Oleh: Alman Helvas Ali
1. Pendahuluan
Dinamika pembangunan kekuatan Angkatan Laut di kawasan Asia Pasifik terus berlangsung. Meskipun kawasan ini secara umum keamanannya stabil, akan tetapi potensi konflik masih dikandung pula oleh wilayah ini. Konflik-konflik tersebut sebagian terkait dengan domain maritim, khususnya menyangkut sengketa batas maritim dan mempunyai keterkaitan pula dengan kandungan hidrokarbon di dalamnya. Perebutan pengaruh antar negara menjadi pendorong lainnya bagi pembangunan kekuatan Angkatan Laut di kawasan, misalnya ambisi regional Cina dan Australia.
Dalam konteks tersebut, salah satu fokus pembangunan kekuatan yang nampaknya menjadi agenda “bersama” di kawasan Asia Pasifik adalah pada kemampuan anti kapal selam. Pembangunan kemampuan anti kapal selam merupakan respon terhadap pembangunan beberapa negara di kawasan yang mengakuisisi kapal selam baru dalam susunan tempur armadanya. Secara garis besar, pembangunan kemampuan anti kapal selam di kawasan dilakukan dengan membeli kapal selam, mengadakan kapal kombatan permukaan dan mengakuisisi heli anti kapal selam. Di luar ketiga hal tersebut, sebenarnya masih ada unsur lainnya yaitu pembangunan sistem deteksi bawah air, namun hal yang terakhir ini publikasinya tidak segencar pengadaan sistem senjata karena faktor kerahasiaan Angkatan Laut.
Pemikiran balance of power yang merupakan aliran realis dalam ilmu hubungan internasional masih menjadi paradigma dominan di kawasan Asia Pasifik dalam pembangunan kekuatan Angkatan Laut. Terkait dengan hal itu, Indonesia perlu mencermati dinamika pembangunan kekuatan laut di sekitarnya, khususnya yang terkait dengan kemampuan anti kapal selam. Sebab dalam Renstra TNI Angkatan Laut, pembangunan kemampuan anti kapal merupakan salah satu program. Oleh karena itu, dengan mencermati dinamika di kawasan diharapkan pelaksanaan program yang telah direncanakan nantinya akan mampu mencapai tujuan pembangunan kekuatan yang telah ditetapkan.
Tulisan ini akan mengupas tentang pembangunan kemampuan peperangan anti kapal selam, khususnya keterpaduan antara unsur kapal kombatan permukaan dengan helikopter anti kapal selam. Kapal kombatan permukaan dan helikopter anti kapal selam merupakan bagian tidak terpisahkan dalam kemampuan peperangan anti kapal selam suatu Angkatan Laut. Keterpaduan antar kedua unsur, dimulai dari saat penyusunan perencanaan pembangunan kekuatan, akan menentukan sejauh mana kapabilitas peperangan anti kapal selam yang dimiliki oleh Angkatan Laut.
2. Kecenderungan Kawasan
Akusisi kapal selam oleh beberapa negara di kawasan diikuti pula dengan pengadaan kapal kombatan permukaan. Dalam banyak kasus, kecenderungan yang terjadi adalah paket pembelian kapal kombatan permukaan dan kapal selam sekaligus oleh suatu negara. Kecenderungan seperti itu terjadi by design dan bukan kebetulan semata, karena perencanaan pembangunan kekuatan telah mereka telah dirumuskan dengan jelas.
Singapura kini mengoperasikan enam fregat kelas Formidable sebagai capital ship-nya, yang mana fregat buatan Prancis tersebut menyandang pula kemampuan anti kapal selam. Salah satu sistem senjata anti kapal selamnya adalah heli SH-70B Seahawk yang onboard dan telah diuji dalam latihan Angkatan Laut Singapura di pantai timur Amerika Serikat pada akhir Maret 2010. Di samping itu, Angkatan Laut Singapura diperkuat pula oleh dua kapal selam kelas Vastergotland, di samping empat kapal selam kelas Sjoormen.
Malaysia kini mengandalkan kekuatan tempurnya antara lain pada enam korvet kelas Kedah yang desainnya lebih untuk peran konstabulari , yang ke depan direncanakan pengadaan gelombang kedua korvet itu dengan rancangan lebih untuk melaksanakan peran kombatan. Selain itu, susunan tempur Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) juga didukung oleh dua fregat kelas Lekiu. Untuk mendukung kemampuan peperangan anti kapal selam, baik korvet kelas Kedah maupun fregat kelas Lekiu mampu didarati oleh heli Super Lynx 300 Mk 100 yang dipunyai oleh TLDM. Selain kapal kombatan permukaan dan helikopter, kemampuan peperangan anti kapal selam Malaysia didukung pula oleh dua kapal selam kelas Scorpene.
Sementara itu, Australia sejak lama telah mengoperasikan kapal kombatan permukaan yang berkemampuan anti kapal selam, yakni fregat kelas Adelaide dan kelas Anzac. Kedua kelas kapal kombatan itu dilengkapi dengan helikopter SH-3 Sea King dan S-70B Sea Hawk yang menyandang kemampuan peperangan anti kapal selam dan hingga 2017 kekuatan kapal kombatan Australia akan ditambah dengan tiga kapal perusak kelas Hobart (Air Warfare Destroyer). Menurut Defence White 2009, Royal Australian Navy (RAN) akan dilengkapi dengan 24 helikopter baru berkemampuan anti kapal selam dalam beberapa tahun ke depan , yang berdasarkan perkembangan mutakhir kandidat kuatnya adalah MH-60 R buatan Sikorsky, Amerika Serikat dan NATO Frigate Helicopter (NFH) produksi NHIndustries, Uni Eropa. RAN akan dilengkapi pula dengan 12 kapal selam yang kemampuannya lebih maju daripada kelas Collins.
India terus memperkuat kemampuan peperangan anti kapal selamnya seiring dengan aspirasi politik New Delhi untuk mengendalikan Samudera India. Salah satu realisasinya adalah peluncuran korvet anti kapal selam pada 19 April 2010 di galangan Garden Reach Shipbuilders and Engineering (GRSE), Kalkuta. Proyek korvet anti kapal selam buatan India tersebut dikenal sebagai Project 28 (P-28) dan melalui proyek ini diproyeksikan pembuatan empat korvet hingga 2014 dari 12 yang direncanakan. Korvet yang mempunyai panjang 109.1 m dilengkapi dengan dek heli yang mampu menampung helikopter Sea King.
Dalam susunan tempur Angkatan Laut India, berbagai kelas kapal perusak (kelas Delhi dan Rajput) dan fregat India (kelas Godavari, Talwar, Brahmaputra dan Shivalik) dirancang untuk mampu menghadapi peperangan anti kapal selam. Kapal-kapal tersebut semuanya dilengkapi pula dengan dek heli bagi kepentingan operasional helikopter anti kapal selam. Terkait dengan heli anti kapal selam, India berencana mengakusisi 11 Kamov Ka-28 dan 26 Sea King, untuk melengkapi 11 Kamov Ka-28 dan 14 Sea King yang sekarang telah memperkuat Angkatan Lautnya. Helikopter anti kapal selam lainnya dalam jajaran Angkatan Laut India adalah Druv buatan Hindustan Aeronautics Limited (HAL), India.
Cina yang tengah berupaya membangun Angkatan Laut dengan kemampuan proyeksi kekuatan melengkapi sebagian besar kapal kombatan permukaannya untuk kebutuhan peperangan anti kapal selam. Kapal-kapal kombatan People’s Liberation Army-Navy (PLA-N), baik jenis perusak (kelas Sovremenny, Luyang dan Luhu) maupun fregat (kelas Jingkai dan Jiangwei) dirancang untuk mampu didarati helikopter anti kapal selam. Jenis helikopter anti kapal selam yang dioperasikan oleh Cina meliputi Kamov Ka-28, Z-8 dan Z-9.
Jepang merupakan kekuatan laut regional yang dirancang untuk mampu mengamankankan SLOC-nya, yang sejak awal pembentukan Japan Maritime Self Defense Force (JMSDF) dirancang untuk membantu Amerika Serikat dalam peperangan anti kapal selam di sekitar Kepulauan Jepang. JMSDF kini telah mempunyai satu dari dua kapal induk helikopter kelas Hyuga yang mampu membawa 11 pesawat sayap putar di deknya. Dari Sembilan kelas kapal perusak yang memperkuat armada JMSDF, hanya kelas Tachikaze yang tidak dilengkapi dengan dek helikopter. Berbeda dengan Angkatan Laut lainnya di kawasan Asia Pasifik yang biasanya mengoperasikan setidaknya dua jenis helikopter anti kapal selam sekaligus, JMSDF hanya menggunakan satu jenis helikopter untuk peperangan tersebut yaitu SH-60K buatan Amerika Serikat dan beberapa di antaranya diproduksi secara lisensi di Jepang oleh Mitsubishi.
Selain negara-negara tersebut, kekuatan Angkatan Laut Amerika Serikat tidak perlu diragukan kemampuannya dalam peperangan anti kapal selam. Fokus kemampuan peperangan anti kapal selam Amerika Serikat saat ini adalah pada wilayah littoral , antara lain ditandai dengan pengadaan kapal littoral combat ship (LCS). Bersama kapal kombatan permukaan jenis penjelajah dan perusak kelas Ticonderoga dan Arleigh Burke, kemampuan kapal LCS dalam peperangan anti kapal selam didukung oleh eksistensi helikopter MH-60R ASW. Salah satu alasan penting mengapa jajaran Angkatan Laut Amerika Serikat adalah dari 250 kapal selam di kawasan Asia Pasifik, hanya 30 persen yang dimiliki oleh sekutu-sekutunya.
3. Keterpaduan Pendekatan
Memperhatikan dengan seksama kecenderungan di kawasan yang terkait dengan kemampuan peperangan anti kapal selam, terdapat beberapa hal yang patut untuk dicermati.
Pertama, makin pentingnya peperangan anti kapal selam. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya kini semakin menyadari arti penting peperangan anti kapal selam, seiring dengan bertambahnya populasi kapal selam di kawasan ini. Untuk menghadapi ancaman kapal selam, dibutuhkan pendekatan komprehensif yang harus melibatkan unsur kapal kombatan permukaan, pesawat udara, kapal selam dan sistem deteksi bawah air. Pola pikir seperti itulah yang melatarbelakangi makin besarnya perhatian Angkatan Laut di kawasan terhadap eksistensi helikopter anti kapal selam.
Kedua, perencanaan komprehensif. Pembangunan kekuatan Angkatan Laut di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya dilaksanakan melalui perencanaan yang komprehensif. Hal ini tercermin dari kemampuan interoperability antara kapal kombatan permukaan dengan helikopter anti kapal selam. Rencana pengadaan yang disusun telah memperhitungkan antara rancang bangun kapal kombatan beserta kebutuhan operasionalnya dengan spesifikasi teknis helikopter anti kapal selam yang tersedia di pasaran internasional.
Ketiga, keterpaduan tiga subsistem senjata. Negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya kini telah banyak yang mengoperasikan kapal selam dibandingkan 10 tahun silam, bahkan ada beberapa negara yang tengah merencanakan masuknya kapal selam dalam jajaran armada Angkatan Laut mereka. Pengoperasian armada kapal selam oleh suatu negara secara umum kecenderungannya diikuti dengan akuisisi helikopter anti kapal selam oleh negara itu itu, misalnya dalam kasus Malaysia dan Singapura. Perkembangan itu menunjukkan bahwa kini negara-negara di kawasan makin menggunakan pendekatan komprehensif dalam membangun kemampuan anti kapal selam, yaitu bukan sekedar memperkuat armada kapal selam dan kapal kombatan permukaan, tetapi melengkapi pula dengan helikopter yang dirancang menghadapi ancaman kapal selam.
Keempat, struktur pasar. Terkait dengan helikopter anti kapal selam, negara-negara di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya menggunakan helikopter merek-merek tertentu saja. Hal itu mencerminkan bahwa pasar helikopter anti kapal selam sudah terstruktur sedemikian rupa sehingga hanya digeluti oleh beberapa pemain saja. Dengan kata lain, tidak banyak pilihan bagi konsumen untuk mencari helikopter anti kapal selam.
4. Pelajaran Yang Dapat Ditarik
Dari empat kecenderungan yang terjadi di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya menyangkut pembangunan kemampuan peperangan anti kapal selam, khususnya pengadaan helikopter anti kapal selam, mempunyai implikasi sekaligus pelajaran yang dapat dijadikan masukan dan pertimbangan bagi Indonesia, khususnya TNI Angkatan Laut. Implikasi dan pelajaran yang dapat ditarik tersebut adalah sebagai berikut.
Pertama, peningkatan kemampuan peperangan anti kapal selam. Semakin banyaknya populasi kapal selam di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya direspon oleh negara-negara kawasan dengan meningkatkan kemampuan anti peperangan kapal selam mereka. Kecenderungan ini terjadi dalam 10 tahun terakhir, sebab sebelumnya banyak Angkatan Laut yang lebih berfokus pada peperangan anti kapal permukaan. Perkembangan demikian mencerminkan bahwa kapal selam kini menjadi satu dari dua ancaman besar bagi Angkatan Laut manapun di kawasan ini apabila terjadi konflik.
Kecenderungan terjadinya konflik di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya akan berkisar pada isu keamanan SLOC dan sumber energi, dalam hal ini minyak dan gas bumi. Mengamati dinamika kawasan saat ini, potensi konflik yang paling mungkin dihadapi oleh Indonesia setidaknya sampai 10 tahun ke depan adalah memanasnya konflik Laut Cina Selatan dan implikasinya. Menguatnya kembali konflik di perairan itu tidak lepas dari sikap asertif Cina terhadap klaimnya dan didukung oleh pembangunan kekuatan laut negara itu yang terus berlangsung sehingga sangat berpotensi menimbulkan ketidak-imbangan kekuatan. Hendaknya tidak dilupakan pula bahwa Indonesia masih mempunyai masalah sengketa teritorial dengan Cina, yaitu sembilan garis putus-putus yang menyentuh wilayah sekitar Natuna sebagaimana tercantum dalam peta 1992 keluaran Cina.
Kedua, pembangunan Angkatan Laut yang komprehensif. Meskipun kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya tidak luput dari gejolak ekonomi global, akan tetapi kondisi itu tidak mempengaruhi secara drastis komitmen politik untuk membangun Angkatan Laut masing-masing. Dalam prakteknya, krisis ekonomi 2008 hanya berimplikasi pada pengaturan ulang jadwal program pembangunan Angkatan Laut, bukan pembatalan program tersebut. Hal ini bisa dilihat dari kasus di Malaysia, begitu pula di Jepang.
Dalam perkembangan, Angkatan Laut di kawasan ini sebagian telah mengikuti jejak negara-negara maju dalam bagaimana membangun kekuatan laut yang andal. Di antaranya menyangkut pendekatan yang komprehensif dalam pembangunan Angkatan Laut, termasuk pengadaan alutsista. Kalau sampai awal 2000 negara-negara di kawasan lebih berfokus pada pengadaan kapal permukaan, kini pembangunan itu diimbangi dengan pengadaan kapal selam dan pesawat udara.
Hal inilah yang dimaksud dengan pendekatan komprehensif, sebab operasi Angkatan Laut di masa damai maupun konflik dan perang menganut keterpaduan antar subsistem senjata yang di TNI Angkatan Laut dikenal sebagai Sistem Senjata Armada Terpadu (SSAT).
Ketiga, keterpaduan subsistem. Memperhatikan kelas-kelas kapal kombatan permukaan dan jenis helikopter anti kapal selam yang mendukungnya di kawasan Asia Tenggara dan sekitarnya, tergambar jelas bahwa antara kapal permukaan dan helikopter mempunyai benang merah. Benang merahnya adalah kesamaan filosofi operasional yang melandasi rancang bangun kapal permukaan dan helikopter. Dengan Angkatan Laut India sebagai pengecualian, negara-negara di kawasan mengoperasikan kapal permukaan dan helikopter anti kapal selam yang filosofi operasionalnya berbasis pada filosofi yang dianut oleh Amerika Serikat dan NATO.
Isu operasional antara dua subsistem senjata tersebut penting untuk diketahui, sebab apabila ada kesenjangan maka akan berpengaruh pada aspek operasional. Praktek yang memadukan dua subsistem senjata yang secara filosofis berbeda akan berpotensi menimbulkan kerugian operasional apabila landasan ilmiahnya kurang kokoh. Apabila dibawa dalam konteks TNI Angkatan Laut, kapal kombatan permukaan TNI Angkatan Laut yang buatan pihak Barat dan menganut konsep operasional NATO akan lebih tepat dan cocok apabila didukung oleh helikopter anti kapal selam yang berbasis filosofi yang sama. Sementara terkait dengan rencana pengadaan kapal jenis PKR baru, perlu kiranya memperhatikan daya muat dek penerbangan pada kapal itu dengan helikopter anti kapal selam yang tersedia di pasaran apabila kapal itu dirancang untuk mampu mendukung operasional pesawat sayap putar dari geladaknya.
5. Penutup
Pembangunan kemampuan peperangan anti kapal selam di kawasan Asia Tenggara dan sekitar berjalan secara dinamis, yang mana hal itu ditempuh sebagai respon terhadap makin banyak kapal selam di kawasan ini. Terkait dengan pengadaan helikopter anti kapal selam, pengadaan tersebut berada dalam suatu bingkai yang didesain sedemikian rupa sehingga subsistem senjata itu interoperable dengan subsistem senjata Angkatan Laut lainnya. Jenis helikopter anti kapal selam yang tersebar di kawasan hanya jenis-jenis tertentu saja yang mencerminkan bahwa struktur pasar untuk jenis helikopter ini sudah “dibagi” oleh industri dirgantara global. Bagi TNI Angkatan Laut, dinamika demikian patut untuk dicermati dalam rangka pembangunan kekuatan ke depan, khususnya rencana pengadaan helikopter anti kapal selam.
. Lihat, http://www.janes.com/news/defence/jni/jni100401_1_n.shtml
. Lihat, Jane’s Defence Weekly, Under Development, Vol.47, Issue 14, 7 April 2010, hal.30
. Ibid
. Heli AS 555 SN Fennec milik TLDM merupakan heli anti kapal permukaan dan dinilai kurang efektif dioperasikan di kapal perang karena menggunakan skid. Lihat Jane’s Defence Weekly, Under Development, Vol.47, Issue 14, 7 April 2010, hal.30
. Lihat, Commonwealth of Australia, Defending Australia In The Asia Pacific Century: Force 2030, hal.71
. Ibid, hal.72
. Lihat, Jane’s Defence Weekly, MR-60R and NFH Go Head-to-Head in RAN Contest, Vol.47, Issue 9, 3 March 2010, hal.18
. Commomwealth of Australia, op.cit, hal.64
. Lihat, Jane’s Defence Weekly, India’s First ASW Corvette Launched, Vol.47, Issue 17, 29 April 2010, hal.18
. Lihat, http://indiannavy.nic.in/ships.htm
. Lihat, http://www.thaindian.com/newsportal/health/indian-navy-to-buy-37-anti-submarine-helicopters_10075503.html
. Lihat, Jane’s Fighting Ship 2009-2010
. Ibid
. Ibid
. Lihat, Yoshihara, Tosi and Holmes, James. R, “Japanese Maritime Thought: If Not Mahan, Who?”, Naval War College Review, Summer 2006, Vol.59, No.3, Hal.33
. Lihat, http://www.straitstimes.com/Breaking%2BNews/Asia/Story/STIStory_351718.html
. Op.cit, Jane’s Fighting Ship 2009-2010
. Lihat, Benedict, John R, “The Unraveling and Revitalization of U.S. Navy Anti Submarine Warfare”, Naval War College Review, Spring 2005, Vol.58, No.2, Hal.114
. Ibid
. Ibid
. Ibid, hal.100