru yang jauh lebih efektif dan format yang lebih sempit namun kapabel menghasilkan ketrampilan spesifik di medan-medan tertentu. Cadangan Angkatan Lautnya (RAN) secara historis merupakan kekuatan kekuatan permanen dalam tubuh RAN selama Perang Dunia kedua, bahkan perbandingannya adalah 4:1 relatif terhadap kekuatan regular. Mulai tahun 1992, kekuatan cadangan RAN telah diintegrasikan dengan komponen utamanya, bahkan ada sebagian spesialis cadangan yang bekerja penuh dalam kekuatan regulernya. Cadangan RAN aktif (Active Reservists) berada dibawah adminsitrasi RAN sedangkan cadangan siaga (Standby Reservists) di bawah control Perwira divisi yang disebut Manajer Pool Cadangan Wilayah. Umumnya kekuatan cadangan RAN bisa mengisi kekuatan regulernya dibagian tertentu seperti penyelam dan pekerjaan rutin seperti tenaga medik. Catatan statistik peminat kekuatan cadangan dari tahun ketahun menunjukkan semakin menurunnya, beberapa faktor penduga a.l: menurunnya jumlah pengangguran dan meningkatnya lowongan kerja, bertambah waktu pelatihan kesiagaan komponen cadangannya serta peningkatan jumlah lamanya deploi. Lain lagi dengan Jerman, dewasa ini UU-nya mewajibkan pemuda Jerman pada usia 18 tahun untuk mendaftar militer Jerman (Budeswehr), lamanya berkisar sembilan bulan, meskipun kadang-kadang bergantung spesialisasinya bisa bertambah menjadi 2-13 bulan. Hasilnya pasukan Jerman terdiri dari kekuatan karir (career forces, biasanya Pwa, Ba dan specialist) dan Zeitsoldaten (prajurit ikatan dinas pendek).
Zeitsoldaten meliputi kelompok yang berdinas sesuai aturan yang ada, yang berdinas melebihi kontraknya dan komponen cadangan. Petinggi pertahanan Jerman mempercayakan kelompok ini harus ketat dan dekat dengan rakyat dan ditahun 1990, bahkan kelompok ini berperan membantu berintegrasi dengan Jerman timur (Ibid, hal 49). Komentar ini bisa saja dipicu dengan trauma rakyat Jerman dengan perang, sehingga kedekatan dengan rakyat akan menambah motivasi untuk berdinas dimiliter dan sebaliknya membantu rakyat untuk memandang isu sekuriti dalam kontek yang lebih luas. Seringnya pejabat Jerman mengungkapkan bahwa komponen cadangan adalah “rakyat atau warganegara dalam uniform” meskipun ada kelompok yang tidak suka dengan ungkapan ini memandang sebagai upaya (biaya) yang sia-sia apalagi mencermati bahwa perang dingin sudah usai. Opsi kebijakan melalui militer wajib ini dan lamanya penugasan serta waktu pelatihan sering menimbulkan konflik di lapangan kerja, sehingga akhirnya ditahun 2003 Jerman membuat kebijakan ulang pertahanannya, hasilnya menstrukturkan ulang Bundeswehr dalam satuan yang lebih lunak dan fokus kepada pencegahan konflik multilateral dan operasi krisis manajemen saja dibandingkan fokus kepada serangan konvensional dari luar. Jerman memiliki tiga kategori cadangan, pertama cadangan penguat (reinforcement reserve) atau Verstarkungreserve yang akan berperan membantu pasukan sukarela dalam tugas-tugas umum. Kedua, cadangan sumberdaya manusia atau personal reserve yang akan meliput semua tugas spesialisasi yang berperan mengisi kekosongan yang ditinggalkan pasukan sukarela dan tugas temporer lainnya (Ibid, hal 54). Ketiga, adalah cadangan umum (Allgemeine Reserve) terdiri dari cadangan yang belum digunakan, biasanya akan diperankan saat bencana nasional. Dalam bulan Agustus tahun 2003, Jerman mendemonstrasikan pemegang Komando International Security Assitance Forces (ISAF) di zona panas di Afghanistan. Bagaimana dengan Canada? Mirip dengan negara lain Canada juga memiliki komponen utama dan cadangan. Cadangan terdiri dari empat komponen,yakni Cadangan Utama (P Res), cadangan pelengkap (Sup Res) , Cadet Instructor Cadre (CIC) semacam pramuka yang dibina dan diajak untuk mencintai salah satu angkatan dan Rangers (Canadian Rangers) yang terakhir ini biasanya ditempatkan di perbatasan, di tempat terpencil dan sulit medannya.
Baik cadangan maupun utama bisa digunakan untuk kepentingan tempur (Ibid, hal 59). Cadangan utama lebih banyak dipilih untuk operasi militer tercatat hampir 10 persen cadangan utama (P Res) terlibat dalam operasi diluar negeri. Ada baiknya sekarang beralih mencermati negeri China. Pertumbuhan ekonomi yang luar biasa dan dekade ini bisa disebut abadnya China (dan India) sangat memungkinkan bagi Naga dari timur mentransformasi kekuatan militernya. Perubahan doktrin pertahanan tidak lagi bercerita tentang perang berlarut di wilayahnya (Hankamrata-nya China ~ perang semesta) namun sudah keluar dari teritorinya ke wilayah maritim, lepas dari kekuatan tradisional menjadi kekuatan modern yang didukung dengan informasi yang baik dan kapabel dalam peperangan jejaring (NCW) didukung teknologi tinggi serta mengembangkan “tenaga kerja” yang sewaktu waktu siap menjadi mesin perang. Semua alasan ini membuat China berhitung membangun kekuatan cadangan yang dapat diutilisasikan bersama-sama komponen utamanya guna misi modern ini (Ibid, periksa bab China). Awal tahun 1990an China memiliki komponen cadangan yang terbagi dalam empat komponen terpisah di Angkatan Darat (PLAA), Angkatan Laut (PLAN) Udara (PLAAF) dan Satuan Arteleri kedua (sebagai arsenal Rudal balistik nuklirnya). Tahun 1998, pemerintah China merubah status cadangan yang berusia 29-35 tahun harus memberikan kontribusi ketrampilan yang dibutuhkan negara untuk meningkatkan teknologi tinggi militer. Tahun 2002, satuan cadangan telah diorganisir dalam 30 divisi infantri, 12 divisi pertahanan udara dan brigade logistik bantuan. Personil cadangan benar-benar dimanfaatkan utamanya pengganti komponen utama yang meninggalkan dinas aktif, atau dikarenakan memiliki ketrampilan teknologi, bahkan mantan cadangan akan ditempatkan diperguruan tinggi. Sama halnya dengan kebijakan pemerintah Canada, pemerintah China membagi dalam beberapa katagori berdasarkan kebutuhan, spesifikasinya dan usianya, di sisi lain katagori ini sangat memudahkan pelaksanaan bila terjadi mobilisasi umum.
Kesimpulan
Apapun pilihan setiap Negara, nampaknya penggunaan cadangan sudah bergeser lebih diutilisasikan (komplemen) bersama-sama komponen utama melaksanakan operasi militer keluar tidak lagi berorientasi di dalam negeri (kamdagri), dan dideploikan agar tetap terjaga ketrampilan militernya dan meniadakan perbedaan perlakuan serta kualitas antara dua komponen ini. Alasan lebih sratejik adalah konsekuensi “biaya” yang dikeluarkan jauh lebih murah, mengingat insentif yang diberikan bagi personil cadangan dengan kategori “paruh waktu” dan ikatan dinas lebih pendek dibandingkan komponen regular. Ide Hankamrata atau pertahanan total atau semacam itu akan menjadi masukan bagi model kalkulus total kekuatan militer nasional disemua negara, namun yang terpenting bagaimana membangun sasaran strateji (strategic’s goals) dan sasaran kebijakan (policy’s goals) utilisasi komponen cadangan berasumsi paradigma strateji nasional sudah terbangun sebelumnya.
Barulah terbangun arsitektur kalkulus tersebut untuk mendapatkan solusi “jumlah” campuran terbaik komponen utama dan cadangan (mix posture forces) sedemikian rupa dengan konsekuensi “biaya” yang dikeluarkan terendah. Bagaimanapun juga hebatnya masukan, idea, pendekatan yang digunakan, belum diketemukannya kerangka hitung atau model tersebut akan menjadi sia-sia untuk menemukan berapa “jumlah” (force sizing). Temukan terlebih dahulu jumlah kedua komponen, proses pembentukannya dan konsekuensi ”biaya”nya, barulah ajukan draft UU-nya. Menemukan model tersebut sebenarnya yang menjadi jantung ruang masalah, bukan Hankamratanya atau UU-nya. Model tersebut itulah ”panakea” yang sebenarnya. UU melegitimasi dan mempercepat serta membantu “lubang-lubang” kelemahan nasional yang ada sehinggga proses pembentukan komponen cadangan bisa dipercepat. Studi komparatif melalui naskah ini melalui literatur yang ada dilandasi suatu asumsi bahwa profesionalisme militer nasional negara-negara tersebut di atas nampaknya sudah tidak bermasalah, dan kebanyakan perubahan radikal maupun konsep manajemen pembentukan komponen cadangan lebih berorientasi kepada pilar produk transformasi kekuatan total kekuatan militer nasional untuk menjadi lebih kapabel (capables/mampu) bukan sekedar “bisa” (ables). Di sisi lain patut ditengarai bahwa total kekuatan militer baik cadangan maupun utama akan menambah kekuatan yang ada (current forces) setidak-tidaknya secara kuantitatif mengurangi risiko dengan misi menghadapi obyektif ganda (multiple objectives). Konsep atau kerangka kerja untuk menemukan “jumlah” (force sizing) dihadapkan konsep struktur kekuatan (force structures) apalagi dikaitkan dengan konsep MEF akan semakin komplikatif bagi staf perancang kekuatan Kemhan.
______________________________________________________________
*Barangkali ada baiknya penyebutan para ksatria (warriors) dalam pembukaan isi pidato,ceramah,brifing oleh petinggi TNI atau Sipil didepan anggota TNI lebih ditonjolkan , sebagai pemberian semangat, patriotism, dan menyadarkan bahwa merekalah para satria yang akan bertempur, beroperasi untuk sukses atau menang. Bukan menyebut para Perwira, Bintara, atau Tamtama dan PNS, akan tetapi kepada suatu tim, atau gabungan, toh yang bertempur atau beroperasi atau melaksanakan misinya adalah “tim” bukan golongan atau strata kepangkatan dan PNSl . Misal:didepan pasukan Angkatan Darat:…disebutkan para Perajurit dst, didepan pasukan Darat dan Marinir,…para perajurit dan marinir, bila lengkap ada Angkatan Laut (tempur) dan Udara (tim kombatan), disebutkan…..para perajurit, pelaut, marinir dan pengawak udara.
Catatan kaki:
1.Budiman,QD edisi April 2012, “Konflik dikawasan Asia-Selatan–studi tentang Sino-India”.Contoh lain:sebuah kapal yang “bisa” menembakkan senjatanya namun tidak diketahui berapa “harga probabilita” menghancurkan setelah terdeteksi, maka kapal tersebut baru sebatas “bisa” belum “kapabel” atau belum berke“mampu”an, atau pembom yang dibeli hanya diketahui “bisa” melaksanakan pemboman tanpa diketahui berapa CER (circular error probability) per setiap ketinggian.Sebaliknya disebut mampu (capable) untuk kasus pembom bila diketahui berapa CER per setiap ketinggian.
2.Weitz,Richard,US Army War Coll,Strategic Studies Institute,Sept 2007,”The Reserve Policies Of Nations:A Comparative Analysis”.
3.Kamienski,Lukasz,US Naval Postgraduate School, National Security Affairs Department, Bulletin Strategic Insight, Center for Contemporary Conflict, 2003,”The RMA and War Powers”.
4.Haseman,John.B,Col US Army (Ret), JFQ,NDU, Summer 2000, “To Change a Military—The Indonesian Experience”.
5.Kugler,Richard.L,US National Defense University,2006,”Policy Analysis in National Security Affairs, New Methods for a New Era”.
6.DoD, 2002, “Military Transformation, A Strategic Approach”.
7.Klerman, Jacob.Alex,RAND,2008,“Rethinking the Reserves”.
8.DoD,2002,“Elements of Defense Transformation”.
9.Metz,Steven,et-all,two persons,US Army War Coll,1995,Monograph,“Strategy and The Revolution In Military Affairs : From Theory to Policy”.
10.Hawkins,Chuck,IDA (institute of defense analysis),November 2005, presentation “IDA Analyses of Reserve Force Effectiveness”.