Oleh : Willy F. Sumakul
1. Pendahuluan
Letak geografis serta konfigurasi alamiah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), telah mengharuskan Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dalam masalah Keamanan Maritim. Hal-hal mendasar dalam kaitan ini adalah bahwa NKRI dibentuk oleh 17.448 buah pulau besar dan kecil, luas wilayah 2.7 (+3.1) juta km2, berbatasan laut dengan sepuluh negara tetangga, dan berbatasan daratan dengan tiga negara, memiliki panjang pantai kira-kira 81.000 km, memiliki tiga Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) Utara Selatan, serta beberapa buah Choke Points (Alur pelayaran yang sempit dan penting) sebagai jalan masuk dan keluar. Dapat dipahami dengan kondisi Negara seperti ini, menuntut Indonesia memiliki sejumlah besar aset dengan biaya operasional yang besar terkait dengan Keamanan Maritim. Aset yang dimaksud mempunyai pengertian yang luas, tidak hanya mencakup hardware berupa alat utama sistem senjata dan pendanaan, tetapi juga meliputi Kebijakan Pemerintah, strategi, management, tatanan hukum dan peraturan serta penyiapan sumber daya manusia.
2. Keamanan Maritim dalam kaitan dengan Kepentingan Nasional Indonesia.
Sama halnya dengan Negara-negara berdaulat didunia, Indonesia juga mempunyai Kepentingan Nasionalnya (National Interests) sendiri , yang secara tertulis telah dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No 7 tahun 2008 Tentang Kebijakan Umum Pertahanan Negara yang dibagi dalam tiga strata dan yaitu Mutlak, Penting dan Pendukung. (Catatan: Mengapa dalam bentuk PerPres? Perlu kajian lebih lanjut). Sebagai contoh yang termasuk Penting adalah; integritas, kedaulatan dan keutuhan wilayah Negara, serta pencapaian Kemakmuran Ekonomi bangsa dan rakyatnya. Bagi banyak Negara National Interest merupakan “The Ultimate Goal Of A nation” yang dapat diartikan bahwa seluruh potensi bangsa dan Negara (all the National Power of the State) harus diarahkan untuk mencapainya. Tidak ada lagi komitmen bangsa yang lebih tinggi dari itu, suatu komitmen yang tegas, jelas dan mengikat, yang secara sederhana bisa diartikan; jika ada pihak lain yang ingin mengganggu atau bahkan merampas Kepentingan tersebut, Negara siap berperang untuk mempertahankannya. Dalam hirarki pengambilan keputusan Nasional yang dianut oleh Negara-negara besar/maju, Kepentingan Nasional kemudian dijabarkan ke dalam Tujuan Nasional (National Objectives), kemudian dari sini disusunlah apa yang disebut Strategi Keamanan Nasional (AS: National Strategy) yang pilar-pilar utamanya adalah: Politik, Ekonomi dan Militer (PEM).
Jadi Keamanan Nasional tidak lain adalah kebijakan pemerintah yang mengarahkan segenap potensi bangsa untuk mencapai Kepentingan Nasional. Bagi Negara maritim dari sinilah kemudian diturunkan konsep Keamanan Maritim (Maritime Security), sehingga jelas kelihatan bahwa Keamanan Maritim merupakan sub-ordinat dari Strategi Keamanan Nasional. Mengambil contoh di AS, mereka mempunyai konsep The National Strategy for Maritime Security, yang terakhir diterbitkan oleh pemerintah pada bulan September 2005.
Baca lebih jauh : Quarterdeck Edisi Maret 2016
3.Kepentingan Indonesia dalam “ Maritime Security”
Sebagai Negara kepulauan terbesar di dunia dengan 2/3 wilayahnya merupakan laut, sudah barang tentu laut memiliki arti penting bagi bangsa dan Negara Indonesia. Minimal terdapat empat faktor penting yaitu:
1. Laut sebagai sarana pemersatu wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia,
2. Laut sebagai sarana transportasi dan komunikasi,
3. Laut sebagai sumberdaya alam untuk pembangunan ekonomi,
4. Laut sebagai medium pertahanan ( untuk proyeksi kekuatan).
Oleh karena itu Indonesia memiliki kepentingan yang sangat besar dalam hal keamanan maritim yang tujuannya harus diarahkan untuk mencapai serta untuk menciptakan kondisi yang:
a. Aman dari ancaman pelanggaran wilayah dari pihak luar.
b. Aman dari bahaya navigasi pelayaran.
c. Aman dari eksploitasi illegal sumber daya alam serta pencemaran lingkungan.
d. Aman dari tindakan pelanggaran hukum.
Dari sudut pandang Ekonomi, terdapat beberapa fakta empiris yang menjadi perhatian khusus berkaitan dengan keamanan yaitu; (i) Alur pelayaran transit Selat Malaka dewasa ini dilewati oleh 60.000 kapal berbagai jenis per tahun, merupakan 1/3 volume perdagangan dunia dengan jumlah $ 390 milyar, (ii) Selat Lombok, dilewati 3.900 kapal/ tahun dengan nilai $ 40 milyar, (iii) Selat Sunda, 3.500 kapal/tahun dengan nilai $ 5 milyar, (iv) seandainya ketiga selat ini ditutup, kerugian akibat pengalihan rute akan mencapai $ 8 milyar /tahun, (v) tahun 2015 ekonomi China, India, dan Jepang kira-kira sebesar dua kali AS dan empat kali Eropa ( $ 19,8; 14; dan 11,6 trilyun dolar), (vi) tahun 2050 ekonomi China, India, dan Jepang akan sebesar 2 kali AS dan 4 kali Eropah.
Dalam masalah Keamanan dan pertahanan di laut, Indonesia menghadapi persoalan besar antara lain;
- Terdapat tumpang tindih (overlapping) klaim batas laut yurisdiksi ZEE Indonesia dan landas kontinen antara Indonesia dan Vietnam diperairan laut Natuna. Keadaan ini diperparah lagi oleh klaim China di wilayah yang sama bahkan China akhir-akhir ini lebih agresif (mengacu pada ”nine dot lines”) membiarkan atau malah memerintahkan kapal-kapal ikannya menangkap ikan diwilayah laut yurisdiksi Indonesia. Dapat diduga kegiatan ini sengaja dilakukan terbukti adanya kapal patroli China yang ikut mengawal kapal-kapal ini penangkap ikan ini . Masalah ini belakangan telah menimbulkan sedikit ketegangan diplomatik antara Indonesia dan China lewat pernyataan Menlu Indonesia Retno Marsudi yang bernada kecewa atas tindakan sepihak dari China diwilayah tersebut.
- Perbatasan wilayah laut antara Indonesia dengan sebahagian besar negara tetangga yang belum ada kesepakatan batas-batas yang jelas, bahkan berpotensi menimbulkan konflik antar Negara dikemudian hari.
- Indonesia belum mempunyai kemampuan yang memadai untuk mengontrol seluruh perairan untuk menanggulangi kejahatanan transnasional seperti terorisme, penyelundupan senjata api, penyelundupan manusia( human trafficking), illegal fishing dan sebagainya. Artinya Indonesia masih kekurangan sarana untuk melakukan patroli laut yaitu kapal perang (KRI) dan kapal-kapal patroli lainnya.
- Mengamankan tiga ALKI dari kemungkinan penyalahgunaan hukum laut internasional yang dapat merugikan Indonesia.
- Ikut serta dalam upaya keamanan maritim regional (Asia Tenggara,) melalui beberapa persetujuan seperti : PSI, CSI, RMSI, ReCAAP dan ISPS Code.
- Terdapat sebelas instansi pemerintah RI yang mengklaim mempunyai kepentingan dilaut, sebagian melakukan penegakan hukum, namun dengan tujuan untuk kepentingan sendiri-sendiri.
- Masalah pengungsi (refuges dan non refuges) yang tengah melanda dunia dewasa ini seperti yang terjadi di Timur Tengah dan Eropa juga dialami oleh Indonesia. Umumnya para pengungsi yang datang dari Timur Tengah dan Asia Selatan ini, menjadikan Indonesia sebagai negara antara dan datangnya menggunakan kapal-kapal motor lewat laut. Ada sebagian dari mereka langsung menuju negara tujuan yaitu Australia tapi ada juga yang terdampar di kepulauan Indonesia. Masalah muncul karena kebijakan pemerintah Indonesia dan pemerintah Australia tidak sejalan, sehingga perlu selalu diadakan pendekatan dan negosiasi terus menerus.
3. Fenomena baru ancaman terhadap Keamanan Maritim.
Meluasnya kegiatan terrorisme internasional dewasa ini, telah memaksa terjadinya disorintasi/peninjauan kembali masalah keamanan maritim khususnya oleh AS dan Negara-negara Barat lainnya yang intinya mengkategorikan ancaman dalam dua bentuk yaitu: symmetric threats dan asymmetric threats. Symmetric threats atau dapat juga disebut sebagai ancaman tradisional, yang diartikan karena menurut sifat-sifatnya sudah banyak dikenal dan sudah lama dilakukan misalnya; penyelundupan barang, penangkapan ikan ilegal, perompakan (armed robbery), pencurian kekayaan laut terpendam, dan sebagainya. Umumnya ancaman semacam ini bermotif ekonomi atau mencari keuntungan semata dan tidak bermotif politik.
Secara global masyarakat yang menganut sistem pemerintahan yang demokratis dalam tahun-tahun belakangan ini telah terpengaruh langsung oleh kemunculan suatu fenomena baru yang disebut “The asymmetric threat”, atau ancaman yang bersifat asimetris, (sebagai lawan dari simetris) atau dapat disebut juga non-tradisional. Berbeda dengan yang pertama, umumnya ancaman ini dilakukan oleh kelompok radikal non Negara (non state actors), dengan berlatar belakang politik, dan bertujuan mencapai suatu kepentingan politik pula. Beberapa ciri utama dari bentuk ancaman ini adalah pelakunya melakukan tindakan kejahatan melawan hukum dalam bentuk-bentuk yang sangat bersifat taktikal ( atau dipersepsi taktikal), namun akibat yang ditimbulkannya (outcome) bersifat strategis bahkan kadang-kadang berdampak politis. Para pelaku juga sengaja mencari keuntungan yang tidak langsung dapat dirasakan (asymmetric advantage) yang tidak menghiraukan kaidah-kaidah, peraturan-peraturan atau nilai-nilai, serta mengabaikan hukum dan aturan internasional. Dalam melancarkan aksinya mereka menggunakan metode illegal seperti, terorisme, sabotase obyek vital, penggunaan senjata pemusnah masal (WMD) dan serangan bunuh diri. Dengan memanfaatkan keterbukaan dan kebebasan bertindak di alam politik dan sistem hukum yang demokratis, para pelaku mengeksploitasi celah-celah kelemahan yang berhubungan dengan hukum yang mereka dapatkan. Sisi negative dari globalisasi ekonomi memungkinkan para sindikat kriminal multinasional memperluas ruang operasinya dari penyelundupan obat-obat terlarang (narkoba) dan senjata api ke pencucian uang, penyelundupan manusia (human trafficking), dan kadang-kadang untuk mengelabui kegiatan terorisme antar Negara, mereka juga menikmati perkembangan revolusi dibidang komunikasi informasi serta kemudahan-kemudahan melakukan perjalanan internasional (travelling) untuk memfasilitasi kegiatan mereka. Sasaran mereka adalah obyek sipil dan militer di semua strata untuk mencapai tujuan taktik, operasi, strategi, dan politik. Ancaman dimensi baru ini sulit dideteksi, diidentifikasi dan karena itu sulit dinetralisir atau dikalahkan. Beberapa contoh praktek dari ancaman asymmetric ini adalah:
a. Dari suatu Negara bangsa (nation state). Seiring dengan masih banyak konflik atau potensi konflik antar Negara dewasa ini, namun aksi-aksi individu Negara tertentu memunculkan suatu tantangan berarti bagi keamanan global. Beberapa Negara tertentu menyediakan tempat berlindung (safe havens) bagi para pelaku criminal dan teroris, yang menggunakan Negara ini sebagai pangkalan operasi untuk melakukan kegiatan illegal diwilayah maritim diluar negaranya. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah suatu Negara asing menyediakan bahan-bahan pembuat senjata konvensional yang canggih, ataupun komponen-komponen pembuatan senjata pemusnah masal (WMD) termasuk sistem pelontarnya, menyediakan tenaga-tenaga ahli kepada Negara nakal (rogue state) atau organisasi teroris tertentu.
b. Teroris. Kelompok teroris dapat digolongkan pada “non-state actor” yang memanfaatkan keterbukaan batas-batas Negara, kemajuan telekomunikasi yang memungkinkan mereka mengendalikan aksi-aksi agen-agen (cel) mereka yang tersebar di berbagai tempat, sambil aktor utamanya tetap bersembunyi. Yang terlihat sekarang kegiatan teroris banyak dilakukan di darat, tapi bukan tidak mungkin suatu saat dilakukan juga di laut. Hal ini dapat dipahami karena tujuan teror utamanya adalah untuk menimbulkan rasa takut terhadap orang banyak, yang tentunya berada di daratan. Terorisme telah menjadi musuh dunia karena kegiatannya yang telah menyebabkan kematian banyak orang dan kerusakan material yang sangat luas. Serangan teroris yang masih segar dalam ingatan kita terjadi belakangan ini dilakukan di Paris Perancis (November 2015), San Bernardino AS, Jakarta Indonesia dan Brussel Belgia (22 Maret 2016) . Apabila serangan dilakukan di wilayah laut, tentu akan membawa dampak besar bagi perekonomian secara regional maupun global karena terganggunya jalur perhubungan laut dan perdagangan. Sekarang teroris sedang memperluas jangkauan operasinya dengan menjalin hubungan dengan organisasi –organisasi sepaham di seluruh dunia misalnya; ISIS, AL-QAEDA. Di Indonesia terbukti diantara Kelompok Santoso yang beroperasi di Sulawesi Tengah terdapat orang-orang Uighur dari China ikut dalam gerakan mereka. Tentunya mereka datang ke Indonesia lewat laut secara ilegal karena lebih mudah dan terhindar dari identifikasi. Disinyalir beberapa kelompok teroris telah menggunakan kapal-kapal yang berlayar untuk menempatkan agen-agennya serta memanfaatkan jaringan penyelundup untuk mengumpulkan dana. Yang paling dikhawatirkan adalah indikasi bahwa teroris berkeinginan menggunakan WMD, yang situasinya diperburuk oleh negara-negara yang kurang memperhatikan keamanan penyimpanan bahan pembuat senjata maupun material terkait. Terroris juga mampu mengembangkan suatu serangan yang efektif,cepat , menggunakan berbagai platform yang mengangkut bahan peledak, pesawat udara ringan, ditabrakkan kekapal sasaran, kapal perang, fasilitas pelabuhan atau fasilitas pengeboran minyak lepas pantai. Mereka juga dapat menggunakan penyelam bawah air ataupun kendaraan tanpa awak sebagai pembawa bahan peledak untuk melakukan serangan dengan sasaran seperti; jembatan antar Negara, terowongan bawah laut, pipa-pipa, maupun kabel-kabel bawah laut. Ranjau adalah juga senjata yang efektif karena harganya yang murah, mudah diperoleh, mudah disebarkan, sulit dilacak, serta tidak membutuhkan keahlian yang tinggi. Serangan ini akan semakin berbahaya jika sasarannya berupa kapal pengangkut minyak (tanker), bahan kimia, LNG ataupun kapal penumpang/pesiar (liners, ferries).
c.Kejahatan Trans Nasional dan Pembajakan. Perdagangan internasional yang semakin berkembang, masih bertumpu pada domain laut telah pula dibarengi dengan penggunaan laut untuk tujuan-tujuan kriminal. Kejahatan yang menonjol dalam katagori ini adalah; penyelundupan manusia (people’s smuggling), obat-obat terlarang, senjata api dan barang-barang terlarang lainnya, serta perompakan bersenjata diatas kapal telah menjadi ancaman nyata bagi keamanan maritim. Pembajakan di laut (piracy) telah menghantui masyarakat maritim internasional seperti yang pernah terjadi di perairan Somalia dan sekitarnya. Tuntutan uang untuk pembebasan para sandera yang begitu besar dari para pembajak, sulit dipahami kalau hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari, tetapi pasti ada tujuan yang lebih besar dari itu. Disinyalir ada investor yang mendalangi pembajak Somalia. Penyelundupan obat-obat terlarang lewat laut, telah menghasilkan uang yang banyak untuk membiayai sindikat-sindikat criminal terorganisir dan organisasi teroris internasional. Dengan menggunakan sistem finansial internasional uang-uang ini (money laundering) sulit dilacak sumbernya. Penggunaannya bermacam-macam seperti; menyogok pejabat pemerintah, membiayai penyelundupan senjata, illegal immigrants dan gerakan-gerakan bawah tanah (clandestine) operasi teroris.
d.Perusakan lingkungan laut (environmental destruction).Kegiatan-kegiatan yang disengaja yang berakibat pada terjadinya bencana lingkungan laut, berdampak negative yang luas bagi kelangsungan ekonomi dan politik disuatu wilayah regional. Dekade belakangan ini seolah-olah terjadi kompetisi dalam merusak sumber daya laut (marine resourses) , misalnya penangkapan ikan secara berlebihan, yang seringkali menimbulkan sengketa kekerasan antar nelayan penangkap ikan. Demikian pula terjadinya polusi laut yang sering dilakukan oleh kapal-kapal (tankers) yang sengaja membuang sisa-sisa minyak hasil pembersihan tangkinya dilaut. Aksi-aksi pencemaran dilaut jika dibiarkan akan merusak lingkungan laut bahkan lebih jauh lagi dapat berakibat terjadinya konflik antar Negara bertetangga sehingga akan mengganggu stabilitas keamanan regional.
e. Imigrasi illegal lewat laut. Masalah migrasi internasional sudah terjadi sejak lama dan akan tetap menjadi masalah yang krusial bagi keamanan maritim ditahun-tahun mendatang. Migrasi trans-nasional disebabkan oleh berbagai factor antara lain; kemerosotan kesejahteraan sosial disuatu Negara tertentu, kekacauan politik yang mengakibatkan terjadinya tekanan pada sekelompok masyarakat dewasa ini dsb, akan terus mendorong terjadinya migrasi yang pada gilirannya akan menimbulkan ketidakstabilan politik regional. Contoh soal, migrasi lewat laut dari Negara-negara Asia Selatan yang bertujuan ke Australia hampir seluruhnya melewati perairan Indonesia. Yang berbahaya bila kelompok teroris memanfaatkan atau mengambil keuntungan dengan cara menyamar sebagai imigran serta mengelabui aparat keamanan di lapangan.
4. Langkah kedepan.
Berbeda dengan matra darat, maka laut saling berhubungan satu sama lain diseluruh dunia. Oleh karena itu maka ancaman terhadap keamanan maritim di bagian dunia yang lain dapat pula terjadi di perairan Indonesia, yang membedakannya mungkin hanya intensitas maupun volumenya, sedangkan aktor, sarana dan modus operandinya bisa sama. Selain dari itu, kejahatan trans-nasional tidak mengenal batas Negara dan wilayah maritim. Berdasarkan kenyataan ini, maka Negara-negara maritim di dunia menyadari bahwa untuk memerangi atau menanggulangi ancaman Keamanan Maritim, tidak dapat dilakukan oleh satu Negara saja, melainkan harus dilakukan secara bersama dalam bentuk kerjasama antar Negara (multilateral cooperation). Khususnya untuk Negara-negara Asia Tenggara (dan ASEAN Plus), dimana Indonesia ikut serta, telah sepakat membentuk berbagai organisasi kerjasama dibidang Keamanan, utamanya keamanan maritime dan forum-forum pertemuan dan dialog, seperti; Asean Regional Forum (ARF), Asean Defence Minister Meeting (ADMM), Asean Political and Security Council (APSC). Selain daripada itu, terdapat kerjasama bilateral antar Negara Asean maupun dengan Negara non Asean yang berbatasan seperti antara Indonesia dan Malaysia, Indonesia dan Australia. Berbagai inisiatif juga telah disodorkan oleh Amerika Serikat – yang mempunyai kepentingan besar dikawasan Asia Tenggara – yang cukup mengikat yakni; Proliferation Security Initiative (PSI) dan Container Security Initiative (CSI).
Namun berbagai kerjasama multilateral dan bilateral tersebut di atas, umumnya baru tertera di atas kertas, dan masih membutuhkan kerja keras untuk mewujudkannya dalam bentuk pengerahan kekuatan dilapangan. Bagaimana manajemen operasionalnya, Aturan pelibatan (rule of engagement), wilayah operasi, dukungan logistiknya, serta sarana (kekuatan) yang dipakai, masih perlu diatur agar dapat berjalan baik dan mencapai tujuan yang ditentukan. Seperti yang sudah diutarakan diatas, Indonesia menghadapi masalah dalam hal penegakan hukum dilaut. Banyaknya instansi pemerintah Indonesia berkecimpung di laut mengakibatkan penanganan penegakan hukum dilaut justru tidak efisien dan efektif. Kita menganut multi agencies-single task, dan bukannya single agency-multi tasks yang mana malah membawa banyak kerugian dan pemborosan. Salah satu upaya yang harus diwujudkan segera ialah pembentukan Indonesian Sea and Coast Guard (ISCG). ISCG telah diamanatkan dalam UU No 17 tahun 2008 tentang Pelayaran.
Namun yang perlu dipahami adalah suatu ISCG yang ideal hendaknya mampu melaksanakan tugasnya untuk menanggulangi kedua jenis ancaman terhadap keamanan maritim seperti yang diterangkan diatas; symmetric threats dan asymmetric threats. Dengan demikian nantinya Indonesia telah memenuhi ketentuan hukum Internasional dan hukum Nasional bahwa instansi yang berwewenang melakukan penegakan hukum di laut yurisdiksi Indonesia hanyalah Kapal-kapal perang Angkatan Laut RI (fungsi Constabulary) dan kapal-kapal Pemerintah RI yaitu ISCG . Ada beberapa alasan mengapa kita memerlukan ISCG:
1. Sebagai konsekuensi dari keanggotaan Indonesia dalam IMO, karena itu harus melaksanakan ketentuan dalam SOLAS 1974 dan UNClOS 82.
2. ISCG akan menyatukan tugas dan fungsi semua instansi penegak hukum di laut, berikut aset yang dimiliki, sehingga akan lebih mudah melakukan interaksi dengan badan serupa yang dipunyai oleh Negara lain (utamanya tetangga), dalam hal memberikan kepastian hukum dan akses masuk yang jelas.
3. ISCG yang pada hakekatnya berwajah “sipil”, akan memberikan kepastian bagi Negara, contohnya Jepang, untuk memberi bantuan keuangan, alat, pendidikan dsb.
4. Kapal-kapal ISCG yang beroperasi di laut akan memiliki “bargaining power” yang lebih kuat (diluar KRI) bila dibandingkan dengan misalnya kapal-kapal KKP atau Bea Cukai. Dengan kata lain kapal-kapal Coast Guard memiliki wibawa yang lebih besar sehingga tidak mudah dilecehkan oleh Negara lain.
5.ISCG akan menjadi counter part yang tepat bila akan melakukan latihan bersama dengan Negara-negara yang memiliki Coast Guard seperti AS, India, Jepang atau Australia.
6. Karena merupakan badan tunggal pelaksana operasi dilapangan, maka ISCG akan dipimpin oleh seorang Kepala atau Komandan atau apapun namanya yang memiliki kewenangan Komando operasi dan pembinaan dan bukan menjalankan fungsi koordinasi seperti Bakorkamla saat ini.
7. Dengan terbentuknya ISCG maka upaya penegakan hukum dan ketertiban dilaut dapat dilaksanakan secara manunggal sehingga tercapai efektifitas dan efisiensi tugas, tidak tumpang tindih, serta dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat maritime Indonesia, menghindari pemborosan uang Negara, yang pada gilirannya dapat mengurangi kerugian Negara akibat kegiatan illegal dilaut.
8. Negara-negara tetangga yang memiliki Coast Guard seperti Malaysia, Singapura, Australia, Philipina, India dsb, akan mempunyai mitra yang jelas di Indonesia sehingga mudah menggalang kerjasama dalam bentuk Operasi bersama , latihan, pendidikan dan sebagainya.
9. Indonesia telah memiliki BAKAMLA yang bertugas melakukan penegakan hukum di laut di seluruh perairan yurisdiksi Indonesia. Kita sebagai masyarakat maritim sangat mengharapkan agar performance Bakamla tidak seperti pendahulunya Bakorkamla. Melainkan benar-benar menjadi satu institusi Pemerintah yang berwewenang melakukan penegakan hukum di laut setara dengan Coast Guard di negara-negara lain. Ini artinya di Indonesia hanya ada dua instansi yang diakui melakukan tugas-tugas tersebut yaitu TNI-AL dengan KRInya dan BAKAMLA. Hal ini sangat sesuai dengan UNCLOS 1982.
5. Penutup.
95% ekonomi perdagangan dunia dilakukan lewat laut oleh karena itu keamanan dan keselamatan dilaut mutlak harus terus terpelihara. Seiring dengan paham globalisasi, sistem demokrasi dan keterbukaan komunikasi dan informasi saat ini, maka tingkat ancaman baik dari segi kuantitas maupun kualitas terhadap keamanan maritim semakin meningkat pula. Posisi geografis Indonesia yang berada diposisi silang dunia sangat rentan terhadap ancaman ini, mengharuskan Indonesia menaruh perhatian besar dalam masalah-masalah keamanan maritim, sebab jika tidak kita akan terus mengalami kerugian tidak saja secara ekonomi bahkan juga secara politik, pertahanan dan sosial budaya. Kerjasama regional di bidang Keamanan memang diperlukan, namun Kepentingan Nasional Indonesia hendaknya diatas segala-galanya. Secara internal sudah saatnya Indonesia menata manajemen keamanan maritim untuk menghindari kerugian berkelanjutan akibat penegakan hukum dilaut yang tidak efektif dan efisien. Badan tunggal yang berwewenang melakukan penegakan hukum dilaut yaitu Indonesian Sea And Coast Guard perlu segera diwujudkan.
Pelaksanaan event International KOMODO 2016 dalam bentuk Fleet Review diperairan Mentawai Sumatera Barat adalah merupakan wujud kerjasama maritim antar negara-negara yang berkepentingan terutama menyatukan persepsi masing-masing serta mengakui bahwa laut dan lautan harus dikelola dan dijaga begitu rupa agar dapat dimanfaatkan untuk kesejahteraan sebesar-besarnya bagi umat manusia.
Selamat Malam.
Mohon izin Pak,Izin memperkenalkan diri Nama Ruth Aprillia, semester 2 Jurusan Ketatalaksanaan Pelayaran Niaga&Kepelabuhanan di Sekolah Tinggi Maritim “AMI”. Mohon izin Pak,jika diperkenankan untuk magang di Bulan Agustus,berhubung libur akhir semester.Terima Kasih Pak.
Selamat Malam.
Selamat siang,
Halo Ruth, saya Amelia staf FKPM. Terima kasih atas perhatian dan ketertarikannya, namun mohon maaf, FKPM tidak lagi membuka kesempatan magang. Silahkan mencari alternatif di kementerian atau institusi terkait lainnya ya. Semoga sukses.
Salam,
Amel