Oleh: Goldy Evi Grace Simatupang
1. Pendahuluan
China, disengaja atau tidak, saat ini adalah media darling. Media darling adalah istilah dalam jurnalistik untuk menggambarkan seseorang atau perusahaan atau organisasi tertentu yang mendapat perhatian lebih dari media dan segala sesuatu tentangnya mendapat perhatian serius dan diliput secara luas. Lihat saja, berita apapun tentang China menjadi menarik, mulai dari masalah politik, keamanan, teknologi informasi, ekonomi, sampai pada masalah HAM. Ini tentu saja bisa dipahami sebab saat ini China tumbuh menjadi negara yang bangkit — dengan peaceful risenya — menjadi negara yang paling kuat di kawasan bahkan menjadi negara yang sangat diperhitungkan dalam politik internasional.
Masalah maritim China tidak luput dari pemberitaan media, misalnya sengketa teritorial China dengan Jepang, Korea Selatan, dan beberapa negara ASEAN di Laut China Selatan. Selain itu, Sea Lanes of Communications (SLOC), Sea Lanes of Trade (SLOT), Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Indonesia menjadi perhatian utama negara-negara berkepentingan seperti AS dan China. Oleh karena itu Indonesia dituntut untuk meningkatkan keamanan maritim di dan lewat jalur strategis kepulauan Indonesia.
Berawal dari adanya kesadaran akan pentingnya keselamatan navigasi, tahun lalu, tepatnya pada bulan Maret 2012, Indonesia dan China menyepakati nota kesepahaman (MoU) kerjasama maritim. MoU ini menetapkan dibentuknya Komite Kerjasama Maritim (KKM) Indonesia-China. Selain itu, dalam pertemuan ini dibentuk badan yang mendanai proyek-proyek KKM yang dana awalnya diberikan oleh China. MoU ini kemudian ditindaklanjuti dengan diadakannya sidang pertama KKM di Beijing, China pada bulan Desember 2012. MoU kerjasama maritim ini ditandatangani oleh menteri luar negeri kedua negara.
Sidang pertama KKM ini berlangsung di Beijing pada bulan Desember tahun lalu. Komite Kerjasama Maritim ini diketuai bersama oleh Wakil Menteri Luar Negeri dari masing-masing negara, dengan anggotanya yang terdiri dari wakil-wakil instansi pemerintah terkait dari masing-masing pihak. Dari Indonesia terdiri dari adalah dari Kementerian Kelautan dan Perikanan, Badan Koordinasi Keamanan Laut (Bakorkamla), Markas Angkatan Laut dan Kepolisian RI.
Kerjasama maritim ini merupakan salah satu kerjasama penting dari kemitraan strategis yang disepakati kedua negara pada tahun 2005. Pada tahun 2012 kedua kepala negara, dalam hal ini Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Presiden Hu Jintao, sepakat untuk meningkatkan kerjasama dan kemitraan strategis di berbagai bidang, termasuk pertahanan dan keamanan.
2. China dan pendekatan keamanan koperatif
China menggunakan secara bergantian tiga pendekatan terhadap keamanan, yaitu pendekatan komprehensif keamanan (comprehensive security), keamanan koperatif (cooperative security) dan keamanan umum (common security).[1]
Setelah berakhirnya Perang Dingin pada awal 1990an, konsep keamanan komprehensif dan koperatif digunakan oleh pemerintah China. Hal ini terlihat dari “konsep keamanan baru” yang diperkenalkan oleh China dalam ASEAN Regional Forum pada tahun 1997. Krisis ekonomi Asia pada tahun 1997 juga semakin menegaskan pentingnya keamanan ekonomi yang merupakan bagian dari keamanan komprehensif. Lebih jauh lagi, pemerintah China memasukkan keamanan energi diantara keamanan non-tradisional lainnya dan mendapat perhatian yang besar. Keamanan komprehensif bukan hanya mencakup area fungsional keamanan yang berbeda seperti militer, ekonomi, politik namun juga level kebijakan keamanan, seperti domestik, bilateral, regional dan global.[2]
Sedangkan keamanan koperatif secara umum diartikan sebagai pengaturan keamanan secara multilateral yang inklusif dan mengutamakan dialog dan kerjasama.[3] ASEAN Regional Forum (ARF), misalnya, didirikan atas dasar keamanan koperatif. Selain itu keamanan koperatif membuat China-ASEAN menyepakati Declaration on the Code of Conduct in the South China Sea. Hubungan China-ASEAN, termasuk Indonesia, juga banyak diperbaharui melalui keamanan koperatif dalam isu keamanan non-tradisional khususnya dalam bidang keamanan maritim.
Sekilas melihat hubungan bilateral China-Indonesia, itu tidak terlepas dari kepentingan politik, ekonomi dan keamanan. Baik China maupun Indonesia adalah negara yang secara populasi besar, merupakan negara dengan populasi terbesar di dunia, dari pertumbuhan ekonomi kedua negara ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi positif bahkan di tengah-tengah resesi ekonomi Eropa beberapa waktu yang lalu. China dan Indonesia juga diperhitungkan dalam keamanan regional. Sehingga kedua negara ini berpotensi menggerakkan ekonomi dan politik di sistem internasional.
Lebih lanjut lagi, Indonesia merupakan negara yang kuat di kawasan. Secara geografis, Indonesia memiliki 2/3 perairan di Asia Tenggara, dan memiliki jalur-jalur strategis komunikasi dan perdagangan dunia. Secara politik internasional, Indonesia memegang peranan penting di kawasan ini, bahkan Indonesia sering disebut sebagai pemimpin de facto ASEAN. Secara ekonomi, Indonesia memiliki pertumbuhan ekonomi yang baik dan positif, dan pasar yang besar. Dalam bidang keamanan, Indonesia memiliki jalur-jalur strategis pertahanan keamanan serta perdagangan.
Di lain pihak, China adalah negara yang besar di Asia, bahkan merupakan negara yang saat ini mampu menjadi penyeimbang bagi Amerika. China merupakan negara yang memiliki ekonomi, politik dan keamanan yang kuat di kawasan. Dalam hubungannya dengan China-ASEAN, saat ini China menghadapi masalah teritorial dengan negara-negara ASEAN, yaitu kasus Laut China Selatan. Terhadap masalah ini, China melakukan pendekatan koperatif dan sudah menghasilkan antara lain maritime security dialogue, consultation on shipping security, maritime anti-terrorism operation, maritime search and rescue, building up maritime military communication channels, marine environment protection, joint law enforcement against transnational crimes, joint military exercises and regional peace keeping operations dan humanitarian assistance. [4]
Pendekatan koperatif China terhadap keamanan maritime, bukan berarti China tidak membangun kekuatan militernya. China terus mengembangkan kekuatan militernya melalui PLAN. Dalam laporan SIPRI, China, pada tahun 2012, bahkan merupakan negara dengan belanja militer (military expenditure) terbesar setelah Amerika.[5] Berbagai modernisasi persenjataan dilakukan termasuk pembangunan kapak induk. Pembangunan ini tidak terlepas dari keinginan China untuk mengamankan kepentingan ekonominya di SLOT dan Laut China Selatan.
Pembangunan China yang pesat dalam berbagai sektor tentunya tidak bisa lepas dari ketergantungan yang tinggi terhadap impor energi, khususnya minyak dan gas bumi. Jalur pengangkutan minyak dan gas bagi China adalah melalui Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok. Selat Malaka adalah salah satu SLOC paling strategis di dunia, merupakan lalu lintas perdagangan dunia yang paling sibuk. Pengamanan jalur perdagangan di Selat Malaka merupakan kepentingan China yang sangat penting karena menyangkut ekonomi dan keamanannya. Hampir setengah dari jumlah total kapasitas armada niaga melintasi selat-selat ini.[6] Dengan demikian negara manapun memiliki kepentingan ekonomi dan keamanan untuk menjamin SLOC ini tetap terbuka, termasuk dua negara besar China dan AS. Lihat gambar di bawah ini:
Gambar 1. Jalur Pengangkutan Minyak dan gas bumi bagi negara-negara Asia Timur, khusunya China Sumber: B. Wisnu Tjandra, Strategi Pertahanan Alur Laut Kepulauan Indonesia I-Selat Sunda. Jurnal Universitas Pertahanan.
Selain untuk pasokan energi, China berkepentingan untuk membawa produk China ke pasaran di Timur Tengah, Afrika dan Eropa, dan sebaliknya. Jalur yang digunakan utamanya adalah ALKI I namun jika ada hambatan di ALKI I, dimana Selat Sunda merupakan gerbangnya, jalur yang lebih dekat adalah ALKI II, dimana Selat Lombok sebagai pintu gerbangnya.
Bagi Indonesia, merupakan kewajiban untuk menjamin pelayaran melalui ALKI tetap terbuka, aman dan tanpa hambatan seperti yang diatur dalam UNCLOS. Namun perlu diingat bahwa jalur ini tidak hanya untuk pelayaran internasional saja, namun juga pelayaran dalam negeri, sipil ataupun militer. Sehingga frekwensi lalu lintas di jalur ini sangatlah sibuk sehingga kemungkinan tubrukan antara kapal sangat mungkin terjadi.
Kerjasama China-Indonesia melalui peningkatan daya mampu dan pelatihan operator vessel traffic service (VTS) di Selat Lombok dan Selat Sunda[7] tentunya akan sangat membantu Indonesia dalam menjamin kepentingan internasional tetap terjaga di SLOC, SLOT maupun ALKI Indonesia. Demikian pula dengan bantuan China melalui penggantian alat bantu navigasi di sepanjang Selat Malaka yang rusak akibat tsunami Aceh pada tahun 2006 dan pendirian pusat kelautan dan iklim Indonesia-China. Pembangunan Kamsalat (satelit keamanan laut)[8] juga merupakan bagian dari upaya China untuk membantu Indonesia menjamin keselamatan pelayaran di jalur-jalur strategis ini.
3. Kepentingan Maritim Bagi Indonesia
Kerjasama maritim seperti KKM ini bukanlah yang pertama bagi Indonesia, tercatat berbagai kerjasama yang dilakukan Indonesia secara bilateral maupun multilateral. Namun dalam setiap kerjasama betapa pentingnya untuk selalu didasarkan pada kepentingan nasional. Kepentingan nasional Indonesia di laut adalah sebagai sumber nafkah, perekat Nusantara dan media pertahanan.[9]
Peta permasalahan keamanan maritim Indonesia antar lain (i) ada masalah perbatasan di laut yang sangat serius, (ii) bahaya terhadap keamanan pelayaran dan keselamatan navigasi di sepanjang life lines domestik, (iii) ada potensi ancaman terorisme maritim di choke point, (iv) ada berbagai kegiatan illegal fishing, illegal logging, illicit small arms trafficking, illicit people trafficking, illicit drugs trafficking, smuggling, (v) dampak perubahan iklim.[10] Diantara masalah-masalah domestik maritim Indonesia ini, ada yang berdampak langsung terhadap kepentingan internasional, yaitu yang berhubungan langsung dengan keselamatan navigasi dan keamanan maritim di Indonesia.
Oleh karena itu, kedua pihak (Indonesia-China) sepakat bahwa kerjasama maritim adalah kunci dari kerjasama strategis ini, dan pendirian KKM merupakan langkah baru untuk memperkuat kerjasama maritim terdahulu diantara kedua negara. Kedua pihak sepakat untuk memperkuat lebih lanjut lagi mekanisme kerjasama maritim bilateral dalam bidang keselamatan pelayaran, lingkungan laut dan keamanan maritim[11].
a) Dalam bidang keselamatan pelayaran, baik Indonesia maupun China menyetujui pertukaran informasi mengenai keselamatan pelayaran; penyediaan alat bantu pelayaran untuk keselamatan pelayaran dan fasilitas terkaitnya; dan kerjasama dalam dialog antara negara pantai dan negara pengguna Selat Malaka dan Singapura.
b) Dalam bidang kerjasama lingkungan laut dan perikanan, MoU ini menyepakati pertukaran informasi mengenai lingkungan laut; perlindungan lingkungan dan ekologi maritim; pertukaran teknis dan kerjasama mengenai tumpahan minyak di laut dan pencegahan polusi; pertukaran teknis dan kerjasama untuk memerangi, mencegah, menangkal dan menghapuskan penangkapan ikan yang ilegal, tidak diatur dan tidak dilaporkan; dan melakukan penelitian ilmiah kelauatan, program observasi dan pelatihan.
c) Dalam kerjasama keamanan maritim disepakati adanya pertukaran informasi mengenai keamanan maritim; penyediaan bantuan untuk pengawasan, pemantauan dan manajemen maritim; kerjasama untuk memerangi kejahatan transnasional, dan pertukaran angkatan bersenjata masing-masing negara-negara.
d) MoU ini juga menyepakati hal-hal lain seperti kerjasama pencarian dan pertolongan maritim; pembangunan dan penyediaan kapal, peningkatan kapasitas mengenai isu-isu maritim, dan kerjasama di berbagai forum maritim internasional.
Berdasarkan uraian sebelumya, adanya kepentingan China untuk mengamnakan kepentingannya di jalur-jalur strategis di Indonesia, membuatnya merangkul Indonesia dalam kemitraan strategisnya. Kemitraan dalam bidang maritim ini di satu pihak dapat selaras dengan kepentingan Indonesia, namun di pihak lain tentu saja ini memberi tantangan bagi Indonesia.
Tantangan ini misalnya kerjasama dalam peningkatan daya mampu dan pelatihan operator vessel traffic service (VTS) di Selat Lombok dan Selat Sunda. Seperti kita ketahui, VTS adalah sistem monitoring lalu lintas laut yang didirikan oleh otoritas pelabuhan. International Maritime Organization (IMO) mendefinisikan VTS sebagai sebuah layanan yang dirancang untuk meningkatkan keselamatan dan efisiensi lalu lintas kapal dan untuk melindungi lingkungan. Layanan ini harus memiliki kemampuan untuk berinteraksi dengan lalu lintas dan merespon perkembangan situasi lalu lintas dalam wilayah VTS. Sistem VTS menggunakan radar, kamera pemantau jarak dekat (CCTV), radio berfrekwensi tinggi dan sistem identifikasi otomatis. Oleh karena itu bisa dikatakan, informasi yang didapat dari VTS ini sangat akurat.
Kerjasama VTS di Selat Lombok dan Selat Sunda ini benar memberi hal positif bagi Indonesia, dalam hal ini untuk menjamin keselamatan navigasi di perairan Indonesia. Namun perlu diperhatikan bahwa kerjasama ini dilakukan di pintu gerbang ALKI Indonesia, yaitu Selat Lombok dan Selat Sunda. Keberadaan jalur ALKI sangat rentan terhadap pertahanan dan keamanan, baik berupa ancaman militer maupun kejahatan transnasional lainnya.
Keinginan China untuk bekerja sama dengan Indonesia harus dilihat juga dari faktor persaingan China-AS di kawasan. “US pivot to Asia” diungkapkan oleh Presiden AS Barack Obama, yang artinya AS tidak main-main dengan kepentingannya di Asia. Bantuan AS dalam rangka meningkatkan maritime domain awareness Indonesia lewat Integrated Maritime Surveillance System (IMSS) dan juga latihan-latihan militer Indonesia-Amerika Serikat tentunya sangat diperhatikan oleh China. Hal ini seolah-olah menjadi persaingan ketika China dalam KKM ini menawarkan kerjasama pembangunan satelit keamanan laut Indonesia-China, pertukaran informasi dalam keselamatan pelayaran, lingkungan laut dan keamanan maritim termasuk dalam pelatihan operator VTS.
Yang paling penting dalam setiap kerjasama adalah bagaimana kedua belah pihak, baik Indonesia maupun China dapat mengelola kerjasama maritim ini sedemikian rupa sehingga tidak membawa kerugian di pihak Indonesia maupun China. Indonesia sendiri membutuhkan strategi maritim nasional untuk mengoptimalkan semua instrumen sumber daya maritim. Seperti kita ketahui domain maritim mencakup semua wilayah dan benda yang ada pada, di bawah, berkaitan dengan, berdekatan atau berbatasan dengan laut, atau samudra, sungai, selat, muara, teluk, delta, pulau dan kepulauan, atau jalur air lainnya, termasuk semua kegiatan maritim terkait, infrastruktur, orang, kargo, dan kapal dan alat angkut lainnya termasuk ruang udara diatasnya.[12] Dengan adanya kerjasama ini, yang menjadi pertanyaan mendasar adalah instrumen mana yang akan mengontrol optimalisasi strategi maritim Indonesia bagi kepentingan nasional RI? KKP, Kemenhub, Bakorkamla, TNI-AL, Kemenlu, Kemhan, Polri, atau siapa lagi? Yang jelas, kita belum memiliki dewan keamanan nasional yang akan mengontrol mekanisme pencapaian obyektif kepentingan nasional.
4. Penutup
Hubungan Indonesia-China kontemporer diwarnai oleh kepentingan politik, ekonomi dan juga keamanan. Dalam bidang keamanan, China sangat berkepentingan dalam keamanan maritim di SLOC dan SLOT Indonesia. Hal ini disebabkan jalur perdagangan dari dan ke China melalui jalur-jalur strategis Indonesia, yaitu Selat Malaka, Selat Sunda dan Selat Lombok. Selain itu, pasokan energi China juga melalui jalur-jalur ini. Oleh karena itu keselamatan navigasi merupakan kepentingan China dalam hal ini.
Kerjasama maritim Indonesia-China melalui Komite Kerjasama Maritim tentunya tidak hanya didasari oleh kepentingan China. Di pihak Indonesia sendiri, kerjasama ini membantu Indonesia dalam menjamin keselamatan pelayaran di jalur SLOC dan SLOT.
Namun karena secara teknis operasional, kerjasama ini akan berbagi/bertukar informasi, mengembangkan satelit dan juga pelatihan operator VTS, maka harus diwaspadai adanya ancaman di wilayah yang merupakan kedaulatan Indonesia. Selain itu, kerjasama ini harus memperhatikan faktor persaingan AS-China di kawasan. Adanya perspektif bahwa kerjasama ini didorong oleh persepsi ancaman keamanan yang dirasakan China oleh “kehadiran” AS di Asia, utamanya dengan memberi perhatian lebih ke Indonesia sebagai pemimpin de facto ASEAN.
Pada akhirnya, kerjasama ini haruslah didasarkan pada kepentingan nasional dan berorientasi pada strategi maritim Indonesia. Dalam jangka panjang, kedua belah pihak, baik Indonesia maupun China sebagai mitranya tidak dirugikan. Sehingga pengelolaan dan penjabaran MoU ini penting dilakukan lebih lanjut.
[1] Gaye Christoffersen. China and Maritime Cooperation: Piracy in the Gulf of Aden. ISPSW. Jerman.
[2] ibid
[3] Ibid
[4] Interaksi Cina dengan ASEAN: Antara Kepentingan Nasional vs Identitas Bersama Peni Hanggarini.
[5] www.sipri.org. SIPRI adalah lembaga internasional independen (think tank) yang didedikasikan untuk penelitian dalam isu konflik, kontrol persenjataan dan pelucutan senjata.
[6] Bruce Vaughn, Indonesia: Domestic Politics, Strategic Dynamics, and U.S. Interests. Congressional Research Service. 2011.
[7] Antaranews.com
[8] Ibid
[9] Robert Mangindaan. Kepentingan Nasional Indonesia dalam ASEAN Maritime Forum. Quarterdeck.
[10] Ibid
[11] Memorandum of Understanding Kerjasama Maritim Indonesia-China. 2012.
[12] US Depart of Homeland Security , Sept 2005, “ The National Strategy for Maritime Security “, hal. 1.