Oleh Willy F. Sumakul
Latar belakang
Pemikir Angkatan Laut modern Admiral A.T. Mahan, mengatakan bahwa suatu negara maritim bila ingin menjadi kuat dan makmur, haruslah membangun suatu Angkatan Laut yang besar pula. Syarat penting lain adalah adanya karakteristik pemerintahnya yang harus berorintasi pada maritim dimana program-program pembangunannya banyak bertumpu pada pemberdayaan sumber daya yang berkaitan dengan maritim. Paham Mahan ini sejak dicetuskan beberapa puluh tahun yang lalu, masih sangat relevan hingga saat ini bahkan mungkin sampai masa depan. Banyak negara maritim besar yang kita saksikan dewasa ini menganut paham Mahan ini, bahkan China sekarang sedang giat melaksanakan pembangunan Angkatan Lautnya, sebagai implementasi dari kesadaran akan letak dan konfigurasinya sebagai negara maritim. Asumsinya adalah, Angkatan Laut yang besar dan kuat dengan sendirinya akan menjamin keamanan pembangunan ekonomi dan perdagangan utamanya pemberdayaan sumber daya dari laut dan mengamankan jalur perdagangan lewat laut (SLOC).
Sejalan dengan itu “Maritime Domain Awareness” (MDA) harus terus dikumandangkan dan digemakan setiap saat kepada seluruh lapisan masyarakat. Indonesia tidak terkecuali karena negara kita berada dalam jajaran negara maritim besar. Untuk menciptakan MDA hendaknya menjadi tugas seluruh komponen bangsa, diseluruh bidang kehidupan, namun pemerintah adalah sebagai leadernya. Para purnawirawan TNI AL dalam semua strata, mempunyai potensi yang besar untuk diberdayakan dalam suatu organisasi yang solid melaksanakan tugas-tugas membantu pengembangan TNI AL dan masyrakat maritim pada umumnya.
Liga Angkatan Laut dan Organisasi Purnawirawan TNI-AL
Kesadaran akan keberadaan sebagai negara maritim akan menjadi landasan yang kuat bagi pembangunan bangsa, karena dengan demikian akan muncul kebutuhan akan suatu Angkatan Laut yang besar dan kuat pula (itu premis). Masalah besar yang dihadapi oleh bangsa dan negara kita saat ini adalah belum meletakkan kedudukannya yang benar sebagai negara maritim sebagaimana yang dilakukan oleh negara maritim yang lain. Terlihat dalam rencana pembangunan di bidang maritim belum menjadi tumpuan utama pembangunan. Bahkan terkesan lebih mengkerdilkan arti hakikinya, misalnya Dewan Maritim diubah menjadi Dewan Kelautan. Begitu pula Kementerian Kelautan dan Perikanan dibentuk dan bukannya Kementerian Kemaritiman, misalnya. Padahal kita semua tahu bahwa “kelautan” hanyalah merupakan subset dari “maritim” yang memiliki arti yang lebih luas. Pendidikan yang berorintasi ke kemaritiman masih kecil sekali muatannya, akibatnya akan lebih menjauhkan anak didik kita dari laut, bahkan memperoleh kesan kalau laut itu berbahaya, jadi harus dijauhi.
Rasanya tidak ada tempat dalam naskah pendek ini untuk membahas betapa banyaknya kegiatan pembangunan negara kita yang mengabaikan hakekat kita sebagai negara maritim. Di sini kita setuju dengan Mahan, “political will” pemerintah menjadi kunci. Peran masyarakat di sini juga sangat diperlukan, dan salah satu golongan masyarakat yang diharapkan mampu melakukan hal-hal yang dapat menggugah pembentukan MDA adalah kelompok Purnawirawan TNI-AL. Kelompok ini diyakini mempunyai potensi yang besar asal dikoordinasikan dan diorganisasikan dengan baik dan mencanangkan tujuan tertentu. Dibeberapa negara maritim besar mereka diorganisasikan dalam apa yang dinamakan “Navy League”. Sebagai contoh, di Amerika, Navy League didirikan pada tahun 1902 atas prakarsa presiden waktu itu Theodore Rosevelt (dengan sendirinya mempunyai dasar hukum yang kuat). Karena dibentuk oleh pemerintah, maka kedudukannya begitu kuat dan “suaranya” pun sangat kuat. Mereka dapat menyampaikan dalam bentuk pemikiran, tugas-tugas yang berkaitan dengan laut kepada kongress AS, bahkan ke seluruh rakyat Amerika. Dalam perkembangannya mereka telah menjadi satu organisasi kemasyarakatan besar dengan banyak cabang-cabang di seluruh Amerika untuk mengabdi, mendukung dan berdiri berdampingan dengan seluruh kekuatan maritim lainnya seperti Angkatan Laut, Marinir, Coast Guard serta armada niaga lainnya. Organisasi ini telah menjadi non governmental partner di Departemen Pertahanan Amerika yang ikut menangani masalah manajemen kelautan, perikanan, lingkungan, perdagangan dsb. Di Inggris Navy League bertujuan antara lain “To promote an awareness in the British public on the dependancy of the country to the sea and the only safe guard is to have a powerful navy”. Navy League di Inggris juga bertugas meyakinkan bahkan mendesak pemerintah bahwa dengan pembiayaan yang cukup, Angkatan Laut dapat melaksanakan tugas dengan baik. Begitu besar pengaruhnya sampai-sampai mereka dapat memberikan pertimbangan bila akan terjadi penggantian pimpinan di Royal Navy. Navy League juga exist di Kanada dan Australia yang pada dasarnya meniru Inggris, merupakan organisasi kemasyarakatan yang sangat berpengaruh.
Di Indonesia telah berdiri PPAL (Persatuan Purnawirawan Angkatan Laut), sejak kira-kira tiga tahun lalu. Namun berbeda dengan misalnya US Navy League, organisasi ini dibentuk atas dasar prakarsa beberapa perwira tinggi Purnawirawan TNI-AL, dan pimpinan TNI AL dan bukan oleh pemerintah. Karena usianya yang masih sangat muda, maka dapat dimaklumi bahwa PPAL masih dalam fase pemantapan organisasi, sosialisasi lewat publikasi dan membangun jaringan (networking). Sekalipun demikian bukan tidak mungkin PPAL dapat dikembangkan baik organisasinya maupun tugas-tugas yang akan diemban di masa depan. Satu hal yang pasti, hendaknya PPAL ke depan dapat menyumbangkan kerja dan pemikirannya kepada TNI-AL dan negara dan bangsa Indonesia pada umumnya. Kami tidak tahu apakah PPAL akan terus berkembang seperti adanya sekarang ini atau akan berubah seperti halnya Navy League di negara-negara lain, namun yang diharapkan PPAL akan menjadi suatu organisasi seperti US Navy League. Karena itu satu hal yang dianggap perlu agar mempunyai tumpuan yang kuat serta memperoleh akses yang lebih luas dan mudah ke pemerintah maupun komponen masyarakat lainnya adalah memperoleh penetapan dari Pemerintah dalam hal ini Presiden RI. Hal ini memang perlu usaha dan loby yang kuat untuk meyakinkan, namun bukan berarti tidak dapat dilakukan, semata-mata untuk kemajuan PPAL. Untuk itu sebenarnya kita tidak perlu malu meniru dari negara maritim lain yang jauh lebih maju, demi kemajuan sendiri (tentu disesuaikan dengan kondisi dan situasi). Harapan tugas yang dapat diemban PPAL atau Indonesia Navy LeagueH adalah:
- Menjadi suatu organisasi kemasyarakatan yang luas, berdiri berdampingan dengan organisasi maritim yg sudah ada, serta mengabdi, mendukung TNI-AL serta kekuatan maritim yang lain.
- Tetap mengumandangkan dan mengingatkan bahwa negara Indonesia adalah negara maritim besar dan karena itu kemajuan dan kesejahteraan bangsa dan negara dapat dicapai melalui pembangunan maritim.
- Mencari akses dalam pendidikan bangsa khususnya menggalakkan generasi muda bila perlu menjadi sponsor untuk masuk kependidikan-pendidikan maritim seperti akademi maritim dan juga ke Akademi Angkatan Laut.
- Menjadi organisasi non pemerintah yang menjadi partner di Kementerian Pertahanan, serta membantu dalam manajemen kelautan, perikanan dan lingkungan laut di kementerian terkait.
- Memberikan pembelajaran kepada masyarakat lewat publikasi (majalah Jalasena) ataupun ceramah-ceramah, tentang kebutuhan akan Angkatan Laut yang kuat untuk mengamankan kepentingan Nasional yang berkaitan dengan laut.
- Membangun jaringan yang lebih luas dengan membuka cabang-cabang di seluruh Indonesia.
Penutup.
Amat disayangkan apabila potensi yang dipunyai oleh para purnawirawan TNI-AL tidak diberdayakan dengan baik lewat suatu organisasi yang solid dan berpengaruh. Status nya yang sudah “bebas” ini memungkinkan untuk lebih banyak merenung dan memikirkan kemajuan TNI-AL dan pembangunan maritim Indonesia pada umumnya minimal menyumbangkan ide-ide atau pikiran-pikiran. Wadah yang sudah ada, PPAL, perlu dikembangkan dan diperkuat agar mampu melaksanakan tugas-tugas, paling tidak menyamai organisasi-organisasi semacamnya di luar negeri.
Sudah cape rasanya saya menulis artikel dan makalah sejak saya kadet tahun 1969 sampai pensiun sebagai dosen di akademi maritim beberapa tahun lalu yang mengemukakan pentingnya kita kembali ke jatidiri sebagai bangsa bahari, namun itu ibarat teriakan di padang pasir, para penentu policy hanya mengangguk-angguk saja pada waktu seminar atau lokakarya, setelah itu segala macam artikel dan makalah yang disampaikan hanya masuk laci saja. Tidak usah jauh-jauh, lihat realisasi pembentukan Indonesian Coast Guard yang sudah diamanatkan oleh undang-undang saja sampai sekarang masih di awang-awang. Para penentu policy masih belum menganggap pentingnya sektor maritim, dianggap sektor maritim hanya sekadar pelengkap dari… Read more »
Terimakasih atas komentarnya Pak. Kami percaya, bila bangsa Indonesia banyak yang memiliki pemikiran seperti Bapak, bangsa kita ini pasti akan maju.