- Pendahuluan
Kebijakan Pemerintah Republik Indonesia dibawah presiden Joko Widodo saat ini untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia adalah merupakan salah satu upaya pembangunan disektor maritime Indonesia disamping pembangunan disektor-sektor yang lain. Pembangunan Maritim saat ini menjadi sangat penting mengingat sector ini telah terabaikan selama berpuluh tahun , seolah mengingkari hakekat dan bentuk negara kita yang merupakan negara kepulauan, dimana duapertiga wilayahnya adalah laut. Potensi maritime Indonesia dalam segala aspek, tidak mendapat perhatian yang sungguh-sungguh ( dapat dikatakan semenjak Indonesia merdeka) dari pemerintah dan rakyat untuk dapat digunakan sebesar-besarnya bagi kemakmuran bangsa dan negara. Poros maritime dunia yang dicanangkan oleh presiden Jokowi tidak lain adalah Komitmen politik yang tujuan idealnya adalah untuk mengembalikan kejayaan maritim Indonesia yang menurut sejarah pernah ada dan berjaya di Nusantara. Tujuan operasionalnya adalah bagaimana menggali dan memanfaatkan potensi maritime termasuk sumber daya alam dan sumber daya buatan yang terkandung didalamnya untuk kemajuan ekonomi dan perdagangan. Tersirat juga dalam keputusan politik tersebut yaitu bagaimana memanfaatkan kedudukan geografis Indonesia yang berada pada posisi silang , serta konfigurasi NKRI sebagai suatu posisi tawar (bargaining position) yang kuat terhadap negara lain khususnya dikawasan Asia Tenggara . Secara regional Asia Tenggara, negara kita menempati duapertiga wilayahnya sehinggga tidaklah berlebihan jika Indonesia seyogiyanya memainkan peran yang lebih besar dari negara-negara tetangga baik secara politik maupun ekonomi. Untuk mewujudkan rencana (impian ?) ini tidaklah mudah karena jalan yang akan ditempuh sangat panjang. Diperlukan partisipasi dari seluruh komponen bangsa menyatukan langkah dan pemikiran khususnya pemegang kekuasaan dan pengambil keputusan baik Eksekutif, Legislatif maupun Yudikatif. Oleh karena itu perlu dilakukan suatu kajian dan pembahasan yang mendalam serta menyeluruh yang mencakup tahap-tahap pengambilan keputusan Nasional yang meliputi Policy, strategi dan operasional sehingga akan diperoleh sedikit gambaran bagaimana sebaiknya jalan yang harus ditempuh untuk mewujudkan poros maritim seperti apa yang diinginkan oleh pemerintah. Selain dari itu diharapkan para pengambil keputusan akan dapat menyatukan persepsi dan pengertian masing-masing sehingga tujuan pembangunan sesuai bidang tanggung jawabnya akan terarah dan tidak meraba-raba dan tidak jelas. Hal ini penting sekali karena ternyata beberapa waktu lalu Presiden Jokowi mengungkapkan bahwa pelaksanaan pembangunan sector maritime belum berjalan sebagaimana mestinya karena belum adanya satu persepsi yang sama diantara pemangku kepentingan, terkesan masih berjalan sendiri-sendiri. Bahasan selanjutnya dalam tulisan ini akan mencoba menelaah dan mempelajari apa dan bagaimana yang harus dilakukan , tidak ada salahnya mencontoh bangsa-bangsa maritim lain yang sudah jauh lebih maju dari Indonesia . Demikian juga tentang teori- teori pembangunan kekuatan maritim yang ternyata masih banyak dianut oleh banyak negara (maritim) karena meyakini akan kebenarannya. Salah satu konsep tentang bagaimana suatu negara maritim dapat dibangun agar menjadi kuat dan makmur adalah yang disusun oleh A T Mahan yang antara lain ditulis dalam bukunya yang berjudul “ The Influence of Sea Power Upon History.” Buku tersebut banyak dijadikan referensi / wajib dibaca disekolah-sekolah militer Angkatan Laut tingkat Sesko , dan tentunya dapat juga dijadikan bahan pemikiran untuk pembangunan negara maritim berkembang seperti Indonesia. Dalam buku tersebut Mahan membahas tentang factor-faktor atau komponen kekuatan maritime suatu bangsa yang utama. Menurut dia bila ingin mencapai kejayaan dan kemakmuran suatu negara maritime, maka komponen-komponen itulah yang harus dibangun dan dikembangkan.
Diantara semua komponen kekuatan tersebut, kekuatan Angkatan Laut sebagai kekuatan militer / kekuatan perang, akan selalu menjadi komponen utama, karena peranannya yang sangat vital , baik sebagai kekuatan pertahanan maupun sebagai kekuatan keamanan dalam arti luas. Di Indonesia, jelas terlihat dalam Undang-Undang No 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia(TNI), pada pasal 9 yang memuat tentang tugas TNI Angkatan laut, yang dibagi dalam 4(empat ) tugas utama, menunjukkan betapa luas dan beragamnya tugas-tugas yang harus dilaksanakan oleh TNI –AL.
2.Kekuatan Laut atau Maritim. ?
Untuk lebih memahami apa sesungguhnya yang dimaksud dengan Kekuatan Laut atau Kekuatan Maritim ( arti keduanya tidak perlu dipertentangkan karena pada hakekatnya mempunyai arti yang sama, tergantung penyebutannya dan penggunaannya. Sebagai contoh, Inggris menyebut Maritime Power tidak lain adalah kekuatan Angkatan Laut.) Sebaliknya dalam beberapa buku referensi kita menemukan bahwa uraian tentang Kekuatan Laut (Sea Power ) tidak lain adalah segala potensi maritime yang ada di negara bersangkutan. Oleh karena itu ada baiknya kita memahami dulu pengertian antara Kekuatan Laut( Sea Power) dan Kekuatan maritim (Maritime Power) dan bagaimana hubungan keduanya. Harus diakui bahwa sampai saat ini masih banyak kesimpangsiuran pengertian diantara para pengamat, akademisi dan bahkan masyarakat umum tentang tersebut. Dalam bagan dibawah ini yang disusun oleh Geoffrey Till, akan sangat jelas terlihat bahwa sesungguhnya Sea Power adalah merupakan perpaduan antara kemampuan kekuatan maritim dibidang Militer dalam hal ini kekuatan Angkatan Laut dan kemampuan kekuatan maritim dibidang non militer(sipil) yang tidak lain adalah armada komersial(dagang), armada perikanan dan lain-lain. Kedua bidang kekuatan ini bersumber dari satu Kebijakann Nasional( National Policy) , yang dibagi kedalam dua kebijakan besar yaitu bidang Keamanan dan bidang Kesejahteraan. Dibidang Keamanan akan disusun kebijakan pertahanan yang selanjutnya menelorkan Strategi Militer yang keluarannya adalah operasi militer sedangkan bidang Kesejahteraan akan disusun Strategi maritim(sipil) yang keluarannya adalah operasi-operasi perdagangan dilaut. (lihat bagan) di bawah ini[1].
Namun menurut Geoffrey Till dalam bukunya :Sea Power ( Guide for the twenty first century), penggunaan kata “laut” dan “maritim” hanyalah terletak pada masalah arti bahasa Inggris.(semantic). Maritim lebih diartikan sebagai kata sifat misalnya negara maritim untuk membedakan dari negara non maritim. Sedangkan kata Laut lebih mengarah pada kata benda, namun dalam penggunaannya kedua-duanya dapat digandengkan dengan kata Kekuatan( Power). Kata “kekuatan” diinterpretasikan kedalam dua arti, pertama sebagai input , yaitu suatu karakteristik negara bangsa yang menjadikan negara tersebut begitu kuat (powerful). Sedangkan yang kedua sebagai output , yaitu lebih diarahkan keluar. Suatu negara dikatakan punya kekuatan ,apabila dapat mempengaruhi pihak lain dan tunduk pada kemauannya. Jadi tidak ada salahnya kedua istilah tersebut yaitu ;Kekuatan Laut atau Kekuatan Maritim digunakan, tidak perlu dipertentangkan, tergantung pada tujuannya. Dalam bahasan selanjutnya penulis akan menggunakan istilah Kekuatan Maritim mengacu pada karakteristik negara kita dan juga agar sejalan dengan komitmen pemerintah saat ini.
3.Kekuatan Laut menurut AT Mahan.
Didalam bukunya yang terkenal berjudul “The Influence Of Sea Power Upon History”, Alfred Thayer Mahan banyak bercerita tentang sejarah konflik antar negara di Eropah seperti Belanda , Perancis, Spnyol dan Inggris selama periode tahun 1660-1783. Dari sejarah konflik tersebut Mahan kemudian menyusun teorinya utamanya tentang kekuatan laut (Sea Power). Konsep utamanya tentang Sea Power, didasarkan pada ide bahwa : suatu negara yang mempunyai kekuatan Angkatan Laut yang kuat dan besar akan mempunyai pengaruh yang besar pula didunia, dan lebih jauh lagi negara bersangkutan akan mencapai kejayaan dan kemakmuran bagi bangsanya. Bila diteliti lebih dalam, kita mendapati bahwa gagasan- gagasan Mahan disusun secara induktif dalam arti pengkajiannya didasarkan pada peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam suatu kurun waktu tertentu dalam sejarah namun dapat berlaku umum. Satu hal yang oleh banyak Navalist diterima sebagai satu premis adalah kenyataan bahwa laut memiliki kelebihan terhadap daratan sebagai faktor penentu dalam masalah-masalah didunia dan laut memainkan peranan yang menentukan dalam perkembangan peradaban manusia. Karena itu tidak berlebihan jika dia mengatakan bahwa bagaimanapun bahayanya laut namun perjalanan dan angkutan lintas laut selalu lebih mudah dan lebih murah daripada melalui darat. Dia mengatakan bahwa sejak jaman dahulu kala , laut telah menjadi ajang pertarungan politik, sosial dan pertahanan bagi negara-negara untuk mengembangkan kehidupan dan mengejar kesejahteraan bangsa dan negaranya.
Pada hakekatnya laut adalah suatu jalan besar/lebar dimana manusia dapat melaluinya kemanapun arah yang dia inginkan tanpa hambatan .Akan tetapi dari jalan yang besar dan lebar tersebut, dipilihlah beberapa jalan tertentu yang sering dilalui dan dianggap aman. Pemilihan jalan khusus dan tertentu tersebut didasarkan pada alasan satu-satunya yaitu agar mudah dikendalikan. Selanjutnya jalan yang sering dilalui itu disebut, jalur perdagangan(trades routes). Meskipun diakui jalur perdagangan dimaksud banyak juga bahaya dan rintangannya, jalur angkutan lewat laut tetap saja dianggap lebih mudah dan lebih murah dibandingkan dengan jalur lewat darat. Sejarah telah membuktikan bahwa negara-negara maritim Eropah telah menikmati kejayaan perdagangan keseluruh pelosok dunia, bukan hanya karena angkutan lewat laut , tetapi sekaligus menikmati ketenangan dan keamanan pelayaran lewat laut. Ambil contoh, Inggris , Spanyol dan Belanda bisa mencapai kejayaan dan kemakmuran pada jamannya bahkan memiliki banyak tanah jajahan , karena dapat menjelajahi dunia dan melakukan perdagangan serta mengangkut komoditi strategis lewat laut. Jadi pada mulanya pandangan Mahan tentang kegunaan laut adalah untuk medium komunikasi dan transportasi yang selanjutnya juga sebagai penggalian sumber daya alam, dan medium untuk memproyeksikan kekuatan laut kedarat. Dalam sejarah perkembangan selanjutnya, untuk menanggulangi ancaman keamanan maupun keselamatan yang dapat saja muncul ditengah laut sewaktu-waktu diciptakanlah kapal-kapal khusus yang terpisah dan dipersenjatai dengan tugas untuk mengawal kapal-kapal dagang pengangkut komoditi yang sedang berlayar untuk menanggulangi kemungkinan ancaman yang dihadapi. Kapal-kapal khusus dengan tugas yang khusus inilah yang kemudian kita kenal sebagai kapal perang. Sejarah kemudian mencatat sejak jaman dahulu, kapal perang tidak hanya bertugas mengawal kapal dagang untuk kepentingan keamanan perdagangan laut, tapi juga sebagai kekuatan untuk berperang menghancurkan kapal perang lawan dalam perang laut. Terbentuklah apa yang kita kenal dengan armada tempur, sebagai cikal bakal kekuatan Angkatan Laut.
Ketika perdagangan lewat laut semakin luas dan berkembang , akhirnya disadari bahwa masalah kelangsungan hidup perdagangan tersebut haruslah memperoleh perlindungan yang memadai, sehingga masalah perlindungan ini lalu menjadi sesuatu kebutuhan yang sangat penting . Apalagi mengingat pelayaran kapal melalui laut keseberang lautan sangatlah jauh sehingga membutuhkan waktu yang lama bahkan sampai berbulan-bulan. Mahan lalu mencetuskan suatu gagasan bahwa perlindungan terhadap kapal-kapal yang berlayar hanya dapat dilakukan secara efektif jika laut tersebut dapat dikendalikan(control). Pengendalian laut (sea control) yang dimaksud oleh Mahan adalah laut akan selalu berada dalam pengawasan dan terjaga dari segala macam ancaman keamanan yang mungkin timbul, serta mencegah ancaman tersebut memasuki wilayah laut yang diawasi. Penerapan pengendalian laut ini dalam masa perang oleh Mahan disebut Pengendalian Absolut atau Pengendalian Mutlak (Absolute Control of the Sea.).Hal ini berarti bahwa kita dan kawan kita dapat menggunakan/ bemanuver di suatu wilayah laut tertentu dengan sebebas-bebasnya, sedangkan pihak lain dhi lawan sama sekali tidak mempunyai peluang atau tidak boleh masuk dan menggunakannya. Menurutnya hanya dengan cara demikian maka kemenangan dapat dicapai. Sebagai catatan, teori Mahan ini didunia modern terbukti sangat sulit diterapkan, bahkan ditentang oleh para navalist yang muncul kemudian. Hal tersebut disebabkan karena memang sifat laut yang berbeda dengan daratan, dimana manusia tidak dapat tinggal dilaut, tidak dapat bercocok tanam, membangun pagar pembatas, membeli atau menjualnya. Karena itu laut akan berperan sebagai:
- Medium komunikasi ( jalan besar kesegala arah)
- Medium penggalian sumber daya alam.
- Pangkalan untuk memproyeksikan kekuatan kedarat
Selain dari melakukan perlindungan, lama kelamaan dibutuhkan adanya tempat ditepi laut untuk tempat pengumpulan bahan/ komoditi perdagangan , karena barang-barang yang dihasilkan sebagai hasil bumi atau diproduksi oleh manusia didalam negeri maupun diseberang lautan, membutuhkan tempat untuk pengapalan dan kemudian pengangkutan dengan kapal milik sendiri. Tempat yang dimaksud inilah yang kemudian kita kenal sebagai pelabuhan laut. Sejarah mencatat bahwa tempat yang berawal dari pelabuhan laut ini diseberang lautan menjadi cikal bakal terbentuknya koloni-koloni dan daerah-daerah jajahan. Karena pelayaran kapal yang cukup jauh dan berbahaya, maka diperlukan pos-pos pengawasan untuk memudahkan melakukan manuver dan gerak , dari situlah lalu terbentuk pangkalan kapal-kapal bersenjata ( armed shipping). Armed Shipping inilah yang kemudian diorganisir menjadi Angkatan Laut dengan kapal-kapal perangnya. Pangkalan-pangkalan tersebut juga berfungsi sebagai tempat resupply bahan bakar minyak dan bahan makanan bagi kapal-kapal perang sehingga untuk keperluan bekal ulang tidak harus kembali kenegara asalnya untuk keperluan tersebut. Sebagai contoh Inggris membangun pos-pos/pangkalan untuk mendukung pelayaran kapal-kapal dagangnya keTimur jauh yaitu di Gibraltar, Malta, Aden, Colombo, Singapura dan Hongkong. Sedangkan disebelah barat adalah St Helena, Cape of Good Hope, Louisberg di teluk St Lawrence. Semua pangkalan ini sangat menunjang pembentukan koloni-koloni Inggris di seluruh dunia yang kemudian menjadi negeri jajahannya. Pada jaman itu pangkalan-pangkalan menjalankan dua fungsi sekaligus yaitu pangkalan komersial/dagang dan juga pangkalan kapal perang(Angkatan Laut). Dari proses dan perkembangan yang diuraikan secara singkat diatas, dapat disimpulkan bahwa kekuatan Maritim suatu negara pada awalnya merupakan perpaduan yang tak terpisahkan dan saling mendukung antara kekuatan militer dilaut ( baca: armada kapal [2]perang) yang mengendalikkan laut dengan kekuatan senjatanya, dan armada kapal untuk perdagangan atau komersial yang berkarakter sipil. Diakui oleh Mahan bahwa sekalipun pengendalian laut merupakan hal yang sangat penting untuk terciptanya suatu perdagangan lewat laut yang aman, namun pengendalian laut pada kenyataannya tidak terlepas dari adanya dukungan berbagai faktor lain baik didaratan maupun dilaut . Apabila armada tempur selama berabad-abad telah memainkan peranan penting dalam melakukan pengendalian laut, sehingga dianggap sebagai lambang kekuatan maritim, maka diakui juga efektifitas dan eksistensinya banyak tergantung dari unsur-unsur kekuatan laut yang lain. Mahan mengatakan: “ It must however be admitted , and will be seen, that the wise or unwise action of individual men has at certain periods had a great modifyng influence upon the growth of sea power in the broad sense , which includes not only the military strength afloat , that rules the sea or any part of it by force of arms, but also the peaceful commerce and shipping from which alone a military fleet naturally and healthfully springs , and on which it securely rests.”2
Sekalipun Mahan tidak mendefinisikan secara jelas apa Kekuatan Maritim,( selanjutnya kita akan menyebutnya potensi), namun dia diakui sebagai orang pertama yang merumuskan secara sistimatis komponen-komponen kekuatan maritim. Menurut Mahan kommponen-komponen tersebut adalah:
- Angkatan Laut yang diwujudkan dalam armada perang . Sebagai satu-satunya kekuatan militer dilaut maka Angkatan laut bertugas pokok menjaga dan mempertahankan kedaulatan negara dilaut dari setiap ancaman yang datangnya dari luar maupun dari dalam. Sesuai dengan ketentuan hukum laut baik yang berlaku secara internasional maupun nasional, melakukan penegakan hukum dilaut(law enforcement at sea) dan menanggulangi segala bentuk ancaman maritim yang terjadi dilaut. Disamping itu Angkatan Laut bertanggung jawab atas terselenggaranya segala kegiatan utamanya ekonomi dilaut dengan aman, termasuk didalamnya keamanan pelayaran kapal-kapal niaga, keamanan kegiatan penangkapan ikan oleh kapal-kapal ikan, serta kegiatan eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam dilaut. Salah satu tugas Angkatan Laut(baca:kapal perang) yang tidak diemban oleh kekuatan militer lainnya adalah melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut , yaitu tugas politik sebagai kepanjangan tangan pemerintah negara pemilik apabila kapal perang tersebut melakukan lawatan keluar negeri. Oleh karena itu kapal perang diperlakukan juga sebagai bagian dari teritori negara dimanapun dia berada. Melihat banyaknya tugas yang harus diemban oleh Angkatan Laut, maka seyogiyanya kekuatan Angkatan Laut haruslah memadai ,dalam arti mampu melaksanakan tugas dengan baik. Mahan meyakini bahwa untuk mencapai kesejahteraan dan kemakmuran bangsa dan negara maka suatu negara maritim haruslah memiliki Angkatan Laut yang kuat dan disegani.
- Armada niaga( komersial) yaitu kapal-kapal dagang berbagai jenis dan ukurannya. Ada premis yang mengatakan bahwa kapal-kapal niaga yang melakukan kegiatan angkutan lewat laut dinegara maritim terlebih lagi dinegara kepulauan merupakan tulang punggung perekonomian negara bersangkutan. Angkutan lewat laut dengan menggunakan kapal-kapal niaga lebih murah dan relatif lebih aman serta dapat mengangkut muatan lebih banyak dibanding dengan angkutan jalan didarat. Laut tidak akan pernah terkendala oleh jalan rusak, sempit, serta keadaan topografi yang berbahaya seperti didarat. Karena jalur laut sudah tersedia secara alamiah maka laut tidak memerlukan perbaikan, pelebaran ataupun pembuatan jembatan. Angkutan kapal laut memegang peranan penting bagi negara yang melakukan kegiatan ekonomi perdagangan luar negeri lewat eksport import. Idealnya, seluruh angkutan komoditi maupun lainnya baik didalam negeri maupun keluar negeri dilakukan oleh kapal-kapal milik sendiri( berbendera negara sendiri).
- Armada perikanan segala sarana pendukungnya. Ikan merupakan salah satu sumber daya alam yang melimpah dilaut, tentunya perlu pengelolaan yang baik agar dapat dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Bagi negara maritim, ikan laut telah menjadi komoditi penting sebagai penghasil devisa bagi negara ,tidak hanya sekedar untuk dikonsumsi sendiri akan tetapi juga sebagai komoditi eksport. Disinilah pentingnya kapal-kapal penangkap ikan diberdayakan dan diorganisir dengan baik, mulai dari pembuatan regulasi , pembangunan /pembuatan kapal ikan beserta alat tangkap yang memadai agar kegiatan penangkapan ikan dilaut dapat dilakukan secara efektif dan eficien. Pengorganisasian kapal-kapal penangkap ikan kedalam armada –armada kapal, baik yang dikelola oleh pihak swasta maupun yang dimiliki pemerintah bertujuan agar pengawasan dan pengendalian lebih mudah dilaksanakan. Armada kapal ikan diharapkan mampu menangkap ikan bukan hanya di wilayah laut yurisdiksi sendiri tapi juga mampu di laut lepas diluar wilayah teritorial sendiri.
- Armada survei dan pemetaan. Kapal-kapal Survei dan pemetaan memegang peranan penting bagi kemajuan suatu negara pantai atau kepulauan. Seperti diuraikan diatas bahwa laut mengandung berbagai sumber daya alam tidak hanya ikan , sehingga memerlukan penelitian dan eksplorasi yang teliti dan terus menerus. Tanpa adanya sarana untuk melakukan kegiatan tersebut maka mustahil manusia dapat mengetahui apa yang terkandung didalam laut, didasar maupun dibawah dasar laut. Sarana tersebut adalah kapal khusus dengan perlengkapan dan peralatan khusus yang disebut kapal survei. Bagi negara-negara yang sudah maju, kapal-kapal survei mereka menjelajah keseluruh dunia bahkan sampai kekutub, karena tidak hanya untuk kepentingan negara sendiri tetapi juga untuk kepentingan universal.
- Pelabuhan laut dan pangkalan. Dapat diibaratkan kapal laut dan pelabuhan seperti layaknya suami dan istri. Kapal adalah suami, dan istri adalah pelabuhan. Artinya, bila kita mempunyai banyak kapal tetapi tidak ada pelabuhan tempat kapal berlabuh atau bersandar maka kapal-kapal tersebut akan tetap mengapung dilaut tak berarti. Sebaliknya juga adanya pelabuhan dibanyak tempat tetapi tidak ada kapal yang datang bersandar atau berlabuh, maka pelabuhan tersebut menjadi mubazir. Pelabuhan laut menjadi komponen sangat penting dan vital didalam kekuatan maritim yang keberadaannya sama dengan kapal, saling melengkapi dan membutuhkan. Pelabuhan laut dengan segala fasilitas pendukungnya didarat, merupakan tempat bongkar muat barang atau komoditi hasil bumi dan hasil produksi ,termasuk juga melayani kegiatan untuk keperluan export maupun import barang dari dan ke luar negeri. Karena itu pelabuhan laut merupakan mata rantai yang tak terpisahkan dari sistim angkutan laut nasional maupun internasional utamanya bagi negara pantai atau negara kepulauan. Pangkalan (hanya istilah untuk pembeda saja) yaitu diperuntukkan bagi kapal-kapal perang yang otomatis mempunyai fasilitas yang berbeda dari pelabuhan umum.
- Industri dan jasa maritim sebagai penunjang. Suatu negara maritim yang ingin maju hendaknya mampu membuat atau membangun kapal sendiri dan sekaligus dapat merawatnya. Karena itu dibutuhkan sarana penunjang yaitu industri pembuatan kapal. Sarana ini yang kita kenal sebagai galangan kapal mutlak ada sebagai salah satu elemen kekuatan maritim agar negara pengguna tidak tergantung dari pembelian kapal dari luar negeri. Galangan kapal( dok) dimaksud diharapkan tidak hanya mampu membuat kapal angkutan barang untuk komersial, tapi juga mampu membangun kapal jenis lainnya seperti kapal pengangkut minyak(tanker), kapal penumpang(orang) dan kapal ikan. Selanjutnya sebagai konsekwensi daripadanya, sarana perawatan dan perbaikan kapal dan segala peralatan didalamnya harus pula tersedia. Alangkah menguntungkan apabila galangan kapal tersebut juga mampu membangun kapal perang untuk kebutuhan pertahanan. Industri dan jasa maritim juga mencakup industri penunjang yang menyertainya seperti, industri baja, industri elektronika, kayu (umumnya untuk kapal ikan) dan sebagainya.
Mahan dalam teorinya mengemukakan syarat-syarat prinsip (principal conditions) yang sangat berpengaruh terhadap kekuatan maritim suatu negara bangsa adalah:
- Posisi geografis. Suatu negara pantai yang tidak begitu banyak kepentingannya didaratan, misalnya tidak ada yang harus dipertahankan, atau sebaliknya tidak mungkin memperluas wilayah teritorialnya , sebaiknya mengalihkan perhatiannya untuk mengembangkan kekuatan Selanjutnya dikatakan bahwa posisi yang dikelilingi oleh laut, akan lebih banyak memiliki keuntungan karena dapat membangun pelabuhan-pelabuhan terbuka untuk tujuan komersial, dan akan relatif terbebas dari ancaman maupun gangguan-gangguan yang terjadi diperbatasan dengan daratan. Keuntungan lain dari segi pertahanan, bahwa kekuatan tempur lautnya akan lebih mudah dikonsentrasikan ataupun sebaliknya disebarkan(dispersi). Kutipannya sebagai berikkut: “The geograpfical position of a country may not only favor the concentration of its forces, but give the further strategic advantage of a central position and a good base for hostile operations against its probable enemies.[3]
- Bentuk fisik negara, mempermasalahkan apakah negara bersangkutan memiliki pantai yang panjang seperti halnya suatu negara kepulauan atau sebaliknya hanya memiliki pantai yang sedikit atau pendek. Negara yang memiliki pesisir(seaboard) yang panjang sangat menguntungkan baik dari segi keamanan maupun kesejahteraan, karena daerah pesisir merupakan daerah batas yang memberikan akses yang luas dan mudah ke daerah-daerah atau negeri seberang . Demikian pula pantai yang panjang memberikan kemudahan bagi lalu lintas dan perpindahan orang dari satu tempat ketempat lainnya diluar wilayahnya. Mahan mengakui bahwa panjang pantai saja tidak cukup akan tetapi dipantai-pantai tersebut haruslah terdapat pelabuhan dengan akses navigasi yang baik untuk kepentingan perdagangan yang olehnya disebut sebagai sumber kekuatan dan kekayaan. Namun sebaliknya dia juga tidak menyangkal bahwa kemudahan keluar masuk pelabuhan-pelabuhan juga mengandung kelemahan , khususnya dimasa perang apabila sistim pertahanannya tidak diatur dengan baik.
- Luas wilayah. Syarat ketiga ini sangat berkaitan erat dengan titik 2 diatas. Yang dimaksud dengan luas wilayah disini bukanlah jumlah total km persegi teritori kekuasaan negara, melainkan panjangnya garis pantai yang dipunyai, beserta dengan karakteristik pelabuhan-pelabuhan yang terdapat disitu. Dengan kata lain seberapa panjang pantai yang dapat dimanfaatkan untuk kegiatan ekonomi perdagangan dan interaksi dengan pihak lain. Kondisi fisik pantai(contour) juga menentukan, misalnya memberikan kemudahan bagi orang atau kapal keluar masuk ke dan dari laut. Pantai yang curam dan berbatu misalnya tentu tidak menguntungkan. Panjang pantai akan menjadi sumber kekuatan sekaligus juga kelemahan sejalan dengan jumlah penduduk disepanjang pantai tersebut .
- Jumlah penduduk. Maksudnya adalah karakteristik dari penduduk yang mendiami negara bersangkutan sangat mempengaruhi perkembangan dan pembangunan kekuatan maritim. Seperti halnya dengan luas wilayah, maka jumlah penduduk dimaksud bukanlah jumlah keseluruhan penduduk negara bersangkutan, melainkan jumlah penduduk yang melakukan kegiatan berkaitan dengan laut dengan segala aspeknya. Atau paling kurang penduduk yang siap dipekerjakan di bidang-bidang pelayaran, perkapalan, perikanan, industri maritim dan sejenisnya. Desa-desa pantai dimana mata pencaharian penduduknya adalah nelayan, termasuk didalamnya.
- Karakter Nasional, adalah faktor yang lebih menyangkut soal manusianya yaitu masalah bakat, ketrampilan dan kecerdasan (aptitude) manusia mengelola dan memanfaatkan potensi yang ada, akan sangat menentukan kemajuan. Mahan mengambil contoh dua negara yang serumpun yaitu Spanyol dan Portugis dijaman dahulu, dalam mengelola perdagangan laut. Kedua negara secara tamak mengangkut hasil bumi dan hasil galian tambang dari negara jajahan, namun tidak dibarengi dengan pembangunan industri maritim didalam negeri sehingga lama kelamaan kekayaan itu habis seiring dengan hilangnya daerah jajahan.
- Karakteristik Pemerintah, faktor terakhir dalam bahasan ini, namun sangat penting karena sebagaimana lazimnya disuatu negara, pemerintahlah penentu kebijakan politik , mulai dari Kepentingan Nasional, Tujuan Nasional sampai pada Strategi Keamanan Nasional untuk pembangunan nasional. Arah kebijakan pembangunan seyogiyanya bertumpu pada geopolitik serta karakteristik atau konfigurasi negara bersangkutan. Dalam arti bahwa visi dan misi pembangunan bangsa dan negara hendaknya diselaraskan dengan bentuk negara. Secara spesifik misalnya untuk suatu negara pantai atau kepulauan, maka visi pembangunan haruslah berorientasi ke laut atau maritim. Apabila bervisi daratan/kontinental, maka itu sama saja mengingkari karakteristik negaranya, dan dapat dipastikan tidak akan membawa keberhasilan yang maksimal sebab mengabaikan potensi maritim bangsa yang besar yang terkandung didalamnya.
- . Tugas TNI-Angkatan Laut menurut UU RI No 34 tahun 2004.
Bahasan selanjutnya tentang Tugas TNI Angkatan laut, tidak lain mengacu pada UU Republik Indonesia no 34 tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia (TNI). Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto berulang kali menyebutkan bahwa UU No 34 tahun 2004 tersebut dapat dikatakan sebagai “Undang –undang dasar “´nya TNI dalam arti bahwa setiap kebijakan penggunaan kekuatan TNI secara keseluruhan mencakup Darat, Laut dan Udara, hendaknya didasarkan pada UU ,ini. Sebagai contoh , ditegaskan dalam Bab III , kedudukan , pasal 3 dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan Militer, TNI berkedudukan dibawah Presiden. Selanjutnya, Tugas masing-masing Angkatan Darat, Laut, dan Udara ditetapkan berturut-turut pada pasal 8, 9 dan 10. Khusus mengenai Tugas Angkatan Laut pasal 9 secara lengkap adalah sebagai berikut:
- Melaksanakan tugas TNI matra laut dibidang pertahanan.
- Menegakkan hukum dan menjaga keamanan diwilayah laut yurisdiksi nasional sesuai dengan ketentuan hukum nasional dan hukum internasional yang telah diratifikasi.
- Melaksanakan tugas Diplomasi Angkatan Laut dalam rangka mendukung kebijakan politik luar negeri yang ditetapkan oleh Pemerintah.
- Melaksanakan tugas TNI dalam pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut.
- Melaksanakan pemberdayaan wilayah pertahanan laut.[4]
Apabila ditelaah dan dipahami dengan baik dan benar, maka akan terlihat bahwa Tugas TNI-AL sungguh luas dan beragam, mulai dari tugas-tugas yang berkaitan dengan Pertahanan (matra Laut) , Penegakan hukum dilaut , melaksanakan Diplomasi AL sebagai kepanjangan tangan pemerintah RI , serta melaksanakan pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut. Mungkin banyak pengamat masalah Pertahanan dan Maritim berpendapat bahwa agar pelaksanaan tugas TNI tersebut dalam UU ini bias efektif, haruslah dijabarkan dahulu kedalam Peraturan-peraturan yang tingkatnya lebih rendah, misalnya Peraturan Pemerintah, Keputusan Presiden , Peraturan menteri dan sebagainya. Akan tetapi dilain pihak jika peraturan-peraturan dimaksud tidak kunjung muncul, sedangkan situasi dan kondisi sudah menuntut, maka tugas-tugas tersebut dapat saja dilaksanakan sejauh tidak menyimpang. Lagi pula 5(Lima) Pilar utama untuk mewujudkan Poros Maritim Dunia yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo juga sangat sejalan dengan amanat yang tercantum dalam pasal 9 UU no 34 diatas. Seperti yang sudah kita ketahui , 5(lima ) Pilar utama tersebut adalah:
- Pembangunan kembali budaya maritime Indonesia.
- Menjaga dan mengelola sumber daya laut, membangun kedaulatan pangan laut melalui pengembangan industry perikanan.
- Komitmen pengembangan infrastruktur dan konektifitas maritime, membangun tol laut , logistic, industry perkapalan dan pariwisata maritime.
- Diplomasi Maritim, mengajak semua mitra Indonesia untuk bekerja sama pada bidang kelautan .
- Membangun kekuatan pertahanan maritime.
Tidak dapat disangkal bahwa TNI-AL selama ini telah melakukan tugas-tugas tersebut dalam UU tentang TNI pasal 9 , khususnya pada titik a, b, dan c. Sebagai kekuatan pertahanan matra laut , kekuatan TNI-AL telah diorganisasikan kedalam SSAT yang terdiri dari unsure-unsur Kapal perang Pesawat terbang ,pasukan Marinir dan Pangkalan pendukung. Untuk menjawab tantangan keamanan dilaut masa depan , beberapa waktu lalu telah dibentuk Armada III yang wilayah tanggung jawabnya mencakup perairan Indonesia bagian Timur. Sebagai kekuatan penegak hukum dilaut, unsure-unsur TNI AL sangat berperan dalam membasmi berbagai tindakan pelanggaran hukum dan tindak pidana dilaut sebagai tugas asasi yaitu tugas –tugas konstabulari dapat dikatakan sudah menjadi “makanan sehari-hari” KRI. Sekalipun diakui bahwa masih banyak kegiatan-kegiatan illegal yang terjadi dilaut sampai saat ini , seperti; penyelundupan, pencurian ikan, peredaran Narkoba dsb, hal ini disebabkan karena Angkatan Laut masih kekurangan sarana (baca: kapal perang) sehingga belum mampu meliput seluruh perairan yurisdiksi nasional secara massif. Tugas lain yang dirasakan sudah cukup baik dilaksanakan oleh Angkatan Laut yaitu Tugas Diplomasi AL. Sebagai kepanjangan tangan pemerintah RI khususnya politik luar negeri, diwujudkan dalam bentuk Port Visit, muhibah ke luar negeri, ikut dalam misi / tugas PBB, kegiatan latihan bersama dan sebagainya. Kedepan AL dituntut untuk melaksanakan tugas ini lebih intensif lagi untuk mendukung kebijakan politik luar negeri RI.
Selanjutnya penulis akan membahas tugas AL lainnya sesuai UU TNI tersebut yaitu pada pasal 9 ayat d dan e. Pembangunan dan Pengembangan Kekuatan Matra Laut (ayat d), seyogiyanya merujuk pada kekuatan Matra laut atau potensi kekuatan sesuai dengan komponen-komponen potensi kekuatan yang dikemukakan oleh Mahan dalam uraian diatas. Hal ini cukup beralasan karena sebagai bangsa maritime kita perlu belajar kepada bangsa maritime lain yang sudah maju dan sejahtera karena membangun komponen-komponen maritime tersebut secara sungguh-sungguh dan berkelanjutan. Tentu saja harus disesuaikan dengan situasi dan kondisi negara kita yang berkonfigurasi kepulauan. Komponen pertama yaitu pembangunan kekuatan Angkatan Laut yang tangguh, tidak diragukan lagi karena tugas ini sudah merupakan day to day busyness TNI-AL. Oleh karena itu tidak akan dibahas secara luas dalam tulisan ini. Komponen kedua yaitu Armada Komersial atau Niaga baik untuk kebutuhan domestic maupun internasional, sepertinya belum banyak disentuh. Pengalaman dan fakta menunjukkan bahwa Armada Niaga adalah tulang punggung ekonomi suatu negara maritime apa lagi bagi negara kepulauan seperti Indonesia. Karena itu tidak berlebihan bila dikatakan Armada Niaga Nasional adalah tumpuan kemajuan perdagangan dan ekonomi dalam arti menjadi angkutan utama komoditi strategis dan kebutuhan masyarakat antar pulau maupun antar negara. Daya angkut kapal laut sampai saat ini belum dapat ditandingi oleh moda angkutan darat maupun udara. Dalam struktur organisasi TNI-AL telah dibentuk Aspotmar , seorang pejabat pembantu Kasal dalam menyusun kebijakan tentang pembinaan potensi maritime nasional, sedangkan pelaksana pusat diserahkan pada Kadispotmar yang diharapkan melaksanakan kebijakan yang telah ditentukan. Pembinaan Armada Niaga Nasional seyogiyanya bermuara pada atau bertujuan untuk mencapai Kesejahteraan bangsa dan negara( Prosperity) serta meningkatkan Keamanan Nasional (Security ) . Pembinaan hendaknya menyeluruh, mencakup policy(kebijakan), strategi, operasi dan taktis/teknis, termasuk didalamnya adalah sumber daya manusia lewat pendidikan. Hal ini tentu jangan diartikan bahwa TNI-AL akan ikut campur tangan dalam kebijakan pembinaan yang dilakukan oleh Kementerian teknis yang membawahinya yaitu Kementerian Perhubungan dhi Direktorat Jenderal Perhubungan Laut.(Ditjenperla). Untuk mencapai tujuan itu, diperlukan adanya satu kerjasama yang erat antara Ditjenperla dan TNI-AL yang dimuat dalam bentuk MOU atau aturan lainnya .Sehingga misalnya dengan mudah TNI-AL mencari data tentang jumlah perusahaan pelayaran baik interinsuler maupun internasional serta jumlah kapal serta jenisnya yang dibawah kendali operasi perusahaan –perusahaan tersebut. Demikian pula yang tidak kalah penting adalah data-data yang sama tentang Pelayaran Rakyat.(Pelra) baik yang dikelola secara nasional maupun oleh pemerintah daerah. Penulis berpendapat bahwa pembinaan atas Armada Niaga /komersial lebih berat pada pembinaan untuk tujuan Keamanan (security). Singkatnya , Armada niaga nasional termasuk Pelra disamping tugas rutin/asasinya harus juga diarahkan untuk menunjang tugas-tugas Keamanan dan Pertahanan negara , dalam arti harus menjadi kekuatan pengganda dalam pertahanan matra laut untuk mempertahankan negara dan bangsa bila menghadapi ancaman bahkan perang. Misalnya, yang paling sederhana, karena melayari seluruh pelosok nusantara, maka armada niaga dan Pelra dapat dimanfaatkan sebagai pengumpul data informasi tentang apa saja yang terjadi dilaut, khususnya yang patut diduga adanya kegiatan illegal dapat dilaporkan langsung kepada KRI yang sedang melakukan patroli atau ke Mabes TNI AL ( dilakukan sesuai prosedur dan komunikasi yang sudah diatur sebelumnya). Praktek penggunaan armada niaga un tuk tujuan keamanan yang terakhir ketika Indonesia membantu perjuangan rakyat Tim Tim pada tahun 1975 ( kapal-kapal PELNI dan Sriwijaya Lines) untuk mengangkut pasukan, dukungan logistic dan amunisi/ senjata. Adalah juga menjadi tugas TNI- AL (KRI) untuk menjaga keamanan dan keselamatan pelayaran diseluruh wilayah nusantara sebagai tugas asasinya. Seperti halnya dengan Armada Niaga, maka pembinaan terhadap Armada Perikanan sebagai salah satu potensi maritime juga harus diarahkan untuk menjadi kekuatan yang dapat digunakan untuk menunjang pertahanan matra laut. Terhadap armada survey dan pemetaan TNI-AL dalam hal ini sudah dilaksanakan oleh Dinas Hydro Oceanografy yang memang sudah melekat pada tugas TNI-AL. Dalam hal pembangunan pelabuhan laut termasuk didalamnya industry dan jasa maritime yang saat ini sedang digiatkan pemerintah, baik yang sudah ada dan dikembangkan maupun pembangunan baru, peluang yang dapat dimanfaatkan adalah memberikan masukan tentang lokasi yang strategis serta alur pelayaran yang memadai sehingga memenuhi syarat keamanan dan keselamatan kapal yang keluar masuk. Dalam masa krisis dimana negara membutuhkan, maka pelabuhan-pelabuhan tersebut dapat dipakai untuk pangkalan kapal perang karena semua fasilitasnya sudah tersedia. Harus diakui bahwa tidak mudah untuk merealisasikan semua tugas ini , karena membutuhkan kerja sama dan koordinasi yang erat lintas kementerian( tentu lewat perangkat lunak berupa peraturan , prosedur dan ketentuan yang mengikat).
- 5. Penutup.
Sebagai negara maritime maka Indonesia memiliki prospek yang besar untuk menjadi negara kuat dan makmur karena memiliki komponen-komponen kekuatan maritime sebagai modal utama untuk menuju ke Poros maritime Dunia seperti apa yang dicanangkan pemerintah. Komponen kekuatan maritime yang mengacu pada teori Mahan dalam uraian diatas, hanya merupakan acuan , bercermin pada negara-negara maritime besar yang sudah lebih maju dari kita. Mungkin masih banyak potensi/ kekuatan lain misalnya : budaya maritime, pariwisata maritime, pangan dari laut dsb. Namun potensi tersebut tidak akan berdaya guna dan berhasil guna untuk dinikmati oleh bangsa dan rakyat Indonesia bila tidak dikelola dan dikembangkan sedemikian rupa lewat perencanaan dan pelaksanaan yang tepat dan benar. UU no 34 tahun 2004 tentang TNI , pada pasal 9 mengamanatkan tugas-tugas TNI-AL antara lain melakukan pembangunan dan pengembangan kekuatan matra laut. Pembangunan tersebut disamping untuk tujuan kesejahteraan, juga harus diarahkan untuk mencapai tujuan-tujuan keamanan.
Referensi:
- Undang-Undang RI No 34 tahun 2004 tentang TNI.
- Alfred Thayer Mahan, The Influence of Sea Power Upon History.
- Geoffrey Till, Sea Power, A Guide to the twenty first century.
- Frederick H. Hartmann, Relation of the Nations.
- Soewarso Msc, Kumpulan Karangan tentang evolusi pemikiran masalah ke Angkatan Lautan.
[1] Geeoffreey Till, Seapower A Guide for the Twenty-First Century, Frank Cass London Portland.
[2] A.T Mahan, The Influence Of Sea Power Upon History, American century series.
[3] Ibid, hal 26
[4] Undang-undang No 34 tahun 2004 tentang TNI.