Oleh: Alman Helvas Ali
1. Pendahuluan
Terdapat rencana bahwa pada tahun 2010 pemerintah akan mengajukan Rancangan Undang-undang Komponen Cadangan ke DPR untuk dibahas guna memperoleh persetujuan menjadi undang-undang. Pengajuan RUU Komponen Cadangan pada dasarnya merupakan implementasi dari amanat Pasal 8 ayat 3 Undang-undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. RUU itu adalah satu dari beberapa pekerjaan rumah Departemen Pertahanan yang belum ditunaikan seiring dengan amanat Undang-undang No.3 Tahun 2002.
Terkait dengan TNI Angkatan Laut, sebagai instrumen keamanan nasional pada domain maritim mempunyai kepentingan dengan terbentuknya komponen cadangan matra laut. Mengacu pada teori strategi maritim, kekuatan maritim suatu bangsa terdiri dari Angkatan Laut dan elemen-elemen lainnya seperti pelayaran niaga dan lain sebagainya. Dengan demikian, TNI Angkatan Laut perlu untuk mengikuti dinamika pembahasan RUU Komponen Cadangan nantinya agar jangan sampai kepentingan TNI Angkatan Laut tidak atau kurang terwadahi di dalamnya.
Berdiskusi tentang komponen cadangan, terdapat banyak pertanyaan yang bisa dimunculkan. Seperti apakah paradigma komponen cadangan sebagai the last resort force masih relevan saat ini? Benarkah komponen cadangan hanya digunakan di saat krisis atau perang? Bagaimana pula konsep komponen cadangan yang digunakan oleh Angkatan Laut beberapa negara di dunia?
Untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu, tulisan ini akan membahas tentang dinamika komponen cadangan di berbagai negara di dunia dan bagaimana sebaiknya konsep komponen cadangan TNI Angkatan Laut ke depan dirancang dan disiapkan.
2. Transformasi Komponen Cadangan
Pasca 11 September 2001 isu keamanan dunia dan kawasan mempunyai karakteristik yang multidimensional dan kompleks. Di berbagai kawasan dunia bertebaran gejolak keamanan yang mempengaruhi stabilitas keamanan, seperti di Irak, Afghanistan dan Somalia. Untuk menghadapi situasi demikian, negara-negara maju berinisiatif terlibat dalam upaya stabilisasi melalui penyebaran kekuatan militernya dalam konteks kepentingan nasional masing-masing. Penyebaran kekuatan tersebut ada yang dalam bingkai operasi perdamaian PBB, tetapi tidak sedikit pula merupakan operasi multinasional yang digagas oleh negara-negara tersebut.
Penyebaran kekuatan militer ke luar negeri oleh negara-negara maju itu dikenal sebagai operasi ekspedisionari. Kekuatan militer yang dahulu berkarakteristik masif dan statis dan ditempatkan di kawasan Eropa dan Asia Timur, kini telah berubah menjadi ekspedisionari yang mempunyai sifat smaller, lighter, more mobile forces.[i] Menonjolnya operasi ekspedisionari disebabkan oleh dua hal, yaitu (i) ketidakstabilan keamanan internasional dan (ii) globalisasi.[ii]
Di balik operasi ekspedisi tersembunyi agenda negara-negara maju untuk mengancam kepentingan nasional mereka, khususnya akses terhadap sumber daya alam. Instabilitas keamanan di beberapa kawasan kaya sumber daya alam dunia, khususnya energi dianggap mengancam kepentingan nasional dan way of life mereka. Operasi-operasi militer di Afghanistan, Irak, Teluk Persia, perairan Somalia serta bantuan kemanusiaan di berbagai lokasi bencana alam dunia merupakan contoh-contoh operasi ekspedisionari.
Mengedepannya operasi ekspedisionari berkonsekuensi pada peningkatan intensitas operasi kekuatan militer negara-negara maju saat ini dibanding di masa sebelumnya, karena harus melaksanakan penyebaran kekuatan ke luar di beberapa wilayah kontinjensi secara simultan. Sedangkan pada sisi lain, mayoritas negara-negara itu telah mengurangi jumlah personel militernya dalam jumlah besar seiring berakhirnya Perang Dingin dan menghapus wajib militer (conscript). Kecuali Jerman, negara-negara maju telah menghapus kebijakan wajib militer dan sepenuhnya bergantung pada kekuatan militer sukarela (volunteer military force).[iii] Sementara di saat yang sama, ancaman dan tantangan yang dihadapi bersifat asimetris.
Tingginya intensitas penyebaran memaksa negara-negara maju melakukan pergeseran paradigma terhadap komponen cadangan. Pergeseran dilakukan dengan mengubah paradigma dan kebijakan menyangkut komponen cadangan. Paradigma baru yang dikembangkan yaitu memandang komponen cadangan sebagai indispensable untuk kepentingan pertahanan sejak hari-hari pertama konflik, karena perbedaan antara perang dan damai di masa kini kurang jelas.[iv]
Perubahan paradigma merupakan awal dari transformasi komponen cadangan yang sudah berlangsung hampir 15 tahun di sana. Transformasi komponen cadangan adalah bagian dari transformasi pertahanan secara keseluruhan. Transformasi pertahanan bukan saja menyangkut teknologi dan perangkat baru dalam struktur kekuatan militer, namun juga membutuhkan perubahan fundamental dalam doktrin militer, operasi dan organisasi.[v]
Lewat transformasi komponen cadangan, kini komponen cadangan dianggap sebagai The Total Force, sebab mereka adalah bagian dari operational force. Sehingga kemudian lahir istilah One Army, One Navy, One Air Force dan One Marine. Istilah-istilah itu lahir karena komponen cadangan dibina langsung dan sekaligus diintegrasikan ke dalam matra Angkatan, sehingga personel di dalam matra statusnya ada dua, yaitu aktif dan cadangan. Meskipun berstatus cadangan, namun mereka digolongkan ke dalam kekuatan operasional yang siap disebarkan kapan saja dan kemana saja.
Selain Amerika Serikat, negara-negara lain seperti Inggris, Kanada dan Prancis juga telah menerapkan transformasi komponen cadangan menjadi kekuatan operasional.[vi] Negara-negara itu sudah meninggalkan strategi lama di era Perang Dingin dalam pembinaan komponen cadangan yaitu alert-train-deploy menjadi train-alert-deploy. Dengan demikian, komponen cadangan masa kini sudah disiapkan jauh-jauh hari sebelum disebarkan ke wilayah konflik atau krisis, bahkan sebelum konflik muncul.[vii]
Dalam rangka pembinaan kemampuan operasional komponen cadangan, di Amerika Serikat setiap matra Angkatan mempunyai Badan Pelaksana Pusat (Balakpus) yang dikenal sebagai Army Reserve, Naval Reserve, Air Force Reserve dan Marine Reserve. Balakpus dipimpin oleh seorang perwira tinggi yang juga berstatus cadangan berpangkat Letnan Jenderal atau setara. Komponen cadangan yang berada dalam pembinaan Balakpus di sana diklasifikasikan dalam tiga kategori, yaitu Cadangan Siap (The Ready Reserve), Cadangan Siaga (The Standby Reserve) dan Cadangan Pensiun (The Retired Reserve).
Cadangan Siap merupakan hasil seleksi personel yang dinilai siap untuk menjalankan tugas operasional. Cadangan Siaga adalah personel yang telah menyelesaikan penugasan operasional dan merupakan hasil transfer dari Cadangan Siap. Adapun Cadangan Pensiun diisi oleh personel yang telah pensiun dari dua kategori sebelumnya, namun mereka tetap dipertahankan sampai batas waktu tertentu di dalam komponen cadangan matra Angkatan guna memberikan pendidikan dan pelatihan kepada personel cadangan pada dua kategori lainnya.
Sementara di negara-negara Eropa, pembinaan komponen cadangan dilaksanakan oleh Balakpus Kementerian Pertahanan. Berbeda dengan pengkategorian di Amerika Serikat, beberapa negara Eropa seperti Inggris membagi kekuatan cadangannya ke dalam Regular Reserve dan Voluntary Reserve Forces.[viii] Sementara di Prancis, komponen cadangan terdiri atas la réserve opérationnelle (the Operational Reserve) and la réserve citoyenne (the Citizens’ Reserve). [ix]
Dengan adanya Balakpus khusus, kualitas dan kompetensi komponen cadangan tetap setara dengan kekuatan aktif karena tidak ada perbedaan pembinaan. Ketika muncul krisis atau bencana alam, komponen cadangan akan segera disebarkan ke wilayah krisis bersama-sama dengan kekuatan aktif/reguler. Seperti diketahui, penggerahan komponen cadangan bukan saja untuk misi-misi operasi tempur, tetapi juga untuk misi-misi non tempur seperti humanitarian assistance and disaster relief (HADR).
Komponen cadangan di sana sebagian di antaranya diarahkan untuk penugasan dengan keterampilan dan keahlian khusus, seperti di bidang medis, pusat informasi tempur, pemandu udara, intelijen (communication intelligence, signal intelligence and electronic intelligence), kehakiman militer dan lain sebagainya. Sisanya disebarkan pada penugasan lainnya seperti satuan logistik maupun satuan tempur. Dengan demikian, dapat dipahami bahwa komponen cadangan memang merupakan kumpulan warga negara terpilih sesuai dengan keterampilan dan keahliannya, bukan sekedar warga negara yang diwajibkan memanggul senjata.
Perubahan paradigma dan transformasi komponen cadangan di negara-negara maju tidak lepas dari konteks strategis seperti telah dijelaskan sebelumnya. Dengan kian kompleksnya isu keamanan yang dihadapi, intensitas penyebaran kekuatan militer bagi berbagai misi meningkat dengan tajam. Dan ada keterkaitan erat antara politik luar negeri dan kebijakan pertahanan, sehingga penyebaran kekuatan lebih banyak ditujukan ke luar negeri untuk mengamankan kepentingan nasionalnya.
Sementara itu, banyak negara berkembang masih menganut paradigma lama tentang komponen cadangan. Mereka menganggap komponen cadangan sebagai the last resort untuk kepentingan pertahanan dan diperlakukan sebagai cadangan strategis, terlebih lagi strategi pertahanan yang dianut masih bertumpu pada padat karya daripada padat teknologi. Komponen cadangan di negara-negara itu sebagian besar tidak diintegrasikan ke dalam matra Angkatan, melainkan hanya dilatih oleh militer dalam jangka waktu tertentu untuk kemudian dikembalikan ke kehidupan sipil. Dengan kondisi begitu, kecil kemungkinan mereka akan ditransformasikan sebagai kekuatan operasional, walaupun tidak sedikit negara berkembang yang menghadapi intra-state conflict dan trans-national threat pasca Perang Dingin.
Meskipun strategi pertahanan sebagian besar negara berkembang adalah Total Defense, namun penerjemahannya masih tradisional. Total Defense semata-mata dipahami sebagai mempersenjatai rakyat untuk menghadapi serangan dari luar. Konsep itu tidak dipahami lebih luas, yaitu bagaimana melibatkan rakyat dalam melaksanakan fungsi pertahanan dalam arti luas dan sesuai dengan hukum internasional, termasuk berpartisipasi secara sukarela sebagai komponen cadangan. Hanya beberapa negara tertentu seperti Singapura yang menerapkan konsep Total Defense dalam arti luas dan sekaligus sesuai dengan Konvensi Jenewa, itupun tidak lepas dari kecilnya wilayah negeri itu dan jumlah penduduknya yang sedikit.
Masalah komponen cadangan di negara-negara berkembang tidak lepas pula dari isu anggaran pertahanan yang terbatas. Namun apabila ditelusuri lebih jauh, isu anggaran pertahanan sebenarnya bukan isu utama dalam komponen cadangan. Isu utamanya tetap pada paradigma para pengambil kebijakan pertahanan, yang pada akhirnya diwujudkan dalam bentuk kebijakan pertahanan. Belum adanya transformasi komponen cadangan di negara-negara itu disebabkan masih belum berubahnya paradigma lama terhadap komponen itu.
3. Komponen Cadangan Angkatan Laut
Membahas tentang komponen cadangan Angkatan Laut, terdapat beberapa negara yang dapatdijadikan sebagai perbandingan. Yakni Amerika Serikat, Inggris, Kanada dan Australia. Negara-negara tersebut sejak lama telah mengadopsi komponen cadangan dalam kekuatan Angkatan Lautnya, sehingga patut dijadikan perbandingan apabila Indonesia hendak menerapkan komponen cadangan secara komprehensif hingga pada tingkat matra Angkatan.
Di Angkatan Laut Amerika Serikat, kekuatan komponen cadangan merupakan 20 persen dari kekuatan Angkatan Laut secara keseluruhan. Seperti telah dijelaskan sebelumnya, kekuatan komponen cadangan di Angkatan Laut Amerika Serikat terdiri dari Cadangan Siap (The Ready Reserve), Cadangan Siaga (The Standby Reserve) dan Cadangan Pensiun (The Retired Reserve). Komponen cadangan Angkatan Laut Amerika Serikat dibina oleh Naval Reserve yang dipimpin oleh seorang Laksamana Madya yang juga berstatus sebagai perwira cadangan.
Kekuatan komponen cadangan selalu dilibatkan dalam berbagai operasi Angkatan Laut Amerika Serikat yang digelar di berbagai kawasan dunia. Peran yang dilaksanakan oleh komponen cadangan bukan semata sekadar untuk dukungan operasi seperti pada bidang logistik, intelijen, personel dan lain sebagainya yang berpangkalan di darat, tetapi terlibat langsung dalam operasi melalui penempatan di unsur-unsur kapal perang. Dengan demikian, komponen cadangan Angkatan Laut Amerika Serikat diperlakukan sama dan setara dengan komponen regulernya.
Sementara di Inggris, The Royal Naval Reserve (RNR) merupakan bagian tidak terpisahkan dari Angkatan Laut Kerajaan Inggris. RNR dipimpin oleh seorang Komodor dengan jabatan Commander Maritime Reserves dan merupakan perwira reguler. Dari sekitar 39.000 personel Angkatan Laut Inggris, 3.250 di antaranya adalah kekuatan cadangan.[x] Sebanyak 25 persen dari 3.250 personel komponen cadangan sebelumnya pernah berdinas di Angkatan Laut Kerajaan Inggris, sedangkan sisanya adalah para sukarelawan yang memilih bergabung dalam komponen tersebut dan sebagian di antaranya mempunyai kualifikasi sebagai perwira dek Merchant Navy, dokter dan perawat.
Dibandingkan dengan praktek di Angkatan Laut Amerika Serikat, peran yang dilaksanakan oleh komponen cadangan di Angkatan Laut Kerajaan Inggris lebih banyak pada bidang-bidang yang terkait dukungan operasi. Misalnya pada bidang intelijen dan personel yang memerlukan sumber daya manusia dengan kualifikasi tertentu. Sedangkan untuk para perwira dek Merchant Navy, bidang penugasan mereka adalah mengawaki kapal-kapal bantu seperti kapal logistik untuk mendukung kapal-kapal kombatan yang tengah beroperasi di berbagai wilayah dunia. Kapal-kapal bantu tersebut berada dalam jajaran Royal Fleet Auxiliary (RFA).
Angkatan Laut Kerajaan Kanada mempunyai pula kekuatan komponen cadangan yang dikenal sebagai The Naval Reserve. Sesuai dengan namanya, mereka berdinas paruh waktu dan tidak memiliki kewajiban untuk mengikuti misi di luar negeri. Hal ini berbeda dengan kebijakan yang dianut oleh Angkatan Laut Amerika Serikat yang mana komponen cadangan Angkatan Laut mempunyai kewajiban ditugaskan pada misi apapun dan di manapun. The Naval Reserve dipimpin oleh seorang Komodor dengan kekuatan sekitar 4.000 personel, yang mana 35 persennya adalah wanita.[xi]
Dalam penugasan, komponen cadangan Angkatan Laut Kerajaan Kanada bertugas pada tim keamanan pelabuhan, unit selam, kerjasama Angkatan Laut, mengawaki kapal Maritime Defence Coastal Vessel, mengawaki satuan-satuan kerja yang terkait dengan hubungan masyarakat seperti The National Band of the Naval Reserve dan lain sebagainya. Berdasarkan bidang penugasannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa komponen cadangan Angkatan Laut Kerajaan Kanada dibatasi pada tugas-tugas di dalam negeri saja. Sementara untuk tugas-tugas di luar negeri sebagai bagian dari proyeksi kekuatan sepenuhnya dilaksanakan oleh komponen reguler Angkatan Laut.
Hal itu berbeda dengan apa yang dianut oleh Angkatan Laut Kerajaan Australia. Komponen cadangan Angkatan Laut ini mempunyai bentangan tugas yang luas, baik di armada maupun pendirian darat. Misalnya di atas kapal kombatan atas air dan kapal selam, kapal amfibi, kapal patroli, kapal ranjau, kapal bantu dan kapal bantu hidrografi. Dalam rangka pembinaan komponen cadangan Angkatan Laut, terdapat jabatan Director of General Reserves (Navy) yang diduduki oleh seorang Komodor.
Mengacu pada kebijakan pertahanan Australia, kekuatan komponen cadangan juga terlibat dalam operasi-operasi tempur dan non tempur di luar wilayah Australia. Selain diikutkan dalam unsur-unsur kapal perang Australia yang disebarkan di Teluk Persia dan perairan sekitarnya, komponen cadangan Angkatan Laut dilibatkan pula dalam berbagai operasi HADR seperti di Timor Timur, Papua Nugini, Indonesia dan lain sebagainya. Keterlibatan kekuatan komponen cadangan dilaksanakan dengan bahu membahu dengan kekuatan reguler sebagai implementasi dari The Total Force.
4. Komponen Cadangan Di Indonesia
Pemikiran tentang pentingnya komponen cadangan di Indonesia telah dituangkan dalam Undang-undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara. Akan tetapi ketentuan tersebut belum dituangkan lebih lanjut bagaimana implementasinya, meskipun sejak beberapa tahun terakhir Departemen Pertahanan telah menyusun rancangan undang-undang tentang hal tersebut. Sebenarnya kehadiran perundang-undangan mengenai komponen cadangan bersifat mendesak, sehingga pertahananIndonesiadapat ditata lebih baik lagi. Tanpa adanya perundangan-undangan itu, praktis TNI sebagai komponen utama tidak didukung oleh kehadiran komponen cadangan.
Indonesia harus diakui masih menganut paradigma lama tentang komponen cadangan, sebab mayoritas berpandangan bahwa komponen cadangan sebagai the last resort. Kekuatan cadangan belum dianggap sebagai indispensable dalam aktivitas pertahanan nasional. Jadi bukan suatu hal yang aneh bila pemerintah, DPR dan komponen bangsa lainnya belum satu persepsi terhadap pentingnya pengaturan terhadap komponen tersebut.
Membahas tentang komponen cadangan tidak dapat dilepaskan dari pertimbangan konteks strategis, kebijakan pertahanan yang dianut dan aspirasi politik bangsa di lingkungan regional dan global. Ketiga parameter tersebut akan mempengaruhi cara pandang suatu bangsa terhadap komponen cadangan pertahanan. Perubahan paradigma dan kebijakan menyangkut komponen cadangan hanya dapat dilakukan apabila ketiga parameter memiliki keterkaitan langsung.
Konteks strategis yang merupakan campuran ancaman dan tantangan simetris dan asimetris dialami oleh Indonesia, semisal sengketa wilayah batas maritim, separatisme, terorisme, perompakan dan bencana alam. Sebagai contoh, ketika Indonesia dilanda sejumlah konflik internal beberapa tahun lalu, sangat nyata betapa tidak mudahnya mengatur rotasi satuan-satuan TNI. Hal itu disebabkan konflik yang dihadapi berlangsung secara simultan di wilayah yang berbeda. Sehingga tidak jarang satuan yang baru saja menyelesaikan satu rotasi penyebaran, kembali dirotasi untuk penyebaran berikutnya dengan jeda yang singkat.
Akibatnya, program pembinaan kekuatan tidak berjalan sebagaimana mestinya. Seperti diketahui, satuan yang baru menyelesaikan satu rotasi penyebaran mesti melakukan istirahat dan latihan-latihan di masing-masing kesatuan dalam jangka waktu tertentu, semisal tiga bulan atau lebih. Latihan itu dimaksudkan untuk memelihara dan meningkatkan kemampuan taktis tempur, sekaligus menarik lesson learned dari operasi yang dijalankan sebelumnya.
Kebijakan pertahanan Indonesia masih mencari bentuk di era globalisasi saat ini. Meskipun kekhususan kondisi geografis diakui dalam Undang-undang No.3 Tahun 2002, namun implementasinya berjalan sangat lambat kalau dilihat dari alokasi anggaran dalam APBN. Memang telah menjadi kebijakan Departemen Pertahanan bahwa hingga beberapa tahun ke depan, kekuatan laut dan udara mengalami pengembangan, sementara kekuatan darat memasuki masa stabilisasi. Namun jurang yang terbentang antara kebijakan tersebut dengan realisasi alokasi anggaran APBN masih cukup lebar.
Aspirasi politik bangsa Indonesia kini tidak jelas, sehingga tak aneh bila negeri ini bukan lagi inisiator keamanan di kawasan Asia Tenggara. Bila di masa lampau Indonesia selalu menjadi inisiator pada isu-isu keamanan yang kompleks di kawasan, sekarang negeri ini tampaknya lebih suka berkutat pada isu-isu lunak internasional seperti pemanasan global dan korupsi. Dengan kondisi demikian, maka peran pertahanan dalam kancah internasional tidak signifikan, kecuali hanya memainkan peran lama yaitu berpartisipasi dalam operasi perdamaian PBB.
Ketiga parameter memperlihatkan bahwa peran aktor pertahanan secara luas masih dianggap belum signifikan. Meskipun muncul ancaman dan tantangan asimetris terhadap Indonesia, belum ada pemikiran untuk lebih memberdayakan komponen cadangan. Kebijakan pertahanan pun masih dibayang-bayangi oleh keterbatasan alokasi anggaran APBN, sehingga penentu kebijakan masih mengutamakan terpenuhinya kebutuhan komponen utama. Sementara politik luar negeri belum mengalami perubahan paradigma dalam memandang peran aktor pertahanan di dalamnya, bahkan terkesan takut mengedepankan aktor pertahanan.
Dikaitkan dengan konteks Angkatan Laut, hingga kini belum ada pemikiran dari Departemen Pertahanan mengenai bagaimana bentuk komponen cadangan Angkatan Laut. Sebab selama ini pemikiran tentang komponen cadangan identik dengan matra darat, padahal TNI Angkatan Laut juga memerlukan komponen cadangan. Hal itu terjadi karena pola pikir bangsa ini, khususnya para pengambil kebijakan di bidang pertahanan, masih terkontaminasi pemikiran kontinental.
Pertanyaan kemudian adalah bagaimana pengorganisasian komponen cadangan TNI Angkatan Laut ke depan? Apakah Indonesia masih akan mempertahankan kebijakan yang sudah dianut puluhan tahun ataukah melangkah ke depan dengan kebijakan baru yang mampu untuk menjawab ancaman dan tantangan yang berkembang? Apapun pilihan yang diputuskan, akan menentukan wajah pertahanan Indonesia di tahun-tahun ke depan.
5. Komponen Cadangan TNI Angkatan Laut
Gagasan tentang transformasi komponen cadangan di Indonesia hendaknya berada dalam bingkai transformasi pertahanan. Sebab transformasi komponen cadangan merupakan bagian dari transformasi pertahanan. Oleh karena itu, menurut hemat penulis, transformasi pertahanan di Nusantara merupakan kebutuhan mutlak guna mewujudkan kekuatan pertahanan yang memiliki deterrence dan daya pukul yang mematikan untuk mengamankan kepentingan nasional.
Berdiskusi tentang komponen cadangan Angkatan Laut sebaiknya tidak melupakan teori Geoffrey Till tentang sumber dan elemen kekuatan maritim. Sebab dari situ bisa direka apa saja yang menjadi komponen cadangan Angkatan Laut. Dikaitkan dengan komponen cadangan TNI Angkatan Laut, ada baiknya apabila praktek komponen cadangan Angkatan Laut di beberapa negara dijadikan salah satu bahan pertimbangan dengan tetap memperhatikan kondisi Indonesia saat ini dan ke depan.
Terkait dengan kondisi Indonesia ke depan, rencana pembentukan Indonesia Coast Guard sebagaimana diatur dalam Undang-undang No.17 Tahun 2008 tentang Pelayaran perlu diantisipasi sejak dini. Sebab eksistensi Indonesia Sea and Coast Guard sudah sepantasnya sekaligus menjadi kekuatan komponen cadangan bagi TNI Angkatan Laut.
Memperhatikan kondisi ekonomi nasional hingga 10 tahun ke depan, nampaknya sulit bagi Indonesia untuk menerapkan konsep komponen cadangan yang dianut oleh beberapa Angkatan Laut negara maju. Seperti diketahui, dalam konsep tersebut komponen cadangan merupakan bagian dari kekuatan Angkatan Laut secara keseluruhan dan intensitas keterlibatan mereka dalam operasi-operasi yang digelar nyaris sama dengan intensitasnya dengan kekuatan reguler. Selain itu, komponen cadangan Angkatan Laut tersebut terlibat langsung di garis depan pada unsur-unsur kapal perang, tidak semata terbatas pada dukungan operasi saja. Menurut hemat penulis, ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam konsep kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut ke depan.
Pertama, pengorganisasian. Untuk membina kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut, sebaiknya ke depan terdapat satuan kerja di tingkat Mabes TNI Angkatan Laut yang bertanggung jawab terhadap pengorganisasian komponen cadangan. Organisasi ini hendaknya bersifat ramping dengan pengawakan yang tidak terlalu banyak. Tugas pokok dan fungsi dari organisasi ini adalah menyiapkan hal-hal yang terkait dengan pembinaan kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut, seperti materi latihan, kurikulum pendidikan, standar kompetensi dan hubungan dengan komponen kekuatan maritim nasional lainnya.
Kedua, unsur kekuatan. Unsur kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut hendaknya difokuskan pada kekuatan Indonesia Sea and Coast Guard yang nantinya akan terbentuk. Dengan memfokuskan pada kekuatan Indonesia Sea and Coast Guard sebagai komponen cadangan, terdapat potensi untuk meminimalisasi anggaran pembinaan daripada menciptakan unsur kekuatan baru yang sehari-harinya berada di bawah pembinaan TNI Angkatan Laut secara langsung. Selain itu, memperhatikan sejarah terbentuknya Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP) di masa lalu yang diharapkan menjadi embrio Indonesia Sea and Coast Guard di masa depan, semuanya tidak lepas dari konsep bahwa organisasi itu akan menjadi kekuatan cadangan TNI Angkatan Laut.
Ketiga, pembinaan kekuatan. Dalam keseharian pembinaan kemampuan Indonesia Sea and Coast Guard hendaknya berada pada lembaga itu sendiri dengan supervisi dari TNI Angkatan Laut. Untuk menguji kemampuan kekuatan hasil pembinaan tersebut, unsur-unsur kapal Indonesia Sea and Coast Guard beserta satuan pendukungnya dapat dilibatkan pada latihan-latihan yang dilaksanakan oleh TNI Angkatan Laut, termasuk Latihan Armada Jaya sebagai latihan puncak matra laut.
Keempat, penggunaan kekuatan. Penggunaan kekuatan Indonesia Sea and Coast Guard sebagai komponen cadangan TNI Angkatan Laut harus mengacu pada aturan yang dikeluarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, RUU Komponen Cadangan harus mengatur dengan jelas bagaimana penggunaan kekuatan cadangan bagi kepentingan pertahanan. Sebab penggunaan kekuatan tersebut dipastikan mempunyai implikasi politik dan hukum yang tidak dapat dipandang sebelah mata, sehingga sudah seharusnya diatur secara tegas, jelas dan lugas.
Terkait dengan masalah penggunaan kekuatan, perlu dikaji lebih lanjut apakah strategi lama dalam pembinaan komponen cadangan yaitu alert-train-deploy masih sesuai lagi dengan kondisi Indonesia masa kini dan ke depan atau tidak? Apakah strategi train-alert-deploy lebih cocok diterapkan di Indonesia? Strategi yang terakhir ini menjadikan kekuatan komponen cadangan sebagai operational reserve yang dapat disebarkan kapan saja dan kemana saja, artinya mereka disiapkan untuk bahu membahu dengan kekuatan reguler melaksanakan misi yang ditetapkan. Untuk menjawab pertanyaan tentang kedua strategi tersebut, pertanyaan fundamental yang harus dijawab terlebih dahulu adalah apakah paradigma Indonesia terhadap komponen cadangan?
Berdiskusi tentang kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut sebaiknya tidak melupakan pula isu pembinaan kapal-kapal niaga domestik. Dengan diterapkannya Inpres No.5 Tahun 2005 tentang asas Cabotage, dipastikan bahwa jumlah kapal berbendera Merah Putih makin bertambah jumlahnya. Berkaca pada pengalaman Operasi Trikora, Dwikora dan Seroja, kontribusi kapal niaga nasional terhadap operasi militer tidak dapat diabaikan. Oleh karena itu, pembinaan terhadap kekuatan komponen cadangan TNI Angkatan Laut ke depan hendaknya tidak mengabaikan pula terhadap peran armada perkapalan nasional.
6. Penutup
Dalam paradigma yang berkembang, komponen cadangan masa kini bukan lagi dipandang sekedar the last resort, melainkan indispensable dalam aktivitas pertahanan nasional. Termasuk pula komponen cadangan Angkatan Laut, yang mana di banyak negara penyebaran dan penggunaan komponen cadangan tersebut tidak harus dalam kondisi darurat dan atau perang. Perubahan paradigma tersebut tidak lepas dari kondisi lingkungan keamanan yang sangat berbeda dengan era sebelum11 September 2001.
Indonesia dalam hal ini TNI Angkatan Laut sudah sepantasnya mempunyai pula komponen cadangan. Untuk menuju hal tersebut, tantangan utama yang dihadapi oleh TNI Angkatan Laut adalah merumuskan paradigma komponen cadangan yang dianut. Perumusan paradigma tersebut penting dan bersifat mendasar karena akan mempengaruhi pengorganisasian, pembinaan dan pengunaan kekuatan komponen cadangan nantinya.
[i]. Harkavy, Robert E, “Thinking About Basing”, dalam Lord, Carness (et.all), Reposturing the Force: U.S. Overseas Presence in the Twenty First Century, Naval War College Newport Papers 26.Newport,Rhode Island: Naval War College Press, 2006, hal.19
[ii]. Till, Geoffrey, Seapower: A Guide for the Twenty First Century.London: Frank Cass, 2004, hal.238
[iii]. Weitz, Richard, The Reserve Policies of Nations: A Comparative Analysis. Strategic Studies Institute, U.S. Army War College, September 2007, hal.49
[iv]. U.S. Department of Defense. Quadrennial Defense Review Report, Washington D.C,February 6, 2006, hal.76-77
[v]. Bitzinger, Richard A. “Come The Revolution: Transforming The Asia Pacific’s Militaries”, Naval War College Review, Autumn 2005, Vol.58, No.4, hal. 39
[vi]. Weitz, Richard, Op.cit.
[vii]. Ibid, hal.9
[viii]. Ibid, hal.17
[ix]. Ibid, hal.38
[x].http://www.royalnavy.mod.uk/operations-and-support/royal-naval-reserve/introduction-to-the-rnr/
[xi]. http://www.navy.forces.gc.ca/navres/0/0-n_eng.asp?category=115&title=1024
TKS TULISANNYA SANGAT BERMANFAAT
Terima kasih atas apresiasinya Bapak. Semoga FKPM dapat terus berbagai ilmu dan pengetahuan yang bermanfaat untuk semua.
Admin – Heni