Oleh Budiman Djoko Said
Pendahuluan
Masih segar dalam ingatan kita serbuan ke Lapas Cebongan beberapa waktu lalu, dan diakhiri dengan waktu begitu singkat dan tim penyerbu segera menghilang.[1] Serbuan cepat antar ruangan yang berjarak pendek pasti membutuhkan ketrampilan tinggi baik sebagai penembak jitu jarak pendek maupun ketrampilan bela diri (martial arts) dan ketrampilan ini dipelihara terus menerus agar menyatu sebagai naluri kesehariannya.
Kapasitas seperti itu hanya dimiliki pasukan khusus atau pasukan yang terlatih dalam perang Urban[2] khususnya pertempuran antar ruangan (CQC/Close Quarter Combat) dan elit polisi (SWAT)[3] anti teror. Pasukan khusus biasanya melibatkan diri dalam peperangan non-konvensional/PNK (UW/Unconventional Warfare). Pasukan ini bisa bergerak cepat, senyap, mengejutkan (surprise), ekonomik dan luwes, dalam jumlah kecil serta dideploikan dengan cara tertutup (covert) atau klandestin dan terkesan jauh dari media.
Apa sebenarnya kapabilitas unik pasukan khusus (Passus)? Mengapa Passus satu-satunya komplemen gelar kekuatan militer yang disiapkan mengisi kekosongan peperangan non-konvensional dan terlatih menggunakan peralatan yang dimodifikasi tergantung situasi (weapons policy) menghadapi obyektif strategik maupun operasional?[4] Passus yang relatif kecil, sedikit jumlahnya dan diorganisir dengan pengawakan personil yang “sangat terpilih”[5] konon “cocok” untuk peperangan anti insurgensi.
Tugas negara
Menghadapi konflik atau ancaman, maka negara umumnya harus bisa melaksanakan skala luas operasi militer selain perang; mulai dari a) peperangan tradisional; b) operasi perdamaian baik PKO atau PEO; c) perlawanan terrorisme; d) peperangan non-konvensional; e) peperangan informasi; f) membantu aktor negara lain; g) lawan proliferasi SPM (SPM/ senjata pemusnah massal); h) Civil-Affairs ; i) War by proxy.[6]
Dari sekian kategori hanya titik a dan b, yang bisa ditangani satuan konvensional (pasukan regular/umum) – non passus. Suksesnya operasi yang melibatkan operator Passus sangat tergantung kepada keterampilan individual dan profisiensi unit kecil dengan keahlian khusus untuk beradaptasi, berimprovisasi serta berinovasi menghadapi lawan yang seringkali sepertinya tidak siap bereaksi[7] dengan datangnya Passus. Di negara yang sedang berkembang dengan tingkat kriminalitas tinggi, atau di negara “gagal” atau korup, atau negara yang lemah berseteru dengan kelompok yang menginginkan berdiri sendiri di luar pemerintahan yang sah sering terjadi peperangan panjang (the long war) versus kelompok insurgensi, kriminal transnasional, lawan narko-terorisme (counter narco-terrorism), lawan geng-geng atau “premanisme” kakap (warlords), lawan (counterterrorism) terror dan anti terror (anti terrorism).[8] Kelompok-kelompok ini dalam perkembangannya sangat mudah sekali berganti peran, berbasis kemiripan kegiatan mereka, baik sebagai pemberontak atau insurgensi[9], insureksi, teroris, radikalisme, kriminal transnasional, kriminal/perampok pencari dana, dll.
Untuk memudahkan bahasan berikut, untuk sementara kelompok-kelompok ini semua diwakili oleh kelompok insurgensi dan pelakunya disebut “insurgen”.[10] Pemodelan versus aktor non-negara tersebut berikut lebih banyak dibangun dengan kerangka melawan insurgensi. Hasil bahasan diharapkan bisa dijadikan model (draft) untuk dikembangkan dengan mengutilisasikan (baca efisiensi) peran Passus di negeri ini versus para insurgen.
RMA, Strategi Keamanan Nasional dan Passus
Argumentasi bahasan ini memanfaatkan model negara yang nampaknya berhasil mentransformasikan, mengutilisasikan dan menjamin konsep yang lebih maju tentang relevansi dan menonjolnya “revolusi” peran Passus [11] dikaitkan dengan dampak RMA. RMA[12] yang berbasis teknologi sangat membantu satuan unik ini mengembangkan dirinya dengan cepat. Teknologi maju (baca RMA) yang diadopsi, akan menggoyang doktrin dan prosedur serta organisasi militer manapun bertujuan memperoleh efisiensi — dan transformasi (bukan reformasi) akan berjalan alami. Produk RMA membutuhkan “perakitan” kompleks dari elemen taktik, organisasi , doktrinal dan inovasi teknologi dalam mengimplementasikan konsep baru menghadapi suatu peperangan atau menuju spesialisasi bagian peperangan.[13]
Satu fenomena menarik mengait dampak RMA adalah kehadiran Passus guna menjawab tuntutan bisnis peperangan generasi keempat atau peperangan panjang (the long war) atau peperangan asimetrik atau peperangan yang tidak beraturan (irregular warfare) dewasa ini yang menjadi sangat mengemuka sebagai bagian dari peperangan non-konvensional dengan spesialisasi serta profesi tersendiri yang dimiliki Passus.[14] Faktor inilah yang menjadikan Passus lebih dikenal sebagai operator peperangan tidak beraturan.Definisi operasi khusus berikut masih mengait dengan RMA,
…..special operations as small scale, clandestine, covert or overt operations of an unorthodox and frequently high-risk nature, undertaken to achieve significant political or military objectives in support of foreign policy.[15]
Kegiatan ekstrim tersebut (small scale, sampai dengan overt) memerlukan teknologi maju untuk membantu dan menyelesaikan tugas lebih singkat. Itulah sebabnya RMA besar pengaruhnya terhadap operasi Passus. McRaven mengatakan suksesnya operasi Pasukan khusus sepertinya menolak kearifan konvensional bahwa dengan jumlah kekuatan kecil dengan keunggulan relatif terhadap musuh bisa sukses mengalahkan bahkan menyerang bagian terkuat yang dipertahankan musuh.[16] Selanjutnya bagian akhir definisi operasi khusus ;
… significant political or military objectives in support of foreign policy
mengisyaratkan dua instrumen kekuatan nasional (militer atau politik) yang mendukung kepentingan nasional dan dipromosikan keluar melalui politik luar negeri — mengisyaratkan kegiatan (baca strategi) semua instrumen nasional ini“sah” sebagai kegiatan strategi keamanan nasional[17] (baca “Kamnas”). Thesa seperti diatas semakin jelas diaplikasikan dalam contoh skema hirakis dibawah ini yang menunjukkan bahwa konsep operasional dan penugasan yang dilakukan Passus (atau pasukan umum) dihasilkan hirarkis berawal dari tujuan nasional (fundamental national goals)melalui strategi keamanan nasional sampai konsep penugasan yang realistik.
Skema 1.
Contoh hirakis menemukan konsep penugasan (employment concepts)[18] berawal dari tujuan nasional
Referensi:
Ibid,halaman xiv
Tujuan nasional (national goals) atau lengkapnya Fundamental National Goalsakan berakar kepada pengalaman sejarah suatu bangsa yang diimpikan selama ini, entah kapan akan tercapai … never endings (bagi AS = declaration of independence dan bagi RI yang “pas” adalah pembukaanUUD 45). Lebih tepat bila kepentingan nasional diperankan sebagai sasaran antara menuju national goal. Meski ada sebagian yang menafsirkan bahwa kepentingan nasional RI (obyektifnya) adalah sesuai tujuan dalam pembukaan UUD 45. Padahal kepentingan nasional baru (wajib) dibangun oleh setiap kepala negara atau setiap pemerintahan baru diawal pemerintahan sebagai rujukan bermanajemen nasional.Kerangka seperti ini bisa dijadikan acuan untuk bermanajemen (dan pengendalian kualitas) dalam lingkungan masing-masing (masing-masing Depar-temen/Kementrian). Model ini bisa dijadikan contoh bagi organisasi militer dari unit manapun untuk membangun petunjuknya.
Diantara national goal dan national security objective sebaiknya digambarkan obyektif kepentingan nasional yang berperan sebagai sasaran antara menuju national goal. Kolom kiri (source) digunakan untuk menunjukkan siapa pemangku masing – masing blok, misal objektif keamanan nasional ditetapkan oleh Presiden dan Kongress, sedangkan operational objectives ditetapkan oleh komandan masing-masing komponen kekuatan gabungan/angkatan.
Obyektif keamanan nasional adalah “jantung” strategi keamanan nasional (Kamnas). Sebagai jantung muatan strategi keamanan nasional, akan dikawal oleh Dewan Keamanan Nasional. Strategi keamanan nasional (bisa dibaca strategi nasional) merupakan harmonisasi semua strategi instrumen kekuatan nasional (politik, ekonomi dan militer) guna menjamin tercapainya obyektif kepentingan nasional. [19]Masing-masing strategi instrumen dipangku oleh masing-masing menteri.Perkembangan definisi Operasi khusus versi Kemhan AS adalah;
… special operations are operations conducted in hostile, denied, or political sensitive environtments to achieve military, diplomatic, informational, and or economics objectives employing military capabilities for which there is no broad conventional force requirement.[20]
Menyiratkan bahwa (strategi) militer, diplomatik, informasional, dst (DIME[21]) adalah integrasi semua instrumen nasional dalam format strategi keamanan nasional dan didukung dengan unit yang kapabel tentang peperangan non-konvensional.[22] Unit Passus dalam organisasi komponen Passus gabungan[23]mengait langsung dengan kepentingan nasional melalui strategi keamanan nasional (baca Kamnas saja). Tiga skala operasi gabungan bisa melibatkan Passus, yakni [a] operasi gabungan urusan sipil (civil-affairs) dengan kepemimpinan kepala daerah/lokal, [b] operasi gabungan sipil-militer yang sebagian besar melibatkan diri dalam operasi intelijen, anti insurgensi, perlawanan terorisme dan peperangan psikologik untuk membantu pemerintahan lokal[24], dan [c] operasi gabungan militer.Khusus terakhir ini lebih banyak melibatkan diri dalam aksi langsung/direct actions versus sasaran strategik atau operasional. Singkatnya raison d’etre Passus adalah mendukung tercapainya sasaran strategik dan sasaran kegiatan satuan militer konvensional.[25]
Kekhususan Passus
Meski diakui keberadaannya namun pengertian operasi khusus masih di luar “jalur utama” (mainstream) struktur dan doktrin militer AS. Kata “spesial” meski diaplikasikan dalam suatu peperangan, operasi ataupun personil tertentu sepertinya masih sulit ditolerir dibanyak eselon organisasi militer yang ada.[26] Kenyataannya selama dekade akhir ini, Passus manca negara berkembang pesat dan sangat dibutuhkan sebagai komponen satuan militer modern dan terpisah diluar doktrin dan struktur kekuatan militer konvensional. Mereka telah mendemonstrasikan daya gunanya (utilisasi) sepanjang spektrum konflik dan kapabel melaksanakan operasinya dengan karakter dan intensi yang meyakinkan. Berbeda dalam peperangan besar seperti Perang Dunia I, Perang Dunia II dan Korea yang melibatkan aktivitas sekelompok besar pasukan konvensional umum[27](general purpose forces). Peperangan kontemporer sekarang ini lebih diwarnai oleh aktivitas segelintir pasukan kecil yang memiliki keahlian spesial yang tidak dimiliki pasukan konvensional umum. Mendidik Passus jauh lebih mahal dibandingkan unit pasukan konvensional umum, guna membangun naluri unik, kohesif, reaksi, tim, dll dan rancang bangun menemukan UE (ukuran effektivitas[28]) yang harus dimiliki setiap personil Passus. Penugasan Passus berbeda dengan pasukan umum/biasa dilihat dari manuvranya, pelibatan dalam pertempuran, risiko yang diterima dan intensi Komandan di lapangan. Membedakan pasukan konvensional umum dengan passus dengan kriteria di atas dapat dilihat dari tabel 1 di bawah ini.[29]
Tabel -1
Special Operations Forces | General-Purposes Forces | |
Maneuver | Break contact with friendly forces | Maintain contact with friendly forces |
Combat | Plan for brief, selective combat | Plan protracted, inclusive combat |
Risk | Accept high risk of failure, loss to force | Hedge, circumvent, reinforce |
Intent | Exert leverage, use indirection, attack opponent’s key capabilities | Attain decesive success |
Referensi: Pirnie,halaman 7, tipikal employ SOF(spec opt forces) vs pasukan konvensional umum/biasa
Dalam manuvranya, Passus bergerak terpisah dengan satuan teman. Mereka sering disusupkan jauh kedalam garis pertahanan lawan, atau daerah netral, atau daerah yang berseberangan secara politik. Seringkali disusupkan dengan cepat (raid) dan dijemput dengan segera. Secara keseluruhannya sangat berbeda dengan pasukan umum atau biasa yang justru selalu memelihara kontak dengan pasukan “teman”.
Komandan Passus biasanya menghindari pertempuran (combat) total, hanya melibatkan dirinya dalam tempo singkat (menit ke jam). Passus harus dilepas libatkan sebelum sumber dayanya kelelahan atau terjebak dihadang jumlah pasukan lawan yang jauh lebih besar.[30] Passus lebih memilih pelibatannya dengan memperhatikan waktu, tempat dan obyektifnya. Versus risiko, Komandan Passus harus bersedia menerima risiko sangat besar bahkan kehilangan seluruh personilnya. Operasi khusus terkenal karena tingkat bahayanya (risiko) yang sangat tinggi – tidak boleh ada sedikit kesalahan yang dibuat. Tidak ada toleransi untuk gagal, misalnya raid di Son Tay tanggal 21 Nov 1970 sewaktu menjemput tawanan perang AS atau pilihan lain sewaktu gagal menyelamatkan tawanan perang AS di Teheran (ops Eagle Claw) tanggal 24-25 April 1980.[31] Bila memasuki area berbahaya, mereka akan menghadapi risiko untuk dihabisi oleh karena sulitnya mendapatkan bantuan perkuatan dari pasukan umum. Contoh, bulan Januari 1944, unit Rangers hampir hampir saja dihabisin dalam aksi individunya di Cisterna, Italia. Dalam Operasi Badai Gurun, 8 personil SAS Inggris diam – diam melambung ke Irak dan kedelapannya dilaporkan hilang. Tahun 1993, Oktober, 100 personil Rangers AS dikepung oleh milisia Somalia dibawah Aideed dan menderita lebih dari 50 % korban sebelum datang unit mekanik membantunya.[32]
Komandan Passus berusaha mengurangi risiko dengan cara menghindari atau menyembunyikan dirinya (stealth), mengejutkan dengan aksi cepat serta selalu menghindari berhadapan dengan kekuatan pasukan umum lawan. Intensi operasi khusus fokus kepada pengungkitan (leverage), menciptakan salah arah (indirection), atau memperoleh/merusak kapabilitas kunci milik lawan, periksa tabel no.1 — parameter Intent (exert leverage,use indirection,dst).
Pengungkitan misal penguasaan Lanud Salines, Torrijos/Tocumen dan Rio Hato selama Operasi “Just Cause”. Salah arah ditujukan memecah perhatian jumlah pasukan lawan, misal dukungan kepada partisan di Perancis dan Yugoslavia dalam PD-II. Sedangkan kapabilitas utama misalnya K2, Komunikasi atau SPM (senjata pemusnah massal) lawan. Sedangkan perbedaan dilihat dari perilaku personil, peralatan, pelatihan, dan jumlah (organik) kekuatan periksa tabel no.2 dibawah ini.
Tabel – 2
Special Operations Forces | General-Purposes Forces | |
Personnel | Exceptional motivation and ability | National average |
Equipment | Highly modified, uniquely procured | Standardized |
Training | Joint; often with foreign forces | Service; usually with national forces |
Size | Groups, regiments, wings | Armies, numbered air forces, fleets |
Referensi: Pirnie, halaman 10,tipikal karakteristik Passus vs Pasukan konvensional umum. Perhatikan bahwa peralatan (equipments) yang digunakan Passus unik pengadaannya tergantung macam operasinya (weapons policy).
Konflik area kegiatan dalam gambar dibawah ini memperlihatkan dimana Passus dapat diperankan[33]:
Gambar no.1. Spektrum konflik dilihat dari frekuensi dan berbagai intensitas varian konflik (Peace time and Crisis sd High – Intensity Conflict
Referensi:Ibid, halaman 7. Cermati lingkaran, sebagai area dimana Passus biasa diperankan
Gabungan model-model diatas dapat membantu membangun model yang secara hirakhis dapat menurunkan butir-butir kapabilitas yang harus dilatihkan kepada setiap personil Passus. Contoh dibawah ini adalah obyektif perencanaan operasi PTB di Timur tengah dan dievaluasi dengan pengalaman dilapangan dapat diturunkan (ditemukan) menjadi beberapa kapabilitas yang harus dimiliki Passus agar sukses menjalankan missi PTB nya.
Tabel no.3: Hirakhis menurunkan dan menemukan kapabilitas yang harus dilatihkan dan dimiliki Passus[34]
Irreguler Warfare Campaign
Missions
(23 total)
Missions support the overall IW campaign
Examples: Neutralize Red Forces, Support Educational System
Each mission has its own set of supporting capabilities
Capabilities
(92 total)
Capabilities support the various missions
Examples: Detect HAZMAT, Counter-sniper
Most capabilities support more than one mission
Tabel no.3 adalah satu contoh kampanye (campaign) PTB dimedan Irak yang telah menurunkan 23 misi (mission) yang harus diselesaikan. Per setiap misi yang dibebankan ada beberapa kapabilitas (capabilities) yang harus dimiliki Passus total ada 92 kapabilitas yang harus dimiliki Passus guna mendukung 23 total missinya. Contoh kapabilitas antara lain: mendeteksi material berbahaya (Hazmat), operasi anti penembak jitu (counter-sniper), dll. Mengingat banyak keterlibatan Passus dalam PTB, PB , PK maupun PNK maka sesi berikut akan menjelaskan singkat peperangan tersebut.
Peperangan beraturan (PB), tidak beraturan (PTB) dan peran Passus
PB (atau RW = regular warfare) lebih sederhana dengan dua aktor utama yang terlibat di dalamnya yakni Biru sebagai pasukan pemerintah baik umum/Passus versus Merah, yakni pasukan aktor negara lawan. Fokusnya adalah mengalahkan aktor negara lain (musuh). Lingkungan adalah pemerintah, populasi, situasi fisik dan strategik, dll, perhatikan gambar bagian kanan pada gambar no.2 .
Gambar no.2
Model PB dan PTB[35]
Referensi:Wahlman, hal I-3. Cermati isu lingkungan masing-masing dari model di atas yang ada,dan lebih utama lagi peran aktor sesuai simpul-simpul (nodes) yang ada (HNG/host nation goverment, Population, Red, Blue).
Dalam PTB (simbol IW), pemerintah yang stabil dan sah diakui adalah prasyarat mutlak.Aktor dalam PB yang tadinya bertindak pasif seperti HNG, populasi, dll, dalam PTB (gambar kiri) lebih aktif berperan. Simpul HVT (high value target) sebagai sentra model adalah populasi yang akan disasarkan kekuatan Merah (insurgen) untuk mempengaruhinya. Sebaliknya bagi militer dan HNG; populasi adalah rekan kritikal untuk mengidentifikasi dan menemukan “merah” sebagai musuhnya.[36]
Secara ekonomi, populasi akan dikukuhkan sebagai sumber daya nasional dan jasa bagi sipil. Beberapa alasan inilah menjadikan populasi bukan saja menjadi sentra model namun juga sebagai “pusat gravitas” (COG/center of gravity) dalam kampanye PTB ini. Perebutan pengaruh disatu pihak yakni HNG (pemerintah dan polisi) dengan agensi militer Blue (Kemhan dan jajarannya) dan operator (Passus) keamanan nasional yang bersikeras untuk memotong dan menekan upaya insurgen di pihak lain.
Model PTB berkembang dari model insurgensi Dr.McCormick, pengajar progdi Analisis Pertahanan di US NPS, seperti gambar no.3 dibawah ini :
Gambar no.3 Model COIN (counterinsurgency)[37]
Hint: COIN Force umumnya menampilkan kekuatan Passus.
Analog dengan gambar sebelumnya, populasi tetap menjadi sentra perebutan antara pemerintah (COIN Force) dan kekuatan insurgent (Insurgent Force). Model ini menggambarkan empat elemen kunci atau pemain, yakni [1] Kekuatan insurgen, [2] Kekuatan anti insurgen (COIN Force atau Counterinsurgency Force) sebagai perangkat pemerintah,[3] Populasi, dan [4] Komunitas internasional.
Angka 1, 2, … dan 4 adalah interaksi kegiatan sebagai berikut: [1] memperoleh dukungan populasi,[2] memecah upaya kontrol insurgen terhadap populasi,[3] aksi langsung terhadap lawan masing-masing (COIN versus Insurgent Force) dan [4] memecah atau mengurangi hubungan lawannya masing masing mendapatkan simpati internasional, dan terakhir [5] membangun hubungan (memperoleh simpati) komunitas internasional. Model ini memperkaya sesi Tugas pemerintah (di atas) dengan mendemonstrasikan apa yang seharusnya dibuat pemerintah.
Beberapa alasan mengapa peperangan ini disebut “tidak beraturan”. Pertama; fokus operasi adalah populasi (bukan pasukan lawan). Pemerintah dibantu Blue akan berebut peluang untuk mengontrol dan mempertahankan kendali atau pengaruh dan memperoleh dukungan melalui teknik politik, psikologi dan ekonomi terhadap populasi. Alasan kedua; peperangan ini sangat membutuhkan pola pikir (mind-set) dan kapabilitas penyelesaian yang berbeda sama sekali dibandingkan menghadapi lawan konvensional.[38] Gambar no.4 berikut menampilkan lima atribut pembeda antara PB dengan PTB.
Gambar no. 4. Beda atribut PTB [39]
Referensi :Ibid, halaman I-4. Perhatikan sesuai arah panah adalah elemen pembeda dengan PB (atau RW =regular Warfare).
Menegasikan keunggulan mutlak pemerintah dan agen Biru mempengaruhi populasi membuat Biru dan HNG akan “gagal“ dan menguntungkan Merah yang berhasil menguasai atau kapabel (meskipun sedikit) mengontrol populasi. Model dari gambar no.1, 2, 3 dan 4, mendemonstrasikan hadirnya isu hubungan sipil-militer yang semakin merasionalisasikan pentingnya operasi gabungan sipil-militer (Joint civil-military operation) melalui CMO-nya (Civil-Military Operations).[40] Kaitan antara PTB, PK dan PNK dibahas dalam sesi berikut.
PTB, Peperangan Konvensional (PK) dan Peperangan Non-Konvensional (PNK)
Perbedaan antara PK dengan PTB dapat dilihat dari peran dan efek yang diharapkan ketiga aktor di dalamnya seperti pemerintah, militer dan populasi dan fokusnya. PK bisa disebut juga peperangan tradisional (kuno/ortodoks), yakni peperangan yang mengikuti konvensi PBB tentang peperangan antar aktor yang menggunakan seragam. Perbedaan lebih jauh periksa gambar no.5 ini.
Gambar no.5 . Beda antara PK dengan PTB[41]
Referensi: Painter, hal 12
Perhatikan bahwa fokus dalam PK adalah pemerintah dan militer, pemerintah yang melakukan kontrol seluruhnya sedangkan militer (pasukan umum) sebagai operator versus pasukan lawan konvensional. Perhatikan juga effek yang diharapkan, bagi militer adalah mengalahkan musuhnya, sedangkan bagi populasi bagaimana mengisolasi (mengamankan) dari area konflik.
PTB melakukan pendekatan yang berbeda sama sekali dengan pendekatan yang dilakukan PK (lihat gambar kanan). Dalam PTB, pemain utama adalah pemerintah dan populasi dengan fokus pemerintah adalah mengutamakan ekonomi, politik, budaya dan kondisi aman bagi populasi yang akan dijadikan sasaran kerusakan, dipisahkan dengan pusat dan dikontrol penuh secara fisik maupun psikologik bagi kepentingan insurgen.[42] Apa bedanya PNK dengan PTB? Pengertian PNK bisa saja didefinisikan beragam, namun pengertian singkat dan sederhana berikut ini bisa digunakan;
…adalah spektrum luas dari operasi militer ataupun para-militer. Biasanya berjangka panjang, lebih menonjol dilaksanakan oleh, dengan atau melalui satuan yang asli (indigenous) atau induknya (surrogate) yang di latih, di organisir, di lengkapi , di dukung serta diarahkan oleh kekuatan luar. Termasuk di dalamnya (kegiatan) peperangan gerilya dan ofensif langsung, atau samar-samar, dengan operasi “ covert “ atau “ clandestines ” dengan kegiatan tidak langsung seperti subversi, sabotase, penghindaran (evasive) dan melarikan diri.[43]
Dalam sesi sebelumnya Passus disebut-sebut sebagai unit yang paling pantas (panacea) menangani peperangan non-konvensional.[44] Operator Passus sangat berbeda dengan operator pasukan umum, meskipun keduanya sama–sama memiliki risiko pertempuran, namun Passus akan menghadapi resiko yang lebih besar karena biasanya bermanuvra di belakang garis manuvra lawan. Passus akan sangat mengandalkan kekuatan yang lebih kecil tetapi mahir dengan taktiknya untuk memperoleh keunggulan kekuatan relatif terhadap lawannya.
Pengertian PTB sendiri sebenarnya sudah lama ada, namun tidak sederas seperti sekarang ini, contoh salah satunya adalah peperangan gerilya. Peperangan ini biasanya dilakukan oleh aktor non-negara versus kekuatan regular (pemerintah) yang dimiliki oleh aktor negara. Kekuatan gerilya di pastikan akan menggunakan sista asimetriknya[45]dan bisa saja ditambah penggunaan keunggulan relatif seperti tingkat kohesifnya dengan rakyat. PTB sendiri dapat didefinisikan sebagai;
… Irregular Warfare/IW (atau PTB) is a violent struggle among state and non-state actors for legitimacy and influence over the relevant populations.IW favors indirect and asymmetric approaches,though it may employ the full range of military and other capacities of diplomacy,information,and economics (DIME),in order to erode an adversary’s power, influence, and will.[46]
PTB dapat diterjemahkan bebas sebagai bentuk konflik kekerasan antara aktor negara dengan non-negara yang berebut legitimasi dan pengaruh terhadap populasi lokal dan berskala intensitas rendah, medium bahkan kadang-kadang tinggi, serta bisa dilakukan dengan cara tidak langsung, asimetrik dan non-linear.
Meningkatnya sophistikasi dan risiko negara versus PTB seperti terrorisme, dan insurgensi menjadi tantangan bagi strategi keamanan nasional dan hampir pasti pemerintah manapun tidak akan abai. Sepantasnya aktor negara memandang isu ini sebagai isu keamanan nasional bukan sekedar keamanan dalam negeri, apalagi aktor non negara tersebut hampir pasti memiliki induk semangnya (surrogate) di luar.
Mengingat struktur PTB bervariasi karena medan, geographi dan misinya, biasanya memerlukan operator satuan kecil yang terlatih (Passus) untuk menghadapinya didukung dengan inteligen yang kuat.[47] Bagi aktor negara bisa saja melakukan operasi militer skala penuh dan melibatkan instrumen ekonomi nasional (strategi ekonomi nasional), strategi diplomasi, strategi informasional[48]dan lain-lainnya dalam rangka mengeliminir kemauan, semangat, kekuatan dan kapabel mengontrol pihak aktor non-negara tersebut.[49] Faktor kemiripan insurgen satu sama lain adalah bagaimana memanfaatkan kelemahan mereka menjadi suatu keunggulan relatif versus pemerintah. Mengingat kemiripan mereka satu sama lain maka definisi umum menghadapi mereka menjadi relatif tumpang tindih antara lawan insurgensi (COIN = Counter insurgencies), peperangan kecil (small wars), peperangan berlarut (protracted wars), peperangan global lawan terorisme (GWOT) atau dikenal juga sebagai peperangan panjang (the long wars), peperangan generasi keempat (the fourth GW) bahkan pertarungan lawan terrorisme sendiri (combating terrorism).[50]
Bila PTB didefinisikan sebagai lingkungan, ujar Painter, dkk, yang mempengaruhi peperangan panjang ini, maka di dalam lingkungan tersebut banyak kegiatan yang dapat dilakukan seperti: Insurgensi, Insureksi, Perlawanan Insurgensi (COIN), Terorisme, Perlawanan Terrorisme (combating), Operasi psikologik, SSTR (stabilization, security, transition, reconstruction), komunikasi strategik, operasi informasi, operasi sipil-militer, kegiatan inteligen dan lawan inteligen, dan kriminal transnasional seperti: kejahatan narko (narco trafficking), perdagangan gelap senjata, transaksi ilegal uang, manusia, terrorisme, dll, serta operasi penegakan hukum dan keamanan dikaitkan dengan upaya membendung pengaruh insurgen.[51]
Intinya adalah pertarungan antara pemerintah dengan insurgen atau kelompok radikal yang menginginkan pergantian pemerintahan baru. Kejadian tersebut bisa diterima sebagai revolusi kekerasan, dan/atau konflik inter-state dan meluasnya aktivitas multifungsi kriminal yang terbungkus dalam kemasan non-konvensional menjadi komoditi kontemporer dan tantangan bagi aktor negara — yang jelas melibatkan isu hubungan sipil-militer yang kompleks. Pola dan perilaku kelompok aktor non-negara ini dengan kemiripan satu dengan yang lainnya di duga bisa menjadi komplemen sumber daya satu sama lain dan saling mengait bahkan saling mendukung. Semua ini menjadikan tantangan bagi pemerintah dan tidak ada pilihan lain untuk segera bertindak tegas dan menyatakan sikapnya bahwa kelompok ini adalah penentang pemerintah yang sah — sebaiknya pemerintah manapun juga memberikan label insurgensi atau inresureksi (pemberontak) dan tegas tidak pernah memberikan label “gerakan”(movements) kepada kelompok yang melakukan gerakan dengan cara non-konvensional ini.[52]
Kesimpulan
Bagaimana situasi di negeri tercinta ini dihadapkan model insurgensi di atas? Adakah pengguna sista asimetrik para insurgen yang tidak terlibat didalam model konflik ekosistem ciptaan David Kilcullen di bawah ini ?
Referensi: Insurgency, via Wikipedia.org , tanggal 14 Mei 2013.Perhatikan dalam kelompok ethnik (ethnic group), bukan hanya karena kesukuan (keturunan.ras) bisa juga berasal dari kelompok antar agama, golongan atau aliran dan panah sebelah kanan menunjukan produk sistem (produk model), seperti propaganda, pejuang radikalisme yang terlatih, dll.
Belajar dari definisi-definisi di atas nampaknya semua kegiatan “menyimpang” atau kekerasan atau melawan langsung atau tidak langsung kepada pemerintah dengan mensasarkan (targeting) “populasi” secara teoritik dapat dikatagorikan masuk dalam keluarga insurgensi. Hampir semua elemen insurgensi menggunakan cara dan sista asimetrik yang mirip-mirip — from the weaks against the strong…dan begitu mudahnya mereka berganti peran hanya dengan cara melihat peluang mana yang lebih menguntungkan dan … kelompok manakah yang tidak menggunakan senjata sama sekali di era sekarang ini ?
Bahkan ada kelompok menggunakan taktik yang lebih maju seperti taktik gerilya dan penembak jitu.[53] Masih bisakah mereka disebut non-insurgensi[54]dan dikatagorikan agen kriminal biasa? Meskipun per definisi perlawanan insurgensi (COIN) maupun perlawanan terorisme (Countering Terrorism/CT) sering disama artikan atau dibolak-balik sama artinya (vice versa). Namun secara singkat bisa dibedakan bahwa CT lebih menyempit kepada perlawanan menghadapi taktik maupun strategi terrorisme, sedangkan COIN adalah response yang lebih luas terhadap politik kekerasan yang dilakukan kelompok minoritas (insurgen), kelompok teroris ataupun yang lainnya.[55] Dikaitkan dengan pernyataan pak Mamur Keliat yang (kira-kira) bagi penulis lebih melihat bagaimana peran Polri sebagai aktor keamanan dan aktor penegakkan hukum[56] versus CT atau COIN.
Padahal berhadapan dengan insurgen analog melakukan peperangan generasi ke empat, peperangan (combating) terrorisme, peperangan kecil, peperangan panjang, peperangan gerilya, anti-radikalisme, dll. Dilihat dari kacamata isu hubungan sipil-militer antara Polri (sipil) dan TNI (militer), mengapa harus didikotomikan, bukannya malah dibuka lebar guna mengurangi inefisiensinya? Di bawah kontrol pemangku (pemegang strategi) instrumen kekuatan nasional yang manakah untuk mengatasi, mengontrol dan mengendalikan isu insurgensi ini? Kemhan, Polri, TNI, Kemdagri, atau Polhukkam, mana yang paling “cost effectiveness”?
Sungguh “ non cost – effectiveness” (inefisiensi) bila tidak mengutilisasikan Passus semua Angkatan berbasis pengakuan bahwa Passus (pasukan khusus gabungan) adalah panakea[57] versus insurgen. Alasan yang strategik adalah ancaman asimetrik yang dilakukan oleh kelompok radikal, terorisme, insurgensi, insureksi, kriminal transnasional, preman kelas “kakap”, geng–geng, dll (periksa model David Killcullen) yang meresahkan masyarakat, semuanya dapat dimasukkan dalam kelompok lawan non konvensional dengan aksinya — peperangan non-konvensional.
Kegiatan kekerasan tersebut telah dibantah beberapa peneliti yang mengatakan bahwa faktor utama yang mempengaruhi konflik atau peperangan saudara itu bukan faktor budaya atau ethnik tetapi lebih kepada kondisi yang menguntungkan untuk melakukan insurgensi.[58] Kegiatan mereka sungguh sungguh sangat mengganggu tercapainya obyektif (vital) kepentingan nasional sehingga patut dikelaskan sebagai tantangan terhadap strategi keamanan nasional. Proses mendeteksi, memonitor, mengawasi , dst akan memerlukan sistem informasi dan evaluasinya yang akurat.
Proses ini akan bisa ditangani dengan kooperasi sipil – militer dalam operasi gabungan sipil –militer — (mungkin) perlu di bangun arsitektur gabungan operasi sipil dan militer sebagai cara untuk menjawabnya. Meskipun membangun arsitektur kooperasi sipil-militer ini dinegeri ini barangkali memerlukan legitimasi peraturan atau UU dan … butuh waktu panjang,padahal insurgen semakin tumbuh berkembang bila dibiarkan. Sekali lagi seriuskah menghadapi geng–geng, agen kriminal, kelompok radikalisme, dan kejahatan lainnya yang bisa saja berganti peran atau meningkatkan perannya menjadi lebih berbahaya seperti insurgensi bahkan terorisme? Cukupkah hal ini ditanggapi dengan himbauan saja yang selalu muncul hampir disemua media bahwa perlawanan terorisme (baca combating terrorism) bukanlah tanggung jawab Polri saja, namun semua lapisan masyarakat?
Rasanya tidak terlalu cukup untuk dihimbau versus isu serius seperti itu, perlu sosialisasi dan arsitektur organisasi yang lebih kuat (powerfull) dibandingkan organ perlawanan terorisme yang sudah ada sekarang. Perlu model penyempurnaan antara BNPT dengan Polri dan Komando Passus gabungan akan lebih efisien versus perlawanan terorisme. Bisa saja Polri suatu saat menjadi jenuh dan berkurang kewaspadaannya (awareness), sementara ada sekelompok Passus dengan segala kapasitas dan kapabilitas yang tidak dimanfaatkan[59]versus aksi lawan insurgensi atau lawan terrorisme yang memerlukan proses panjang untuk montoring, evaluasi dan aksi segera dan … dukungan inteligen manusia (humint) yang handal.[60] Humint dengan kapabilitas bertempur non-konvensional yang sudah dibekali bahasa sehari-hari para insurgen dan siap disusupkan ke area yang didikte oleh teroris atau insurgen. Sebaliknya populasi menjadi primadona dan memainkan peran krusial dalam menentukan “outcome” operasi perlawanan insurgensi (model MCCormick) dari kubu populasi diharapkan memberikan informasi penentuan dan penetapan “sasaran” untuk effektif mengalahkan insurgen[61] dan tugas pemerintahlah untuk “membeli” ruh populasi agar berani memberikan informasi atau inteligen kepada pemerintah.
Model PB, PTB, PNK, PK dan model COIN membulatkan obyektif peran HNG dan Passus untuk memilih dan fokus membeli hati dan pikiran (to buy heart and mind) populasi agar menjauh dari para insurgen. Berlamban-lamban sikap HNG dan Passus dalam bergiat akan kehilangan peluang memperoleh hati dan pikiran rakyat dan lebih ekstrim lagi insurgen semakin kuat dan besar. Perlu diwaspadai bahwa terrorisme adalah salah satu strategi insurgensi melawan pemerintah. Boleh jadi para insurgen tidaklah sebodoh itu untuk membiarkan ada aliran inteligen dari populasi ke pemerintah.
Hasil riset RAND dengan pendekatan kuantitatif atau kualitatif memperlihatkan sepertinya pemerintah dibanyak negara lebih sering dikalahkan dirinya sendiri dibandingkan dikalahkan para insurgen dengan indikator : [1] Pemerintah membiarkan (pembiaran?) insurgen berhasil berkembang menjadi besar, [2] Pemerintah gagal menemukan akar permasalahan, [3] Pemerintah mencoba mencari akar masalah dengan sikap setengah hati atau … sangat lamban, bahkan antiklimak telah menciptakan ketidak puasan populasi.[4] Pemerintah gagal mengidentifikasi pergeseran atau perubahan disebabkan adanya momentum strategik.[5] Pemerintah gagal melebarkan kontrol yang kredibel sampai ke daerah pinggiran (Urban). [6] Pemerintah menjadi sangat tergantung kepada sponsor (penasehat) tidak tetap (pokja?).[62] Semoga tidak terjadi di negeri ini.
[1] Nonton Zero Dark Thirty, tewasnya Geronimo (kode)? Film yang menggambarkan manuvra Passus menyerbu HVT (High Value Target). Download dari ThePirateBay.SE, kemudian ke search judul film via Torrent 3.3.
[2] DoA, “An Infantryman’s Guide to Combat in Built – Up Areas“, FM 90-10-1, 1993, untuk peperangan Urban dan khususnya peperangan antar ruang tertutup . Setiap perajurit Passus harus menguasai 3 prinsip dan 10 fondasi pertempuran antar ruangan — periksa lampiran K ; “Close Quarter Combat Technique“, halaman K-1 dan K-2.
[3] SWAT singkatan dari Strategy, Weapons And Tactics.
[4] Spulak, Robert.G, Joint Special Operations University (JSOU) Report 07-7, 2007, “ The Theory of Special Operations; The Origin, Qualities, and Use of SOF “, halaman 1.
[5] Konon kabarnya antara 30-40 % bahkan lebih , gagal dilantik sebagai pasukan khusus setiap angkatan pendidikan .
[6] Floca, Mihai, Col Romanian Army, Strategic Research Paper, US Army War Coll, 1997, “ Elite Forces – The Army of the Future“, hal 2. Hint: titik h dan i yakni Civil-Affairs(CA) dan War by Proxy , belum ada definisi baku di Indonesia, mengingat belum adanya kamus pertahanan nasional atau militer di Indonesia.Civil affairs (CA) dpt ditemukan sebagai:…designated Active and Reserve component forces and units organized , trained ,and equipped specifically to conduct civil affairs activity and to support civil-military operations (periksa JP 3-57) . Civil Affairs Activities (CAA) adalah … activities performed or supported by civil affairs that (1) enhance the relationship between military forces and civil authorities in areas where military forces are present ; and (2) involve application of civil affairs functional specialty skills, in areas normally the responsibility of civil goverment, to enhance the conduct of civil-military operations (JP 1-02, halaman 86 ) dan juga JP 3-57, lengkapnya periksa JP 1-02, Joint Publication, US DoD Dictionary of Military and Associated Term , 12 April 2001.PKO = Peace keeping Opt, PEO = Peace Enforcement Opt. War by Proxy dalam Wilkipedi diartikan peperangan yang tidak melibatkan langsung negara adi daya , misal perang Arab – Israel (Yom Kippur) dan perang Indo – Pakistani.
[7] Spulak, Robert.G, Joint Special Operations University (JSOU) Report 07-7, 2007, “ The Theory of Special Operations; The Origin, Qualities, and Use of SOF “, halaman 1.
[8] Freeman, Michael,et-all,Editor, “Gangs and Guerrillas , Ideas from Counterinsurgency (COIN) and Counterterrorism “, US NPS , 2011, bab “ The Complete Win “, oleh Prof Gordon H McCormick, pengajar di NPS , progdi Analisis Pertahanan Nasional, halaman 3 . Di garisbawahi versus isu insurgensi , HNG pemerintah yang sah tidak serta merta memperoleh kemenangan mutlak (complete win), tetapi membentang dalam berbagai katagori kemenangan seperti a weak win atau strong win atau complete win. Terminologi ini sekaligus (barangkali) mengklarifikasikan definisi aman dan terkendali (terkendali atau terkontrol?, pen) yang biasa didengungkan selama ini. Belum jelas arti per definisi Gultor, dari definisi combating, counter atau anti terror.
[9] Insurgency—Gerakan yang diorganisir guna menggulingkan(overthrow) pemerintahan yang syah melalui subversi dan konflik bersenjata, periksa JP 1-02, halaman 260.atau dari kamus bebas/wilkipedi …Insurgency adalah – an organized rebellion aimed at overthrowing a constituted government through the use of subversion and armed conflict.
[10] Brailey, Malcom, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: SpecialOperation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 13. Periksa juga JP (Joint Publication) 1-02 , “DoD Dictionary of Military and Associated Term “ , April 2001, Halaman 552.
[11] AS dan Australia berhasil meningkatkan konsep Passus (SOF) dalam beberapa tahun belakangan ini yang menjamin trayektori dan pengembangan serta revolusi Passus yang begitu relevan. Periksa IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs“, oleh Malcom Brailey, halaman 1 , 2. Tidak diragukan dan hampir pasti negara seperti Israel, Inggris dan Afrika selatan memiliki Passus yang jauh lebih tangguh, namun minimnya literatur menyulitkan peneliti untuk melakukan kajian.
[12] Definisi RMA (revolution in military affairs) berasal dari definisi Russia ttg MTR (Military Technology Revolution), dikembangkan dan diadop AS dan NATO sebagai RMA yang dikenal sekarang ini.
[13] Opcit , halaman 5.
[14] Katoch, Ghanshyam Singh, Col Indian Army, Thesis NPS, June 2005, MS in Defense Analysis, “Fourth Generation War: Paradigm for Change”, Bab II dan III, halaman 15-53, menjelaskan konkrit berbagai macam peperangan , hubungan terrorisme dengan pep generasi ke IV.
[15] Malcom Brailey, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 3…“unorthodox”. Harus dibedakan pengertian “covert” dengan “clandestine”. Operasi “clandestine” dilakukan oleh pasukan berseragam, bisa saja operasi ini konfirm (bisa diterima) atau ditolak, yang jelas operasi ini diluar “mata” publik. Operasi “covert” dilakukan pasukan tidak berseragam atau sipil sedemikian rupa sehingga pelibatan mereka sering tidak bisa diterima publik.
[16] McRaven,William.H, Cdr USN (sekarang Laksamana, Komandan Komando Gabungan Pasukan Khusus), Thesis US NPS , 1983, MA in National Security Affairs , “The Theory of Special Operations”, Abstrak. McRaven menggunakan definisi keungggulan relatif (relative superior advantage) dalam thesisnya sebagai pendekatan suksesnya Passus.
[17] Rumusan Strategi KamNas (dibaca KamNas saja) = { means,ways,ends} bagi instrumen kekuatan nasional dalam rangka mengamankan dan menjamin tercapainya objectif kepentingan nasional (ruh TingNas setara dengan ruh “survival” bangsa ). Orientasi KamNas mengamankan tercapainya obyektif kepentingan nasional, bukan semua ancaman (selektif). Ancaman yang diprioritaskan pada menghambat tercapainya katagori “survival” dari kepentingan nasional dan katagori “vital” (tdk ada kompromi),lebih bawah lagi adalah “important”, dst. Diluar semua ancaman yang tidak berorientasi kepada kepentingan nasional masukkan dalam katagori ancaman dalam negeri (domestic/homeland security) saja — tidak semua ancaman harus dikatagorikan ancaman nasional, selain tidak fokus juga tidak effisien (sumber daya akan kelelahan) versus semua ancaman.
[18] Pirnie, Bruce, RAND,1994, “Analysis of Special Operations Forces in Decision Aids,Recommendations”, halaman xiv.Model ini relatif sama dengan model dalam tulisan berjudul “Dari Strategi –Ke – Tugas“ , periksa kajian dalam Quarter Deck . Model yang digunakan untuk menemukan tugas atau konsep penugasan ini juga dapat digunakan untuk menemukan jumlah kekuatan (dibawah employment concepts) — “ From Strategy – to – Force Structure “ .
[19] Bila memilih PEM (politik,ekonomi dan militer) sbg instrumen pokok kekuatan nasional (selain DIME,MIDLIFE). Konsep ini mengorkestrakan semua strategi kekuatan nasional. Beberapa literatur menyebut bahwa National Security Strategy (obyektifnya identik dengan obyektif National Interest/kepentingan nasional) National Security Objective bisa dibaca National Interest Objective. Beberapa literatur memisahkan,kalau terpisah maka bisa diterima bahwa ada blok diatas National Security Objective yang didefinisikan sebagai National Interest Objective. Dipisahkan atau tidakpun,tidak bermasalah mengingat “tercapainya” National Security Objective adalah “tercapainya” National Interest Objective. National Interest adalah “sasaran antara” menuju Tujuan Nasional yang mendasar (Fundamental National Goals/National Goals saja yang never endings!).Lebih rinci periksa “US Army War College Guide to National Security Issues“,2012, volume – 1 , “Theory of War and Strategy “, dan volume -2 ,“National Security Policy and Strategy “, Editor Boone Bartholomees, Jr, US Army War College dan “ Strategy and Force Planning “ , edisi ke-4, 2004, terbitan US Naval War Coll.
[20] Malcom Brailey, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 ,“Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs“, halaman 4.
[21] DIME = { Diplomatik,Informasional,Militer dan Ekonomi } nasional Strategi DIME adalah strategi nasional atau strategi keamanan nasional atau harmonisasi/terorkestra strategi-strategi Diplomatik, Informasional, Militer dan Ekonomik. Utilisasi DIME lebih maju dari penggunaan instrumen PEM (politik,ekonomi,dan militer),yang paling maju lagi adalah MIDLIFE. Konsep ini bisa dijadikan konsep membangun infrastruktur kelembagaan strategik artinya mendayagunakan (utilisasi) instrumen tersebut sebagai kementerian utama untuk menunjang tercapainya kepentingan nasional, konsep yang lebih bertanggung jawab terhadap kepentingan nasional. Proses strategi ini akan lebih optimal bila dikontrol (kehadiran) oleh Dewan Keamanan Nasional.
[22] Freeman, Michael,et-all,Editor, “Gangs and Guerrillas , Ideas from Counterinsurgency (COIN) and Counterterrorism“, US Naval Postgraduate School, 2011 ; dalam bab “Strategy“ , oleh Borer Douglas, et-all, 3 persons, halaman 12.Prof Alan Tolberg dari US Army War Coll, menyebutkan “policy is what to do, strategy is how to do”. Prof Yarger lebih menegaskan … strategy is the matching of means to ends by particular ways…good strategy is fundamentally comprehensive. Strategi sepertinya relatif sama dengan Policy (kebijakan), tetapi tidak identik sebenarnya. Beberapa ilmuwan mengartikan Strategi lebih diminati elit Militer sedangkan elit sipil lebih menyukai definisi Policy.Kata instrumen kekuatan nasional bisa ditulis hanya instrumen nasional saja.
[23] Dalam organisasi gabungan Pasukan khusus (SOFCOM), Passus dari AD (SF,Rangers,Airborne), Udara (Spec Warfare Aviation) maupun dari Laut (operator peperangan khusus Laut/Naval Special Warfare, bukan operator Passusla).
[24] Kompas, Jumat, tanggal 10 Mei 2013, “Masyarakat sipil diajak bergabung“,halaman 5. TNI belum mengenal dua (2) operasi gabungan ini, yakni gabungan sipil-militer dan gabungan urusan sipil, kenyataan pasukan perdamaian dibawah PBB , sudah lama melakukan operasi gabungan sipil militer (kerangkanya disebut CMC/civil military cooperations), sdgkan proses disebut CMO (civil military operations). Ada baiknya Lemdik TNI mulai mempelajari literatur ttg operasi gabungan urusan sipil dan gabungan sipil-militer ini. Operasi urusan sipil (operasi civil affairs) dan psychology bisa dilakukan semua anggota Passus, namun spesialisasi lawan terrorisme terbatas tidak semua anggota Passus bisa.
[25] Malcom Brailey, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 1.
[26] Barnett,Frank.R,et-all, NDU Press,dan NSIC, 1984,” Special Operations in US Strategy”, halaman 5.
[27] Pirnie, Bruce, et-all , RAND,1994, “Analysis of Special Operations Forces in Decision Aids,Recommendations ”,halaman 5, catatan kaki # 4. Pasukan umum (general purpose forces) lebih disukai sebutannya dibandingkan pasukan konvensional umum , yang terakhir ini sangat mendua. Pasukan konvensional diartikan pasukan yang dilatih peperangan konvensional dan juga pasukan non-nuklir. Pasukan umum adalah pasukan non-nuklir yang jelas jelas bukan Passus —sebutan general purpose forces lebih “pas” dibandingkan conventional forces.Organik Pasukan Umum konvensional bisa mencapai Korps , Korps ( > Brigade) memiliki organ tempur dan dukungan asset tempur lainnya seperti tank berat, artileri berat,kapal dan pesawat terbang, misal …Korps marinir, Korps AD – I, dst, sangat berbeda dengan organisasi Passus yang lebih kecil dengan satuan terkecil adalah tim.
[28] UE adalah produk dari MOE (measures of effectiveness), ukuran yang diturunkan dari definisi kapabilitas unit ini. Ukuran yang dijadikan standar untuk mengukur sukses tidaknya suatu unit.
[29] Pirnie, Bruce, et-all , RAND,1994, “Analysis of Special Operations Forces in Decision Aids,Recommendations”, dan penulis yang sama, RAND, 1994, dalam publikasinya “Analysis of Special Operations In Decision Aids: Current Shortfalls “.
[30] Ibid, halaman x.
[31] Ibid, halaman x.
[32] Ibid, halaman 8. Rangers adalah salah satu komponen Passus , organik setara dengan infantri ringan (light infantry forces).Pasukan Marinir Ekspeditionary disebut juga sebagai SOF/C artinya kapabilitasnya setara dengan Passus (Spec Opt Forces Capable), bukan SF (special forces). Pasukan Marinir AS sekarang ini telah memiliki unit resmi Passus (Marine SF) .
[33] Ellison,Joel P, May , US Army dan Hodermarsky,Daniel G, Captain US Army, Thesis US NPS, Dec 2012, MS in Defense Analysis, “Coventional and Special Operations Forces Integration at the Operational Level”, halaman 7.
[34] Wahlman, Alec,IDA (Institute Defense Analysis), 2007,”Improving Capabilities for IW,volume-II, Capabilities Analysis“, halamanES-1. Teknik atau methodologi guna menemukan ukuran effektivitas (MOE/Measures of Effectivebness) dan tuntutan kapabilitas yang harus dimiliki untuk dilatihkannya. Rincian menemukan kapabilitas , dapat dicermati di bab III dan IV ref ini.
[35] Ibid, halaman I-3.Cermatiisu lingkungan masing-masing dari dua (2) model diatas yang ada,dan lebih utama lagi peran aktor sesuai simpul-simpul (nodes) yang ada (HNG,Population,Red,Blue).
[36] Hurley, William, et-all, IDA (Institute of Defense Analysis), August 2007, “ Improving Capabilities for Irregular Warfare; Volume – I, Framework and Applications “, halaman ES -3.
[37] Search : Insurgency ,via Wikipedia.org , tanggal 14 Mei 2013.
[38] Painter,David.J,et-all (3 persons),Major US Army,Thesis NPS,Dec 2009,MS in Defense Analysis, “ Re-Organizing for Irregular Warfare “, halaman 8 , yg menjelaskan definisi PTB bdsk ref JP 3 – 0.
[39] Wahlman, Alec,IDA (Institute Defense Analysis), 2007,” Improving Capabilities for IW,Volume-II, Capabilities Analysis“, halaman I-4, Gambar I-2.
[40] Mengait dengan catatan kaki # 23 diatas.
[41] Painter,David.J,et-all (3 persons),Major US Army,Thesis NPS,Dec 2009,MS in Defense Analysis, “ Re-Organizing for Irregular Warfare “, halaman 12.
[42] Ibid, halaman 12.
[43] Brailey,Malcom, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 13. Periksa juga JP (Joint Publication) 1-02 , “ DoD Dictionary of Military and Associated Term “ , April 2001, Halaman 552. Studi atau analisis pertahanan nasional dirasakan dan dijumpai kesulitan dengan tidak hadirnya Kamus khusus untuk militer dan pertahanan nasional RI. Indikator peperangan non-konvensional dan ciri cirinya relatif mirip seperti yang dilakukan oleh kelompok radikal – kelompok terorisme – bahkan kelompok pemberontak.
[44] Katoch, Ghanshyam Singh, Col Indian Army, Thesis US NPS, June 2005, MS in Defense Analysis, “ Fourth Generation War: Paradigm for Change ”, halaman 9.
[45] Konsep asimetrik adalah … from the weaks against the strong.
[46] Hedman,Daniel.K, Major US Army, Thesis US Naval Postgraduate School (NPS), December 2008,MS in Defense Analysis, “ Re-Organizing SOF (special operations forces) for Irregular Warfare “, halaman 2, 3.
[47] Katoch, Ghanshyam Singh, Col Indian Army, Thesis US NPS, June 2005, MS in Defense Analysis, “ Fourth Generation War: Paradigm for Change ” halaman 85 dst, Bab V –Special Forces as the Panacea (obat mujarab) for 4 GW . Rangers adalah operator Passus dalam organisasi Passus gabungan (SOFCOM) , beroperasi dengan unit-unit yang lebih besar dibandingkan Passus (atau SF = special forces, dgn mottonya Rangers lead the way). Sedangkan operator SEAL’s adalah operator/pasukan peperangan khusus Angkatan Laut (Naval Special Warfare), UK memiliki SBS, SAS dan Marine Commando . Operasi khusus ini memerlukan dukungan inteligen yang “ kuat “, Indonesia bisa belajar banyak dari kasus inteligen dalam peperangan generasi terkinikan ini misal di ketahuinya lahan kosong di daerah Poso sebagai tempat latihan para insurgen, bisa di bilang terlambat diketahui. Bagaimana bisa terjadi lahan yang digunakan latihan perang-perangan dengan personil yang cukup banyak dan tentu saja logistik yang besar (dgn transportasinya) tidak terendus gerakannya oleh aparat ?Dimana keberadaan para Humint lokal (pemerintah daerah, militer dan polisi) selama itu ?
[48] Keterlibatan semua strategi instrumen kekuatan nasional terdefinisi sebagai strategi keamanan nasional (baca KamNas saja) yang di harmonisasikan dan di orkestrakan oleh dewan keamanan nasional. Pelibatan strategi keamanan nasional dan Dewan Keamanan Nasional ini jelas-jelas menunjukkan behwa isu versus kelompok ini , sungguh – sungguh serius bagi pemerintah dan masuk dalam agenda Keamanan Nasional yang di cirikan dengan keterlibatan semua strategi instrumen kekuatan nasional itu. Para pemangku strategi instrumen kekuatan nasional tersebut tentu saja adalah para Menteri.
[49] JP 1-02 , halaman 280.
[50] Combating Terrorism (COM T) dapat dirumuskan = Counterterrorism (CT) + Antiterrorism (AT). CT lebih banyak ke monitor, deteksi , dll. Sdgkan AT lebih ketahap aksi penangkapan atau penyerangan.Juga periksa Brailey,Malcom, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 8.Brailey berpendapat bahwa CT adalah tindakan perlawanan untuk mencegah, menangkal dan repson terhadap aksi terorisme. CT berbeda sama sekali dengan AT yang lebih luas lagi pengertiannya untuk mempertahankan diri dalam rangka meminimalkan kelemahan menghadapi aksi teroris dan kapabilitas Passus adalah lebih ke CT dibandingkan ke AT lanjut pak Malcom.
[51] Painter,David.J,et-all (3 persons),Major US Army,Thesis NPS,Dec 2009,MS in Defense Analysis, “ Re-Organizing for Irregular Warfare “, halaman 13.
[52] Ada baiknya untuk tidak (memperlunak sikap) memberikan label “gerakan” kepada kelompok seperti itu (misal Gerakan .A.. Merdeka, Gerakan .B.. Merdeka,Gerakan Pengacau Liar,atau Organisasi ..C. Merdeka, dll) padahal jelas – jelas mereka telah menentang pemerintah entah dengan sebutan dan tambahan kata “ merdeka ” bahkan terang – terangan menyebut negara dalam negara seperti NII. Khusus yang terakhir ini , jelas suatu gerakan yang ingin menggantikan pemerintahan yang syah dan bukan saja hadirnya pengakuan dari mantan staf atau menterinya, bahkan Panglima NII di regional Jateng sdh di adili, dengan dugaan ada aliran setoran dana (paksa) dari lokal, regional kepusat NII, entah kenaapa justru Panglima besarnya tidak di sentuh meskipun beberapa pejabat bahkan pernah menyebutnya sebagai “makar”. Apapun kita tetap optimis dan percaya isu ini akan masuk dalam daftar prioritas UUK yang sangat perlu diwaspadai oleh badan inteligen nasional. Apapun juga bentuknya kegiatan yang mereka lakukan bisa disebut bagian dari peperangan gerilya atau peperangan non-konvensional yang dilakukan.
[53] Penembak jitu biasanya bergerak dengan 2 orang (sebagai observer/markmanship dan satunya penembak) bahkan sniper legendaris lebih sering bergerak sendirian dalam raid-nya.
[54] Sista asimetrik, artinya varian dan jumlah senjata yg digunakan sedikit, murah namun merusakkan (lethal) dan merusakkan lingkungan (collateral damage) , misal bom, ranjau personil, ranjau darat,dll. Deteksi atau monitoring yang paling effektif adalah menggunakan humint (human intelligence). Agensi inteligen nasional barangkali memerlukan agen humint yang berjumlah banyak. Isu insurgensi sepantasnya dimasukkan dalam daftar isu keamanan nasional karena akan merongrong daya hidup bangsa (survival).
[55] Simon Pratt, “ What is the difference between counter-insurgency and counter-terrorism ? “,Paper, Dec 21, 2010.
[56] Kompas, tanggal 11 Mei 2013, “ Budaya Militer Baru TNI ? ” oleh Makmur Keliat, halaman 6 , bisa dipahami keluhan pak Makmur , bagi penulis ketidak seimbangan power ini dimaknai sebagai ketidak effisiennya (baca sangat tidak Cost Effective) penggunaan Passus dalam pelibatannya versus peperangan jangka panjang versus insurgen-insurgen di Indonesia, dibandingkan ongkos yang sdh dikeluarkan untuk melatihnya dan membentuk kapabilitasnya, bayangkan ada Kopassus, DenJaka,DenBravo,Kopaska berapa total ongkos yang sdh dikeluarkan selama ini untuk melatihnya , tetapi belum didayagunakan sebagai bagian dari operasi militer selain perang yang non-konvensional?
[57] Panakea terjemahan bebas panacea yang dapat diartikan obat mujarab .
[58] Novack, Edward.W, Major USMC, Thesis US NPS, June 2007, MA in National Security Affairs, “Criminals and Insurgents: The Role Of Ethnicity In State Responses To Internal Resource Competitors”, halaman 6, penelitian Olzak’,JamesD.Fearonand DavidD.Laitin membantah bahwa faktor utama yang mempengaruhi hadirnya perang saudara atau konflik bukan disebabkan adanya konflik budaya atau ethnis tersebut, akan tetapi lebih disebabkan adanya situasi yang menguntungkan kelompok insurgensi tersebut.
[59] AS resmi menggunakan unit CT yakni Passus dari AD yakni First Army SF Opt detachment group dan Tim Six dari US Navy Seal’s sebagai elemen Passus CT gabungan, sdgkan Australia telah membangun 2 TAG (tactical assault group) Wil Bar dan Wil Tim untuk missi yang sama , periksa Brailey,Malcom, IDSS, Singapore, March 2004, Working Paper # 64 , “Not Many Jobs Take a Whole Army: Special Operation Forces and the Revolution In Military Affairs “, halaman 8.
[60] Perangkat monitor inteligen terbaik berupa manusia yang bisa disusupkan kedalam geng – geng insurgen tersebut sebagai cara yang paling effektif untuk memonitor. Jumlah personil Polri barangkali akan menjadi tidak memadai untuk berperan sebagai “humint” , disinilah gunanya kolaborasi dengan Passus semua Angkatan yang memang terlatih untuk disusupkan.
[61] Populasi atau masyarakat masih belum diutilisasikan dalam peperangan lawan terrorisme, contoh dengan perilaku kelompok ini selalu berpindah tempat, mencari kontrakan baru, dan selalu bersikap tertutup . Faktor ini sebenarnya bisa dijadikan materi kampanye anti terrorisme, dengan selalu meminta pendatang baru menyebutkan pekerjaan dan referensi pekerjaan (untuk check kebenarannya) dan selalu dijadikan “target” level 1 untuk dimonitor oleh populasi setempat atas arahan ketua RT RW,atau Kep Desa atau Lurah, sampai mereka benar – benar berani membuka diri, cara seperti inipun belum dilakukan….masih dalam taraf dihimbau terus menerus (?)..sampai kapan.
[62] Connable, Ben, et-all, two persons, Rand , 2010, “ How Insurgencies Ends “ , halaman 152-153.
Actually this is Mr. Budiman Djoko Said’s original and personal analysis. He build this analysis by combining the issue with some theory that he got from several references which you can see above. To be more specific, would you mind telling us which references (book) do you look for? Or you want to have this Mr. Budiman’s analysis in printing form?