1. Pendahuluan
Menurut rencana, dalam beberapa waktu ke depan di Jakarta akan diselenggarakan pertemuan Indonesia-Australia Defense Strategic Dialogue (IADSD). Semula pertemuan IADSD tahun ini dijadwalkan pada18 September 2006, namun karena sesuatu dan lain hal, kedua belah pihak sepakat mengundurkannya beberapa waktu. Pertemuan IADSD merupakan forum tahunan Indonesia-Australia di bidang pertahanan dan keamanan guna membahas isu-isu yang terkait dengan kerjasama keamanan kedua negara.
Kerjasama Indonesia-Australia di bidang pertahanan dan keamanan senantiasa selalu mengalami pasang surut. Pasca kasus Timor Timur yang mendorong Indonesia membatalkan Mutual Security Arrangement (MSA) pada September 1999, di awal 2006 Australia mengajak Indonesia untuk mengikat kerjasama di bidang keamanan dalam bingkai Security Agreement. Naskah ini akan membahas prospek kerjasama keamanan Indonesia-Australia di masa depan.
2. Kepentingan Nasional Australia
Posisi geopolitik Australia dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategis yang sangat dinamis saat ini membuat Australia membutuhkan jembatan di Asia Tenggara yang untuk dapat melaksanakan Go North Policy. Oleh karena itu, Australia harus “berbaik-baik” dengan Indonesia, antara lain melalui Security Agreement dengannya.
Sejauh ini, sikap Indonesia mengenai kemungkinan adanya security agreement dengan Australia masih menunggu ketegasan sikap dari Australia sendiri.
Ada dua butir syarat utama yang diajukan Indonesia menanggapi keinginan Australia, yaitu (i) sikap politik Australia yang tidak mendukung gerakan separatisme di wilayah mana pun di Indonesia, dan (ii) Australia tidak menjadi tempat aktivitas LSM pro kemerdekaan Papua. Menurut informasi yang didapat FKPM, sampai saat ini Australia belum dapat menjawab semua syarat yang diajukan oleh Indonesia.
Australia sendiri sangat berhasrat untuk kembali menjalin security agreement dengan Indonesia karena dilandasi oleh tiga isu yang dianggap paling mengancam terhadap kepentingan nasionalnya, yaitu isu terorisme, pencucian uang dan penyelundupan manusia. Selain itu, Australia juga berkepentingan terhadap isu proliferasi senjata pemusnah massal, sebagaimana tercermin dalam IADSD 2005 di Canberra.
Patut diduga, dalam IADSD 2006 nanti isu ini akan kembali diangkat oleh Australia, karena pada April 2006 Menteri Pertahanan Australia mengungkapkan ”harapannya” agar suatu saat Indonesia dapat berpartisipasi dalam PSI. ”Harapan” itu diungkapkan tak lama setelah Menteri Luar Negeri RI menolak ajakan partisipasi PSI dari Menteri Luar Negeri Amerika Serikat.
Berdiskusi tentang kemungkinan adanya security agreement antara Indonesia-Australia, patut untuk disadari bahwa hal itu tak lepas dari bingkai kepentingan nasional Australia untuk tetap menjadi regional power. Pengalaman di masa lalu ketika Indonesia-Australia terikat dalam MSA, wadah itu secara tidak langsung memberikan restu kepada Australia untuk menjadi regional power, sementara Indonesia saat itu sibuk dengan agenda stabilitas nasional di dalam negeri. Dampaknya dirasakan oleh Indonesia saat kasus Timor Timur pecah pada 1999, di mana Australia dengan lantang mendukung kemerdekaan propinsi ke-27 Indonesia tersebut. Pesan yang ingin disampaikan di sini adalah Australia tak akan segan-segan mencederai suatu perjanjian bilateral bilamana hal itu terkait dengan kepentingan nasionalnya.
Apabila ditarik dalam konteks kekinian, pertanyaan pertama yang harus diajukan adalah apa keuntungan politik yang dapat diraih Indonesiabila menjalin security agreement denganAustralia? Kerjasama keamanan Indonesia-Australia selama ini nampaknya lebih menguntungkan Australia daripada Indonesia, bahkan pada kasus-kasus tertentu Indonesia terkesan hendak dijadikan ”pagar keamanan” bagi Australia.
Pola keamanan Australia ini meniru persis yang dilakukan oleh Amerika Serikat, yaitu sebisa mungkin mencegah masuknya ancaman jauh sebelum mencapai Australia. Dengan kata lain, Australia memperluas perimeter keamanannya ke wilayah kedaulatan negara lain. Sebagai negara berdaulat dan bermartabat, tidak sepatutnyaIndonesiamenjadi ”pagar keamanan” bagiAustralia.
Terlebih sudah menjadi kesepakatan bersama di antara politisiAustralia(apapun partainya), bahwaIndonesiaharus dicegah memiliki kekuatan militer yang kuat, karena hal itu akan mengancam kepentingan nasionalAustralia. NamunAustraliajuga tidak menghendaki kekuatan militerIndonesiaterlalu lemah, karena instabilitas diIndonesiaakan menimbulkan implikasi langsung bagi Australia.
Dalam isu ALKI dan alur Timur-Barat, sudah jelas Australia tidak ingin Angkatan Laut RI mengendalikan perairan-perairan itu. Karena dengan mengendalikan perairan-perairan itu, secara tidak langsung Angkatan Laut RI dapat mengawasi pergerakan armada Royal Australian Navy dan sewaktu-waktu dapat ”mencekik” SLOC Australia.
3. Kerjasama Ke Depan
Suka atau tidak,IndonesiadanAustraliaadalah dua negara bertetangga dengan segenap perbedaannya. Oleh karena itu, kerjasama keamanan kedua negara merupakan hal yang tak terhindarkan. Menurut hemat FKPM, dua syarat yang diajukan oleh Indonesia tidak sebanding dengan kepentingan dengan yang diajukan oleh Australia. Dalam hal ini, Indonesia berbicara pada aspek kepentingan kedaulatan, sementaraAustraliaberbicara pada kepentingan strategis. Sebab kerjasama antara dua negara secara intrinsik dapat terjalin sudah mengandung aspek pengakuan kedaulatan masing-masing negara.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam kerjasama itu. Yaitu (i) memberikan keuntungan signifikan terhadap Indonesia, (ii) tidak menjadikan Indonesia sebagai “bumper” bagi keamanan dan ambisi regional Australia, dan (iii) Indonesia harus bersikap proaktif dalam kerjasama itu.
Salah satu kelemahan bangsa Indonesia adalah cepat lupa dengan masa lalu. Hendaknya hal ini tak terjadi dalam kerjasama keamanan Indonesia-Australia kini dan ke depan, karena Australia secara politik akan selalu berupaya mencari cara untuk ”menelikung” Indonesia.
Dalam konteks keamanan maritim, yang perlu diwaspadai adalah Australia secara sepihak tetap melakukan patroli maritim secara intensif sepanjang tahun yang cakupannya adalah wilayah Indonesia. Patroli maritim itu yang ditunjang oleh jaringan radar Jindalee sudah pasti dapat memonitor pergerakan di Pangkalan-pangkalan Angkatan Laut dan Angkatan Udara RI.