- Pendahuluan
Slogan “America First” yang dicanangkan pertama kali oleh presiden Donald Trump semenjak menjadi presiden AS, sangat kental mewarnai substansi dari kebijakan yang dituangkan dalam National Security Strategy pada Desember tahun 2017. Amerika menyadari bahwa dunia masa kini berada dalam kompetisi dan persaingan yang sangat ketat yang tidak hanya datang dan berlalu dalam sekejap , tetapi akan berlangsung dalam waktu lama, karena itu membutuhkan suatu komitmen dan fundamental ketahanan yang membutuhkan perhatian yang besar. Sekalipun Amerika menyadari memiliki berbagai keuntungan yang “belum tertandingi” dibidang Politik, ekonomi, militer serta keunggulan teknologi, inovasi kebijakan dan penyesuaian-penyesuaian tetap perlu dilakukan terus-menerus. Namun satu hal yang perlu difahami adalah , acuan atau landasan utama atas semua pengambilan keputusan adalah Kepentingan Nasional AS ( National Interest) yang harus selalu dipertahankan dan dilindungi. Beberapa asas fundamental didalam National Interest tersebut adalah: satu, Melindungi warga negara Amerika ( dimanapun berada), melindungi dan mempertahankan integritas serta keutuhan wilayah dan territorial negara. Implementasinya misalnya, melakukan control dan pengawasan yang ketat diseluruh perbatasan negara, menggelar system pertahanan peluru kendali untuk mengantisipasi serangan peluru kendali musuh. Ditegaskan juga bahwa AS akan mencari dan mengejar musuh sampai pada sumbernya, agar musuh dapat dihentikan sebelum dapat mencapai daratan AS. Kedua, gaya /cara hidup( American way of life ) dan terus mempromosikan Kesejahteraan (promote American prosperity) dalam arti akan selalu memajukan ekonomi demi untuk keuntungan para pekerja dan perusahaan Amerika. Hubungan ekonomi perdagangan timbal balik dengan pihak lain sedapat mungkin dilaksanakan secara adil dan berimbang. AS akan berusaha mempertahankan keunggulan dalam riset dan teknologi serta mencegah pihak-pihak lain secara tidak adil mencuri hak milik intelektual. Ketiga, mempertahankan dan menjaga perdamaian melalui kekuatan, dengan cara membangun kembali dan mempertahankan keunggulan kekuatan militer sehingga mampu menangkal musuh-musuh dan bila perlu berperang dan memenangkannya. Bersama seluruh potensi kekuatan nasional akan menjamin dibagian dunia manapun tidak didominasi oleh hanya satu kekuatan. Keempat, Amerika akan berusaha meningkatkan pengaruh diseluruh dunia , sehingga kekuatan-kekuatan yang mendukung kepentingan nasional Amerika yang merefleksikan nilai-nilai yang dianut, akan membuat Amerika lebih aman dan sejahtera. Itulah keempat pilar utama yang menjadi tujuan Kepentingan Nasional Amerika yang naskah tertulisnya ditanda tangani oleh presiden Donald Trump pada bulan Desember tahun 2017. Berbeda dengan negara kita yang harus diakui kemungkinan belum jelas apa Kepentingan Nasionalnya (secara tertulis), di AS selalu disusun setiap kali habis satu masa jabatan seorang presiden.
Dengan demikian Kepentingan Nasional akan menjadi rujukan bagi segenap potensi kekuatan bangsa dan negara untuk menyusun strategi pembangunan dibidang masing-masing. Dari keempat point diatas, ternyata sudah mengandung dan mencakup seluruh kekuatan /potensi bangsa yaitu Politik, Ekonomi, Militer, Intelijen, Pertahanan dan lain- lain. Sebagai contoh strategi dibidang Pertahanan dan Militer akan selalu mengacu pada National Security Strategy dan seterusnya diarahkan untuk mencapai Kepentingan Nasionalnya. Sejauh menyangkut kawasan Indo Pasifik, dalam dokumen tersebut menyatakan: “Our vision for Indo-Pacific excludes no nation. We will redouble our commitment to establish alliances and partnerships , while expanding and deepening relationships with new partners that share respect for sovereign affair and reciprocal trade , and the rule of law. We will reinforce our commitment to freedom of the seas and the peaceful resolution of the territorial diputes in accordance ith international law.” [1]Menyangkut keamanan dan militer, dinyatakan : “We will maintain a forward Military presence capable of deterring and, if necessary defeating any adversary.”[2] Dari alur pemikkiran dalam hirarchi pengambilan keputusan dapat juga dipahami bahwa US Indo Pacific Command adalah merupakan implementasi di bidang operasional yang selanjutnya menjadi bahasan dibawah ini.
- US- INDO- Pacific Command.
Sejak awal dibentuk pada tanggal 1 Januari 1947 namanya adalah United States Pacific Command, disingkat US Pacom. Pada hakekatnya US Pacom adalah suatu Komando Gabungan Terpadu dari Angkatan Bersenjata Amerika Serikat pada level operasional yang bila ditinjau dari usianya, adalah Komando gabungan terpadu yang tertua dibanding dengan komando gabungan yang lain misalnya di Atlantik atau Mediterania. .Wilayah tanggung jawabnya ( Area of responsibility) adalah juga yang terbesar meliputi seluruh kawasan samudera Pasifik termasuk pesisirnya(Rim Pacifik) dan Samudera India juga pesisirnya. Dikepalai oleh seorang Panglima yang biasanya ditunjuk seorang perwira tinggi paling senior dari ketiga Angkatan di Pasifik. Panglima bertanggung jawab dalam melaksanakan operasi darat, laut maupun udara di suatu wilayah yang luasnya lebih dari 100 juta mil persegi ( 260.000.000 km2) atau kira-kira mencakup 52% permukaan bumi . Untuk lebih jelasnya wilayah tersebut membentang dari pantai barat Amerika sampai kepantai barat India dan dari Laut Arctic sampai ke laut Antartika. Panglima bertanggung jawab dan menyampaikan laporan kepada Menteri Pertahanan dan dalam keadaan tertentu bisa langsung kepada Presiden. Secara organisatoris dibawah Panglima terdapat komponen-komponen operasional pendukung khas Angkatan seperti: US Army Pacific, US Pacific Fleet, US Pacific Air Forces ,US Marine Pacific Forces, US Forces Japan, US Forces Korea, Special Operations Command Korea, dan Special Operations Command Pacific. Disamping itu masih terdapat dua unit operasi yang memiliki akses laporan langsung yang disebut juga Direct Reporting Unit( DRU) yaitu; US Pacific Command Joint Intelligence Operations Center(JIOC) dan Center For Excellence in Disaster Management and Humanitarian Assistence( CFE DMHA). Markas besar US Pacom berada di Camp HM Smith , Hawai.
Semenjak tanggal 31 Mei 2018 komando pertahanan ini berobah nama menjadi US Indo- Pacific Command dengan Area Of Responsibility(AOR) yang tetap, ( seperti pada peta dibawah ini ). Demikian pula Tugas Pokoknya yang kelihatannya tetap tidak berobah ketika Presiden Donald Trump memegang kekuasaan di gedung putih. Rumusannya adalah: “US Indo-Pacific Command protects and defends , in concerts with other US Government agencies, the territory of the United States, its people, and its interests. With allies and partners , we will enhance stability in the Indo-Asia –Pacific region by promoting security cooperation, encouraging peaceful development, responding to contingencies , deterring aggression and, when necessary fighting to win.”[3] Dari rumusan definisi ini jelas terlihat bahwa melindungi kepentingan Amerika diluar wilayah teritori negaranya menjadi sangat krusial dan karena itu harus senantiasa dipertahankan dari kemungkinan ancaman dan gangguan. Amerika juga akan tetap mempertahankan sekutu-sekutu dan mitra-mitranya dikawasan yang siap sedia membantu bilamana diperlukan. Tersirat juga dalam pengertian ini bahwa pendekatan yang dilakukan sangat kental dengan penggunaan kekuatan militer bahkan siap untuk berperang manakala situasi membutuhkan. Namun dapat dipahami juga bahwa Amerika lewat Komando operasional ini, dalam menangani masalah-masalah keamanan dan stabilitas diwilayah ini, menggunakan pendekatan yang didasarkan pada kebersamaan , kehadiran dan kerja sama yang baik diantara negara-negara rim Pasifik dan rim India. Perlu disimak apa yang disampaikan oleh menteri Pertahanan AS James Mattis pada saat peresmian perobahan nama Komando tersebut beberapa waktu lalu di Hawai mengatakan:” In recognition of the increasing connectivity , the Indian Ocean and Pacific Oceans , to day we rename the US Pacific Command to US Indo-Pacific Command.” [4]Selanjutnya Mattis menyatakan: “Over many decades this command has repeatedly adapted to changing circumstance , and to day carries that legacy forward as America focuses west.” [5] Dia melanjutkan :” It is our primary combatant command, it’s standing watch and intimately engaged with over half of the earth,s surface and its diverse populations , from Hollywood , to Bollywood , from polar bears to penguins”[6]. Yang dia maksudkan adalah suatu komando militer yang daerah tanggung jawabnya (AOR) meliputi 36 negara termasuk India baik di rim samudera Pasifik dan rim samudera India. Dengan mengacu pada Strategi Pertahanan AS tahun 2018, menetapkan komitmen kuat AS untuk selalu menghadapi setiap tantangan yang muncul di Indo Pacific , dimana pandangan AS ini juga didukung oleh sebagian besar negara dikawasan ini. Barangkali sebagai sindiran terhadap langkah China , dikatakan bahwa bagi setiap negara dimana kedaulatan sangat dihormati, tidak memandang negara besar atau kecil , dimana investasi terbuka dan bebas, ekonomi perdagangan hendaknya dilakukan secara timbale balik yang adil dan saling menguntungkan, dan bukannya menjadi mangsa negara yang ekonominya kuat atau dibawah tekanan dan ancaman. Sebagaimana fakta berbicara bahwa China telah menginvestasikan milliard dollars untuk mewujudkan apa yang disebut One Belt One Road initiative. Kebijakan AS, akan tetap meneruskan investasinya yang besar dikawasan Indo Pacific dengan tujuan untuk mempertahankan stabilitas keamanan, serta akan mendorong diterapkannya peraturan internasional secara terbuka dan bebas , seperti apa yang sudah dinikmati negara-negara sekawasan selama lebih dari 70 tahun. Dalam perjalanan tur nya yang pertama ke Asia pada bulan Nopember tahun 2017, presiden Trump menyatakan bahwa kini saatnya untuk memikirkan strategi di Indo-Pacific. Hal ini secara de facto mengakhiri strategi Washington sebelumnya yang dianut oleh para pendahulunya sejak tahun 2011 dengan penekanan pada poros Asia.(Pivot to Asia). Ternyata perobahan politik dan strategi ini memberi peluang bagi terbentuknya persekutuan antara 4(empat) negara yaitu AS, India, Jepang dan Australia yang dikenal dengan nama QUAD.
Namun ditegaskan bahwa Strategi Keamanan Nasional AS tahun 2018 bukanlah strategi konfrontasi, melainkan suatu strategi untuk menciptakan perdamaian lewat kekuatan yang dimilki. AS akan terus mempertahankan dan menjaga ikatan persekutuan dengan negara-negara sekutu dan mencari serta membentuk kemitraan yang baru dikawasan ini , karena hal tersebut merupakan pilar pokok bagi arsitektur ketahanan keamanan sehingga mampu menghadapi setiap ancaman dalam segala bentuk, termasuk penanggulangan terhadap bencana alam yang mungkin terjadi. Seorang pejabat gedung putih menegaskan bahwa , AS adalah salah satu kekuatan di Asia Pasifik , sehingga keamanan dan kesejahteraan AS akan sangat tergantung pada bagaimana mempertahankan kebebasan aliran perdagangan dan kemerdekaan ekonomi diwilayah ini.( Free and Open Indo-Pacific strategy). Akan tetapi rasanya sulit untuk dibantah bahwa langkah AS ini , adalah sebagai antisipasi dan jawaban terhadap langkah-langkah China yang sangat agresif dan yang telah menimbulkan ketegangan di kawasan Laut China Selatan.
- Faktor India dan China
Menarik untuk di cermati apa yang dikatakan oleh Menhan AS James Mattis tentang policy Amerika berkaitan dengan perobahan lingkungan strategis dikawasan Pasifik rim dan samudera India.Tak dapat disangkal bahwa langkah Pentagon ini sebagai refleksi dari perkembangan penting yang sedang terjadi di India dari sudut pandang pemikiran strategic Amerika. Hal itu sudah dimulai sejak pemerintahan presiden Barrack Obama, yang menyebut India sebagai “ Major Defence Partner”, yang kemudian ditandai dengan penyediaan transfer teknologi dari AS kepada India dan mempererat kerjasama dibidang pertahanan antar kedua negara. Pada tahun 2016 India dan US menandatangani pakta pertahanan khususnya dibidang logistic yang krusial yang intinya memungkinkan militer kedua negara menggunakan pangkalan dan asset masing-masing untuk sarana perbaikan dan dukungan suplai logistic , guna pelaksanaan operasi yang lebih efisien. Demikian juga presiden Trump dalam kunjungannya ke beberapa negara Asia beberapa bulan yang lalu, menegaskan tentang kuatnya keterikatan Amerika diwilayah ini :” It’s not just an accident of the World War II that the United States is in this region the way that have longstanding alliances, security treaties with five countries in the region and very close security and economics partnerships with others”. [7] Namun dalam pembicaraan dengan India, Jepang dan Australia (tergabung dalam Quad), Trump menegaskan bahwa strategi ini tidak dimaksudkan untuk membendung (contain) China . Beberapa pengamat masalah keamanan mengatakan sebenarnya sulit untuk membantah bahwa kemunculan strategi keamanan baru dengan tema Indo-Pacific ini, untuk tidak dikaitkan dengan “a Rising China” dan dampaknya terhadap keamanan Asia khususnya. Jelasnya ,ide ini disusun sebagai jawaban terhadap suatu transisi kekuatan potensial di Asia dengan kemunculan China sebagai suatu kekuatan besar ( great power). Sehingga mendorong adanya “suatu kebutuhan untuk meninjau / memandang bahwa samudera India dan samudera Pasifik merupakan satu kesatuan geostrategic yang terintegrasi.” Tindakan militerisasi Laut Cina Selatan oleh China dan kehadiran jauh dari pangkalan(forward presence) kekuatan Angkatan Laut China di Samudera India bagian Timur, telah menimbulkan kegelisahan dan kekuatiran dibanyak negara sekitar kawasan tersebut atas jangkauan dan skala ambisi strategic China .
Sekalipun India telah menjalin hubungan erat dengan AS seperti yang disebutkan diatas, namun dalam hal memandang samudera India, dalam kaitan dengan Indo-Pacific, India sedikit mempunyai pendapat yang lain. Dikatakan , bentangan geografis Indo-Pacific belum pernah di definisikan secara jelas secara kolektif oleh negara-negara kekuatan regional dan masih terbuka untuk diinterpretasikan. Pernyataan mantan panglima Komando Pasifik laksamana Harri Harris bahwa area tangggung jawabnya “ from Hollywood to Bollywood”, secara geografis mungkin benar bagi Tokyo, Canberra dan Washington DC , namun bagi India Indo-Pacific merupakan suatu mandala maritime yang lebih luas yang dapat dibagi menjadi 2(dua) bagian, mencakup wilayah kepentingan yang utama /pertama dan wilayah kepentingan yang sekunder. Dalam arti bahwa strategi maritime India dapat dibagi dua bagian yang terpisah dimana kadar keutamaannya juga berbeda, yaitu kearah Timur dan kearah Barat .Strategi India kearah Timur ditujukan untuk menghadapi kehadiran kekuatan Angkatan Laut China yang semakin besar dan intens di samudera India bagian Timur dan lebih jauh lagi untuk mengamankan kepentingan ekonomi dan keamanan di selat Malaka, selat Sunda dan selat Lombok( sebagai choke points). Untuk tujuan ini India tidak segan-segan akan menghadirkan kekuatan Angkatan Lautnya sejauh mungkin di laut China Selatan dan akan bergabung dengan kekuatan Angkatan Laut negara maritime lain di kawasan tersebut. Kebijakan ini akan menunjukkan komitmen India untuk ikut memelihara keamanan maritime disana, utamanya untuk menghadapi dominasi China di Laut China Selatan. Sekalipun demikian , dalam dokumen tentang strategi keamanan maritime India yang diterbitkan oleh Angkatan Laut, memberi perhatian yang sangat besar ke samudera India bagian Barat. Pertimbangan utamanya adalah ,karena hampir 65% kebutuhan energy India berupa minyak dan gas bumi diimpor dari Timur Tengah. Disamping itu faktanya , lebih dari 7(tujuh) juta imigran India berdomisili dinegara-negara teluk tersebut. Dengan demikian jalur perhubungan laut ( sea lines of communication/SLOC) di samudera India kearah Barat menjadi sangat penting , karenanya harus tetap dijaga keamanannya. Pertanyaan yang mungkin timbul bagi pengamat , ketika India menerima konsep tata keamanan baru di Indo-Pacific, apakah Samudera India bagian barat dapat di pandang juga sebagai bagian dari Indo-Pacific? Lebih jauh lagi , dalam kaitan itu pertanyaan lain apakah Iran dapat dianggap sebagai negara kawasan Indo –Pacific ? Sampai disini, timbul perbedaan pandangan yang sangat mendasar antara India dan AS. Iran adalah pemasok utama energy ke India sehingga hubungan kedua negara sangat erat , sedangkan Iran sangat bermusuhan dengan AS, terlebih ketika Presiden Trump menarik diri dari kesepakatan nuklir dan menerapkan sangsi kepada Iran sejak bulan Mei 2018. Pada saat ini India mempunyai proyek besar yaitu membangun pangkalan/ pelabuhan di Chabahar Iran yang dapat diinterpretasikan sebagai niat India menjadi satu kekuatan maritime yang disegani disekitar selat Hormuz dan dilaut Arab. Disamping itu , proyek tersebut juga menjadi bagian jawaban India terhadap pengembangan pelabuhan dan pangkalan China di negara tetangga Pakistan dalam rangka perwujudan “Maritime Silk Road”. Jadi sejauh menyangkut posisi India dalam Indo-Pacific, samudera India bagian barat merupakan kepentingan India yang utama, dan selat Hormuz adalah jalur perhubungan laut yang vital untuk energy. Kenyataan perkembangan situasi ini harus menjadi pemikiran dan perenungan bagi pengambil keputusan di AS dan implikasinya terhadap kebijakannya di Timur Tengah dalam kerangka dinamika perkembangan konsep baru Indo-Pacific.
CHINA, sebagai salah satu negara yang terlibat langsung dengan kawasan ini, khususnya terkait dengan BRI ( Belt and Road Initiative), tentunya tidak akan diam melihat perkembangan yang sedang terjadi khususnya pada tingkat strategic. Sekalipun belum ada pernyataan resmi yang dikeluarkan oleh pemerintah China , namun terdapat beberapa elemen nyata yang memungkinkan kita memahami bagaimana China merespon strategi Indo-Pacific yang dibuat oleh AS ini. Pertama, kebijakan perluasan pelabuhan-pelabuhan laut didalam kerangka mendukung BRI, sekaligus menjadi pangkalan bagi kapal-kapal perangnya jelas terlihat di Jibouti di tanduk Afrika, pelabuhan Gwadar di Pakistan, Hambantota di SriLanka, di Maldives dan di Tanzania. Pembangunan seluruh pelabuhan tersebut memiliki dua tujuan, satu, bahwa China ingin melindungi rute perdagangan dan suplai energy (SLOC) untuk menjamin kelangsungan pembangunan ekonomi didalam negeri. Karena itu selama beberapa decade ini China telah membangun kekuatan Angkatan Lautnya khususnya kemampuan kapal-kapal perangnya agar dapat melaksanakan berbagai jenis tugas-tugas operasi dilaut jauh diluar wilayah teritorialnya,(forward presence) termasuk bantuan kemanusiaan. Jadi pelabuhan-pelabuhan diluar tersebut , juga digunakan sebagai pangkalan kapal-kapal perangnya, atau disebut pangkalan berfungsi ganda (duel-use strategy). Semua rencana ini adalah dalam rangka mempertahankan pertumbuhan ekonomi China ,sebagai contoh , 80% kebutuhan minyak China juga diimpor dari Timur Tengah dan rute kapal yang digunakan adalah melewati Samudera India dan Selat Malaka terus ke laut China Selatan. Karena itu bagi China ,SLOC di Indo Pacific merupakan “energy survival” yang harus dipertahankan dan diamankan terhadap kemungkinan gangguan , sabotase, pemblokiran oleh pihak-pihak yang bermusuhan. Misalnya blockade terhadap selat Malaka akan menghambat aliran /suplai minyak dari Timur Tengah yang tentunya membawa dampak negatif yang besar bagi perekonomian bahkan dapat menggangu stabilitas dalam negeri. Kekhawatiran ini sudah jauh-jauh sebelumnya diungkapkan oleh presiden Hu Jintao pada tahun 2003, ketika membicarakan tentang choke points di Asia Tenggara . Factor lain adalah pertimbangan geografi dimana negara China memiliki luas daratan dan panjang pantai yang besar dianggap sangat rawan terhadap ancaman musuh , sehingga perlu pengamanan yang maksimal. Pengalaman pahit dimasa lalu menjadi pelajaran berharga dan tidak ingin terulang lagi, yaitu ketika China mengalami pembendungan (containment) oleh musuh didaratan maupun wilayah maritimnya. Jelas bahwa kebijakan ekspansi pelabuhan-pelabuhan yang dibangun China di Indian Rim , adalah untuk meminimalisir ancaman dan kerawanan maritime serta untuk tujuan ekonomi yaitu memperpendek jalur angkutan laut. Inilah yang disebut “Dual use strategy” atau penggunaan pelabuhan laut untuk kepentingan sipil dan militer sekaligus. Alasan Kedua dari ekspansi pangkalan China adalah menyangkut keinginan Beijing untuk memperluas pengaruhnya dikawasan samudera Pasifik dan India untuk mencapai tujuan-tujuan politiknya baik yang bersifat Hard atau Soft Power. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain merangkul negara-negara kecil di Pasifik selatan dan tenggara lewat bantuan ekonomi dan keuangan. Dengan Vanuatu ,dicapai kesepakatan China akan membangun Pos Militer yang tidak lain bertujuan untuk melindungi jalur laut perdagangan dengan negara-negara kecil di Pasifik Selatan, juga untuk menciptakan kondisi yang menguntungkan untuk “mengawasi” kegiatan maritime Australia. Seperti diketahui bahwa Australia telah bergabung dalam aliansi QUAD yang terdiri dari AS, Jepang , India dan Australia. Pada tahun 2015 China menerbitkan Buku Putih Strategi Militer, yang antara lain memuat rencana pengembangan armada laut China menuju Blue Water Navy sehingga mampu melaksanakan operasi jarak jauh serta perlindungan lepas pantai. Ditegaskan dalam dokumen tersebut, yang dimaksud dengan offshore protection adalah batas pertahanan terluar(frontier defence) dari garis batas terluar sesuai dengan ketentuan baru misalnya menurut 9 garis terputus-putus di laut China Selatan, yang diselaraskan dengan kepentingan keamanan Beijing yang baru. Pembentukan Blue Water Navy ini juga menjadi sangat penting sebagai implementasi Strategi Pertahanan nasional, yang menekankan pada pergerakan kekuatan Angkatan Laut dimandala operasi antara dua samudera , Pasifik dan India. Peralihan strategi Pertahanan ini juga untuk menjawab tantangan dalam doktrin “1.5 “ bahwa China harus mempunyai kekuatan dan kemampuan armada Angkatan Laut yang dapat melaksanakan perang disatu kawasan laut tertentu , sembari juga mampu menangkal suatu konflik militer yang kedua dibagian mandala yang lain. Atau secara konkrit misalnya China harus mampu melaksanakan perang laut di Laut China Timur atau di laut China selatan misalnya melawan AS, sambil juga mampu menghadapi perang melawan India diperbatasan darat, ataupun sebaliknya. Pembentukan armada Samudera(High Sees Fleet) akan memfasilitasi kehadiran militer China ditingkat regional dan global dan diharapkan mampu meniadakan kebijakan pengepungan (encirclement) yang mungkin dilakukan oleh AS dan India. Kalkulasi China terhadap India yaitu dengan menciptakan apa yang dinamakan “Pearl Chain” di Sri Lanka, Pakistan, Maldives dan Bangladesh berwujud pangkalan-pangkalan militer dan sipil, Sedangkan strategi yang lain yang disebut “String of Pearls” semata-mata hanya untuk titik-titik dukungan logistic dikawasan yang sama. Secara singkat, aspek krusial yang dikembangkan oleh Beijing dengan Indo –Pacific Strategynya melalui pembangunan dan perluasan pelabuhan-pelabuhan/pangkalan serta membangun kekuatan Angkatan lautnya menjadi Blue Water Navy yang harus menjadi perhatian kita negara-negara sekawasan. Pangkalan jelas akan menjadi titik-titik dukungan terhadap armada lautnya untuk melindungi jalur perhubungan laut bagi kepentingan ekonomi, dan untuk memperluas pengaruh China lewat kekuatan armada Angkatan Laut pada tingkat regional dan global.
ASEAN. Organisasi kerjasama 10(sepuluh) negara Asia Tenggara yang tergabung dalam ASEAN sangat penting bagi Amerika Serikat. Hal ini ditandai antara lain dengan kehadiran wakil Presiden AS Mike Pence dalam Asian Summit di Singapura pada bulan Nopember tahun 2018. Pence membawa misi mewakili presiden Donald Trump tentang strategi Free and Open Indo-Pacific (FOIP) di Asia Tenggara dimana negara-negara ASEAN berada didalamnya. Sejak diungkapkan oleh Presiden Trump pertama kali pada konperensi APEC di bulan Desember 2017 yang lalu di Vietnam , maka menteri luar negeri Mike Pompeo dan menteri Pertahanan Jim Mattis kembali menekankan hal tersebut dalam kunjungan mereka ke Asia Tenggara pada tahun 2018. Bahwa strategi FOIP yang intinya adalah suatu upaya untuk memepertahankan kebebasan dan keterbukaan dalam alur pelayaran (SLOC) untuk kepentingan ekonomi maupun militer adalah suatu keniscayaan karena sesuai dengan hukum dan aturan yang berlaku. Ditekankan pula bahwa upaya ini akan sukses dilakukan apabila ada kerelaan dan keikutsertaan negara-negara sekawasan. Asia Tenggara memiliki peran yang sangat penting dihadapkan dengan konsep Indo-Pacific karena posisi geografisnya yang berada ditengah-tengah antara samudera Pasifik dan samudera India, yang dengan sendirinya juga menjadi penghubung jalur pelayaran kedua samudera. Selain itu wilayah ini secara kumulatif memiliki penduduk nomor tiga terbesar dan kekuatan ekonomi kelima terbesar didunia. Sekalipun tergabung dalam ikatan asosiasi ASEAN, pada kenyataannya kesepuluh negara anggotanya sangat beragam ,mempunyai banyak perbedaan dalam politik luar negerinya , sistim pemerintahan yang berbeda sesuai dengan kepentingan nasionalnya masing-masing serta tingkat pertumbuhan ekonomi yang beragam. Keadaan ini diakui oleh pemerintahan Trump sehingga AS harus melakukan kegiatan-kegiatan yang juga berbeda disetiap negara disesuaikan dengan keadaan di negara-negara Asia Tenggara tersebut. Masalahnya adalah bagaimana menyusun suatu kegiatan atau pendekatan yang dapat diterima oleh semua pihak dihadapkan pada strategi barunya itu. Surat kabar The Straight Times di Singapura menulis : “ Recognition is a necessary but in sufficient part of integrating Southeast Asia into the FOIP strategy”.[8]Artinya bahwa andaikata seluruh nerara Asia Tenggara secara sukses dapat diintegrasikan kedalam strategi AS tersebut dimasa datang maka hal itu belumlah cukup. Diperlukan suatu pemahaman dan pengertian yang dalam bagi para pengambil keputusan di AS akan peluang yang dapat dimanfaatkan , maupun tantangan-tantangan yang akan dihadapi terhadap kenyataan yang ada. Tantangan yang mungkin dihadapi misalnya , masih adanya kecurigaan terhadap maksud dan niat dari strategi tersebut , adanya keraguan akan keberlanjutannya serta kondisi dan situasi suatu negara tertentu yang semua ini akan membatasi kemampuan dan kerelaan negara-negara sekawasan untuk mendukung strategi FOIP tersebut. Sikap politik presiden Trump juga cukup memberi andil bagi kecurigaan yang dimaksud diatas. Sejarah juga pernah mencatat bahwa tidaklah mudah bagi para pengambil keputusan di AS untuk menyusun suatu strategi yang dapat bertahan lama yang dapat diintegrasikan dengan kebijakan AS di Asia, ditengah keberagaman negara-negara Asia Tenggara. Contoh nyata semasa perang Vietnam dan situasi selama perang dingin dimana kiblat politik negara-negara sangat berbeda. Namun harus tetap diakui paling tidak sampai saat ini, bahwa AS masih merupakan kekuatan yang belum tertandingi oleh siapapun dikawasan Asia Pasifik. AS telah memainkan peran sebagai penjaga keamanan dan perdamaian selama berpuluh tahun dan masih akan terus dibutuhkan kehadirannya baik bagi negara sekutu maupun negara mitra. Kuncinya adalah kebersamaan dan keterbukaan serta kerjasama menanggulangi tantangan-tantangan yang ada serta melihat peluang demi untuk keuntungan dan kepentingan bersama.
Kita akan melihat bagaimana pandangan Indonesia terhadap US Indo- Pacific. Secara geografis, negara kepulauan terbesar didunia ini terletak diantara dua samudera Pasifik dan samudera India yang dengan sendirinya posisi ini sangat mempengaruhi dalam menentukan geopolitiknya. Beberapa minggu lalu menteri luar negeri Retno Marsudi mengatakan bahwa Indonesia akan bekerjasama dengan negara-negara ASEAN yang lain untuk memperkuat arsitektur keamanan regional dalam kerangka kerjasama dalam Indo-Pasifik. Kepentingan Indonesia yang utama adalah mempertahankan stabilitas , menjaga keamanan dan mengejar kesejahteraan untuk semua negara sekawasan sekitar samudera Pasifik dan India. Menlu Retno melanjutkan: “ We must all ensure that the Indian and Pacific Ocean do not become a site of battle for natural resources , regional conflicts and maritime supremacy”.[9] Negara-negara yang tergabung dalam QUAD , AS, Jepang, Australia dan India, sangat mendukung terciptanya “free and open Indo-Pacific” dan mengharapkan negara-negara maritime sekawasan juga ikut berpartisipasi dalam kerjasama strategis tersebut. Namun demikian terdapat interpretasi yang berbeda mengenai konsep ini, dimana Amerika Serikat menginginkan suatu kerja sama yang luas bersama-sama dalam QUAD sebagai salah satu cara untuk membendung China, yang faktanya sedang mencoba memperluas pengaruh kekuatannya ke Asia tenggara melalui investasi miliaran dollar AS dalam strategi BRI( Belt and Road Initiative. Dalam pertemuan puncak negara-negara Asia Timur pada bulan Nopember tahun 2018 yang lalu, presiden Joko Widodo juga menyampaikan pandangan Indonesia dalam menyikapi lingkungan strategis yang berkembang. Presiden menyampaikan beberapa prinsip kunci yang harus diikuti yaitu keterbukaan , keterlibatan, kerjasama, dialog serta kepatuhan pada hukum internasional. Seorang pengamat dari Indonesia berpendapat bahwa Indonesia harus tetap menerapkan pendekatan politik bebas aktif serta bekerja sama diantara dua kekuataan besar yang berhadapan. Indonesia juga mengharapkan negara-negara tetangga se ASEAN juga mengambil sikap independen terhadap konsep Indo-Pacific, dan berupaya menjadikan wilayah ASEAN menjadi poros kepentingan yang berimbang antara negara-negara tersebut dengan kekuatan-kekuatan besar yang jadi mitra dari luar. Lewat sarana-sarana politik seperti misalnya persekutuan negara-negara Asia Timur (East Asia Summit), Forum Regional Asean, maka Indonesia bersama-sama dengan seluruh negara ASEAN yang lain harus terlibat langsung dan ikut menentukan dalam kerangka konsep Indo-Pacific. Artinya bahwa Asean harus senantiasa proaktif dalam merespon perkembangan situasi dikawasan dan actor penggerak dalam perubahan. (put themselves in the driver’s seat.) Tegasnya bahwa negara-negara ASEAN hendaknya bersatu dalam mengambil sikap dalam menanggapi perkembangan situasi yang berkaitan dengan lingkungan strategisnya sendiri. Dengan kata lain bahwa ASEAN harus ikut berperan , dan tidak hanya menerima dan melaksanakan apa yang diinginkan dan diputuskan oleh kekuatan-kekuatan besar dari luar. Indonesia juga sangat berkepentingan dengan stabilitas dan keamanan di laut China Selatan dan akan memastikan bahwa deklarasi kode etik ( Declaration code of Conduct) yang telah disepakati antara ASEAN dan China tahun lalu, benar-benar dipatuhi dan dilaksanakan. Sebagai negara terbesar dengan penduduk yang terbanyak di Asia Tenggara , maka tidaklah berlebihan jika Indonesia mengambil peran lebih besar dan menjadi penjuru dalam penentuan kebijakan menyangkut keamanan dan pertahanan di kawasan ini.
- Penutup
Konsep baru Keamanan dan Pertahanan di samudera Pasifik dan samudera India yang dicanangkan presiden AS Donald Trump sejak bulan Mei 2018 yaitu US Indo-Pacific sangat jelas ditujukan untuk menghadapi perkembangan lingkungan strategis saat ini. Sekalipun wilayah tanggung jawabnya tetap sama dengan pendahulunya ( US Pacom), namun tujuan politiknya sedikit berbeda. AS berpendapat bahwa ada sebuah pertalian (connectivity) yang erat antara kedua samudera Pasifik dan India dan apa yang sedang berkembang disana, tidak dapat dipisahkan. Secara konkrit AS ingin merangkul negara India yang dianggap merupakan satu kekuatan baru diwilayah itu baik ekonomi maupun militer. Tak dapat disangkal bahwa factor India dan China adalah merupakan pendorong utama diadakan perobahan kebijakan strategi keamanan AS ini. Lebih jauh lagi, diharapkan bersama-sama akan menggalang kekuatan untuk membendung kekuatan ekonomi dan militer China yang akhir-akhir ini sangat intens dan agresif di samudera India. Akan tetapi apa yang diharapkan sepertinya tidak mudah dan mulus dilakukan oleh AS, khususnya di samudera India. Karena India mempunyai kepentingannya (interest) sendiri yang sudah ada sejak berpuluh tahun lalu ,yang dalam hal tertentu kebijakannya justru bertentangan dengan Amerika. Misalnya , kedekatan India dengan Iran yang menjadi pemasok energy utama bagi India, tetapi menjadi musuh utama AS. ASEAN bersatu ternyata juga sangat sulit diwujudkan karena masing-masing anggotanya mempunyai kepentingan sendiri-sendiri, sehingga merupakan tantangan tersendiri bagi AS. Indonesia sebagai negara terbesar di ASEAN, tetap teguh pada kebijakan politik yang bebas aktif, dan netral. Indonesia mengharapkan kawasan Asia Pasifik dan India tidak menjadi arena konflik antar negara-negara besar , tetapi sebaliknya keamanan dan kestabilan tetap terjaga demi untuk pembangunan ekonomi untuk kesejahteraan bangsa dan negara. US Indo-Pacific akan terus ada dan bekerja mencapai tujuannya, baik disetujui atau tidak oleh negara-negara sekawasan, seperti apa yang sudah dilakukan berpuluh tahun yang lalu, dan ini adalah suatu kenyataan.
__________________________
REFERENSI
US National Security Strategy 2018. Diakses dari: < https://www.whitehouse.gov/wp-content/uploads/…/NSS-Final-12-18-2017-0905.pdf>
Doan, Xuan Loc. 2018. US’s Indo-Pacific plan unveiled with China as key target. Diakses dari Asia Times Hongkong [31 Mei 2018]
Medcalf, Rory. 2018. Why China doesn’t like the Indo-Pacific and why it matters. Diakses dari: < https://www.afr.com/news/economy/why-china-doesnt-like-the-indopacific-and-why-it-matters-20180520-h10aq6>; <https://nsc.crawford.anu.edu.au/people/academic/rory-medcalf?tb=news&page=1>;Parameswaran, Prashanth. 2018. ASEAN and the U.S. Indo-Pacific Strategy. Diakses dari: <https://www.wilsoncenter.org/blog-post/asean-and-the-us-indo-pacific-strategy>
PTI. 2018. US Pacific Command renamed as US Indo-Pacific Command. Diakses dari: The Economic Times [17 December 2018]
[1] National Security Strategy of the United States of America.
[2] Ibid
[3] The Economic Times 17 December 2018
[4] Ibid
[5] 0pcit
[6] opcit
[8] The Straight Times 16 Oktober 2018.
[9] ibid