Peluang dan Tantangan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia di Era Globalisasi Bagian II

Peluang dan Tantangan Indonesia Menuju Poros Maritim Dunia di Era Globalisasi Bagian II

Amelia Rahmawaty

Pendahuluan

            Baru mengangkat relasi antara globalisasi dan maritim bagi Indonesia setelah beberapa waktu berlalu sejak permulaannya, sebetulnya bisa dibilang ketinggalan.Tetapi jauh lebih baik daripada tidak sama sekali. Di awal abad 21, para pakar maritim ramai-ramai mengemukakan analisanya mengenai bagaimana negara seharusnya merespon dan sebaik mungkin menyesuaikan diri terhadap fenomena globalisasi sehingga dapat meraih kebaikannya.Pemerintah major powers menyusun strategi agar kepentingan nasional mereka di dan dari laut tidak terancam dari efek negatif globalisasi. Sejak awal mereka, yang bahkan pendorong terwujudnya globalisasi, telah menyadari bahwa fenomena ini tidak datang hanya membawa angin segar, tetapi juga beragam ancaman yang sulit dihindari bersamaan dengan terbukanya hampir seluruh akses lintas negara dan berkembang pesatnya kecanggihan transportasi laut. Ditengah hingar bingar perbincangan kepentingan maritim tersebut, dimana Indonesia?

Di Indonesia, perdebatan mengenai globalisasi sebetulnya sudah dimulai sesaat setelah kedatangan fenomena ini. Topik-topik seperti masuknya barang-barang impor dengan deras sehingga memaksa banyak pedagang lokal bubar jalan, budaya barat yang meluas membuat Indonesia semakin mudah untuk dijadikan pasar, paham-paham yang bertentangan dengan nilai bangsa dengan cepat dan mudah menyebar sehingga menimbulkan kerentanan bagi keamanan nasional merupakan beberapa hal yang biasa kita dengar. Usaha untuk merespon hal-hal tersebut pun sebaik mungkin telah dilakukan. Meskipun demikian, disamping luasnya yang dua kali lipat lebih besar dari daratan, yang menjadi banyak perhatian cenderung hanya apa yang terlihat dan dirasakan langsung di darat, dan menaruh sedikit porsi terhadap apa yang berkembang di laut. Buktinya sampai hari ini kita belum memiliki strategi maritim.

Kealpaan tersebut mungkin dianggap wajar karena manusia adalah makhluk darat dan bukan pula suatu perkara besar seandainya terjadi pada negara lain, tetapi tidak dengan Indonesia. Secara benderang geografi Indonesia telah mengisyaratkan Indonesia untuk menjadi negara maritim dan menuntut bangsa ini untuk secara bijaksana responsif terhadap dinamika yang terjadi di laut.Bagaimanapun, manusia yang beradaptasi terhadap geografi negaranya, bukan geografi yang beradaptasi terhadap penghuninya.Laut adalah fasilitator globalisasi, maritim adalah penjamin keberlangsungannya, dan Indonesia merentang diantaranya.Sehingga, tidaklah mungkin Indonesia dapat bicara tentang keuntungan dan perlindungan kepentingan nasional dari arus globalisasi tanpa merancang strategi maritim.

Maka, munculnya visi Poros Maritim Dunia merupakan suatu kemajuan besar bagi bangsa ini.Bukannya tidak pernah ada upaya untuk peduli dalam membangun maritim, tetapi usaha tersebut tidak dilakukan secara berkesinambungan dan tidak pula disepakati sebagai bidang yang vital bagi ketahanan, keutuhan, dan kesejahteraan bangsa.Maritim adalah domain yang sulit dan mahal, dan untuk menjadi negara maritim tidak bisa terwujud sekejap mata. Pembangunannya membutuhkan komunitas maritim yang proses pembinaannya membutuhkan waktu bertahun-tahun, teknologi tinggiagar kapasitas bermaritimnya dapat diakui oleh dunia, dan menuntut kepatuhan terhadap norma dan hukum internasionaluntuk senantiasa sesuai dengan standar internasional. Itu sebabnya, tidaklah mungkin Indonesia menjadi negara maritim apabila pembangunannya bergantung pada periode kepemimpinan.

 

KETERBATASAN MARITIM INDONESIA: ANTARA KESADARAN DAN KAPASITAS

Posisi geografi, bentuk fisik, dan luas wilayah negara ini sudah sangat jelas mengatakan kesejahteraan dan keamanan bangsa ini terletak pada penggunaan dan pertahanan maritimnya. Sebaliknya, apabila ketiga unsur tersebut tidak dimanfaatkan dan dihayati dengan baik, maka akan merugikan atau meruntuhkan bangsa ini.[1]Sehingga, harus ada kesadaran dari para pembuat kebijakan maupun masyarakat Indonesia bahwa maritim merupakan jantung bagi kelangsungan hidup Indonesia.Jika jantung tersebut lemah, maka kerusakan dapat dengan mudah terjadi kapan saja.Dan bagi pihak luar, hal ini memudahkan mereka untuk ‘memukul’ Indonesia kapanpun dirasa kebijakan Indonesia tidak sejalan dengan kepentingan mereka.

Sebelum menjajah Indonesia, Belanda paham betul bahwa titik lemah (achilles) Indonesia terletak pada lautnya.Belanda menyadari, kerajaan-kerajaan di nusantara memiliki pengaruh dan daya tawar yang diperhitungkan dalam pergaulan antar bangsa karena kekuatan lautnya.Sebut saja Kerajaan Aceh yang makmur karena memberdayakan letak strategisnya yang dilintasi oleh pelayaran dan perdagangan lintas kawasan dan membangun angkatan laut yang kuat untuk melindungi kepentingannya tersebut sehingga dihormati dalam hubungan diplomatik, tidak terkecuali oleh Inggris yang merupakan maritime power.Atau Kerajaan Demak yang dengan kekuatan lautnya (angkatan laut) mampu membuat Belanda menghargai dan bersikap hati-hati ketika berurusan dengan mereka.Beradaptasi terhadap geografinya, kerajaan-kerajaan di nusantara secara alamiah dan cerdas mengolah dan mengubah fisik laut menjadi kekuatan (nasional).

Beberapa kali menghadapi pertempuran di nusantara, Belanda melihat, bangsa ini jika bersatu dan dibiarkan terus mengeksploitasi dan mempertahankan potensi maritimnya, dapat menjadi negara maritim yang kuat.Makna dari negara maritim yang kuat bukan hanya terletak pada soal pemberdayaan domain maritim, tetapi lebih dalam dari itu, siapapun yang memiliki kemampuan bermaritim, maka ia memiliki power yang dapat digunakan secara sengaja maupun tidak sengaja untuk mencapai kepentingannya di arena internasional melalui bidang ekonomi, politik, militer, dan jika bicara globalisasi, maka termasuk pula aspek lingkungan, energi, hingga ketahanan pangan. Dengan kata lain, jika kemampuan bermaritimnya dimatikan, maka dengan sendirinya power tersebut hilang.

Ada cara sederhana namun signifikan untuk merusak kekuatan yang telah terbangun dan menghindari kemunculan kekuatan baru yang dapat mengancam kekuasaan Belanda, yaitu

click here for further reading: Quarterdeck Juni 2015

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

6 Comments
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Selain legislative jurisdiction juga ada enforcement jurisdiction. Enforcement jurisdiction, is the right actually to enforce laws. Jadi apa yang baik untuk mrlindungi wilayah Nusantara yang luas ini, mohon pendapat dari pembaca, karena saya juga ingin tahu pendapat orang lain tentang nusantara kita yang kaya masih menghadapi ancaman, gangguan, hambatan dan tangtangan terus menerus

R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Negara maju yang penghasilannya besar dari usaha perikanan adalah Peru, China, Russia, Norway, Japan, USA.
Indonesia sekarang sedang memberantas kapal ikan ilegal. Menurut FAO, INDONESIA POTENSIAL MENGALAMI KERUGIAN SEBESAR 30 TRILIUN RUPIAH PER TAHUN AKIBAT ILLEGAL FISHING .
PEMBERANTASAN KAPAL ILEGAL MEMANG BAGUS, TAPI KITA JUGA PERLU MENGUSAHAKAN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN SEBESAR 30 TRILIUN ITU UNTUK DIMANFAATKAN MEMBANGUN MASYARAKAT SEJAHTERA. UNTUK INI TENTU BANYAK CARA. DALAM HAL INI SAYA PIKIR PASTI ADA ORANG YANG PUNYA IDE BAGAIMANA MEMBANGUN MASYARAKAT SEJAHTERA DENGAN MEMANFAATKAN LAUT YANG JADI MILIK INDONESIA. SILAHKAN BERI PENDAPATNYA, KITA SEMUA INGIN HIDUP SEJAHTERA.

R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Negara maju yang penghasilannya besar dari usaha perikanan adalah Peru, China, Russia, Norway, Japan, U.SA. Indonesia sekarang sedang memberantas kapal ikan ilegal, Menurut FAO INDONESIA POTENSIAL MENGALAMI KERUGIAN SEBESAR 30 TRILIUN RUPIAH PER TAHUN AKIBAT ILLEGAL FISHING .
PEMBERANTASAN KAPAL ILEGAL MEMANG BAGUS, TAPI KITA JUGA PERLU MENGUSAHAKAN MENDAPATKAN KEUNTUNGAN SEBESAR 30 TRILIUN ITU UNTUK DIMANFAATKAN MEMBANGUN MASYARAKAT SEJAHTERA . UNTUK INI TENTU BANYAK CARA. DALAM HAL INI SAYA PIKIR PASTI ADA ORANG YANG PUNYA IDE BAGAIMANA MEMBANGUN MASYARAKAT SEJAHTERA DENGAN MEMANFAATKAN LAUT YANG JADI MILIK INDONESIA. SILAHKAN DIUTARAKAN, KITA SEMUA INGIN HIDUP SEJAHTERA.

R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Dalam tesis saya fahun 1989, ZEE INDONESIA DAN KETAHANAN NASIONAL SAYA MENULIS ADANYA KAPAL IKAN DI SEKITAR ZEE INDONESIADARI SUDUT PERTAHANAN DAN KEAMANAN SEBENARNYA JUGA DAPAT DIMANFAATKANUNTUK MEMBANTU TNI AL KAPAL IKAN INI DAPAT MENGAWASI ZEE UNTUK MEMBANTU TNI AL.KEMAMPUAN MENGAWAS TENTU TERGANTUNG DARI JUMLAH KAPAL IKAN YANG ADA, MAKIN BANYAK KAPAL IKAN INDONESIA BEROPERASI DI ZEE MAKIN BAIK PENGAWASAN DAPAT DILAKUKAN.

R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Bicsra soal globalidadi, proses globalisasi akan memunculkan the winner and the looser, sekarang kita mau jadi apa?
YANG PASTI KITA TIDAK MAU JADI THE LOOSER JADI APA YANG HARUS KITA LAKUKAN SAYA kira kits masing2 tahu jawabnya

R. Suryadi
R. Suryadi
7 years ago

Tulisan mengenai maritim di atas sangat bagus dan rasionsl,

Bagi Indonesia yang wilayah negaranya 2 per 3 bagian adalah laut, kekuatsn maritim is a must mengabaikan kekuatan maritim berarti memberi kesempatan pada pihak lain untuk menguasai Indonesia. Mengusai laut sama artinya dengan menguasai kekayaan laut kita untuk dapat dimanfaatkan membangun kesejahteraan bangsa dan negara. MARI SELURUH RAKYATINDONRSIA BERUSAHA MEMBANGUN KEKUATAN LAUT DENGAN MEMBANGUMN ARMADA PERIKANAN MODERN, ARMADA NIAGA, DAN ARMADA PERANG SECARA MANDIRI. UNTUK ITU PERLU USAHA DARI PARA AHLI INDONESIA UNTUK MEWUJUDKANNYA. TIDAK AKAN SUATU KAUM BERUBAH KALAU KAUM ITU SENDIRI TIDAK MERUBAHNYA

6
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap