SISTEM PENALARAN (SYSTEM THINKING) DAN PROSES ANALITIK HIRARKHI/PAH (ANALYTIC HIERARCHY PROCESS)
SEBAGAI PENGHANTAR ARSITEKTUR “POROS – MARITIM”?
Oleh : Budiman Djoko Said
Pendahuluan
Impian Presiden; tentang poros maritim[1], bahkan pendahulunya adalah proses yang mestinya dikerjakan diera lalu, mengingat daya hidup bangsa dan negara di republik ini sungguh ditakdirkan sebagai bangsa yang hidup di domain maritim. Domain maritim[2] perekat nusantara ini sewajarnya dipromosikan ke dunia luar sebagai negara maritim—status yang pantas di promosikan sebagai muatan kepentingan nasional (raison d’etat) dengan katagori “survival extremely”[3]. Isu yang masih di dera dengan inkonsistensi kewenangan, regulasi dan kelemahan operasional di wilayah domain maritim dan belum terselesaikan (status quo?, pen), semisal 12 ajensi yang (merasa) berwenang dan legal framework mulai internasional (UNCLOS,TZMKO) sampai ke domestik (KUHAP)[4]. Inilah beberapa kerikil tajam pengelolaan semua entiti dan kandungan dalam wilayah domain maritim yang berpotensi besar mengangkat daya hidup bangsa dalam (perspektif) jangka panjang.
Pengelolaan domain maritim dalam perspektif jangka panjang merupakan gelar strategik menuju optimalisasi produk elemen domain maritim. Pemahaman komprehensif strategik tentang elemen domain maritim tidak lepas dari konsep sistempenalaran (system thinking). Perencanaan strategik melihat sistem ini tepat digunakan mengingat[5] [1] kapabel menjadi petunjuk pemerintah dan pelibatan kementerian lain menuju “good maritime governance”. [2] Infrastruktur maritim sebagai produk sistem penalaran sanggup memonitor resim kerja strategi maritim dan strategi nasional untuk keamanan maritim. [3] Sebagai evaluator dan kontroler guna menilai[6] performa proyek dan anggaran. [4] Memandang lebih dari satu (1) perspektif(komprehensif)—berpeluang memahami di-ruang lingkup yang lebih besar. PAH mencerminkan struktur organisasi dengan “goals” (ditingkat/eselon pertama) sebagai obyektif yang diburu oleh ketua, kepala, apapun namanya didukung oleh hirarkhi kedua yang merupakan himpunan pekerjaan berbobot guna mencapai obyektif/performa atau “goals”. PAH dan sistem penalaran adalah perangkat pengambilan keputusan; pantas menjadi perangkat profesional elit sipil dan militer versus obyektif tunggal atau ganda[7] terkait isu strategik. Perkenalan kedua perangkat ini menemui kesulitan bila tidak menampilkan notasi, formula, statistik/matematik meskipun sedikit.
Sistem penalaran
Sistem penalaran adalah integrator saran-saran yang memungkinkan dipilih sebagai model keputusan yang effektif dalam isu permanen dan kompleks. Sistem penalaran[8] berkembang sebagai model perencanaan strategik, bantu keputusan (DSS) dan sanggup mengeksplor semua alasan yang memungkinkan. Sebagai methoda terbaik guna melakukan tes ide awal, dan pada saat yang sama bisa diuji dalam manajemen perencanaan strategik—sistem ini membantu operator keputusan memahami, menarik akar masalah dan mempertimbangkan sebagai sistem yang holistik serta sanggup mengkoreksi sistem perencanaan. “Mahalnya”koordinasi antar aspek manajemen dalam sistem perencanaan dibawah satu kontrol dan pertimbangan perspektif jauh kedepan bisa dijawab dengan baik oleh sistem ini. Sebaliknya analisis tradisional menyukai bagian kecil dari fenomena ekstrim dan menganggap mewakili semua elemen sistem yang terlibat didalam, tapi justru berpeluang menghilangkan masalah pokok. Cara tradisional dengan cara pintas dan mudah—barangkali belum menyentuh akar masalah[9] (Polri versus TNI di Batam).
Sistem ini bukan teknik yang sulit, namun bisa membongkar masalah dengan mudah dan menjamin kekuatan lebih besar untuk membongkar[10] dengan dua alasan; pertama, perspesi masalah dalam suatu ruang yang sangat luas. Tidak melecehkan bobot sinergitas bagian kecil yang bekerja bersama-sama dengan komponen lainnya dan berpotensi mendekati situasi riil.
Kedua, pendekatan holistik dan sistemik dianggap tepat menghadapi kompleksitas[11], keruwetan dan situasi yang kaos (chaotic). Pendekatan ini berpeluang menemukan faktor kritik dan fenomena yang lebih menarik bahkan diluar dugaan (hiphotesa). Pendekatan holistik melalui sistem adalah cara memahami bobot pengaruh lingkungan, aktor yang terlibat, dan perilaku serta relasi para aktor[12].
Sistem ini membutuhkan kolaborasi pemikir yang kapabel memahami masalah dalam kontek hubungan mereka satu sama lain versus perkembangan lingkungan serta tidak semata-mata memandang masalah dalam bentuk linear atau dalam mata rantai kausatif (sebab-musabab) yang sederhana. Sistem penalaran adalah proses, cara pandang, dan kejernihan memahami sistem masalah itu sendiri serta dikembangkan untuk menemukan solusi terbaik. Keunikan dan perilaku sistem itu sendiri tercermin sewaktu sistem tersebut hadir dalam kesatuan yang utuh—bukan penjumlahan linear dari individu komponen itu. Sistem ini diakui [1] sebagai hubungan interkoneksi yang kuat antar komponen sistem, dan [2] berpeluang memunculkan perilaku dan konsekuensi yang tidak diharapkan dari interkoneksi ini. Contoh isu kemiskinan dengan “obat” kemiskinan tradisional seperti sembako, pembangunan mesjid, gereja, jalan, dll, bagi penduduk terpencil di pulau terluar (AMD, SBY). Modelnya adalah ~ Kemiskinan + Bantuan = Kemiskinan teratasi. Kenyataannya tidak realistik sebagai “obat” kemiskinan, bandingkan dengan fig#1 dibawah ini.
Fig # 1. Siklus kemiskinan. Siklus kemiskinan ini bisa dipotong dengan pendidikan anak lebih baik, berpendapatan lebih tinggi dari ortu.
Fig # 1 diatas mendemonstrasikan “obat” yang lebih effektif. Aplikasi lain (misal) transportasi laut dengan obyektif menemukan “policy” biaya angkut yang relatif sama dan murah—harga jual di seluruh pelosok nusantara relatif sama. Butuh gabungan teknik programa linear dan simulasi untuk menemukan policy distribusi yang optimal versus variasi jarak tempuh antar pelabuhan, jenis komiditi, inventori dan ongkos, dll—harga jual komoditi ditempat yang terpisah relatif tidak berbeda. Penalaran yang lebih komplikatif mengait kepadatan dan kecelakaan lalu lintas di kota besar dicontohkan dalam fig # 2 dibawah ini. Melalui perencanaan dengan alur pemikiran untuk menemukan; misi, obyektif masalah, melakukan analisis kebutuhan, mendapatkan akar masalah serta formulasi strategi pencapaian dan operasional tindakan korektif sebagai output, [1] perbaikan dan peningkatan mutu, [2] tetapan batas kecepatan pemakai jalan [3] larangan kendaraan berat melintas pada jam padat. Tindakan inipun dirasa belum memberikan “obat” yang cukup effektif[13].
Baca lebih jauh : Quarterdeck Edisi
Fig # 2. Korektif solusi, Arush Batra, et-all, SCMS Journal of Indian Mangement, Oct-Dec2010, “System Thinking: Strategic Planning“, halaman 8. Koreksi penalaran diatas versus isu kecelakaan lalu lintas[14].
Fig # 3 dibawah lebih komprehensif; mencermati berbagai perspektif, mengerucut dalam jumlah kecelakaan serta koreksinya (semua mengarah ke “no. of accidents” dan anak panah berawal dari kebijakan pemerintah /govt policy). Solusinya; pertama[15] meningkatkan pendidikan la-lin. Kedua, perkuat sistem aparat pengadilan, kejaksaan, tidak tebang pilih, hukuman langsung dan lebih berat. Ketiga, perbaikan “kebijakan” bagi pengguna jalan, manajemen la-lin, menghindari serta mencegah lisensi ilegal pengguna jalan. Keempat, bangun mekanisme pencegahan kepadatan kendaraan, implementasinya serta perbaikan regulasi terus-menerus. Fig # 3 bisa diterapkan sebagai evaluator kebijakan “three-in-one” Jakarta mengait isu yang relatif sama. Sistem penalaran “bisa” mengklarifikasi masalah yang cenderung kompleks dan kaostik.
Sistem penalaran membantu model poros maritim; berawal dari kebijakan pemerintah, berkembang dalam rute anak panah yang menunjukkan hal positif (ketegasan aturan, teguran langsung bagi negara pemilik kapal, dll) dan negatif (kongkalikong surat menyurat, kepemilikan dan kapasitas “bodong”, main mata aparat keamanan dilaut, dll)[16] dan berujung menurunnya “pendapatan negara“. Solusi sistem memusat pada yakni jumlah kecelakaan (simpul tengah) dan semua simpul terevaluasi seperti fig # 3 diatas dan kelebihan sistem ini—sanggup memotret isu yang lebih kecil. Simpul kristis (dilingkari) menjadi kandidat perbaikan solusi strategik. Sistem penalaran ini berkembang menjadi sistem dinamik bila setiap rute diberi tanda positif/negatif untuk menunjukkan perilaku sumbangan tersebut kepada simpul (ujung anak panah) berikutnya.
Fig # 3. Solusi dengan pendekatan (model) sistem penalaran, ref: Arush Batra, et-all , SCMS Journal of Indian Mangement, Oct-Dec, 2010, “System Thinking : Strategic Planning“ , hal 8. Indonesia perlu rute tambahan; “ortu bangga anaknya dibawah 17 thn membawa 3 orang adiknya berkendaraan”, “tilang cukup dijalan“, dan “ujian SIM, 100% lulus”, menuju ke “no of accidents”.
Proses analitik hirarkhi[17] (PAH)
History shows that the Churchills , The Rosevelts, The Hitler and The Stalins made almost as many mistakes as correct decisions in their designs, both good and evil[18].
Basis poros maritim adalah arsitektur organisasi kemaritiman berorientasi “goals” yang dikejarnya[19]. Ihwal maritim[20](maritime affairs) selain strategi maritim dan strategi nasional untuk keamanan maritim, juga teknologi, sistem, lingkungan dan alokasi sumber daya dan anggaran. Keterbatasannya dihadapkan keinginan ganda (multi objectives/multifocus) pemerintah—melibatkan teknik kuantitatif, misal: sistem penalaran, sistem rekayasa, dan PAH guna memilih solusi optimum. Manajemen domain maritim dipusingkan pilihan yang sarat teknologi, ekonomik, rekayasa (engineering) yang melibatkan kalkulasi matematik—dibutuhkan individu dengan ketrampilan teknologi. Pemerintah[21] menyadari kurangnya tenaga dan pakar teknologi, utamanya bidang maritim—dampak langkanya kebijakan dan strategi tentang distribusi keahlian produk perguruan tinggi oleh Diknas. Saaty sanggup menemukan arsitektur organisasi yang kokoh menunjang “goals”[22] yang diemban sang Komandan, Kepala, dll atau yang setingkat itu.
Bukan dengan cara tradisional dengan hirarkhi diawali siapa yang menjabat ketua, kepala atau komandannya dan seterusnya—yang lebih mementingkan jabatan dan tupoksi; bukan kualitas dan bobot penunjang goal yang dikejar. PAH membuat hirarkhi[23] penalaran—from the goals-to-alternatives.
PAH adalah teori umum pengukuran, berbasis ukuran skala dan rasio setiap pasangan yang dibandingkan (misal apel dan mangga, apel dan jeruk, sebaliknya jeruk dan apel, mangga dan apel, dst) agar ditemukan bobot, posisi yang sebenarnya (relatif satu sama lain, kriteria maupun alternatif) serta kuatnya preferensi dan konsistensi[24] antar kriteria. PAH sanggup memodelkan arsitektur masalah dalam bentuk hirarkhi organisasi—organisasi yang kapabel menunjang “goals” yang dibangun. Ilustrasi PAH dengan “cost-benefit” didemonstrasikan dalam seminar krisis Falkland dihadiri selain partisipan, tim pakar internasional[25] dan pakar pilihan (expert choice) yang bersama membangun alternatif CB. CB pertama; tidak berbuat apapun—Argentina kuasai Falklands. Kedua kirim Armada, paksa Argentina buka negosiasi. Ketiga kirim Armada, rebut Falklands. Model “benefit” yang dibangun adalah[26]:
[1] selamatkan penduduk Falklands, [2] selamatkan karir Thatcher, [3] prestise nasional Inggris, [4] perdamaian, [5] tidak ada korban, [6] pertahankan kepulauan, [7] memberikan pelajaran kepada Argentina, [8] memelihara opsi – opsi lain.
Model “cost“ (biaya) yang dibangun adalah:
[1] biaya politik, [2] biaya bahan bakar & pemeliharaan, [3] kedaulatan Argentina, [4] kerusakan dan munisi, dan [5] potensi kekalahan Armada Angkatan laut. Bersamaan bergeraknya kekuatan Inggris ke Falkland; Saaty[27] mengorganisir seminar dan memberikan dua (2) saran mengait keputusan Inggris; salah satunya adalah inkonsistensi taktis Inggris. Misal deploi pasukan di San Carlos butuh waktu kl dua (2) minggu menghadirkan kekuatan utama yakni Brigade Inf ke–V, idem deploi Resimen Para ke-II di Fitzroy tanpa perkuatan dan pertahanan—ternyata benar. Sinthesa rasio benefit dan cost dari fig # 4 a dan fig # 4b dalam tabel # 1 dibawah.
Tabel # 1. Rasio keuntungan – biaya isu konflik Falklands. Perhatikan alternatif pertama sebagai alternatif terbaik yakni “do nothing” (harga rasio tertinggi sebesar 2.18).
Munculnya dua (2) fig hirarkhi keputusan Inggris vs Falklands[28], dengan dua (2) orientasi yakni benefit dan cost, periksa fig # 4 a dan b, sebagai berikut:
Fig # 4 a.Orientasi Benefit
Fig # 4b. Orientasi Cost.
Aplikasi PAH lain adalah operasi pembebasan penyanderaan pasukan AS[29], pemilihan desain ruang mesin, PIT dan tata letak peralatan dalam ruangan Fregat Australia, PIT Fregat Canada kelas Hallifax, dan kapal selam AS[30], pemilihan Presiden, jabatan, personil, kenaikan pangkat, pemilihan jembatan; dam-dam raksasa, serta pemilihan kontraktor. Figur demi figur PAH didemonstrasikan agar diyakini manfaatnya membangun arsitektur kemaritiman. Penjelasan konsep hirakhi (model) PAH secara umum dan mendasar periksa figur # 5 dan fig # 6 dibawah, dan diawali dengan membangun blok “goals”. Contoh sederhana muatan “goal” adalah buah yang lezat. Tetapan kriteria (eselon kedua, berikut) misalnya rasa manis, aroma/harum, banyak/sedikitnya daging buahnya, dll, guna menetapkan buah yang satu ini lebih lezat (atau sebaliknya) dibandingkan yang lain dan ukuran relatifnya.
Fig # 5. Bagan PAH standar[31]
atau seperti ini
Fig # 6. Tiga (3) tingkat hirarkhi (standar). Goal, citerion (kriteria), masing masing dengan sub-subnya dan alternatif – alternatifnya. Model empat (4) fokus Menko Maritim menjadi 4 sub model dengan masing masing goal adalah masing masing fokusnya.
Saat membangun gabungan preferensi dan perasaan mulai skor angka 9 sampai dengan 1[32]. Blok alternatif pilihan (eselon tiga) ditulis apel, mangga, dan papaya. Sejak lama manusia berusaha mengukur preferensi fisik sekaligus perasaan. Fisik adalah sesuatu yang terukur (tangibles); kontras dengan psikologikal yakni sesuatu yang sulit diukur (intangibles) versus suatu yang subyektif/perasaan atau norma individu/masyarakat. PAH menggabungkan ukuran fisik[33] dan perasaan sekaligus dalam perbandingan pasangan (pairwise comparison)—menilai preferensi apel terhadap mangga dan sebaliknya mangga terhadap apel, dst[34], berbasis skala fundamental. Skala fundamental bisa mengukur[35] penilaian fisik dan perasaan pada pasangan elemen homogen yang diperbandingkan berbasis skala intensitas kepentingan (intensity of importance) relatif (tabel # 2)—skala ini absah bagi aplikasi justifikasi dan kompromi.
Tabel # 2. Skala fundamental. Pawel Cabala, Journal Operations Research and Decisions, no.1, 2010, “Using The AHP in Evaluating Decision Alternatives“, halaman 10.
Contoh lain memilih rumah dengan ”goal” kepuasan kepemilikan rumah fig # 7 penjelasan singkat empat (4) kriteria (dari 8 kriteria) sebagai berikut:
Fig # 7. Dekomposisi secara hirarkhi. “Goal” (eselon pertama) adalah kepuasan tentang rumah, kriterianya (eselon kedua): besarnya rumah, transportasi, tetangga, usia rumah, dst dan pilihan (eselon ketiga) adalah tiga jenis (3) rumah.
Penjelasan singkat empat (4) kriteria (dari 8 kriteria) sebagai berikut :
1. Ukuran besarnya rumah, dilihat dari ruang yang tersedia, besarnya masing masing ruangan, dan total area rumah.
2. Transportasi, dilihat dari kenyamanan dan ketersediaan bis umum angkutan dalam kota.
3. Tetangga; dilihat dari padatnya lalu lintas, keamanan, pajak, kondisi fisik bangunan.
4. Usia rumah (age of house) dari penglihatan fisik, empat (4) kriteria selanjutnya tidak dijelaskan lebih lanjut dalam makalah ini.
Berikut, membuat perbandingan dan penilaian relatif dalam tabel matriks—kearifan memperbandingkan (comparative judgment). Elemen eselon kedua diatur dalam suatu matrik dan anggota keluarga (tim) memberikan penilaian relatif satu demi satu pasangan kriteria kemudian dibandingkan keseluruhannya terhadap keinginan utama (goals) yakni kepuasan rumah tersebut. Prosedur ini dibuat guna menjawab dua alternatif yang diperbandingkan, pertama, pilihan yang lebih penting bagi keluarga dan kedua; berapa besarnya (bobot) kepentingan relatif terhadap kenyamanan rumah (total goals) terpilih. Matrik preferensi masing-masing pasangan kriteria yang ditetapkan pembeli dapat dilihat dalam tabel 3 dibawah—elemen matrik (isi sel matrik). Prioritas ditetapkan dengan menggunakan nilai (vector) Eigen. Vector ini memberikan prioritas relatif yang terukur dalam skala rasio. Output mendemonstrasikan faktor finansial menempati prioritas utama atau tertinggi yakni 33 % (0.333) dari pengaruhnya (baris ke 8) dibawah kolom vector prioritas.
Tabel # 3. Matrik perbandingan berpasangan[36].
Berikut aplikasi transfer teknologi (TT) bagi negara berkembang. Hadirnya keinginan kuat negara berkembang yang menyadari pentingnya teknologi dan ilmu guna mengatasi masalah di dalam negeri dan sebaliknya respon negara maju dengan suntikan kapital, meski bergeser menjadi suntikan teknologi ~ transfer teknologi[37]. Model PAH berikut seperti fig # 8 dibawah (isu yang sama QD, Juli 2014, hal 9) adalah isu TT (makalah lebih menekankan arsitektur keputusan TT). Transfer bilateral bukan hal mudah, konsekuensi “biaya” yang meledak terjadi bila tidak diperhitungkan manfaat (“benefit”) dan besarnya konsekuensi dukungan (“cost”)—transparansi dan effisiensi proyek.
Fig # 8. Hirarkhi Transfer Teknologi.
Berikut ilustrasi perencanaan operasi militer modern menggunakan tetapan MOE—memilih MOE (measures of effectiveness) pendukung “goals” operasi tersebut, melalui hirarkhi sederhana seperti fig # 9 dibawah.
Fig # 9. Model keputusan dengan kriteria ukuran effektivitas (MOE).
Goal; misalnya mengeliminir suatu sasaran, pilih MOE sebagai kriteria suksesnya mendukung goal tersebut. MOE atau ukuran effektivitas yang bisa dicapai unit kekuatan militer versus misi-nya, memunculkan alternatif MOE dengan setiap “biaya” yang berbeda. Misal MOE#1, eliminasi area sebesar 80%, MOE#2 sbs 60%, dst. Konsekuensi sumber daya (baca biaya) yang digunakan setiap MOE tentu berbeda. Biaya dalam arti jumlah atrisi/korban (misal) pasukan yang diterjunkan, rusak peralatan, jumlah hari, nominal rupiah, dll. Pilihan bentuk operasi dan kategori juga berbeda (hirarkhi eselon berikutnya). Alternatif yang muncul (eselon ketiga-3) misal : serbuan udara, darat, laut, pasukan khusus, atau linud, atau gabungan. Fig # 10 a. adalah prediksi bentuk pemerintahan Uni Soviet pasca perang dingin (tingkat strategik/nasional). Harapannya; teridentifikasi beberapa kegiatan (skenario) seperti fasilitas perdamaian atau hindari kekerasan yang tidak perlu atau formulasi bentuk kebijakan yang cerdas dan konsisten. Cakrawala waktu diisi dengan jangka pendek dan menengah.
Fig # 10 a. Masa depan Russia. Referensi: Ibid, halaman 219. Kerangka waktu (panjang tidak menjadi perhatian) dipilih hanya dua (2) sebagai eselon cakrawala waktu. Kriteria yang dibangun adalah Ekonomi, agama, dst. Skenario-nya muncul dalam fig # 10b (eselon akhir).
Dibawah eselon cakrawala waktu, hadir kekuatan (forces) sebagai kriteria yang mendorong dan menjamin terlaksananya masing-masing cakrawala, yakni urusan ekonomi, agama, internasional, nasionalitas dan internal. Eselon berikut adalah aktor yang memberikan pengaruh kepada setiap kekuatan (elemen eselon “forces” di eselon kedua) yakni partai Komunis, M Gorbachev, Republik Rakyat Baltik, Rakyat Russia, dst. Fig # 10b dibawah ini adalah kelanjutan fig # 10a.
Fig # 10b.Ibid, halaman 219. Gambaran kebijakan bagi masing-masing aktor yang diturunkan dari masing-masing objektifnya—ke-policies—menuju masing-masing skenario (peaceful break up, power sharing, dan violent break up). Eselon teratas fig # 10b adalah kelanjutan gambaran eselon terbawah dari fig # 10 a (bersambung) .
Setiap aktor menurunkan obyektif, dan diturunkan lagi menjadi kebijakan (policy) masing masing (fig # 10 b) serta berorientasi pada rasio benefit cost. Tiga (3) skenario yang berbeda (fig # 10b, eselon akhir) tampil sebagai “outcome” yang memungkinkan. Skenario yang tampil bukan sekedar mengukur “apa” yang terjadi dimasa mendatang, tetapi lebih ke-pengembangan kerangka penilaian (model) dengan variabel yang terlibat didalam masalah yang kompleks itu teridentifikasi dan effek variabel tersebut masa mendatang terevaluasi serta keseluruhan “outcomes” bisa disimpulkan. Berikut contoh pemilihan tiga (3) kandidat pemimpin dengan empat (4) kriteria yang sangat sederhana dalam fig # 11.
Fig # 11. Akhirnya terpilih Dick, referensi: Paper, “Talk: Analytic Hierarchy Process/Example Leader“, contoh kriteria sangat sederhana sekali. Semakin strategik jabatan semakin kokoh (robust) kriterianya. Model ini bisa memproses beberapa kandidat. Syaratnya kriteria tidak bias (semacam konduite) dengan angka 81, 82 atau 83 pun, sulit mengindikasikan angka yang benar-benar mewakili absahnya preferensi PAH kapabel memilih pimpinan.
Sesi ini diakhiri dengan contoh aplikasi strategik yang dilakukan Finlandia, seperti fig # 12 di bawah ini[38]:
Fig # 12. Contoh struktur hirarkhi mengait kebijakan energi Finlandia. Sama rumitnya menciptakan empat (4) fokus negara maritim RI.
Kesimpulan
Bappenas bisa diperankan sebagai lembaga uji proposal pemerintah dengan teknik benefit-cost, MenPAN uji organisasi dan kebijakan pemilihan serta jabatan personil, DPR memilih RUU prioritas atau kandidat pejabat publik[39] dan Kementerian/ ajensi lainnya versus kompleksitas masalah,dll. PAH mengandung kompromi antar kriteria, pilihan, bobot, musyawarah (prioritas) dan alternatif terbaik. Sistem penalaran menemukan rute kritikal, dan PAH mempertajam program “poros maritim” yang prestitius serta penuh tantangan ini. Ilustrasi diatas bisa dijadikan ide/arah “goals“ poros maritim yakni kesejahteraan ekonomi (economics well being) dengan kriteria masing masing mendukung 4 fokus sebagai goal (multiple objcetives)—goal1 (adalah fokus 1). Setiap fokus (goal) memiliki kelompok hirarkhi tersendiri berorientasi rasio cost benefit dan asumsi fokus benar-benar independen.
Kedua perangkat keputusan tersebut semakin transparan bila berorientasi cost benefit. Sayangnya belum hadir format cost benefit dalam DUK/DIP untuk diproses per setiap proyek besar dinegeri ini[40]. PAH bisa mendesain model infrastruktur, organisasi, memilih jabatan strategik atau pimpinan serta skenario yang tepat. Keputusan versus ketidakpastian dengan kendala sumber daya mau tidak mau memerlukan pengetahuan, teknik keputusan modern dan dan ilmu berbasis matematika[41]. Goals (goals setting) negara maritim adalah optimalisasi semua elemen domain maritim (banyak goal) bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat (Economic-well being). Membangun poros maritim dilakukan melalui tahapan dengan kolaborasi tulus para pakar (expert team), pelaksana di lapangan[42], operator strategi maritim dan strategi nasional untuk keamanan maritim, dan aktor didomain maritim lainnya.
[1] Treverton, Gregory F. dan Ghez, Jeremy J., RAND Corpt, 2012, “Making Strategic Analysis Matter“, halaman 1. …Komentar Jim Dewar tentang perencanaan strategik … if long term thinking doesn’t influence what you do today, it’s only entertainment. Impian Gus Dur, Mega, Habibie, bahkan Juanda, dengan Bunaken, Ambon, Sunda Kelapa, dll tidak berkembang, masalahnya selesai begitu selesai upacara.
[2] QD, vol # 8, no # 2, Agustus 2014, judul “Maritim: inikah kepentingan Nasional RI“. Maritim jarang sekali dalam literatur, banyak ragam kandungannya, area dan wilayah yang luas, kepentingan dan aktivitas yang terbentuk didalamnya. Lebih disukai dalam pengertian dimensi, liputan, ruang, atau … domain. Periksa US Dept Of Homeland Security, Dec 2013, “US National Plan to Achieve Maritime Domain Awareness for The National Strategy for Maritime Security“, Dec, 2013. hal 1,… Maritime domain is all area or things, of, on, under, relating to, adjacent to, or bordering on a sea, ocean, rivers, straits, estuary, gulf, delta, or other navigable waterways, including all maritime related activities (injasmar, pariwisata, dll), infrastructures, people, cargo, and vessel and other conveyances. Periksa “Naval Operations Concept“ 2010, hal 8,… The Naval Service operates in the maritime domain, which consists of the oceans, seas, bays, estuaries, islands, coastal areas, and the airspace above these, including the littorals, dst.
[3] Kepentingan nasional menjadi acuan program nasional. Penting dikomunikasikan kepada parlemen sebagai salah satu muatan kepentingan nasional—parlemen dan pemerintah saling berkolaborasi menuju obyektif kepentingan nasional. Sejak tahun 2000 klasifikasi kepentingan nasional seperti survival, vital, dst, ditambah kata dibelakangnya dgn extremely—memudahkan pengambilan keputusan. Prof Yarger mengatakan—yg terbaik bagi daya hidup bangsa itulah kepentingan nasional. Bagaimana posisi kepentingan nasional RI, definisi kepentingan nasional berbeda jauh dengan tujuan nasional yang fundamental (pembukaan UUD 45).
[4] Bakamla adalah badan yang mensinergikan unsur yang ditunjuk Pemerintah untuk melakukan proses VBSS (visual, boarding, search and seizure) terhadap kapal di-wilayah yuridiksi negara maritim RI (sampai ZEE) bahkan “hot pursuit”? Legal framework international mengakui kapal perang atau kapal pemerintah yang ditunjuk (Coast Guard), berhak melakukan VBSS. Bagaimana legal framework domestic (KUHAP—Polri satu-satunya ajensi yang berhak melakukan VBSS?), bisakah mengejar sampai wilayah negara lain (hot pursuit?). Banyak predator di-laut, Suleman B Ponto (Purn TNI-AL), Jurnal Maritim, 17 Des, 2014, Adji Sularso (Purn TNI-AL), Kompas, 10 Des, 2014, hal 1, bahkan Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan bernada sama.Perlu penyelarasan UU yang mengatur kewenangan ajensi yang ada (penyidik-penyidik), dan memperbaiki UU yang sdh ada.
[5] Hodge, Richard, Senior Analyst, Defence Science & Technology Organization, Australia, November , 2000, “System Thinking for Defence Strategic Planning”, Slide # 3, dst.
[6] Performa dan anggaran seharusnya dua (2) pertanggungan jawab per setiap proyek/kegiatan (bukan 1 Pjk Keuangannya yang menanggung performa/benefit/manfaat kegiatan/proyek– lebih transparan). Waktunya (barangkali) proyek besar mengait dengan isu kepentingan nasional dilakukan dengan pendekatan cost benefit sehingga terlihat seberapa manfaat/effektif/performanya dan seberapa besarnya (pantasnya) anggaran yang menjadi konsekuensi mendukung kegiatan—masalahnya siapa penjurunya yang memonitor dan mengevaluasi proyek dengan pendekatan cost benefit ini? Optimalisasi poros maritim jauh lebih rumit lagi mengingat kasusnya menjadi multiobjective decision making models.
[7] Mengingat elemen domain maritim begitu bayak ragam, kualifikasi, katagori dan kepentingan serta pemrosesan dalam kerangka waktu sangat berbeda satu sama lain—menciptakan obyektif ganda (mulitple objectives), perlu ditunjang dengan organisasi yang akan memprosesnya dengan effektif —mengait dengan tujuan analitik PAH.
[8] DSS = decision support system.
[9] Polri vs TNI — benarkah klasik dan salah paham? Tembak menembak militer vs sipil (atau sebaliknya), penggunaan militer dimasa damai versus non militer,tanpa AP (aturan pelibatan)—premis yang sangat serius, lebih dari isu etika profesional. Mendidik dibawah satu atap, (pak Agus Widjoyo, periksa Kompas, Opini, tanggal 30 Des, 2014, “Reintegrasi TNI-Polri”)—mampukah meredam akar masalah dalam jangka pendek. Seabreg pertanyaan kunci bisa dibuat melengkapi dugaan akar masalah atau hiphotesa kajian komprehensif yang lebih serius. Menyangkut isu kepribadian individu yang terlibat—sosiolog, psikolog kedinasan lebih kapabel menjawab dalam kerangka perangkat tes ilmiah dan “treatment”. Sepakat komen Letjen TNI (Purn) Kiki Syahnakri,dalam Kompas tanggal 6 Des, 2014, waktunya Kemhan,TNI, Polri melakukan kajian ilmiah yang lebih serius dengan melibatkan para sosiolog dan psikolog (tim independen atau “out of the box”, bukan kajian dari dalam), mungkin hasilnya lebih transparan.
[10] Edson, Robert, Asyst Institute, 2008, “System Thinking. Applied, A Primier“, hal 1.
[11] Kompleksitas bisa diartikan rasio antara koneksi antar simpul dengan total jumlah koneksi antar keseluruhan simpul yang ada, semakin banyak total koneksi antar simpul semakin kompleks masalahnya. Ada 3 aspek kompleksitas: tehnikal, probabilistik, dan diversitas kepentingan (purposives).
[12] Ibid, halaman 4.
[13] Seandainya betul tidak effektif, dan bila dilakukan peningkatan pendidikan hasilnya lebih baik, betapa besarnya opportunity cost (biaya yang hilang) karena memilih kegiatan yang tidak effektif?
[14] Arush Batra, et-all , SCMS Journal of Indian Mangement, Oct-Dec, 2010, “System Thinking : Strategic Planning“ , halaman 8.
[15] Ibid, halaman 8.
[16] Kompas, tanggal 10 Desember, 2014, halaman 1,…pernyataan Adji Soelarso (Pati purn TNI-AL), mantan salah satu Dirjen Kelautan tentang aparat, instansi yang main mata dan membekingi kapal kapal ikan yang sinergik menghambat upaya pemerintah, senada diungkap mantan Menteri Kelautan Fredy Numberi beberapa hari berikutnya
[17] Dalam literatur disebut sebagai the AHP (The Analytic Hierarchy Process—sementara diterjemahkan PAH).
[18] Saaty,Thomas.L dan Vargas,Luis.G, Univ of Pittsburg, Springer Pub, 2001, “Models, Methods, Concepts & Applications of the Analytic Hierarchy Process“, halaman 2.
[19] Tupoksilah yang mendukung “goals” yang dibangun, jadi bangun dulu “goals”nya yakni apa saja yang kita inginkan, bukan sebaliknya. Contoh aplikasi PAH bagi TNI-AL dalam isu “World (total) Quality Navy“. Quality apa saja yang dibutuhkan sebagai kriteria dalam eselon kedua (komponen kriteria) dalam konsep PAH? (Mungkin)—“ Kapabilitas kekuatan“, “Kapasitas pelatihan“, dan “Kapasitas pendidikan“ dan “Logistik pemeliharaan dan kesiagaan“, dll, eselon kedua ini bisa ditest dengan perbandingan saling berpasangan (pairwise comparison) guna menemukan urutan bobot kepentingan relatif dan konsistensi masing-masing kriteria.
[20] Strategi maritim khusus menghadapi aktor negara dipandegani TNI-AL dan yang kedua lebih banyak menghadapi aktor non-negara atau asimetrik diwilayah domain maritim dipandegani pengawal pantai.
[21] Kekurangan ahli/pakar teknologi utamanya maritim, dirasakan Presiden baru-baru ini —sebaiknya menjadi policy, Kemendikbud dan strategi pencapaiannya untuk membangun (operasional) terciptanya sejumlah besar ahli teknologi dan semacam itu di negeri ini (policy misal : cetak sarjana ilmu murni 30 %, engineering 50% dan sisanya sociology, dll).
[22] Periksa fig # 5 & 6.
[23] Saaty menyebut eselonisasi sebagai dekomposisi ~ analog dengan konsep strategi militer — from strategy-to-task. Penugasan muncul setelah strategy dan strategy diturunkan dari policy—mungkinkah penugasan muncul tanpa strategi? Penugasan (task) tidaklah bisa djadikan pendekatan kalkulas kekuatan yang digunakan, strategilah yang dominan, periksa publikasi RAND, tentang “strategy-to-task”.
[24] Saaty, Thomas L., Univ of Pittsburgh, RWS Pub, 2000, “Fundamentals of Decision making and Priority Theory, With The Analytic Hirarchy Process“, Volume VI of the AHP series, halaman 16…bila seseorang lebih memilih apel dari mangga, dan lebih memilih mangga dari pisang, dan tentunya konsisten memilih apel lebih terhadap pisang. Konsistensi diperlukan, untuk menemukan harga prioritas yang dilakukan dengan normalisasi. Penjelasan ini mungkin kurang menarik karena agak mathematik, namun teori statistik mathematik bisa menjelaskan dengan baik, yang lebih penting dipahami kerangka fikirnya.
[25] Saaty, Thomas L. dan Vargas, Luis.G, Univ of Pittsburg, Springer Pub, 2001, “Models, Methods, Concepts & Applications of the Analytic Hierarchy Process “, halaman 7. Benefit adalah kondisi yang menguntungkan, cost adalah semua konsekuensi yang harus dikeluarkan guna mendukung setiap pilihan keputusan—a.l : uang, tenaga, korban, kerusakan, kehilangan, politik, ekonomi, dll, tergantung tingkat strategik, operasional atau taktik. Korosec, Barbara M., Paper, US Naval War Coll,1993, “The Analytic Hierarchy Process: Enhancing Operational Level Decision Making ”, halaman 6…April 1982, while two-thirds of the British Fleet was steaming or preparing to steam to the Falklands, Thomas Saaty (pengarang dan penulis buku AHP) was facilitating at the University of Pittsburgh’s six weeks seminar, attended by 25 participants, incl:Great Britain. Saaty decided to use AHP to determine what Britain course of actions (CB=cara bertindak) should be with regard to the Falklands.Tim ini (expert choice) ahli membangun model CB dan membuat analisis kepekaan (analysis sensitivity) yang sangat membantu sekali lebih memahami masalahnya.
[26] “Biaya“ (mungkin) lebih tepat diterjemahkan “ongkos” atau Cost bahkan tidak mencerminkan nominal rupiah. Definisi ini cenderung sebagai konsekuensi, risiko, upaya, dll guna mendukung setiap pilihan. Bahwa di dalam parameter “biaya“ mengandung nominal rupiah/dollars itu bisa terjadi, misal bahan bakar dan pemeliharaan.
[27] Korosec, Barbara M., Paper,Journal US Naval War Coll,1993, “ The Analytic Hierarchy Process: Enhancing Operational Level Decision Making ”, halaman 22.
[28] Ibid,
[29] Ibid, halaman 26.
[30] … The XO ,US Submarines uses AHP to determine the factors that drive the selection equipment that is installed on submarines. By using AHP to analyze factors critical to submarine missions and to analyze alternative solutions, the Navy highlights critical issues and reduces time frame to make equipment selections.
[31] Saaty,Thomas.L dan Vargas,Luis.G, Univ of Pittsburg , Springer Pub, 2001, “ Models, Methods, Concepts & Applications of the Analytic Hierarchy Process “, halaman 3.
[32] Ibid, Saaty menetapkan angka mulai 1 sd 9, tersebut sebagai patokan fisik dan psikologik (preferensi dan perasaan sekaligus).
[33] Ibid, halaman 3.
[34] Kuantitatif sanggup membedakan dengan tajam hadirnya perbedaan alternatif.PAH menyelesaikan dengan konsep matrik dan konsistensi melalui nilai Eigen (Eigen vector). Proses matematika terbantukan s/w yang ada. Dunia mendatang lebih banyak dipenuhi angka-angka yang disodorkan ke pimpinan di bandingkan dengan kalimat kalimat panjang lebar (cara naluri,insting,tradisional) sebelum diputuskan. Analisis biaya (cost analysis–bukan akuntansi) sudah menjadi ketrampilan (state craft) wajib elite nasional era sekarang.
[35] Ibid, halaman 6. Skala ini menurut Saaty valid/absah guna mengukur tingkat efektivitas juga.
[36] Baris dihitung dari atas kebawah menjadi baris 1, 2, , dst, baris kelima 5. Sel bisa ditulis untuk baris pertama dari kolom pertama sd kolom ke delapan (1,1, 1,2, 1,3, dst 1,8), analog dari baris kedua dihitung dari kolom pertama sampai dengan kolom ke delapan (2, 1, 2, 2, 2, 3 dst 2,8). Contoh skor preferensi sel 1,1 adalah 1, sel 1,2 adalah 5, sel 1,3 adalah 3, sel 1,4 adalah 7, dan seterusnya. Sel (1,2) harga preferensi 5, maka sel (2,1) harga preferensinya menjadi 1/5, kebalikannya. Harga prinsip nilai Eigen ( λ maks) adalah 9.669. CR = CI/RI, CI adalah consistency index, dan RI adalah random index. CI = (λ maks – n)/n -1. Tim keluarga (yang menilai) tidak perlu merisaukan cara mendapatkan harga harga itu, software komputer akan menyelesaikannya dibantu Analis keputusan. Pengambil keputusan diharapkan cukup bisa membaca hasil dan alternatif keputusan.
[37] Saaty, Thomas.L dan Vargas,Luis.G, Univ of Pittsburg , Springer Pub, 2001, “Models, Methods, Concepts & Applications of the Analytic Hierarchy Process“, halaman 121 dan QD, vol 8, no.1, Juli 2014, halaman 9, “Revolusi urusan militer (RUM) dan teknologi transfer“,“,…model “ go-no-go” transfer teknologi sebelum diputuskan. Hasil studi TOT (transfer teknologi) dari satu asset ke asset lainnya dan dari tahun ke tahun bisa dijadikan pelajaran—biaya yang dikeluarkan membengkak atau tidak atau time frame-nya malah menjadikan biaya lebih besar(extra cost).
[38] Cabala,Pawel, Journal Operations Research and Decisions, no.1, 2010, “Using The AHP in Evaluating Decision Alternatives“ , halaman 7 .
[39] Solusi PAH , akan obyektif memberikan penilaian , bisa saja beda angka antara kandidat yang sangat sangat tipis sekali, barulah dilakukan “fit & proper test” —-transparan serta effisien bukan?
[40] Saaty, T.L, International Journal of Services Science,vol# 1, no # 1, 2008, “Decision Making With The Analytic Hierarchy Process”, halaman 84. Bagaimana dengan kebijakan Diknas mengatasi kekurangan produk pendidikan berkualifikasi teknologi ?
[41] Ibid, hal 84. ….sulit melakukan analisis apalagi test kepekaan tanpa suatu angka pembeda (kuantitatif).
[42] Ibid, halaman 3. Sudah bukan lagi era-nya untuk berfikir sektoral versus masalah yang kaostik dan komplek, seperti kata Saaty : … we need a new process by which to determine which objective outweighs another , at least in the near term. Since we are concerned with the real life problems we must recognize the necessity for trade-offs to best serve the common interest. Therefore, this new process (AHP) should also allow for consensus building and compromise, kata Saaty,Thomas. L dan Vargas, Luis.G.