Peperangan tak beraturan (PTB atau IW/irregular warfare), proksi, zona abu-abu, hybrid—peperangan modern kontemporer?

  • Pendahuluan

IW (irregular warfare), is used loosely as a synonym for unconventional warfare, asymmetric warfare, guerrilla warfare, partisan warfare, nontraditional warfare, low intensity conflict (LIC), insurgency, rebellion, revolt, civil-war, insurrection, revolutionary warfare, internal war, counterinsurgency (COIN), subersive war, war within a population, intrastate war, internal development, internal security, internal defense, stability, law and order, nation building, state building, small wars, peacemaking, peacekeeping, 4GW, and global war on terror(GWOT) [1].   

Peperangan generasi ke-4, hybrid, zona abu–abu, asimetrik [2], proksi, PTB, dll, sudah berjalan kl 35 tahun dan disebut sebagai perang modern kontemporer [3]. Artinya mirip satu sama lain. Bagamana respon di-lapangan, sudah siapkan pemerintah [4]? Biasa terjadi di-negara ketiga, tidak stabil, korup, atau memiliki sumber daya alam yang besar (minyak, hasil tambang lainnya) dan di-incar oleh orang asing. Ribetnya isu ini, periksa gambar bawah [5].

 

Keinginan mengeksplor sumber daya itu tentunya berniat memperoleh keuntungan maksimal menggunakan agen proksi, misal: paramiliter, insurgensi, gerilya, satuan perlawanan/resistance atau sewaan/mercenaries atau kelompok radikal dengan membantu dana, persenjataan, pelatihan atau bentuk lain. Harapannya negara pemilik sumber daya alam tersebut menjadi chaos sehingga mudah di-atur guna memperoleh keuntungan maksimal. Alasan, negara besar menggunakan cara seperti itu selain mewakili kepentingan yang terselubung—-murah menghindari konfrontasi langsung, seperti kasus Mujahidin di-Afghanistan [6] atau risiko perang besar. Keluarga peperangan tak beraturan bisa dimasukkan keluarga operasi militer selain perang (baca perang konvensional—aktor versus aktor). Operasi gabungan militer (atau sipil-militer) atau operasi tertutup/khusus yang lebih kapabel dan effisien dilakukan oleh pasukan khusus dibandingkan pasukan regular (GPF=general purpose forces). Makalah mengambil contoh praktek peperangan hybrid [7] atau ambigu atau abu-abu oleh Russia.

Sekilas tentang PTB (Peperangan tak beraturan/Irregular Warfare)

The most common type of threat today comes not from standing armies of enemy states but from groups that wage war from the shadows, wearing no uniforms and claiming no state but able to wreak havoc by using the basic precepts of guerrilla warfare. These actors understand that the only way to confront a larger, stronger enemy is to use unconventional tactics that turn their weakness into strengths. The understand that the battlefield is a human one and that creating psychological is the key to victory [8]

From Civil War to International WarIrregular Warfare is “war out of the dark“ (Proff Freidrich August) [9] .

Porsi bagian ini perlu benar-benar dipahami, mengingat semua bentuk peperangan non-tradisional atau non-konvensional banyak memiliki kriteria atau perilaku yang sama dengan PTB. Peperangan ini membutuhkan ketrampilan tinggi, khusus dan pemahaman lingkungan PTB. Militer harus kapabel membedakan peperangan konvensional, peperangan lawan insurjensi (COIN) dan ketrampilan pengetahuan sosial serta budaya manusia. PTB fokus kepada kontrol (bukan pengendalian) populasi dan obyektifnya adalah sukses mempengaruhi populasi [10]. Peperangan non-konvensional adalah ops militer atau ops militer kuasi [11] diluar peperangan konvensional, tidak termasuk peperangan nuklir ataupun biokimia [12]. PTB adalah [13]… perjuangan kekerasan antara aktor negara (pemerintah) dengan actor non-negara untuk memperoleh legitimasi dan pengaruh terhadap penduduk (populasi) yang relevan [14]. Pejoang proksi (insurgensi bagi pemerintah) atau bentuk perjoangan insurjensi adalah peperangan berlarut (protracted) yang menguji ketahanan pemerintah. Pantas kalau Kemhan AS memprioritaskan ketrampilan PTB (mengingat rumitnya) [15]. Untuk memudahkan gambaran, didefinisikan singkat peperangan beraturan (regular) atau tradisional atau konvensional, yakni … A form of warfare between the regulated militaries of states, or alliances of states, in which the objective is to defeat an adversary’s armed forces, destroy an adversary’s war-making capacity, or seize or retain territory in order to force a change in an adversary’s government or policies (DoD Directive 3000.07).

Apa yang membuat tidak beraturan adalah…What makes IW ―irregular is the focus of its operations—a relevant population, and its strategic purpose—to gain or maintain control or influence over, and the support of that relevant population through political, psychological, and economic methods. Warfare that has the population as its ―focus of operations requires a different mindset and different capabilities than warfare that focuses on defeating an adversary militarily (Joint Pub 3 – 0) [16]. Struktur perang beraturan (RW) dan IW seperti gambar dibawah [17]. RW menempatkan HNG, Populasi, dll sebagai isu lingkungan. IW memerlukan komponen seperti HNG (host nation group=tuan rumah) dan ruang pelibatan milik HNG. Blue adalah teman HNG, Red adalah musuh Blue & HNG, dan Populasi adalah sentra model (ditengah)…to support of the population becomes a key objectives of Blue, Red and the HNG[18]. Populasi adalah partner esensi Blue untuk menekan Red, melegitimasi HNG dan mendukung stabilisasi. PTB adalah pelibatan dalam negara (intrastate) versus satu (atau lebih) actor non-negara guna memperoleh legitimasi dan merebut pengaruh populasi [19]. Bentuk peperangan PTB bisa saja methamor ke gerilya, asimetrik, zona abu-abu, dll.

 

Contoh; Philipina dan China di-abad 20, Russia usai PD-I, Amerika tengah & Karibia tahun 1920 & 1930-an, perang saudara China sesudah PD-II, Vietnam tahun 1960-an, Lebanon tahun 1980, Somalia tahun 1990 dan Afghanistan & Irak dekade akhir ini. Sekolah pasca sarjana AL-AS menetapkan PTB sebagai pertarungan pemerintah versus aktor non-negara merebutkan legitimasi dan pengaruh terhadap penduduk[20]. PTB bisa dilakukan dengan  pendekatan langsung atau asimetrik, bisa saja dengan dimensi (full range military dimension) operasi militer penuh, dalam rangka mengalahkan pengaruh [21] & niat insurjensi terhadap populasi. Fokus adalah penduduk yang relevan (populasi)[22] dan kepentingan strategik adalah kapabilitas kontrol politik, psikologik dan ekonomik [23]. Disadari bahwa PTB [24] banyak menghadapi isu lingkungan (gambar RW dan IW) [25]. Model dibawah kapabel menggambarkan “fokus” (penduduk/populasi) dan “kontras” (pep konvensional vs ptb)[26].

 

PTB, mengutamakan focus mengurangi effektiftas insurgensi juga mewaspadai populasi. Populasi sulit di-kontrol, mereka bisa nasionalis, menolak pemerintah, ektremis, kriminal, radikal, teroris dan penantang yang tidak suka pemerintah atau kombinasi semua-nya. Dikelompokan tiga (3) elemen besar populasi (pro & kontra pemerintah, ragu-ragu) sebagai konstituen dalam PTB, seperti dibawah ini [27].

 

PTB memiliki 14 (empat belas) kegiatan operasi militer seperti: insurjensi[28], lawan insurjensi[29], pep non-konvensional, terorisme, pertahanan intern negara sahabat (FID), stabilisasi & security & transisi & rekonstruksi (SSTR), komstra, ops psiko, ops informasi, operasi civil-militer [30], intellijen & lawan intelijen, kriminalitas transnasional termasuk lintas narcoba, lintas senjata gelap & manusia, kriminal dilaut, perompakan, dll—bisa dijadikan bagian operasi militer selain perang. Linda Robinson menyarankan hal yang sama tentang Passus sebagai perangkat lawan insurgensi (COIN) [31]. Bukan karena “rambo” [32], tetapi kesanggupan menghindari kekerasan, memahami konsekuensi bumerang pembunuhan (ops couvert), kapabel ungkit perilaku penduduk,  mencapai obyektif politik, adaptif mengimbangi manuevra lawan, kapabel peperangan asimetrik, konflik intensitas rendah, dan lintas budaya & social—kapabel memisahkan pengaruh lawan terhadap  populasi [33].

Peperangan proksi [34]

No longer were large mechanized armies the solution to bring a conflict to a quick and decisive ending and the distinction between   conventional and unconventional conflicts soon started to fade. This phenomenon required a completely new way of fighting wars which demanded a broad and coherent cooperation between both civilian and military actors [35]. In this type of war . . . the task is to destroy the effectiveness of the insurgents’efforts and his ability to use the population for his own ends. (Air Force General Curtis E. Lemay) [36]. Often proxy war promises to hit the political sweet spot between doing too little and too high a cost. In reality, however, it is an imperfect form of warfare [37] .

Peperangan yang kompleks, lemma antara ethika, kebutuhan, effisiensi campur aduk dan dimensi taktik, operasi, strategi, dan penangkalan. Segala isu diciptakan untuk melemahkan dan membingungkan populasi. Isu yang tidak boleh luput dari perhatian dan pemahaman manajer personalia, pendidikan dan latihan militer [38]—krusial bagi staff operasi, panglima, komandan, dll [39]. Mengapa? Penjelasan diatas menyadarkan bahwa NKRI bisa menjadi sasaran proxy. Peperangan proksi adalah pertikaian yang didorong aktor lain yang tidak terlibat langsung dalam pertikaian tersebut. Prasyarat; pertikaian tersebut langsung terjadi dan sudah terjalin hubungan batin lama antara aktor luar dengan “yang terlibat pertikaian” termasuk masalah pendanaan, pelatihan atau dalam bentuk bantuan material lain-nya[40].

Bisa juga actor proksi mempunyai agenda tersendiri versus pemerintah. Peperangan proksi [41] adalah penganti sementara dan logika untuk meneruskan kelangsungan pencapaian kepentingan nasional negara sponsor. Jahatnya tidak terjadi dinegara sponsor justru menghindari keterlibatan langsung, khususnya pertempuran yang mengerikan. Definisi Bar-Siman-Tov lebih sederhana—peperangan proksi identik dengan perang dingin, yakni menggunakan aktor substitusi untuk menghindari konfrontasi/pelibatan langsung atau risiko terjadinya perang besar. Dalam peperangan proxy pasti melibatkan kekuatan sponsor yang mengintervensi, meskipun tidak menjadi fokus actor pemerintah—fokus aktor negara lebih pada usaha mengalahkan unit proksi ini dan memenangkan pengaruh terhadap populasi. Mumford memahami peperangan proksi sama dengan intervensi proksi. Kontrol dan peran negara “sponsor” sangat besar sekali pengaruhnya. Unit proksi yang sudah biasa bertarung lama, dan ter”budaya” dengan brutalnya peperangan akan sulit untuk kembali seperti budaya lama yang damai. Perang proksi menjadi standar kompetisi atau strategi besar antar negara besar, mulai perang dingin, perang Vietnam [42], pelibatan di Afghanistan, konflik Ukraina (Donbass) sampai perang saudara Syria [43]. Peperangan proksi menggantikan konfrontasi (besar) militer dan saat yang sama (intervensi) memberikan dukungan agar bisa berlangsung lama dan bahkan menjadi “dingin” dengan sendirinya [44]. Peperangan tersebut dianggap modern dengan hadirnya unit cyber, unit militer (pasukan khusus) tanpa uniform dan hadirnya unit pasukan privat (PMC—private military companies)—belakangan literatur lebih memahami sebagai bentuk peperangan hybrid. Mumford lebih menyoroti peperangan ini dari identifikasi perang proksi.

Analisis dilakukan melalui serangkaian indicator konflik yang berlaku, tanpa kehadiran konflik sepertinya konklusi-nya adalah kebalikannya. Mumford tidak mengulas keterlibatan actor besar/kuat sebagai bagian dari peperangan proksi—karena itu perang saudara di-Spanyol, Afghanistan diklasifikasikan sebagai perang non-proksi. Eland menyebut operasi proksi yang terjadi di-Somalia, adalah suksea bagi AS mengingat AS kapabel menembus dan mempengaruhi Somalia melalui kooptasi effektif dengan agen local [45]. Perang proksi membutuhkan saling ketergantungan sang ”sponsor” (principal, surrogate, induk semang) dengan agen local sebagai unit proksi. Model ketergantungan sang principal (surrogate, menthor, induk semang) dengan agen proksi periksa gambar berikut [46]. Kathleen Eisenhardt menyebut hubungan prinsipal-agen, seperti si-agen menjalankan dikte si-sponsor, si-agen butuh dukungan (dana, pelatihan, dll) dan hubungan ini berjalan dinamik [47].

 

Berikut tabel perang proxy modern dengan kolom unit proksi, konflik, mandala, principal, kejadian dan periodesasi-nya, dll, seperti di-bawah ini [48]:

 

Bagaimana dari sisi hukum? Dua (2) cara pandang dari konflik bersenjata—[1] absahnya (pembenaran) berperang dan [2] menjalankan perang dengan baik/adil. Teoritik bisa saja terjadi pelanggaran aturan saat perang sambil tetap mematuhi aturan konflik bersenjata. Alasan ini membuat kedua cara pandang secara hukum ini satu sama lain mutlak berbeda dan tidak mengait satu sama lain [49]. Jus (atau ius) ad bellum—mendefinisikan absahnya pelibatan suatu negara dalam perang dengan kriteria tertentu dan membuat perang tersebut berjalan adil. Jus in bello—seperangkat hukum yang berlaku guna mengatur pelaksanaan perang dengan baik. Sesi ini ditutup dengan komen The National Interest [50]:

THE SYRIAN Civil War is the world’s bloodiest conflict, and much of the blame can be laid at the feet of Syria’s neighbors and the world’s major powers. So far, France, Iran, Israel, Jordan, Qatar, Russia, Saudi Arabia, Turkey, the UAE, the United Kingdom and of course the United States have all intervened—and this long list of countries excludes the dozens of other coalition members that back U.S. efforts or otherwise played smaller roles. These states have bombed their enemies in Syria, provided money, arms and training to allied government or rebel groups, offered a safe haven to fighters, pressed their preferred cause at international fora like the United Nations, and otherwise used their power to help a local group that acts as a proxy for their interests.

Peperangan zona abu-abu atau hybrid ?

The end of the Cold War and subsequent evolution of the military and political atmosphere has led to an increase in the use of gray zone activities. Gray zone conflict consists of “activity that is coercive and aggressive in nature, but that is deliberately designed to remain below the threshold of conventional military conflict and open interstate war [51].

 

Hal Brands mengawali tulisan, “Paradoxes of the Gray Zone”, menyebut [52] peperangan hybrid adalah konflik yang sarat dengan koersif dan agresif, berada di-antara garis konflik militer konvensional dan perang antar negara terbuka. Pendekatan zona abu-abu, kabarnya di-rekayasa kekuatan revisionis [53] yakni aktor yang berupaya memodifikasi beberapa aspek lingkungan yang ada—untuk meraup keuntungan dikaitkan dengan kemenangan perang. Pendekatan zona abu-abu [54] bermaksud memenangkan pertarungan tanpa peperangan terbuka atau melanggar tetapan dan tidak membebani pelaku dengan hukuman atau risiko-nya—murah ongkosnya. Lebih komplek dibanding keluarga besar PTB dan ambigu dan memiliki fitur [55] seperti taktik konvensional, serangan cyber, propaganda dan peperangan politikal [56], ekonomi koersif dan sabotase, serta peran sponsor pejuang proksi terus bergerak meningkat sampai ke-ekspansi militer. Jend Votel membenarkan peran Passus—mempertimbangkan terbatasnya langkah kaki pasukan, menghindari konflik langsung atau konvensional, tidak membatasi serangan presisi atau bertarung melalui proksi, lebih menggunakan kadar pengaruh dan “perang politik”[57]—lahan subur Passus.  Peperangan ini ditekankan pada persaingan politik (luar negeri), ekonomi dan operasi informasi [58] serta aksi militer intens. Tingkat-nya di-atas loby diplomasi kondisi-mapan dan di-bawah perang konvensional. Perang politik lebih lanjut dikatakan…dimainkan dalam ruang antara diplomasi dan peperangan terbuka dengan syarat status tradisional tidak mendukung atau tidak efektif dan opsi penggunaan militer konvensional dianggap tidak pantas karena berbagai alasan.

 

Perang politik memusat (sentrik) pada populasi dengan kegiatan mempengaruhi, membujuk, bahkan mengkooptasi [59]. Bahkan George Kennan, menggambarkan perang ini sebagai “penggunaan semua cara atas perintah suatu bangsa, melalui (minimal konflik, pen?) peperangan untuk mencapai tujuan nasional”. Langkah-langkah-nya seperti propaganda putih, aliansi politik, program ekonomi atau “operasi tertutup” (couvert opts, pen) seperti klandestin mendukung teman, perang psikologis ‘hitam’, dan mendorong resistansi bawah tanah di-negara-negara proxy [60]—tetap memanfaatkan medsos untuk merusak tata pikiran normal.

 

Russia dengan praktek peperangan hybrid dan proxy.

When Vladimir Putin schemed to annex the Crimean peninsula, he didn’t launch an “invasion.” Instead, Russia relied on techniques including phony media reports, special forces and and proxy fighters (dubbed “little green men”), and cyber attacks [61]. … This kind of hybrid warfare gave Putin just enough plausible deniability about what was clearly happening — Russia seizing territory that belonged to another nation.

 

Mengawali testimoni, Chivvis menyebut Russia mengawali peperangan hybrid ini dengan narasi sejarah viktimisasi kekuatan Barat [62]. Lanjut Chivvis, …[63] Russia memanfaatkan sebagai instrumen subversif dan sebagian diantaranya adalah aksi non-militer. Russia menggunakan peperangan hybrid untuk mengejar (pursue) obyektif kepentingan nasional. Moskow menggunakan perang hybrid untuk memastikan konsistensi pada sejumlah kritik kebijakan Russia, membagi dan melemahkan NATO; menumbangkan pemerintah pro-Barat; menciptakan dalih perang; aneksasi wilayah; dan memastikan akses ke pasar Eropa dibawah kontrolnya. Meski istilah ini masih ambigu—relatif sama, seperti perang hibrida, strategi zona abu-abu, persaingan konflik singkat, tindakan aktif dan perang generasi baru. Namun bagi Russia itu sama, yakni utility semua instrumen kekuasaan dan pengaruh, penekanan instrumen non-militer bahkan ke-luar wilayah. Aksi-aksi prioritas yang di-lakukan Russia:

Pertama, penggunaan kekuatan militer yang ekonomik [64]. Menyadari peluang-nya kecil versus konflik konvensional versus NATO, Moskow memilih mengejar kepentingan tanpa kekuatan militer terbuka dan memanfaatkan senjata konvensional nuklir sebagai bagian strategi hibrida, namun memilih yang ekonomik. Contoh sangat bagus adalah peperangan cyber [65].

Ke-dua, kegigihan. Mengapa? Perang hibrida kapabel memecah tirai perang dan damai. Realita perang ini adalah perubahan intensitas konflik terus menerus setiap saat. Sambil menjalankan konsep peperangan hybrid, setiap saat bisa berubah intens atau mendadak berubah dalam pola tempur konvensional [66].

Ke-tiga, populasi-sentris. Analis militer Rusia sudah lama melacak pola AS mempengaruhi populasi (plus NATO) di-Balkan, Timur Tengah, dan di tempat lain selama ¼ abad akhir ini, via operasi informasi [67], membina kelompok proxy dan operasi pengaruh lainnya. Rusia menggunakan format hybrid dengan pendekatan disiplin politik dan sosiologi pencapaian tujuan.

 

 

 

 

 

Referensi:https://hips.hearstapps.com/hmg-prod.s3.amazonaws.com/images/russian-paramilitaries-stand-guard-outside-of-a-ukrainian-news-photo-476960813-1531492781.jpg?crop=1xw:1xh;center,top&resize=480:*… Russian paramilitaries stand guard outside of a Ukrainian military base in the town of Perevevalne near the Crimean city of Simferopol on March 6, 2014 in Perevevalne, Ukraine…Russia menggunakan kekuatan paramiliter (bukan militer) sebagai bagian dari pep hybrid-nya (pen).

 

Russia menetapkan tiga (3) diskriptif obyektif (sasaran) yang harus dikejar:

[1] Menaklukan wilayah tanpa kekuatan militer terbuka atau konvensional. Krimea yang menjadi korban, tahun 2014, menjadi obyek diskusi tentang langkah hybrid Russia. Sukses aneksasi Krimea bergantung pada “orang-orang hijau kecil” yang keras-keras dan di-kenal, yakni Passus Russia [68] dibawah control aturan pelibatan dan struktur komando Passus terbaru. Penggunaan elit dibarengi letupan perang informasi dan deploy unit proxy loyalis Russia—aneksasi Krimea berjalan lancar tanpa letusan senjata. Analog aneksasi Russia di-Georgia, tahun 2008, meski tidak sesukses Krimea [69]. “Konflik beku” [70] di-Ukraina dan Georgia menghambat upaya integrasi negara ini dengan Eropa Barat. Melalui artikel tahun 2013, direferensikan sebagai perang modern, Kasum militer Russia Jen. Valery Gerasimov menyatakan cara non-militer telah digunakan empat kali lebih sering dalam konflik modern daripada tindakan militer konvensional.

[2] Ciptakan dalih aksi militer lebih terbuka dan konvensional. Aneksasi Krimea menimbulkan kecemasan seandainya Moskwa menggunakan strategi yang sama untuk aksi militer dimana saja, termasuk Baltik. Bisa juga Russia menciptakan perselisihan dengan minoritas Russia di-Estonia dilanjutkan narasi yang menggambarkan pemerintah bertindak represif dan kemudian memanfaatkan-nya sebagai pembenaran invasi militer Russia [71]. Kampanye ini akan disertai dengan operasi cyber guna meningkatkan ketegangan atau membuat kebingungan nasional atau menghalang-halangi bantuan NATO. Hampir pasti disertai upaya mempengaruhi opini Eropa dan dunia, dan menguntungkan serta memihak aksi Russia. Di-lapangan tentu saja melibatkan penggunaan agen dan proxy rahasia Rusia.

[3] Gunakan langkah-langkah hybrid untuk mempengaruhi politik dan kebijakan negara-negara di-Barat dan di tempat lain. Tujuan ini membuat tantangan paling mendesak bagi pemerintah Barat, termasuk Amerika Serikat. Kremlin tidak berusaha menggunakan hybrid sebagai pengganti aksi militer atau sebagai rujukan untuk berperang, namun lebih mengharapkan negara yang disasar mengakomodasi kepentingan nasional Russia. Paling rentan adalah negara yang lemah, tidak kaya, mudah disuap, dll. Bahkan negara kaya-pun seperti Jerman atau AS tidak menjamin kekebalan itu. Instrumen peperangan hybrid yang digunakan Russia:

Pertama, operasi informasi (information warfare). Media yang digunakan yakni komunikasi strategik melalui outlet (Russia today, Sputnik News), program TV, mendanai Lembaga think-tank Eropah, membangun troll internet, bot-bot dan produksi berita palsu (hoax) begitu masif dan intens-nya, via distribusi berita dengan volume yang luar biasa dan terusan ganda (multichannel). Sebagai bagian dari propanda; tujuannya adalah membentuk opini, memperkeruh suasana dan mengaburkan opini yang benar dan actual dengan pengiriman berita intens, massif dan berharap banyak bahwa opini terbentuk—cara yang dianggap menguntungkan Kremlin. Tentu saja konten yang dikirim lebih berkualiatas berbeda dengan ke-negara yang miskin atau sedang berkembang, mengingat penduduk Eropah sudah berpendidikan tinggi [72].

Ke-dua, operasi cyber. Kremlin memiliki organ cyber dilingkungan militer yang terus di-kembangkan baik jumlah maupun kualitasnya—dikenal sebagai “little-green men”. Kekuatan organic cyber sangat mungkin meretas jejaring system informasi Barat untuk berbagai keperluan peperangan cyber atau peperangan jejaring sentrik (network centric operations). Informasi ini (plus pengalaman-nya) digunakan untuk mempengaruhi pemilihan dan hasil politik lainnya di luar perbatasan Russia, termasuk di pemilihan Presiden A.S, tahun 2016[73]. Diluar teknik pencurian data, Russia memiliki teknik cyber yang lebih canggih guna memanipulasi atau merusak data [74] system informasi bagi kepentingan politik Barat—namun belum ada bukti kuat Russia memiliki kapabilitas seperti itu. Sebaikya pihak Barat mulai membangun pertahanan cyber agar tidak mudah dijebol Russia.

Ke-tiga, proksi. Menggunakan berbagai unit proksi pendukung Moskwa. Proxy adalah kelompok yang bersimpati terhadap kepentingan Russia, misalnya: Night Wolves, klub gowes, Ultranasionalis, Geng anti-Amerika…dan pemimpinnya adalah sohib Presiden Putin. Salah satu unit proxy Russia adalah Night Wolf,…peran-nya belum diketahui tetapi diduga telah mengintimidasi penduduk dan memfasilitasi kegiatan hybrid dibelakang layar. Upaya Russia mengeksploitasi gerakan protes Eropa, misal; mendukung kelompok anti-Uni Eropa (UE) dalam referendum 2016 perdagangan Ukraina di-Belanda. Russia di-curigai mendukung kelompok gas anti-serpih [75] dan gerakan protes di-Bulgaria guna mempersulit Bulgaria mengurangi ketergantungannya pada sumber energi Russia.

Ke-empat, pengaruh ekonomi. Russia menggunakan pengaruh ekonomi langsung dan tidak langsung untuk mempengaruhi Eropa. Moskow menggunakan energi sebagai senjata kebijakan luar negeri, saat menutup pasokan gas alam ke-Ukraina, memaksa Ukraina sepakat mengenai harga gas Russia. Pengaruh Ekonomi tidak langsung telah dibangun di-Eropa di-zaman Soviet. a.l: jaringan pipa gas alam yang luas, raksasa gas milik negara Russia Gazprom dan anak perusahaan yang berpengaruh di-banyak negara Eropa. Russia menawarkan investasi besar-besaran membangun jaringan pipa energi dan infrastruktur lain dinegara-negara yang bergantung pada pasokan energi Rusia sebagai perangkat pengaruhnya—sering dilakukan negosiasi kamar belakang dan investasi legal lainnya.

Ke-lima, aksi klandestin. Russia kapabel dengan spionase tradisional sebagai bagian dari metode hybrid-nya, seperti: menyuap, memeras, dan berbagai cara terus menerus dan tentu saja berusaha mempengaruhi tokoh politik lemah guna mendukung Moskwa[76]. Sebagai bagian program modernisasi militernya, Rusia telah memperkuat pasukan operasi khusus dengan berbagai peran[77]. Bisa saja inflitrasi ke-negara lain dan menciptakan peperangan hybrid. Intelijen militer Rusia, misalnya, diyakini menghasut rencana 2016 menggulingkan pemerintah Montenegro yang pro-NATO. Bukti suksesnya peran Passus Russia merebut Krimea dan mendukung insurgensi di-Donbass (Ukraina), dan kemungkinan beroperasi di beberapa negara sekutu NATO.

Ke-enam, pengaruh politik. Pemimpin Russia menggunakan diplomasi tradisional, untuk mendukung partai dan kandidat politik pilihan mereka, menawarkan kunjungan tingkat tinggi di-Moskow, sebaliknya Russia melakukan kampanye gelap versus pemimpin politik yang mengkritisasi Moskow. Meski di-curigai terus menerus plus ada klim diplomasi, namun Russia tetap membantah terus.

 

Akhirnya,…..bagaimana dengan peperangan hybrid ini di-Sudan, Somalia, Iran, Iraq, Libya, Palestina, Ukraina, Georgia, Krimea, sampai ke L China Selatan. Tantangan untuk di-diskusikan dan di-bahas lebih dalam oleh Unhan, lemdik-lemdik TNI, dan Angkatan…atau mengamati perilaku jaringan kelompok Santoso di-Poso sampai ke-kelompok insurjensi (kelompok kriminal?) di-Papua dan kelompok radikal sudahkah mengadopsi peperangan modern ini….petakan dengan teori (meskipun sedikit) masuk golongan peperangan apa?

_____________________________

[1] David J Painter, Maj US Army, et-all (3 personnels), Reorganizing for Irregular Warfare, (Thesis  US NPS, Master of Science in Defense Analysis, Dec 2009), halaman 10. … GWOT=global war on terrorism.

[2] Adam B. Lowther, et-al; Americans and Asymmetric Conflict, (Preager, 2007), halaman 3…fokus baru tentang konflik non-konvensional disebut sebut dalam nomenklatur terakhir sebagai peperangan asimetrik.

[3] Major Amos C. Fox, US Army, In Pursuit of a General Theory of Proxy Warfare, (Land Warfare, Paper 123/February 2019, The Institute of Land Warfare, US Army), halaman 2… Proxy environtments dominate modern war.

[4] Definisi peperangan non-konvensional yang bermunculan usai perang dingin, patut ditengarai setidak-tidaknya dijadikan obyek penelitian bagi Lemdik TNI guna diajarkan dan digunakan sebagai “obyek” kajian, tulisan, kertas karya, thesis, dll.

[5] http://iblagh.com/en/main-political-rifts-middle-east/….  perhatikan hadirnya negara besar & kaya yang punya kepentingan dinegara tersebut—biasa disebut surrogate, menthor, sponsor, dll. Aktor non-negara dalam negara proxy disebut agen proxy. Misal: di Yemen (Yaman) adalah pok Houti. Sedangkan ISIS sama-sama dipelihara Iraq dan Syria, dst.

[6] Salem B. S. Dandan, On Proxy War, A Work on Progress, Depart of Political Science of Copenhagen.

[7] Hybrid (tau Hibrida) dalam bisnis adalah konsep yang menawarkan produk unggulan, unik dan beda dgn yang lainnya serta harga yang murah.

[8] Linda Robinson, Master of Chaos: The Secret History of the Special Forces, CSIS, Nov 2005.

[9] Freidrich August, Modern Irregular Warfare; In Defense Policy and as a Military Phenomenon, (Franklin House Press), halaman 21 dan 3.

[10] LtCol Norman E Emery, US Army, Irregular Warfare informations operations: Understanding the Role of People, Capabilities and Effects. (Journal Military Review, November-December 2008), halaman 27.

[11] Kuasi—pura pura, kabur, samar samar, sepertinya,dll.

[12] Nagao Yuichiro, Unconventional Warfare: A Historical Perspective, Paper, halaman 167, 168.

[13] David J Painter, et-all, Maj US Army, Reorganizing for Irregular Warfare, (Thesis US NPS, 2009, MS Defense Analysis), halaman 1, menunjuk  JP 3 – 0, JP (joint Publication)…artian full range of military operations … diambilkan dari JP 3 – 0 halaman 10, ch-1…..The potential range of military activities and operations extends from military engagement, security cooperation, and deterrence in times of relative peace up through major operations and campaigns that typically involve large-scale combat.

[14] Penduduk yang relevan maksudnya penduduk yang mulai digarap pok ektrim ini untuk melawan pemerintah.

[15] Eric V Larson, et-all, (4 personnel), Assesing Iregular Warfare; A Framework for Intelligence Analysis, (RAND CORPT, 2008), halaman 4.

[16] David J Painter, Maj US Army, et-all (3 personnels), Reorganizing for Irregular Warfare, (Thesis  US NPS, Master of Science in Defense Analysis), halaman 11 & periksa JP ( 3 -0 ), Version 1, tahun 2007, Executive Summary…. Irregular warfare is about people, not platforms. IW depends not just on our military prowess, but also our understanding of such social dynamics as tribal politics, social networks, religious influences, and cultural mores. People, not platforms and advanced technology, will be the key to IW success. The joint force will need patient, persistent, and culturally savvy people to build the local relationships and partnerships essential to executing IW.

[17] IW=irregular warfare, RW=regular warfare (digunakan dalam perang konvensional antar actor negara).

[18] Alex Wahlman, Improving Capabilities for Irregular Warfare, Volume – II: Capabilities Analysis.(Insitute Defense Analysis, Joint Advanced Warfighting Program, August 2007), Hint: capabilities/kemampuan (menurut MORS/Military Operations Research Society) didesain untuk memberikan dampak kepada musuh, bukan atribut teknis seperti kecepatan gerak, aksi radius, kecepatan tembak, kecepatan maksimum, jarak tembak maksimum, dll,  yang signifikan tidak memberikan dampak kepada musuh—bukanlah suatu atribut kapabilitas/kemampuan), halaman I-3.

[19] Ibid, halaman xi, populasi relevan adalah (barangkali) penduduk yang terlibat dengan kelompok PTB (yang akan  mempengaruhi), pen.

[20] David J Painter, Maj US Army, et-all (3 personnels), Reorganizing for Irregular Warfare, (Thesis  US NPS, Master of Science in Defense Analysis), halaman 11.

[21] Joint Publication 3 – 1, Information Operations, (DoD, November 2014), halaman II-1.Influence is at the heart of diplomacy and military operations.

[22]David J Painter, Maj US Army, et-all (3 personnels), Reorganizing for Irregular Warfare, (Thesis  US NPS, Master of Science in Defense Analysis), halaman 11.

[23] Ibid,

[24] Cpt Richard F. Brown (TRADOC/Army Analysis Center – Monterey), Dr. Jeffrey Appleget (Operations Research Department, NPS), Timothy K. Perkins (U.S. Army Engineer Research and Development Center), Curtis Blais (MOVES Institute, NPS, Developing Best Practices for Validation of Irregular Warfare Models, IW modeling…Because IW is focused on influencing relevant populations, the focus of IW modeling is substantially different than most existing combat models that represent conflict between two organized, armed (and typically mechanized) forces.

[25] Cpt Richard F. Brown (TRADOC/Army Analysis Center – Monterey), Dr. Jeffrey Appleget (Operations Research Department, NPS), Timothy K. Perkins (U.S. Army Engineer Research and Development Center), Curtis Blais (MOVES Institute, NPS, Developing Best Practices for Validation of Irregular Warfare Models, IW modeling…Because IW is focused on influencing relevant populations, the focus of IW modeling is substantially different than most existing combat models that represent conflict between two organized, armed (and typically mechanized) forces.

[26] Ibid, halaman 12. Dua model ini berawal dari model Gordon McCormick (pengajar NPS).

[27] LtCol Norman E Emery, US Army, Irregular Warfare Informations Operations: Understanding the Role of People, Capabilities and Effects. (Journal Military Review, November-December 2008), halaman 29.

[28] Sebenarnya siapapun kelompok yang menyerang pemerintah atau aparat pemerintah (Ikon pemerintah), dapat dikelaskan sebagai insurjensi, misal kelompok Santoso, kelompok kriminal bersenjata, dll dan TNI tentunya bisa saja masuk dan berperan. COIN—counterinsurgencies atau lawan insurjensi yakni cara bertindak militer versus insurjensi.

[29] COIN = counterinsurgencies

[30] Operasi ini sebenarnya gabungan sipil dan militer ada tahap awal, ancaman bisa diatasi oleh pemda setempat maka kapemda setempat menjadi Komandan (unit militer terbatas/intel dan membantu),  meningkat sampai akhirnya diperlukan operasi militer penuh diambil alih komadan militer—joint civil military operation. Kalau sudah jelas mengapa didefinisikan sebagai kelompok kriminal bersenjata? Hadirnya kelompok kelompok ini lantas siapa (badan, Kementerian, atau Lembaga nasional mana?) yang mendefinisikan atau menetapkan dengan tegas dan resmi…insurjensi atau bukan—sebagai aksi dan respon segera, kalau tidak terlambat aksinya nanti.

[31] Linda Robinson, Master of Chaos: The Secret History of the Special Forces, CSIS, Nov 2005.

[32] Fim Rambo dengan bintang Silvester Stallone…..sebagai anggota Passus yang begitu  tangguh fisiknya….

[33] Ibid,op-cit.

[34] Beberapa literatur menyebut proxy war, proxy warfare, or war by proxy artinya sama, bisa dibolak balik.

[35] L. Degenaar – First Lieutenant Royal Netherlands Air Force, How Military Change Affected Western States Ability to End     Conflicts Decisively, ( Militaire Spectator, Jaargang 184 Nummer 11-2015).

[36] LtCol Norman E Emery,US Army, Irregular Warfare informations operations: Understanding the Role of People, Capabilities and Effects.(Military Review,  November-December 2008).

[37] Daniel Byman, periksa https://nationalinterest.org/feature/why-states-are-turning-proxy-war-29677

[38] Kata Manajer berasal dari manajemen yang memegang fungsi tertentu. Mungkin kata manajemen lebih baik dibandingkan kata pembinaan yang sering digunakan dilingkungan TNI, yang terakhir sepertinya tidak jelas atau tidak ada aksinya—membina ? Seperti apa? Aksi Pembina bandingkan dengan Manajer, yang terakhir ini harus membuat planning, dst, termasuk masa depannya (future event). Ketidakjelian manajer membaca situasi apa yang akan terjadi atau bahkan sudah terjadi sangatlah membahayakan bagi suatu organisasi khususnya militer.

[39] Mungkin ada benarnya pejabat personil selalu diambilkan dari mereka-mereka yang terbaik.

[40] https://en.wikipedia.org/wiki/Proxy_war, tanggal 2 Maret 2019.

[41] Andrew Mumford, Proxy Warfare and the Future of Conflict, (The RUSI Journal, 158:2, 40-46, DOI: 10.1080/03071847. 2013.787733, 28 April 2013), halaman 40-46.

[42] Konon kabarnya perang gerilya (anggota PTB) di Vetnam adalah yang paling komplikatif.

[43] Konyukhovskiy, Pavel V &  Grigoriadis, Theocharis, Proxy Wars, (Working Paper, Saint Petersburg University, Faculty of Economics, Department of Economic Cybernetics &  Freie Universität Berlin, School of Business & Economics & Institute of East European Studies, Garystr. 55, 14195, Berlin, Germany), halaman 1…perang Syria dan Ukraina  tersebut disebut-sebut sebagai konflik modern.

[44] Ibid,

[45] Ibid,

[46] Major Amos C Fox, US Army, In Pursuit of a General Theory of Proxy Warfare, (Land Warfare, Paper 123/February 2019, The Institute of Land Warfare, US Army), halaman 2.

[47] Ibid, halaman 7.

[48] Ibid, halaman 3.

[49] Karma Nabulsi, Jus ad Bellum/Jus in Bello, paper, 1 halaman.

[50] https://nationalinterest.org/feature/why-states-are-turning-proxy-war-29677.

[51] Asmeret Naugle &  Michael Bernard,  Proxy War in the Gray Zone, (Sandia National Laboratories).

[52] Hal Brands, periksa https://www.fpri.org/article/2016/02/paradoxes-gray-zone/

[53] Nathan Freier, et-all, Outplayed: Regaining Strategic Initiative in the Gray Zone, (US Army War Coll, SSI), halaman 4, AS menganggap Russia, China dan Iran sebagai kekuatan revisionist….

[54] Definisi Gray Zone bisa berbeda bahkan menuliskannya juga, ada yang menulis  grey zone atau gray zone…terserah apapun juga namanya yang penting maksudnya sama.

[55] Fitur, diartikan lebih ke kualitas produk atau teknologi yang memudahkan.

[56] Joseph L. Votel, Charles T. Cleveland, Charles T. Connett, and Will Irwin, Unconventional Warfare in the Gray Zone, (JFQ 80, 1st Quarter 2016), halaman 101….Political warfare is played out in that space between diplomacy and open warfare, where traditional statecraft is inadequate or ineffective and large-scale conventional military options are not suitable or are deemed inappropriate for a variety of reasons. Political warfare is a population-centric engagement that seeks to influence, to persuade, even to co-opt. One of its staunchest proponents, George Kennan, described it as “the employment of all the means at a nation’s command, short of war, to achieve its national objectives,” including overt measures such as white propaganda, political alliances, and economic programs, to “such covert operations as clandestine support of ‘friendly’ foreign elements, ‘black’ psychological warfare, and even encouragement of underground resistance in hostile states.”

[57] Ibid,

[58] Joint Publication 3 – 1, Information Operations, (DoD, November 2014), halaman ix,—IO as the integrated employment, during military operations, of IRCs (information related capabilities) in concert with other lines of operation to influence, disrupt, corrupt, or usurp the decision making of adversaries and potential adversaries while protecting our own.

[59] Joseph L. Votel, Charles T. Cleveland, Charles T. Connett, and Will Irwin, Unconventional Warfare in the Gray Zone, (JFQ 80, 1st Quarter 2016), halaman 101.

[60] Ibid, halaman 123.

[61] https://www.popularmechanics.com/military/a22140482/nato-russia-hybrid-warfare-start-a-war/

[62] Douglas J Lovelace, Jr, Terrorism; Commentary on Security Documents: Hybrid Warfare and the Gray Zone Threat; (Oxford University Press, 2016), halaman 8….Iredentist sepertinya kecenderungan untuk menunjukan kembali kejayaaan yang lama.

[63] Christopher S. Chivvis, Understanding Russian “Hybrid Warfare” and What Can be Done About It, (RAND CORPT), Testimoni tanggal 22 Maret 2017, ….before the Committee on Armed Services United States House of Representatives. Istilah pepranagan abu-abu muncul seiring dengan munculnya peperangan hybrid. Namun Chivvis nampaknya lebih suka menggunakan kata hybrid dibanding peperangan abu-abu atau ambigu ini.

[64] Ekonomikal (economical)—lebih memilih fokus pada tercapainya manfaat atau effektifitas sasaran atau keinginan dengan konsekuensi penggunaan sumber daya yang minimal.

[65] Christopher S. Chivvis, Understanding Russian “Hybrid Warfare” and What Can be Done About It, (RAND CORPT), Testimoni tanggal 22 Maret 2017, halaman 2.

[66] Konon kabarnya tentara Israel sendiri kewalahan menghadapi perubahan pola tempur Hammas.

[67]

[68] Konon kabarnya lebih elite dari Spetnaz.

[69] https://edition.cnn.com/2014/03/13/world/europe/2008-georgia-russia-conflict/index.html, Aneksasi di Georgia, berlangsung 5 hari, dilaporkan 170 pegawai/tentara, 14 polisi, 228 sipil terbunuh dan 1747 luka luka. Sedangkan pihak Russia 67 terbunuh (militer) dan 283 luka luka.

[70] Mungkin saja karena konflik yang terjadi didaerah dingin mmaka disebutt cold conflct.

[71] Christopher S. Chivvis, Understanding Russian “Hybrid Warfare” and What Can be Done About It, (RAND CORPT), Testimoni tanggal 22 Maret 2017, halaman 3.

 

[72] Ibid, halaman 3.

[73] Ibid,

[74] Isu teknis adalah big data mining dalam cyber warfare.

[75] Ibid, ….gas anti serpih adalah produk gas yang diemukan diformasi batu serpih.

[76] Sebagian literatur menyebut sebagai smart approach sebagian menyebut sebagai shape approach dengan berbagai cara, tidak peduli halal atau haram, sepertinya isu moral/ethika diabaikan.

[77] Mungkin semacam FID (foreign internal defense), kecabangan Passus AS (atau SOF/special operations forces).

0 0 votes
Article Rating

Budiman Djoko Said

View posts by Budiman Djoko Said
Budiman Djoko Said, lahir di Pekalongan, Jawa Tengah 1 Oktober 1946, alumni AAL-XV (1969). Berbagai penugasan sebagian besar dihabiskan di kapal-kapal Armada timur (terakhir Komandan KRI HSN) , dan variasi penugasan dalam rangka latihan baik dengan TNI-AL maupun gabungan dan staf perancang latihan bersama dengan negara-negara sahabat. Penugasan di Pendidikan di Kodikal, AAL dan Seskoal. Pendidikan militer jenjang di Long TAS/India, Diklapa-II, Seskoal, Sesko TNI, dan kursus Sumber Daya Hankam di AS (IDMC). Jabatan terakhir adalah Dan Seskoal. S-1 ditempuhnya di STTAL, progdi Teknik Manajemen Industri. S-2 Program Manajemen DI UPN “Veteran” Jakarta. Sebagai PUREK –III/UPN “Veteran” Jakarta, dan menjabat Rektor selesai tahun 2011. Beliau juga merupakan dosen dan pembimbing aktif di progdi Keamanan Maritim Universitas Pertahanan Indonesia (IDU). Bergabung dengan FKPM (Forum Kajian Pertahanan dan Maritim) di bawah kontrol Asrena KASAL semenjak tahun 2003 sampai sekarang selaku Wakil Ketua merangkap analis.
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap