Oleh: Alman Helvas Ali
1. Pendahuluan
Pembangunan kekuatan Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) dalam dua tahun terakhir mengalami sejumlah tantangan karena berbagai faktor, misalnya faktor ekonomi. Akibat tantangan tersebut, rencana pembangunan kekuatan yang telah digariskan oleh pemerintah Malaysia tidak dapat berjalan dengan lancar. Dinamika demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung, dipastikan mempengaruhi kinerja TLDM dalam merespon dinamika kawasan, termasuk di dalamnya mengamankan kepentingan nasional Malaysia pada domain maritim.
Selama ini, pembangunan kekuatan TLDM senantiasa mendapat perhatian dari beberapa negara di sekitarnya, termasuk Indonesia di dalamnya. Perhatian yang diberikan oleh Indonesia tidak lepas dari potensi konflik di perairan Laut Sulawesi (Blok Ambalat) yang terkadang memanas oleh kegiatan provokatif TLDM di perairan yang dipersengketakan tersebut. Terkait dengan dinamika yang terjadi di Malaysia, tulisan ini akan mengupas tentang masalah-masalah yang melingkupi pembangunan kekuatan TLDM dan implikasinya pada kemampuan operasional kekuatan laut Malaysia saat ini dan beberapa tahun ke depan.
2. Masalah Krusial
Terdapat sejumlah masalah krusial yang melingkupi pembangunan kekuatan TLDM saat ini dan beberapa tahun ke depan. Masalah-masalah krusial tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti situasi politik dalam negeri Malaysia, situasi ekonomi nasional, kesiapan industri pertahanan nasional Malaysia dan kondisi internal di dalam TLDM sendiri. Rinciannya adalah sebagai berikut.
Pertama, situasi politik nasional. Situasi politik nasional Malaysia dalam dua tahun terakhir mengalami dinamika yang sangat cepat seiring menguatnya posisi kelompok oposisi yang tergabung dalam aliansi Pakatan Rakyat. Aliansi sejumlah partai oposisi ini mempunyai kekuatan yang hampir berimbang di parlemen maupun pemerintahan negara bagian menghadapi aliansi Barisan Nasional dengan UMNO sebagai tulang punggungnya.
Persaingan antara Pakatan Rakyat dengan Barisan Nasional merambah pula pada domain pembangunan kekuatan militer Malaysia. Sejauh ini, kelompok oposisi telah mengungkap sejumlah isu mismanajemen dalam pembangunan kekuatan Angkatan Bersenjata, semisal dugaan korupsi saat pengadaan dua kapal selam kelas Scorpene , pencurian mesin pesawat tempur F-5E dan terbakarnya kapal LST KD Sri Inderapura (A-1505). Isu mismanajemen tersebut menjadi bahan perdebatan hangat dalam kehidupan politik Malaysia, bahkan menjadi isu nasional yang menarik perhatian berbagai kalangan yang berkepentingan, termasuk sebagian rakyat Malaysia sendiri.
Sorotan dari kelompok oposisi ternyata mampu mempengaruhi kebijakan pemerintah Malaysia dalam pembangunan kekuatan hingga beberapa tahun ke depan, yang mana hingga pelaksanaan Pilihan Raya (pemilihan umum) pada 2013, pemerintah yang berkuasa terkesan enggan memberikan otorisasi bagi pengadaan alutsista yang dibutuhkan oleh militer Malaysia, termasuk di dalamnya TLDM. Keengganan tersebut karena kekhawatiran pemerintah akan hilangnya dukung rakyat terhadap aliansi yang berkuasa akibat kemungkinan munculnya kembali mismanajemen dalam pengadaan itu. Akibatnya, 10th Malaysia Plan 2011-2015 yang menyangkut pembangunan kekuatan militer terancam tidak akan terlaksana.
Kedua, situasi ekonomi nasional. Berbeda dengan Indonesia, Malaysia terimbas krisis ekonomi dunia 2008 yang hingga sekarang efeknya masih terasa. Akibatnya, rencana pengadaaan kapal bantu serbaguna yang dikenal sebagai multipurpose support ship program (MPPS), ditunda oleh pemerintah. Begitu pula dengan rencana pembelian dua fregat dari BAE System Inggris yang berbasis pada fregat kelas Lekiu, mengalami pembatalan pada 2009.
Krisis ekonomi membuat alokasi anggaran pertahanan Malaysia dalam 9th Malaysia Plan 2006-2010 mengalami penurunan. Sebagai ilustrasi, pada 2009 pemerintah mengalokasikan anggaran pertahanan sebesar MYR 2.3 milyar, sedangkan pada 2010 turun menjadi MYR 1.9 milyar. Penurunan anggaran itu berdampak piula pada kesiapan logistik, operasi dan latihan bagi TLDM, bukan sekedar berefek pada pengadaan alutsista baru.
Menyangkut pengadaan alutsista baru, sebagian program pengadaan yang semula dialokasikan pada 9th Malaysia Plan 2006-2010 dialihkan pada 10th Malaysia Plan 2011-2015. Seperti rencana pengadaan fregat baru setelah pengadaan dari BAE System dibatalkan pada 2009, begitu pula korvet kelas Kedah gelombang kedua, yang mana TLDM sangat berharap program itu bisa berjalan pada 10th Malaysia Plan. Rencana pengadaan kapal tipe littoral combat ship (LCS) dalam 10th Malaysia Plan juga berstatus tidak pasti. Kemampuan pemerintah Malaysia memulihkan ekonomi dari krisis akan menentukan sejauh mana program pembangunan kekuatan TLDM kembali pada jalurnya semula.
Ketiga, kesiapan industri pertahanan. Industri pertahanan Malaysia, khususnya yang terkait dengan TLDM seperti galangan kapal, belum mampu mendukung program pembangunan kekuatan TLDM. Galangan kapal terkemuka seperti Boustead Naval Shipyard yang merupakan anak perusahaan Boustead Heavy Industries Corp (BHIC) masih belum bebas dari kendala teknologi dalam mendukung pembangunan kapal baru TLDM. Di samping kendala teknologi, dukungan anggaran bagi pengembangan kapal perang di dalam negeri oleh pemerintah Malaysia juga menjadi kendala lain bagi kemajuan industri pertahanan negeri itu.
Seperti halnya industri perkapalan terkemuka Indonesia, galangan Boustead juga masih bertumpu pada pasokan teknologi asing dalam mengembangkan kapal perang. Kontribusi terbesar galangan ini baru sebatas pada pemeliharaan dan perbaikan berbagai kapal perang milik kekuatan laut Malaysia. Meskipun pada sisi lain mampu memproduksi kapal perang, namun hal itu masih berupa kerjasama dengan pihak asing melalui skema co-production.
Malaysia mempunyai pula beberapa galangan lain yang bisa memberikan dukungan kepada pembangunan kekuatan TLDM. Akan tetapi sejauh ini baru galangan Boustead yang menonjol. Galangan-galangan lain itu secara umum mampu memberikan dukungan pemeliharaan bagi kapal perang.
Keempat, kondisi internal TLDM. Dewasa ini, TLDM menghadapi sejumlah masalah terkait dengan pembangunan kekuatan yang dilaksanakan. Masalah itu antara lain mencakup tentang kesiapan teknis alutsista yang baru dibeli, dukungan logistik terpadu terhadap alutsista tersebut dan keseimbangan komposisi jenis kapal perang. Untuk dua masalah pertama di antaranya menimpa kapal selam kelas Scorpene, yang mana masalah yang menimpa kapal pertama (KD Tunku Abdul Rahman) berimbas pada kapal kedua (KD Tun Razak). Menyangkut aspek logistik, hingga saat ini belum ada kesepakatan antara DCNS selaku pembuat kapal selam dengan galangan Boustead tentang dukungan logistik terpadu bagi dua kapal selam kelas Scorpene.
Dengan terbakarnya LST KD Sri Inderapura (A-1505) pada 8 Oktober 2009, TLDM tidak mempunyai lagi kapal berkemampuan amfibi. Mengacu pada strategi pertahanan Malaysia, TLDM membutuhkan hingga tiga kapal amfibi untuk melaksanakan pergeseran Batalyon Reaksi Cepat Malaysia. TLDM kini bertumpu pada dua kapal bantu serbaguna yaitu KD Inderasakti (A-1503) dan KD Mahawangsa (A-1504) untuk pergeseran logistik, khususnya antara pangkalan TLDM di Semenanjung dengan pangkalan TLDM di Sabah dan Serawak. Sebelum terbakarnya kapal amfibi kelas Newport buatan Amerika Serikat tersebut, TLDM sebenarnya sudah berniat untuk mengajukan pengadaan kapal baru lewat program MPSS kepada pemerintahnya. Menyusul kebakaran LST KD Sri Inderapura (A-1505), pemerintah Malaysia tengah mencari kapal pengganti baru dan nampaknya melirik ke Korea Selatan. Pemerintah Korea Selatan bahkan sudah menawarkan menyewakan kapal pengganti sebelum kapal yang dibangun selesai dan diserahkan kepada TLDM.
Tantangan lainnya yang dihadapi TLDM adalah mempertahankan kesiapan operasional kapal kombatannya, termasuk kelas KD Kasturi. Sejauh ini kontrak service life extension program (SLEP) yang ditandantangani dengan Thales tengah berjalan. Upaya mempertahankan kesiapan operasional kapal kombatan TLDM menjadi krusial di tengah krisis ekonomi yang mempengaruhi rencana pemerintah Malaysia dalam pembangunan kekuatan TLDM. Sedangkan menyangkut kekuatan udara, TLDM bertumpu sepenuhnya pada helikopter Fennec dan Super Lynx yang digunakan untuk peperangan anti kapal selam dan berencana membeli enam heli anti kapal selam baru dalam 10th Malaysia Plan, sementara wing udara TLDM tidak mempunyai pesawat patroli maritim sayap tetap sama sekali.
3. Implikasi Terhadap Kawasan
Dinamika dalam pembangunan kekuatan laut Malaysia mempunyai implikasi terhadap Indonesia, bukan saja karena kedua negara berada dalam kawasan yang sama, tetapi juga karena kedua negara mempunyai isu klaim wilayah maritim yang belum disepakati. Mengacu pada perkembangan mutakhir menyangkut pembangunan kekuatan TLDM, dapat ditarik beberapa hal sebagai berikut.
Pertama, politik. Kondisi politik di Malaysia sangat mempengaruhi implementasi pembangunan kekuatan TLDM yang telah digariskan dalam tahapan Malaysia Plan. Dengan semakin menguatnya kekuatan politik kelompok oposisi Pakatan Rakyat di parlemen, membuat pemerintah Malaysia lebih berhati-hati dalam melaksanakan pembangunan kekuatan militer secara keseluruhan. Kehati-hatian itu karena beberapa program pengadaan sebelumnya dikritik tajam oleh kelompok oposisi karena dugaan mismanajemen, antara lain dalam pengadaan kapal selam kelas Scorpene.
Mengingat pada 2013 dijadwalkan akan digelar Pilihan Raya, terdapat kemungkinan pelaksanaan 10th Malaysia Plan 2011-2015 khususnya yang terkait dengan pembangunan kekuatan TLDM tidak akan berjalan mulus. Maksudnya, program pengadaan alusista baru bisa jadi tidak akan direalisasikan sepenuhnya, sebab hal itu berpotensi memberikan amunisi kepada kelompok oposisi untuk menyerang pemerintah apabila proses pengadaannya dinilai tidak transparan. Mengingat pentingnya Pilihan Raya 2013 dari perspektif pemerintah yang berkuasa, ditengarai pembangunan kekuatan TLDM hingga tiga tahun ke depan akan berjalan dengan lambat atau bahkan berpotensi mengalami pengunduran jadwal.
Kedua, ekonomi. Krisis ekonomi 2008 sampai sekarang masih mempengaruhi rencana pembangunan kekuatan TLDM, sebab pemerintah Malaysia harus menghitung kembali rencana belanja pertahanannya. Walaupun kini pembangunan kekuatan militer Malaysia difokuskan pada kekuatan laut dan udara, akan tetapi dalam pelaksanaannya masih belum sesuai harapan. Keterbatasan anggaran pemerintah untuk mendukung pembangunan itu membuat rencana pembangunan kekuatan TLDM menjadi tidak pasti.
Dihadapkan pada kondisi ekonomi Malaysia hingga beberapa tahun ke depan, pembangunan kekuatan TLDM sangat dipengaruhi oleh kemampuan pemerintah Malaysia memulihkan ekonomi pasca krisis 2008. Dalam perkembangan terkini, krisis ekonomi di beberapa negara Uni Eropa yang disebabkan oleh salah kelola utang dan defisit dikhawatirkan akan merembet ke kawasan Asia Pasifik dan mempengaruhi pemulihan ekonomi negara-negara di kawasan itu. Dari sudut pandang ekonomi, ketidakpastian ekonomi dunia dan kawasan hingga beberapa tahun ke depan akan berdampak pula pada besaran alokasi anggaran untuk modernisasi TLDM.
Ketiga, aspek militer. Memperhatikan kondisi kekuatan TLDM saat ini, tingkat kesiapan kekuatan laut Malaysia untuk merespon krisis keamanan yang muncul bersifat moderat. Namun demikian, belum tercipta proporsionalitas antara armada kapal permukaan, kapal selam dan kapal amfibi. Selain itu, kemampuan proyeksi kekuatan Malaysia masih terbatas, meskipun TLDM mengirimkan beberapa kapal perangnya ke Teluk Aden dalam rangka Operasi Fajar dalam rangka menghadapi pembajakan di sekitar Somalia.
Terkait dengan operasional kapal selam, TLDM masih membutuhkan waktu lama dalam operasionalisasi kapal selam di wilayah tropis. Kemampuan operasi kapal selam kelas Scorpene ke depan akan sangat dipengaruhi oleh keterampilan pengawak dan dukungan logistik. Tercapai tidaknya kesepakatan antara galangan Boustead dengan DCN menyangkut dukungan logistik terpadu akan menentukan tingkat operasional kapal selam Scorpene.
Berangkat dari ketiga aspek tersebut, dapat ditarik kesimpulan bahwa pembangunan kekuatan laut Malaysia hingga setidaknya 2013 masih akan menghadapi sejumlah tantangan, di mana faktor eksternal TLDM lebih banyak mempengaruhi. Dihadapkan dengan kemungkinan konflik dengan negara-negara lain di sekitarnya, peluang konflik militer cukup kecil karena TLDM sampai beberapa tahun ke depan kemampuannya belum akan meningkat secara signifikan. Dengan kata lain, kemampuan TLDM untuk memenangkan suatu konflik, termasuk konflik terbatas, peluangnya tidak melebihi 50 persen. Oleh karena itu, besar kemungkinan Malaysia hingga beberapa tahun ke depan tidak akan menjadi pihak pertama yang menggunakan kekuatan militer ketika berhadapan dengan negara lain dalam isu batas maritim.
Sebagai negara anggota FPDA, Malaysia akan lebih banyak menekankan pada pakta pertahanan itu dalam urusan pertahanan wilayahnya ketika kesiapan kekuatan militernya masih terbatas. Kemampuan TLDM yang masih terbatas karena terhambatnya program pembangunan kekuatan diimbangi dengan adanya dukungan militer dari FPDA, khususnya dari Inggris dan Australia. Dengan kata lain, ada trade off antara ketidaklancaran pembangunan kekuatan dengan kebijakan bergabung pada pakta pertahanan.
4. Penutup
Berdasarkan analisis yang telah diuraikan, pembangunan kekuatan TLDM setidaknya hingga 2013 masih akan menghadapi kendala internal dan eksternal. Kondisi itu akan berimplikasi pada kemampuan TLDM yang moderat/terbatas untuk terlibat dalam suatu konflik terbuka di laut dalam waktu lama. Situasi demikian memberikan keuntungan tersendiri bagi negara-negara di sekitarnya, dalam arti sampai 2013 kemampuan nyata Malaysia untuk menggunakan kekerasan dalam menyelesaikan sengketa batas maritim peluangnya kecil. Bagi Indonesia, khususnya TNI Angkatan Laut, kondisi tersebut merupakan peluang untuk mengejar ketertinggalan dalam pembangunan kekuatan lautnya selama ini dibandingkan Malaysia dan beberapa negara lainnya di kawasan Asia Tenggara.
.Lihat, http://www.asiasentinel.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2429&Itemid=229
. Lihat, “Under Development”, Jane’s Defence Weekly, 7 April 2010, hal.25-31
. Ibid, hal.25
. Ibid
. Ibid
.Lihat, http://dmilt.com/index.php?option=com_content&view=article&id=779:malaysia-naval modernization-plan&catid=3:asia&Itemid=56
. Lihat, “Defence in Malaysia: Industrial Development & Additional Capabilities”, Asia Military Review, April/May 2010, hal.20
. Lihat, http://www.mmail.com.my/content/18978-korean-navy-loan-landing-ship-rmn