1. Pendahuluan
Keinginan Menhan untuk menghentikan kegiatan senior-senior TNI yang mencoba mempengaruhi keputusan juniornya dalam isu-isu pengadaan (merujuk berita Kompas, tanggal 26 Spetember 2005) patut diacungi jempol. Barangkali betul, kalau hipotesa di atas signifikan mempengaruhi tingkat “inefisiensi” anggaran pengadaan. Kenyataannya yang bergiat dalam negosiasi adalah pihak ketiga, bahkan keempat dengan Dephan/TNI, bukan para seniornya. Mengapa tidak lebih baik memberdayakan industri pertahanan nasional yang sudah ada?
2. Diskusi
Meski lebih formal dikenal sebagai industri strategik, namun atribut industri pertahanan nasional akan lebih mengena dikaitkan dengan komitmennya, yakni pertama, menjamin dukungannya terhadap strategi pertahanan nasional yang terpilih (national’s defense strategic) dan kedua menjamin dukungannya kepada TNI sewaktu negara dalam keadaan instabilitas, krisis, konflik, jelang perang dan perang.Ada beberapa saran infrastruktur industri pertahanan nasional yang perlu dibenahi.
Pertama, manajemen industri pertahanan dibagi dalam ketiga kategori sesuai dukungan utamanya kepada Angkatan (misal, PT PAL bertindak sebagai manajemen industri pertahanan nasional bagian laut, PT Pindad sebagai industri pertahanan nasional bagian darat).
Kedua, jumlah pemasok-pemasok dibatasi sesuai kualitasnya (hint:kualitas terdefinisi sebagai ukuran efektivitas suatu system, bukan ukuran kemampuannya). Misal sebuah kapal selam salah satu ukuran eff\ektivitasnya adalah kecepatan maksimum di bawah air dengan kebisingan terendah atau berapa waktu tercepat dapat langsung menyelam] dan harus dikendalikan manajemen masing-masing industri pertahanan. Misalnya, pemasok radar pengawasan permukaan laut(surveillance), siapapun juga akan berada di bawah kendali divisi sensor elektronik, di bawah manajemen PT PAL.PT PAL dibebani tanggung jawab mutu divisi-divisi di bawahnya.
Ketiga, ketiga manajemen industri pertahanan nasional akan berada di bawah koordinasi manajemen integrasi industri pertahanan nasional dan militer/IMI (industrial \-military integration). Manajemen ini akan terdiri dari elit industri pertahanan nasional dan elit militer.
Manajemen ini akan mengarahkan manajemen ketiga industri pertahanan nasional dalam merancang kegiatannya agar industri ini tumbuh berkembang sebagaimana laiknya industri komersial sekaligus industri pertahanan nasional (dual production’s line) agar memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif. IMI akan mudah mengarahkan manajemen ketiga industri pertahanan nasional tersebut dengan merujuk apa maunya (berturut-turut) Kepentingan Nasional—Strategi Keamanan Nasional—Strategi pertahanan nasional— Strategi militer nasional—Kebijakan KAS Angkatan; sekurang-kurangnya 5 tahun ke depan. IMI akan sering berhubungan dengan petinggi Dephan dan TNI membahas setiap rencana strategi, evaluasi dan kaji ulangnya (SDR).
Adanya kejelasan hadirnya parameter strategik ini, akan memudahkan manajemen ketiga industri pertahanan nasional untuk berhitung seakurat mungkin tentang masa depannya.Beberapa keuntungan menggunakan model ini.
Pertama, industri pertahanan nasional akan selalu memiliki komitmen yang tinggi untuk mendukung dan menjamin terlaksananya strategi pertahanan nasional dan strategi militer nasional. Kedua, dengan dibatasinya jumlah pemasok (termasuk ATK,dll) manajemen akan mudah mempertanggungjawabkan kualitas divisi-divisi di bawahnya termasuk para pemasoknya. Ketiga, industri pertahanan nasional akan ikut berproses dalam transfer teknologi (termasuk cost-estimatenya) dengan pemasok-pemasok asing dengan harapan dikemudian hari akan mampu berdiri sendiri.
Keempat, semua alut,barang dan jasa yang digunakan Dephan dan TNI akan standar dan dijamin dalam jangka cukup lama akan mudah didapat,setidak-tidaknya dibandingkan langsung dari rekanan seperti selama ini yang sudah dilakukan. Kelima, memudahkan pengendalian inventory Dephan dan TNI. Keenam, dengan dibatasinya serta dikendalikannya para pemasok dibawah kendali industri pertahanan nasional, manajemen akan memiliki data base yang cukup baik dan di kemudian hari mudah melakukan survei, riset dengan performa “efektivitas-biaya”. Mungkin sudah waktunya Dephan dan TNI melakukan studi akademik tentang “efektivitas-biaya” belajar dari sistem akuisisi terdahulu [total cost pengadaan kapal PR ex Jerman Timur, total cost sucad alut baru ex Belanda thn 1975-an dll, semuanya dibandingkan dengan effektivitas operasionalnyaà efisienkah?]. Dengan performa ini akan mengajak ketiga manajemen industri pertahanan nasional untuk membangun industrinya jauh lebih efisien sehingga program pembangunan kekuatan TNI bisa jauh lebih efisien.
4. Penutup
Demikian kajian ini dibuat untuk digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah berkaitan dengan pembangunan kekuatan Angkatan Laut di masa depan.