PERLAWANAN TERORISME

1. Pendahuluan

Merujuk beberapa berita harian di Indonesia, sejak dilemparkannya ide pembentukan Koter sebagai bagian perlawanan terorisme oleh Panglima TNI, diberi angin oleh Menteri Pertahan bahkan oleh Presiden, mulailah dibentuk (meski belum resmi) oleh TNI-AD, organisasi desk anti teror tingkat Kodam, Kodim dan seterusnya sampai ke Babinsa. Pertanyaan besarnya apakah benar dengan pembentukan Koter sebagai subdesk anti teror akan efektif menjawab masalah besar ini? Pertanyaan besar tersebut akan dijawab dengan keberadaan infrastruktur (model) yang komprehensif dan menunjukkan “orkestra” (high valued orchestra) dari seluruh instrumen kekuatan nasional untuk melawan terorisme.

Sementara belum menyentuh konsep yang lebih komprehensif, kokoh dan strategik, tinjauan disini mendekati dengan peran seharusnya (yang lebih prioritas dan fokus) bagi Dephan dan TNI. Pendekatan ini tentu saja baru merupakan bagian kecil dari tipologi terorisme. Namun sebelumnya perlu mendefinisikan dengan jelas terminologi terkait terorisme dengan menggunakan terminologi NATO atauUS(sama).Beberapa definisi yang perlu dicermati adalah perlawanan terrorisme atau combatting terrorism, lawan terorisme atau counter-terrorism, dan anti-terrorism (anti-terrorism).

Ketiga definisi utama tersebut sering dibolak-balik pengertiannya. Lawan terorisme lebih kepada upaya ofensif, sebaliknya anti terorisme lebih kepada upaya meminimalisasi kerugian, korban, tindakan  pasca bencana teroris dan lain-lain. Penggunaan definisi Gultor (penanggulangan terorisme) didefinisikan ke arah perlawanan atau lawan atau anti terorisme? Hal ini masih belum jelas bagi masyarakat TNI, apalagi publik. Kalau masih belum, bagaimana menjamin bangunan infrastruktur perlawanan terorisme yang lebih kokoh dan komprehensif—setidak-tidaknya membangun konsep perlawanan terorisme?

2. Diskusi 

Penentuan peran sangat menentukan sekali. Peran akan ditentukan oeh sistem analisis misinya (mission system-analysis). Berandai-andai strategi militer nasional (TNI) sudah ada (dan sudah disetujui DPR-RI) berbunyi: a.l ……mempertahankan negara dan bangsa dst, serta membantu ajensi utama (leading agencies) dalam perlawanan terorisme. Maka rujukan strategi tersebut (strategic’s guidance planning) akan memudahkan menguraikan sistem  analisis misi penggunaan kekuatan TNI untuk berperan dalam status perbantuan (supporting civil-authority)….merujuk muatan kedua dari strategi militer nasional. Analisis berikutnya adalah siapa pemegang ajensi utama dalam hal perlawanan terorisme? Pertanyaan seperti ini sangatlah rasional untuk ikut membantu menguraikan sistem analisis tugas.

Menjawab ini, dapat didekati dengan, pertama pendekatan kepemilikan (property) strategi keamanan nasional atau mungkin lebih teknis lagi kebijakan keamanan dalam negeri (homeland atau internal affairs). Siapakah pemilik kebijakan tersebut …Depdagri ataukah Polri atau mungkin departemen lainnya atau gabungan lebih dari satu ajensi pemilkinya? Siapapun juga pemilik kebijakan tersebut, menunjukkan kejelasan bagi Dephan atau TNI bahwa peran militer akan lebih banyak berorientasi kepada perbantuan.

Siapapun juga pemiliknya, maka perlu ada “hubungan” (link) terus menerus dengan pemilik tersebut yang berlaku sebagai ajensi utama—muncul perwira koordinator pertahanan (defense coordinating officer. Mengapa diperlukan? Perbantuan militer kepada ajensi non militer/ajensi sipil adalah suatu problema yang kompleks terhadap entitas fungsional dan memerlukan koperasi yang mendalam dengan ajensi terkait dan sub ajensinya.

Kedua, mengalir dari uraian pertama, menilik kategorisasi sasaran fisik bagi teroris yang begitu bervarian, sangatlah masuk akal apabila ajensi utama akan lebih dari satu. Ambilah salah sasaran fisik bagi teroris yang justru menjadi kelemahan pemerintah (sel dalam matriks yang terbesar insentifnya) dan menjadi incaran teroris. Bila ada insiden di laut laut lepas (maritime’s issues) atau di pelabuhan terhadap sabotase atau insiden di bandara-bandara, mungkin TNI-AL dan atau Dephub dengan KPLP-nya akan menjadi salah ajensi utama.

Bila ada hipotesa seperti ini, maka perlu satu ajensi atau badan yang lebih kuat otoritasnya (authority powerfull) untuk mengkoordinasikan kegiatan lintas departemen. Cukupkah dengan desk anti teror? Mungkin perlu ditinjau ulang mengingat ruang lingkup keamanan nasional begitu besar, ada baiknya diambil alih badan resmi tentang keamanan nasional dengan merujuk alasan pertama.

Alasan pertama dan kedua sudah cukup untuk dijadikan alasan, untuk belum sepenuhnya memberikan keyakinan bahwa pembentukan desk anti  teror via jaringan organisasi Kodam dan turunannya sangat effektif menanggulangi perlawanan terorisme. Menilik pemilihan  sasaran  bagi teroris dan ruang manuvranya yang sangat bervarian, pilihan penggunaan senjata dan nilai simbolik (symbollic value) yang akan dilontarkan teroris yang begitu beragam, seyognyanya isu ini ditangani oleh bukan hanya desk anti terror, tetapi oleh Dewan Keamaman Nasional.

Mengikutsertakan TNI khususnya fase tindakan berikutnya yang memerlukan pasukan khusus, tidak  hanya bisa menggunakan Kopassus, perlu Komando gabungan pasukan khusus TNI yang bertugas menanganinya. Di sisi lain tidak boleh mengabaikan kecenderungan spesialisasi Polri dalam perlawanan terorisme yang juga semakin berkembang. Dunia lebih mengenal tim SWAT (Strategic Weapon And Tactic) milik Polisi yang tangguh dalam isu anti terorisme.

Parameter yang sangat efektif dalam perlawanan ini, tidak sekedar intelijen saja, namun oleh penangkalan yang efektif melalui program operasi keamanan yang agresif dengan menekankan pada gabungan analisis deteksi dan kegiatan lawan intelijen, utamanya intelijen manusia (humint, dengan menyusup ke kelompok mereka)….dan meminimalisasi sumber daya keuangan (fund raising oleh negara sponsor atau negara simpati atau negara induk semangnya). Mungkin perlu diteruskan ke Mabes TNI dan Dephan  bahwa pembentukan desk anti teror tingkat Kodam dan turunannya sebagai insiatif AD perlu dikaji ulang dengan insiatif kaji ulang desk anti teror dan pembentukan Dewan Keamanan Nasional .

3. Penutup

Demikian kajian ini dibuat untuk digunakan sebagai masukan.

1. JP 1-02,Joint Publication, “Departemen of the Defense, Dictionary of Military and Associated Terms”,12 April 2001, diamandemen s/d5 September 2003. Mengingat RI masih belum memiliki kamus umum pertahanan nasional/militer yang sepatutnya diketahui umum, untuk sementara makalah ini menggunakan kamus yang sudah dikenal dan analog dengan kamus NATO. Periksa juga JP 3-07.2,”Joint Tactics, Techniques, and Procedures For Anti-terrorism”, 17 March 1998. Penulis memilih definisi perlawanan sebagai terjemahan Combatting .Counter dengan lawan dan anti —-dengan  anti. Merujuk ref tersebut , maka lawan terorisme àoffensive measures taken to prevent,detter and respond to terrorism,sedangkan anti terorismeà defensive masures ,used to  reduce vulnerability to terorist attack.Sedangkan perlawanan terorisme adalah —involved actions(agegasi) including counter-terrorism and anti-terrorism taken to oppose terrorism throughout the entire threat spectrum. Referensi down load situs US DoD defense link atau Joint Opt Electronic Link.
2. JP 3.07.2, halaman III-2….lead agencies for terrorist attack, dst.
3. Ibid, halaman I-11,….within the US Government; the NSC (National Security Council) took the Lead in producing a well founded coordinated policy….including the employment of SOF(Special Operation Forces). Uraian karakter dan katagori sub spesialisasi SOF yang digunakan untuk perlawanan terorismeàperiksa “Theory of SOF”, Thesis Naval Postgraduate School, MA in National Security Afairs,Lcdr William McRaven, USN, 1998 dan ”Fourth Generation Of War : Paradigm for Change”, MS in Defense Analysis,June 2005, Col Gansyham Singh Katoch, Indian Army, halaman 105-105. Download situs US NPS, Navy Link.
4. ”A Military Guide to Terorism in the Twenty -First Century“, TRADOC DCSINT Handbook No.1, tahun 2004, version 2.0, halaman 5 – 10. Hasil download situs US Army Tradoc. Program keamanan ini,mungkin bisa dilaksanakan mencermati perilaku manuvra kelompok Dr Azahari, yang selalu kontrak rumah, pendiam, tidak banyak bicara, keluar sore sampai pagi, dll, nampaknya masyarakat belum tersentuh dengan informasi ciri-ciri seperti ini. Belum ada kebijakan pemerintah untuk membendung atau membekukan aliran dana dari sumber tidak dikenal kepada alamat tertentu yang patut dicurigai (a.l bukan pengusaha, tetapi menerima kiriman uang begitu besar), misalnya.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap