KERJASAMA POLITIK KEAMANAN ASEAN DAN PEMBANGUNAN KAPABILITAS TNI ANGKATAN LAUT

Oleh: Alman Helvas Ali

1. Pendahuluan 

Sebagai tindak lanjut dari diratifikasinya ASEAN Charter oleh semua negara anggota, saat ini telah berdiri suatu badan baru ASEAN bernama ASEAN Political Security Council (APSC). APSC yang keanggotaannya diisi oleh para Menteri Luar Negeri ASEAN merupakan badan yang ditugaskan untuk membangun kerjasama politik dan keamanan ASEAN menuju sasaran terciptanya Komunitas ASEAN pada 2015 sebagaimana ditetapkan dalam ASEAN Political Security Community Blue Print yang disetujui dalam KTT ASEAN Ke-14 di Thailand pada 27 Februari-1 Maret 2009. Tidak lama setelah berdiri, APSC telah mulai bekerja untuk mengidentifikasi isu yang menjadi prioritas kerjasama politik keamanan di kawasan Asia Tenggara.

Dalam ASEAN Ministerial Meeting Ke-42 di Thailand pada Juli 2009, para Menteri Luar Negeri ASEAN telah mengidentifikasi 11 isu politik keamanan yang menjadi prioritas kerjasama ke depan. Kesebelas isu tersebut mencakup, (1) the endorsement of the Terms of Reference of the ASEAN Human Right Body, (2) the establishment of ASEAN’s new dispute settlement mechanism, (3), the setting up of guidelines for accession to the 1976 Treaty of Amity and Cooperation in Southeast Asia (4) the enhancement of ASEAN cooperation regarding disaster management, (5) the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons  and migrant workers, (6)  the setting  up of an  ASEAN Fisheries Forum, (7) the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem, (8) the finalization of an ARF vision statement, (9) the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance, (10) the enhancement of cooperation on the SEANWFZ Treaty dan (11) the drafting of APSC’s rules of procedures.

Indonesia sebagai salah satu anggota ASEAN sudah seharusnya mempersiapkan diri untuk melaksanakan kerjasama pada 11 isu yang telah disepakati. Apabila dikaji lebih jauh, dari sebelas isu tersebut terdapat beberapa isu yang mempunyai hubungan langsung dengan TNI Angkatan Laut. Yakni isu the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers, the setting up of an ASEAN Fisheries Forum, the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem dan the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance.

Keempat isu itu hendaknya tidak sekedar dilihat sebagai tantangan bagi TNI Angkatan Laut, tetapi sepantasnya dipandang pula sebagai peluang dalam pembangunan kekuatan. Dalam pembangunan kekuatan, secara garis besar tujuannya adalah untuk mengamankan kepentingan nasional. Agar mengamankan bisa mengamankan kepentingan nasional, TNI Angkatan Laut dituntut untuk mempunyai sejumlah kapabilitas untuk menghadapi beragam jenis tantangan dan ancaman. Kapabilitas TNI Angkatan Laut tentu tidak dapat dilepaskan dari tugas pokok yang diembannya.

Menjadi suatu pertanyaan kapabilitas seperti apa yang sebaiknya dibangun dan diperkuat ke depan dalam rangka mengisi kerjasama politik keamanan ASEAN, khususnya pada bidang kerjasama maritim? Bagaimana kapabilitas tersebut dikaitkan dengan minimum essential force yang telah ditetapkan oleh Departemen Pertahanan? Terkait dengan hal tersebut, tulisan ini akan mengupas tentang kerjasama politik keamanan ASEAN dikaitkan dengan pembangunan kapabilitas TNI Angkatan Laut ke depan.

2. Empat Isu Prioritas Kerjasama 

Seperti telah dijelaskan sebelumnya, dari 11 isu politik keamanan yang menjadi prioritas kerjasama ASEAN ke depan, empat isu di antara mempunyai keterkaitan langsung dengan TNI Angkatan Laut. Yakni isu the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers, the setting up of an ASEAN Fisheries Forum, the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem dan the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance. Apabila mengacu pada ASEAN Political Security Community Blue Print (2009-2015), sebagian dari empat isu tersebut tercakup dalam bidang A Rules-Based Community of Shared Values and Norms, sebagian lainnya digolongkan dalam bidang A Cohesive, Peaceful and Resilient Region With Shared Responsibility for Comprehensive Security. Kerjasama maritim ASEAN sendiri merupakan salah satu sub bidang dalam A Rules-Based Community of Shared Values and Norms.

Tentu menjadi pertanyaan mengapa keempat isu prioritas kerjasama tersebut mempunyai keterkaitan langsung dengan TNI Angkatan Laut. Isu pertama yaitu the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers terkait dengan penggunaan laut sebagai jalur untuk penyelundupan manusia dan pekerja migran. Isu penyelundupan manusia dan pekerja migran merupakan salah satu tantangan keamanan maritim yang tengah dihadapi olehIndonesia saat ini. Seperti diketahui,Indonesia kini telah menjadi jalur perlintasan dalam penyelundupan manusia di kawasan Asia Pasifik, sementara kasus pekerja migran yang diselundupkan lewat laut juga marak terjadi.

TNI Angkatan Laut yang di antaranya mengemban peran konstabulari memiliki kewenangan untuk menindak penyelundupan manusia dan pekerja migran. Isu ini sekarang telah menjadi hirauan bersama di kawasan, bahkan pernah memunculkan ketegangan hubungan antara negara. Kasus penangkapan puluhan imigran gelap Rohingya asal Myanmaroleh TNI Angkatan Laut di Laut Sabang beberapa waktu lalu menunjukkan bahwa isu ini memang patut mendapat perhatian.

Tentang isu the setting up of an ASEAN Fisheries Forum, keterkaitan TNI Angkatan Laut adalah menangani tindak pencurian ikan di laut dan aktivitas perikanan lainnya yang membahayakan kelestarian lingkungan laut. Masalah pencurian ikan merugikan negara bukan saja dari aspek pendapatan, tetapi juga menyentuh pula aspek kelestarian lingkungan laut.

Isu kerjasama berikutnya yaitu the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem mempunyai keterkaitan pula dengan TNI Angkatan Laut. Bidang kerjasama ini pada dasarnya menekankan pada penguatan kerjasama dengan organisasi LSM untuk memerangi masalah keamanan non tradisional. Ruang lingkup kerjasamanya lebih banyak pada pertukaran gagasan dan pemikiran tentang bagaimana cara-cara yang lebih efektif untuk untuk memerangi masalah keamanan non tradisional yang terus berkembang dan sekaligus sosialisasi kepada publik dalam berbagai tentang pentingnya isu ini.

Terkait dengan hal ini, TNI Angkatan Laut telah mempunyai Forum Kajian Pertahanan dan Maritim (FKPM) sebagai lembaga kajian (think tank) yang memfokuskan diri pada isu-isu pertahanan dan maritim. Selain melaksanakan beberapa kegiatan secara rutin yang bersifat internal dengan TNI Angkatan Laut seperti penyusunan kajian terhadap berbagai isu pertahanan dan maritim yang mengemuka dan sesuai dengan kebutuhan TNI Angkatan Laut, diskusi tiga bulanan dan penerbitan buletin, secara eksternal FKPM telah melakukan berbagai kegiatan untuk menggemakan isu pertahanan dan maritim kepada kalangan di luar TNI Angkatan Laut, sekaligus menggemakan kepentingan TNI Angkatan Laut di publik. Bentuknya seperti menjadi narasumber seminar/diskusi/talkshow, publikasi di media cetak dan kerjasama dengan lembaga lain yang mempunyai hirauan terhadap isu-isu maritim.

Agenda kerjasama prioritas berikutnya adalah the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance.  Sebagai  organisasi kerjasama kawasan, salah satu kewajiban ASEAN terhadap dunia internasional yang belum ditunaikan adalah penanganan keamanan kawasan secara mandiri. Bab VIII Piagam PBB tentang Regional Arrangements memberi ruang kepada organisasi kawasan untuk memberdayakan diri dalam menjaga perdamaian dan keamanan, termasuk pemeliharaan perdamaian kawasan.

Mengingat bahwa bagian terbesar dari kawasan Asia Tenggara merupakan perairan, potensi operasi perdamaian maritim terbuka lebar. Di sinilah pintu masuk bagi TNI Angkatan Laut untuk turut memperhatikan secara mendalam isu ini. Modalitas TNI Angkatan Laut untuk operasi perdamaian maritim di kawasan sudah ada, yaitu pengalaman kapal perang TNI Angkatan Laut tergabung dalam UNIFIL Maritime Task Force di Lebanon sejak awal 2009.

Terkait dengan agenda ini, sangat terbuka peluang ASEAN ke depan untuk mendirikan ASEAN Peacekeeping Center, yang juga menangani operasi perdamaian maritim. Kegiatan dalam pusat tersebut antara lain berupa latihan, termasuk latihan pada aspek maritim. Melalui wadah ASEAN Peacekeeping Center, ASEAN bisa mempersiapkan bersama kontingen yang akan diikutsertakan dalam operasi perdamaian PBB di luar kawasan Asia Tenggara.

Isu humanitarian assistance di Asia Tenggara tidak lepas dari letak beberapa negara ASEAN yang rawan terhadap bencana karena berada di ring of fire dan pertemuan lempeng bumi. Kasus tsunami yang melanda beberapa negara ASEAN pada 26 Desember 2006 dengan Indonesia sebagai korban terparah mencerminkan bahwa ASEAN harus membangun kemampuan untuk humanitarian assistance. Selain itu, isu ini terkait pula prinsip responsibility to protect yang aktif digemakan oleh negara-negara maju untuk merespon terjadinya konflik bersenjata dan atau berbagai bentuk bencana alam yang berakibat terancamnya keamanan dan keselamatan manusia pada suatu wilayah.

3. Kapabilitas TNI Angkatan Laut 

Tugas pokok TNI Angkatan Laut telah diatur dalam Undang-undang No.34 Tahun 2004 Pasal 9. Untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya, selain harus dilengkapi dengan sarana yang memadai, TNI Angkatan Laut juga harus mempunyai sejumlah kapabilitas. Kapabilitas tersebut harus senantiasa dibangun dan dipelihara agar tugas pokok dapat dilaksanakan secara optimal.

Apabila dipelajari lebih jauh, terdapat keterkaitan erat antara tugas pokok TNI Angkatan Laut dengan empat prioritas kerjasama ASEAN yang telah dijelaskan sebelumnya. Agenda seperti the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers dan the setting up of an ASEAN Fisheries Forum,sangat terkait dengan tugas dan peran Angkatan Laut di bidang konstabulari. Sedangkan agenda the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance memiliki keterkaitan dengan tugas dan peran Angkatan Laut di bidang militer dan diplomasi. Adapun agenda the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem mempunyai relevansi dengan tugas pokok pemberdayaan wilayah pertahanan laut.

Oleh karena itu, pembangunan kapabilitas TNI Angkatan Laut yang kini sedang dilaksanakan harus terus dilanjutkan. Dengan memperhatikan tantangan dan ancaman pada domain maritim selama ini, salah satu kapabilitas yang senantiasa dibangun dan dipelihara oleh TNI Angkatan Laut adalah pada peran konstabulari. Dikaitkan dengan agenda the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers dan the setting up of an ASEAN Fisheries Forum, maka kapabilitas yang dibangun hendaknya tidak sebatas kemampuan menindak pelanggaran hukum di laut, tetapi juga kemampuan deteksi dini melalui peningkatan kemampuan intelijen maritim.

Mengapa intelijen maritim? Sebab sebagai negara kepulauan dengan wilayah sangat luas dan oleh sebagian pihak dinilai mempunyai porous border, kemampuan intelijen maritim perlu ditingkatkan untuk menghadapi terus meningkatnya penyelundupan manusia dan tenaga kerja migran lewat laut. Memperhatikan kecenderungan selama ini,Indonesiamerupakan negara transit dalam penyelundupan manusia, sementara dalam isu tenaga kerja migranIndonesiamenjadi negara asal. Masih tingginya kasus penyelundupan manusia dan tenaga kerja migran lewat laut diIndonesiamenandakan bahwa kemampuan intelijen maritim masih belum sampai pada tingkat yang diharapkan.

Begitu pula masalah pencurian ikan yang terus menerus terjadi di perairan yurisdiksi Indonesia. Berlanjutnya masalah tersebut antara lain masih lemahnya kemampuanIndonesiadalam mengamati wilayah perairannya. Kelemahan tersebut bukan saja karena ketersediaan dan kesiapan kapal perang dan pesawat udara yang masih belum berbanding lurus dengan luas wilayah perairan yang harus diamati, tetapi juga disebabkan belum optimalnya kinerja intelijen maritim.

Peningkatan kemampuan intelijen maritim penting untuk diperhatikan karena dengan keterbatasan aset kapal perang dan pesawat udara, kehadiran unsur kapal perang dan pesawat udara diprioritaskan pada wilayah perairan tertentu yang dinilai rawan. Meskipun selama ini sudah ada konsep untuk menyebarkan kapal perang berdasarkan pada laporan intelijen yang diterima, akan tetapi konsep itu nampaknya belum terlaksana secara optimal.

Masih terkait dengan agenda the enhancement of ASEAN cooperation on the fight against human trafficking in persons and migrant workers dan the setting up of an ASEAN Fisheries Forum, nampaknya perlu dorongan khusus dari TNI Angkatan Laut kepada Departemen Pertahanan agar merealisasikan rencana pembangunan kekuatan sebagaimana yang tercantum dalam dokumen Rencana Strategis TNI Angkatan Laut. Berdasarkan beberapa catatan selama beberapa tahun terakhir, pelaksanaan Renstra khususnya pengadaan alutsista realisasinya belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan.

Dengan kata lain, realisasi pengadaan alutsista sesuai dengan Renstra yang telah ditetapkan akan mempengaruhi punya kinerjaIndonesiadalam melaksanakan agenda kerjasama ASEAN. Tanpa modernisasi alutsista TNI Angkatan Laut, nampaknya sulit bagiIndonesiauntuk berperan secara optimal di bidang operasional dalam kerjasama ASEAN, khususnya yang terkait dengan domain maritim.

Agenda the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping and humanitarian assistance memprasyaratkan setidaknya dua kapabilitas yang harus dibangun dan dipelihara oleh TNI Angkatan Laut. Kapabilitas pertama yaitu yang berkaitan dengan kemampuan melaksanakan operasi perdamaian. Kemampuan melaksanakan humanitarian assistance adalah kapabilitas berikutnya. Kedua kapabilitas akan terkait dengan pembangunan kekuatan TNI Angkatan Laut sendiri.

Kapabilitas melaksanakan operasi perdamaian bukan sekedar paham, terampil dan mampu menggelar operasi perdamaian maritim yang antara lain berbekal pengalaman penugasan dalam UNIFIL Maritime Task Force, tetapi juga memahami seluk beluk operasi perdamaian itu sendiri. Operasi perdamaian sudah mempunyai standarbaku, baik yang ditetapkan oleh PBB maupun organisasi multinasional lainnya.

Dalam konteks ASEAN, tantangan bagiIndonesiaadalah bagaimana merancang agenda di bidang operasi perdamaian pada tingkat ASEAN. Ide ini pernah dilontarkan olehIndonesiabeberapa tahun lalu, akan tetapi kurang mendapat sambutan menggembirakan dari negara-negara ASEAN lainnya. Apabila dikaitkan dengan TNI Angakatan Laut, tantangannya adalah menyiapkan segala sumber daya untuk siap melaksanakan operasi perdamaian.

Penyiapan sumber daya berarti menyangkut personel dan material. Mengingat bahwaIndonesiatelah mempunyai pengalaman dalam operasi perdamaian maritim diLebanon, tentunya akan lebih baik bila tetap menimba ilmu dan pengalaman dari pihak-pihak lain yang mempunyai pengalaman lebih lama dalam isu tersebut. Hal ini penting karena beberapa Angkatan Laut negara ASEAN lainnya juga menyebarkan kapal perangnya untuk mendukung operasi anti pembajakan dan operasi perang global terhadap terorisme.

Meskipun kedua jenis operasi jelas berbeda dengan operasi perdamaian maritim, akan tetapi terdapat sejumlah kesamaan pula. Misalnya dalam aspek komando dan kendali, interoperability, logistik, aturan pelibatan, intelijen dan information sharing dan lain sebagainya. Dalam konteks agenda the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping, tidak dapat dipungkiri akan terjadinya persaingan kepentingan antar negara ASEAN untuk mewarnai implementasi agenda tersebut.

Dalam persaingan itu, tidak mustahil beberapa negara akan mengusulkan sejumlah agenda yang siap untuk dioperasionalkan oleh Angkatan Bersenjata mereka, khususnya Angkatan Laut. Dengan kata lain, Angkatan Laut mereka sejak dini telah disiapkan untuk mendukung terlaksananya agenda politik yang digagas oleh tingkat elit. Berangkat dari sini, kesiapan kapabilitas TNI Angkatan Laut untuk menjalankan agenda the strengthening of the role of ASEAN in peacekeeping sebaiknya dibangun sedini mungkin.

Menyangkut humanitarian assistance, isu ini perlu dipahami dengan betul. Sebab humanitarian assistance bukan sekedar pemberian bantuan kepada wilayah yang sedang tertimpa bencana atau penduduknya menderita akibat konflik politik antara dua pihak yang saling berhadapan, tetapi mengandung pula dimensi politik.

Dalam humanitarian assistance, seringkali terselip agenda untuk menanamkan pengaruh suatu negara di wilayah yang menjadi sasaran operasi tersebut. Agenda itu mulai dari agenda budaya, ekonomi hingga politik. Pada sisi lain, kemampuan pemerintahan lokal yang menjadi sasaran operasi humanitarian assistance biasanya sedang berada pada titik terendah, sehingga tidak bisa melakukan kegiatan-kegiatan yang bertujuan untuk menegakkan kewibawaan pemerintahan itu di wilayah kerja mereka. Seperti telah dinyatakan sebelumnya, humanitarian assistance mempunyai keterkaitan erat dengan asas responsibility to protect yang dikumandangkan oleh banyak negara saat ini, khususnya negara-negara maju.

Asas ini bertujuan untuk melindungi manusia di wilayah yang sedang tertimpa bencana dan atau konflik bersenjata. Implementasi asas ini bisa dilihat dalam kasus bencana tsunami di Aceh 26 Desember 2006, penetapan  no fly zone di Irak  Utara dan Selatan sejak 1991 sampai 2003 dan intervensi NATO ke Kosovo pada 1999 untuk melindungi etnis Kosovo dari ancaman pemusnahan oleh Serbia.

Tentang agenda kerjasama humanitarian assistance pada tingkat ASEAN, perlu diidentifikasi kekuatan militer negara mana saja yang sudah siap. Tingkat kesiapan itu secara tidak langsung akan mencerminkan negara mana nantinya yang akan berkontribusi besar dalam kerjasama itu. Mengingat humanitarian assistance memiliki keterkaitan dengan kemampuan proyeksi kekuatan, perlu dihitung Angkatan Laut mana saja di kawasan Asia Tenggara yang mampu melaksanakan proyeksi kekuatan dalam wilayah ini.

Indonesia dalam hal ini TNI Angkatan Laut harus siap pula melaksanakan humanitarian assistance. Minimal untuk di dalam negeri, sebab Indonesia mempunyai potensi bencana alam yang banyak. Untuk bisa mencapai kemampuan yang diharapkan, pembangunan kapabilitas TNI Angkatan Laut tidak melewatkan pula kemampuan melaksanakan humanitarian assistance.

Berdiskusi tentang humanitarian assistance akan menyentuh pula masalah pamer kekuatan Angkatan Laut. Berkaca pada saat Operation Unified Assistance yang digelar oleh Angkatan Laut Amerika Serikat di Aceh merespon bencana tsunami, sangat jelas dalam operasi humanitarian assistance terkandung pula agenda pamer kekuatan. Artinya, selain mempunyai kapabilitas menggelar humanitarian assistance, TNI Angkatan Laut juga harus mempunyai kapal perang yang representatif untuk melaksanakan operasi itu.

Selain ketersediaan kapal perang representatif, perlu pula dibangun kesiapan peralatan-peralatan dan sarana penunjang. Seperti ketersediaan sarana untuk memproyeksikan bantuan dari kapal ke darat, kesiapan kapal rumah sakit untuk melakukan berbagai macam tindakan medis dan kesiapan alat berat untuk menangani daerah bencana. Begitu pula dengan kesiapan sumber daya manusia, yang mana perlu disiapkan personel yang siap dan mampu melaksanakan humanitarian assistance sesuai standar internasional.

Menyangkut  kesiapan personel, dapat  ditempuh  melalui latihan, kursus dan lokakarya mengenai humanitarian assistance dengan Angkatan Laut negara-negara lain. Untuk latihan, CARAT merupakan salah satu wadah yang hendaknya dimanfaatkan secara optimal oleh TNI Angkatan Laut untuk meningkatkan kapabilitas personelnya, termasuk dalam bidang humanitarian assistance. Begitu pula dengan keikutsertaan TNI Angkatan Laut sebagai bagian dari TNI dalam Cobra Gold, khususnya pada sesi humanitarian assistance/disaster relief (HADR).

Penting pula untuk diingat bahwa agenda kerjasama humanitarian assistance juga merupakan salah satu butir dalam Perjanjian Lombok antara Indonesia dengan Australia. Memperhatikan bahwa salah satu kesepakatan dalam Indonesia-Australia Defence and Security Dialogue 2009 di Canberra adalah tentang HADR, Indonesia melalui Departemen Pertahanan perlu mengeksploitasi secara optimal kerjasama ini dalam rangka implementasi Perjanjian Lombok. Sehingga diharapkan Indonesia mendapat peningkatan kapabilitas dalam humanitarian assistance dari perjanjian tersebut yang dapat dijadikan modalitas dalam kerjasama serupa di forum ASEAN.

Mengenai isu the enhancement of cooperation with civil society organizations in the fight against non-traditional security problem, terbuka peluang bagi TNI Angkatan Laut untuk turut serta berperan melalui wadah FKPM. Untuk mendukung hal tersebut, ada baiknya memperkuat FKPM khususnya dari aspek sumber daya manusia. Sehingga ke depan FKPM dapat berperan lebih optimal dalam rangka ikut mendukung tugas pokok TNI Angkatan Laut, khususnya memasyarakatkan pemikiran tentang keangkatan lautan dan maritim diIndonesia untuk membangun preferensi publik dan pengambil kebijakan nasional.

Kapabilitas yang hendaknya dibangun oleh TNI Angkatan Laut dalam rangka implementasi kerjasama ASEAN pada dasarnya selaras dengan minimum essential force. Tidak ada pertentangan antara keduanya, malah memperkuat TNI Angkatan Laut untuk dapat melaksanakan tugas pokoknya secara optimal. Oleh sebab itu, pembangunan kapabilitas tersebut tidak akan menimbulkan konsekuensi seperti penyiapan anggaran baru, sebab semuanya sudah tercakup dalam pembangunan kekuatan untuk tahun-tahun mendatang.

4. Penutup 

Hasil pertemuan ASEAN Ministerial Meeting Ke-42 di Thailand pada Juli 2009 yang telah mengidentifikasi 11 isu politik keamanan yang menjadi prioritas kerjasama ke depan perlu mendapat perhatian dari TNI Angkatan Laut. Ada empat poin dari 11 isu tersebut yang terkait dengan tugas pokok TNI Angkatan Laut, sehingga sudah sewajarnya bila TNI Angkatan Laut mempersiapkan diri melalui pembangunan sejumlah kapabilitas yang terkait. Dengan memiliki kapabilitas tersebut, TNI Angkatan Laut dapat berperan optimal dalam kerjasama ASEAN dan sekaligus meraih banyak keuntungan, baik secara politik maupun operasional.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap