1. Pendahuluan
Laporan intelijen pasca bom Bali II menyatakan ada sedikitnya 18 WNI yang telah selesai menjalani pendidikan teror di Filipina Selatan pada Maret 2005 dan kini tak diketahui keberadaannya. Pada kesempatan lain, pimpinan Angkatan Laut merencanakan peningkatan status Lanal di wilayah perbatasan menjadi kelas B, antara lain karena rawannya daerah-daerah perbatasan terhadap berbagai macam konflik, baik inter-state conflict, intra-state conflict maupun trans-national terror threat.
2. Diskusi
Dalam kunjungannya ke Australiabaru-baru ini, Panglima US PACOM Laksamana William J. Fallon mengadakan media roundtable discussion dengan persAustralia. Salah satu topik hangat dalam diskusi adalah isu terorisme, yang secara langsung atau tidak langsung sudah pasti menyangkutIndonesia. Menurut Laksamana William J. Fallon, tantangan memberantas terorisme di kawasan Asia Pasifik adalah di Asia Tenggara yang terkombinasi antara kapasitas aparat keamanan, perbatasan yang keropos, perbatasan yang panjang, banyak pulau dan banyak kawasan di mana masyarakat dapat bergerak relatif bebas.
Sementara itu, minggu lalu Dubes Keliling merangkap Koordinator Kontra Terorisme Departemen Luar Negeri Amerika Serikat Henry A. Crumpton mengadakan kunjungan selama beberapa hari keJakarta. Dalam kunjungannya guna menemui beberapa pejabat pentingIndonesiadi bidang keamanan, pejabat Amerika Serikat itu ingin memastikan komitmenIndonesiadan implementasinya dalam pencegahan dan pemberantasan terorisme.
Mencermati pernyataan Panglima US PACOM, sudah pasti pernyataan itu diarahkan kepadaIndonesiasebagai satu-satunya negara kepulauan di Asia Tenggara. Begitu pula dengan kunjungan Koordinator Kontra Terorisme Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, tersirat bahwaIndonesiaadalah titik lemah dalam upaya global memerangi terorisme. Apabila dikaitkan dengan rencana pimpinan Angkatan Laut untuk meningkatkan status Lanal di wilayah perbatasan, maka ada benang merah antaraIndonesiadan Amerika Serikat guna memberantas terorisme.
Artinya, ada kesadaran dariIndonesiakhususnya Angkatan Laut bahwa wilayah perbatasan sangat rawan akan berbagai konflik, termasuk di dalamnya mobilitas kader-kader teroris untuk keluar masukIndonesia. Dengan kata lain, pernyataan Panglima US PACOM menyangkut wilayah perbatasan disikapi secara tepat oleh Angkatan Laut Indonesia.
Melangkah lebih jauh dalam konteks nasional, dalam pemberantasan terorisme diperlukan sinkronisasi antar kebijakan berbagai lembaga pada tataran kebijakan. Berdasarkan situasi di lapangan seperti yang digambarkan oleh Panglima US PACOM, tidak lepas dari belum adanya sinkronisasi antar kebijakan berbagai lembaga. Isu ini sangat krusial karena tanpa adanya sinkronisasi antar kebijakan, cukup sulit untuk meningkatkan kapasitas aparat keamanan dalam pemberantasan terorisme secara keseluruhan.
Pada sisi lain, dibutuhkan kerjasama operasi dan strategis antaraIndonesiadengan negara-negara lain di kawasan Asia Pasifik. Melalui kerjasama bilateral maupun multilateral, ada peluang untuk meningkatkan kapasitas aparat keamanan. Dengan memperhatikan beberapa butir pernyataan Panglima US PACOM, peningkatan kapasitas tersebut harus disesuai dengan ciri-ciri geografisIndonesiayang dinilai sebagai titik lemah. Dengan kata lain, peningkatan kapasitas aparat keamanan hendaknya difokuskan pada kapasitas aparat Angkatan Laut, karena sebagian besar perbatasan Indonesia adalah laut dan hanya tiga yang berbatasan darat dengan negara-negara lain.
Perintah Presiden RI agar TNI terlibat dalam pemberantasan terorisme hendaknya diterjemahkan ke dalam berbagai tingkatan, baik tingkatan kebijakan maupun operasional. Dalam konteks Angkatan Laut, perintah tersebut dapat diterjemahkan dalam bentuk kerjasama pelatihan dan intelligence exchange dengan negara-negara lain, khususnya Angkatan Laut kawasan. Sebagai ilustrasi, latihan CARAT dengan Amerika Serikat window of opportunity bagi Angkatan Laut untuk meningkatkan kapasitasnya, mulai dari yang kurang sensitif sampai yang sensitif, semisal intelligence sharing. Selain dengan Amerika Serikat, terbuka peluang untuk meningkatkan kapasitas aparat Angkatan Laut guna memberantas terorisme dengan negara-negara lainnya.
Keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme nampaknya tidak akan meningkatkan kapasitas aparat keamanan, kecuali apabila terjalin kerjasama operasional dan strategis dengan negara-negara lain. Dengan globalisasi, suatu negara tidak akan mampu menangani terorisme tanpa adanya kerjasama dengan negara-negara lainnya. Oleh karena itu, kerjasama dengan negara-negara lain adalah keniscayaan.
Adanya peningkatan kemampuan aparat keamanan, termasuk Angkatan Laut, dalam pemberantasan terorisme dalam jangka pendek bertujuan untuk memperkecil mobilitas teroris menggunakan wilayah perbatasan. Sedangkan dalam jangka panjang, bertujuan untuk menangkal lahirnya teroris-teroris generasi baru.
3. Penutup
Demikian kajian ini dibuat untuk digunakan sebagai masukan atau bahan pertimbangan dalam menentukan langkah-langkah berkaitan dengan pembangunan kekuatan Angkatan Laut di masa depan.