…more than 160 years, the Naval Academy has served as a beacon of moral and ethical leadership to the nation and to the world, producing leaders of uncompromising character, who have fought our wars with honor and have gone on to serve as positive role models in the civic affairs of this nation and the world (The Stockdale Center for Ethical Leadership, USNA, Annapolis) [1]…“the officer must have strength of character—‘the ability to keep one’s head at times of exceptional stress and violent emotion.’ [2]. A recent National Leadership Index showed that American citizens were more confident in the leadership of the military than any other professional and governmental bodies, …. (Pittinsky, Rosenthal, Welle, & Montoya, 2005) .[3]—The great leader is not necessarily the one who does the greatest things, (but) he is one who gets the people to do the greatest things (Strock 1998,p.17) [4]…You must lead yourself first (Greg Hastings) [5].
Menyongsong SDM Indonesia kedepan, di-butuhkan teknologi manajerial dan kualitas manusia, khususnya kualitas pemimpin yang memiliki loyalitas nasional [6]. Kepemimpinan militer adalah komoditi perdagangan yang membuat aliran darah tubuh militer bergerak terus dan berbeda dengan lain. Berbahaya, apabila militer keliru menggunakan hak senjata yang mematikan (lethal) [7]. Mungkin betul slogan USNA, USAFA [8] di-atas sebagai ikon mencari pemimpin ber-etika dan ber-karakter. Pelatihan & pembelajaran tidaklah cukup menghafal Juk dasar kepemimpinan saja (via jembatan keledai, pen) bahkan satu semesterpun tidaklah cukup. Studi kepemimpinan oleh Harvard [9], adalah signal kuat dari perguruan tinggi kelas dunia yang berminat kuat terhadap isu kepemimpinan.
John Kotter, penulis Harvard tentang kepemimpinan, karya tulisnya popular dikalangan siswa senior US Army War College [10]. Kerasnya pendidikan militer, ketatnya seleksi, dan padatnya materi serta upaya pengembangan moral, etika, mental, disiplin, melalui kredo, sumpah, janji serta pendampingan kementoran–tidak semua elite militer ber-kelas “petarung” (warrior) bahkan sebagian keluar dari batas harapan. Kasus kepemimpinan melibatkan perwira, meski di-unit yang lebih kecil para bintara menjadi profil panutan. Dimensi kepemimpinan sangat luas, bukan sebatas ethika, kepribadian, moral, loyalitas, pembinaannya, atau gaya yang dibawakan. Belakangan; muncul isu kepemimpinan buruk dan racun seperti pencitraan, ineffisiensi, beda di-depan dengan fakta, kebohongan, tidak-jujur, narsis, korup, dll. Iklim di-lingkungan marinir, kapal selam, kapal atas air, kapal induk, penerbangan, passus atau elite dan staff berbeda, bahkan antar Angkatan. Pemimpin nasional kebanyakan terdidik di-Akademi Militer semua Angkatan, karena itu penulisan banyak mengambil referensi almamater-almamater tersebut.
Perjalanan panjang pemimpin militer
[1] It’s critical that Army leaders be agile, multiskilled pentathletes who have strong moral character, broad knowledge, and keen intellect. They must display these attributes and leader competencies bound by the concept of the Warrior Ethos. Leaders must be committed to lifelong learning to remain relevant and ready during a career of service to the Nation [11].[2]There may be “born leaders” but there surely are far too few to depend on them. Leadership must be learned and can be learned (Peter Drucker) [12]
Studi (disiplin) kepemimpinan telah melalui jalan panjang untuk mendefinisikan diri. Banyak cara pandang kepemimpinan, mulai dari sudut teori manusia besar (The Great Man Theory), yang melahirkan konsep pemimpin memang dilahirkan [13], hingga teori “sifat kepemimpinan” yang melekat di-dalam, di-bumbui kepemimpinan transaksional, transformasional, dll [14]. Berkembang pemimpin berethika, mengagungkan diri, otentik, di-sengaja, kolaboratif bahkan lebih jelek—buruk atau racun dan hadir dalam beragam varian organisasi militer, menambah kesulitan pelibatan kepemimpinan ini. Wajarlah kalau waktu dan konsep pendalaman memakan waktu panjang. Akademi militer menggunakan seluruh semester yang ada (8 semester) untuk tatap-muka, pelatihan kepemimpinan, diskusi grup, studi kasus, seminar, ceramah dari selected leader, penugasan dan lain-lain. Akademi Angk Laut menjadi lembaga primer untuk mencetak pemimpin Angk Laut masa depan, sama halnya dengan Akmil dan AAU.
Atribut kepemimpinan adalah…memiliki karakter kuat, kapabel mendemonstrasikan etika, moral, mental dan phisik yang siap menghadapi konflik (low level—high) sampai pertempuran mati hidup, memberikan sumbangan maksimum kepada keamanan nasional dan kesejahteraan negaranya melalui dharma kepemimpinan berkelanjutan sewaktu aktif maupun selaku warga-negara biasa [15]. Persyaratan masuk sungguh kompetitif, mengingat posisi-nya biasanya masuk 10 perguruan tinggi terbaik. Pola tiga elemen seleksi di-gunakan sebagai syarat awal mengikuti pendidikan di-Akademi, yakni skor akademik, skor kepemimpinan dan skor panel seleksi (pantuhir). Seleksi lewat tiga (3) elemen sesuai bobot masing-masing, periksa tabel dibawah ini [16].
Hint: GPA (sama IPK tingkat SLA), SAT mungkin standard academic test. Perhatikan komponen akademik berbobot 60 % nya.
Pemantauan pengembangan kepemimpinan individu perwira adalah program berkelanjutan dan sangat progresif serta ketat monitor di-mana mereka bertugas[17]. Melalui riset dua (2) dari elemen itu (Akademi dan Kepemimpinan) signifikan kapabel guna memprediksi sukses/gagal-nya seorang kadet bahkan perwira (setelah lulus) [18]. Setelah di-tinjau ulang di-hasilkan bobot agak berbeda, periksa tabel dibawah ini [19].
Hint: perhatikan perubahan bobot di-elemen akademik maupun kepemimpinan menjadi 75 % dan 25 %, panel seleksi menjadi 0 %.
AD-AS menyebutnya sebagai program pengembangan kepemimpinan. Angk lain melakukan hal yang tidak terlalu sama, mungkin domain operasional dan kebutuhan agak berbeda plus hadirnya tradisi, budaya, kebiasaan dan system nilai yang dominan masing-masing Angkatan. Kurikulum pelatihan, pendalaman maupun pengajaran kepemimpinan di-salurkan melalui tiga (3) domain kelembagaan yang terlibat, yakni Angk sendiri, satuan operasional dan individu masing-masing. Setiap domain mendayagunakan kegiatan pelatihan, pendidikan, dan pengalaman (studi kasus/tukar menukar pengalaman) agar tingkat kualitas pemimpin semakin meningkat. Pelajaran yang di-dapat dari ber-bagai perang mengungkap perlunya kompetensi kepemimpinan lebih luas dan konsekuensi model pengembangan kompetensi agar memenuhi harapan operasi mendatang. Col Frederick M. O’Donnell [20] mengusulkan ekspansi kompetensi perwira junior. Mungkin ini penyebab AD melakukan riset bulan Nov tahun 2002, berakhir tahun 2004 melalui proses panjang kajian kurikulum dan pelatihan kepemimpinan. Obyektif kompetensi kepemimpinan adalah terbangun-nya pemimpin yang effektif, kapabel mempengaruhi individu di-dalam agar organisasi sukses [21]. Materi pengembangan di-rujuk dari mengalir-nya visi organisasi (maunya organisasi) turun menjadi visi “kepemimpinan yang jelas”, lanjut dengan ujud phisik (seperti apa) yang bisa dihasilkan (desired result) oleh kepemimpinan yang jelas, kemudian di-jabarkan dalam kompetensi yang “pas”. Kompetensi yang melibatkan klaster, ketrampilan, kesanggupan dan ciri-ciri individual yang di-tengarai kuat [22] dan kapabel membawa organisasi lebih sukses ini kemudian turun dalam “road-map”, yang memonitor performa kepemimpinan setiap individu sebagai kontrol per periodik guna menaksir perkembangan kepemimpinan (baca: potret).
Kepemimpinan yang buruk dan racun (bad & toxic leadership)
[1] ….Bad leadership divides into two categories: ineffective and unethical…[23].
[2] We can’t have leaders who are risk averse, we can’t have leaders who are micro-managers and don’t trust their subordinates — [that’s] the kind of toxic leadership that we can’t afford. — General Raymond T. Odierno, Chief of Staff, U.S. Army [24].
Tipikal ini mulai memasuki kamus budaya publik (mainstream culture). Sebelumnya beredar (hanya) di-kalangan jurnal ilmiah tingkat atas, ruang makan atau ruang terbatas dilingkungan militer. Keseriusan ini meningkat menjadi liputan psikologik pop dan konsultan (periset) manajemen militer [25]. Apapun perilaku pemimpin, pemimpin akan menentukan performa organisasi. Berbekal ethos kerja positif dan peduli dengan organisasi, hampir pasti organisasi menerima buah yang manis [26]. Isu tidak effektif atau misi yang gagal merupakan ikon pemimpin kurang beruntung, sedangkan pemimpin yang gagal melaksanakan misi dan gagal membina bawahan lebih effektif adalah pemimpin racun (toxic leader) [27]. Kepemimpinan racun di-AD cukup lama berkembang. Khusus tahun 2011 empat (4) Pwa senior AD–AS, di-non-aktifkan. Ancaman pemimpin racun ini bukan barang baru, di-tahun 2003, Menteri AD–AS, Thomas. E. White mengajak US Army War Coll untuk melakukan riset…katanya; “address how the Army could effectively assess leaders to detect those who might have destructive leadership styles.” [28].
Isu kepemimpinan yang sangat serius [29] dan terdefinisi sebagai pemimpin yang egois, intimidasi & memaksa bawahan, dll—dampak negatif terhadap kinerja unit [30]. Barbara Kellerman; Kapus studi lanjut kepemimpinan Harvard Univ, menyebutkan bila pemimpin tidak ber-ethika atau narsis atau amoral—organisasi memetik hasil buruk, bisa lebih buruk [31]. Dua model peran di-dalam; yakni pemimpin dan pengikut. Pemimpin butuh pengikut effektif untuk itu pemimpin harus kapabel menciptakan-nya. Versus isu kepemimpinan buruk akan mengerucut pada dua (2) komponen pokok; yakni ethika dan effektifitas. Wajar kalau Kellerman membagi tingkat paling mendasar dari kepemimpinan buruk dalam dua (2) ketegori; tidak effektif dan tidak berethika. Pemimpin yang tidak effektif adalah pemimpin yang gagal menampilkan perubahan signifikan sesuai keinginan organisasi. Isu ethika hanyalah cara pandang yang pantas dan tidak, non-ethika dan di-klim tidak sanggup berlaku sopan yang sangat mendasar maupun berperilaku baik—proses kepemimpinan ternodai[32]. Adem Yavas, periset Turki menyatakan beberapa tahun belakangan ini “sisi gelap” kepemimpinan (racun) ini menarik perhatian ilmuwan. Isu yang terjadi tidak di-pemerintahan bahkan swasta. Kepemimpinan racun ini di-klim menurunkan effisiensi, effektifitas-biaya organisasi, laju absensi, meningkatkan mutasi personil, dll [33]—iklim yang kurang sehat dan berpeluang menimbulkan konflik dalam organisasi. Meski studi tentang pemimpin racun mengerucut pada situasi negatif, belum satu konsensus terdefinisi. Racun sebagai kata yang mewakili varietas kepemimpinan disfungsional. Kesatuan konsensus diharapkan kapabel menciptakan skala yang mudah diterima semua pihak untuk riset empirik [34].
Kepemimpinan racun, dengan beberapa definisi dibawah ini [35]:
- Tirani kecil, (bahkan Ashforth, 1997, menyebut tirani). Tendensi mendewakan, mengkultuskan atasan.
- Supervisi kasar, (Tepper, 2000, menyebut hostile verbal/non-verbal). Sebagai serangan verbal atau non verbal, tanpa kekerasan phisik.
- Kepemimpinan merusak (destructive). Perilaku pemimpin (supervisi, manajer) yang melanggar aturan main dan hak yang sah, dengan mensabot tujuan, misi, sumber daya, effektifitas, motivasi, kesejahteraan dan tingkat kepuasan bawahan.
- Perundungan di-tempat kerja. Perilaku negative terus menerus kepada “bawahan” yang bahkan sangat lemah untuk melindungi dirinya sekalipun.
- Karakter disfungsional. Merusak dan menunjukkan karakteristik disfungsional tertentu.
Whicker, pencetus istilah pemimpin beracun pertama kali dalam literatur, mendefinisikan pemimpin beracun sebagai “tidak sesuai, tidak pantas dan sering berlaku jahat ” [36]. Lubit menyatakan bahwa pemimpin racun adalah….narsis, agresif, kaku dan cacat (jiwa) [37]. Riset Hair & Andersen, Tatham & Bileck, tahun 1998, dengan sampel 0.926 (92 % lebih sampel) melihat karakteristik pemimpin racun (factor 1, 2, dst) sebagai berikut (tabel tidak menggambarkan penuh sesuai ref),
..dan seterusnya [38].
…dan seterusnya.
…dan seterusnya.
…dan seterusnya.
Melalui analisis factor, di-dapat variabel yang relevan dan signifikan (ada yang didrop atau berubah posisi):
Hint: Perhatikan dari factor 1 sampai dengan 5, didapat sub-sub variabel yang lebih relevan, bedakan dengan tabel sebelum perbaikan dengan analisis factor, misal: factor 4, sub variable S16, tadinya di-urutan bawah (tdk nampak) sekarang menjadi urutan teratas, dan ada yang sebaliknya—-misal: he does not act as a colleague, manager, or counterpart, he acts as boss. …dan lain-lain, masih banyak yang bisa di-ungkap dengan teknik statistik inferensial.
Kellerman melihat pembagian di-atas bukan tipologi pemimpin buruk tapi buruknya kepemimpinan [39]. Komen George E. Reed (purn AD-AS);…gaya memimpin yang merusak tidak mendongkrak nilai, bahkan merugikan organisasi [40]. Lanjut Reed … an apparent lack of concern for the well-being of subordinates and a personality or interpersonal technique that negatively affects organizational climate and a conviction by subordinates that the leader is motivated primarily by self interest [41]. Akhir komentar Reed,…Ask a group of military officers and non-commisions officers if they have considered leaving the proffesion of arms becaused of the way a supervisor treated them, and, depending on their time in service, anywhere from a third to all of them will raise their hands to say yes [42].
Kajian ethika, moral, kepemimpinan transformasional dan transaksional
The development of the moral element of leadership is very often ignored in the training and education of military officers—non-commissioned, staff non-commissioned, and commissioned. This is partly due to the lack of understanding of the developmental stages in the career of a service member [43]
Kajian, riset, telaan (semua-nya adalah evaluasi atau laporan), terdefinisi sebagai investigasi suatu materi atau sumber tertentu dalam rangka menemukan fakta dan capaian konklusi baru dengan menggunakan cara ilmiah seperti methodologi, model (kerangka masalah), pendekatan, data real time, observasi aktual dan uji verifikasi, validasi, dll. Ethika kepemimpinan bertumpu pada tiga pilar: (1) karakter moral pemimpin; (2) legitimasi ethika dari nilai-nilai yang tertanam dalam visi, artikulasi dan program pemimpin yang diikuti atau ditolak pengikut; (3) moralitas dari proses pilihan dan tindakan ethika sosial yang melibatkan dan diikuti oleh para pemimpin dan pengikut [44]. Diskursus moral lebih normatif, mudah di-tangkap dalam kalimat benar/salah, baik/buruk, dan bagus/jahat [45]. Tiga (3) dimensi kepemimpinan—moral, phisik dan intelektual adalah materi yang sulit ditanamkan dan dikembangkan, apalagi di-jadikan satu unit pengukuran yang sama [46]. Aspek atribut fisik kepemimpinan—keberanian, kebanggaan, daya tahan, dan bahkan tampilan, di-kembangkan melalui pelatihan yang ketat & disiplin. Aspek intelektual kepemimpinan—di-kembangkan melalui studi intensif tentang sifat manusia, manajemen krisis, kepemimpinan, teknik pengambilan keputusan, filsafat, logika, matematika & sains, dsb (melebur dalam program studi (pilihan/majoring). Aspek moral/ethika kepemimpinan—menanamkan perilaku etika pada orang lain jauh lebih sulit dan butuh waktu untuk dikembangkan bagi kepribadian perwira. Militer masih belum meng-klim hadirnya metode effektif mengatasi kegagalan moral/ethika [47]. Di-lingkungan militer, “moral” dan “motivasi” sering digunakan bergantian untuk merujuk kesiapan prajurit untuk bertarung dan berkorban demi misinya. Studi oleh Col. Gal, IDF [48] menyatakan;…moral lebih menggambarkan kondisi kelompok dan motivasi; terutama gambaran atribut individu dalam pertempuran. Kedua konsep ini sering di-gabungkan, bahkan beberapa penulis mendefinisikan moral dan motivasi yang saling tergantung [49]. DoN (Depart of the Navy, US) memandang penting ethika di-kembangkan [50]. Etika adalah sistem nilai moral dan moral adalah prinsip perilaku benar dan salah—pengembangan moral adalah upaya belajar menjadi lebih baik dari kesalahan selama ini. Pembelajaran isu moral ini dapat di-bagi dalam empat (4) tahap; kepatuhan, pemahaman moral, kematangan moral, dan ambisi moral [51]. Bukan barang baru—bahkan militer Roma sudah menggunakan, mulai dari obecessium (patuhan pada perintah & arahan), fides (yakin pada organisasi yang mengeluarkan perintah & arahan), integritas (keutuhan, kelengkapan, integritas)[52]. Moral adalah elemen penting kepemimpinan, sedang pengembangan moral dalam pelatihan & pendidikan membutuhkan model peran (role models) [53]. Moral adalah penentu kritis terwujudnya performa, motivasi dan entusiasme dalam organisasi. Moral adalah status pikiran…apa yang ada dalam individu. Moral, pasukan, unit, teman, semua yang ada dalam pikiran semua orang dalam kelompok di-jamin mendorong maju terus atau sebaliknya tidak bermoral akan mundur atau menyerah. Kondisi ini berpengaruh langsung terhadap keberanian, kepercayaan diri, disiplin, antusiasme, semangat dan kemauan pasukan untuk menanggung beban kesulitan, pengorbanan, heroism atau apapun selama bertugas. Isu moral sudah lama menjadi keprihatinan elit militer [54]. Moral menjadi perekat unit, agar satuan tidak mudah menyerah dan mundur. Moral di-orientasikan sebagai kondisi pikiran ke-depan dan percaya diri yang relevan & vital demi tujuan bersama [55]. Manning memandang moral sebagai semangat dan kegigihan anggota kelompok. Grinker memandang sebagai kekuatan psikologik kelompok sebagai semangat bertempur [56]. Moral penting bagi militer modern, karena memainkan kunci versus beberapa perubahan dan tantangan yang dihadapi. Moral adalah fondasi pasukan masa depan. Moral lebih banyak mengalir dari atas ke-bawah bukan sebaliknya—besar kecilnya moral tergantung besar kecilnya gaya kepemimpinan yang ada. Ada hubungan kuat antara gaya transaksional dan transformasional (bersama-sama) terhadap moral. Kepemimpinan seseorang di-pahami sebagai perspektif perilaku. Konklusi Burn (1978) & Bass (1985) menyatakan bahwa kepemimpinan terbagi dalam dikotomi—transaksional dan transformasional[57]. Berangkat dari hyphothesis gaya kepemimpinan yang lebih menyumbangkan sukses (tidaknya) seorang perwira [58]. Gaya transaksional dikenal sebagai gaya “bercerita”, fokus kepada struktur [59], hasil, ganjaran dan penalty. Pengikut termotivasi janji, pujian, dan penghargaan dari para pemimpin. Terkoreksi oleh umpan balik negatif, teguran, ancaman atau tindakan disipliner. Pemimpin bereaksi terhadap “transaksi” antara pemimpin dan pengikut, contoh; Jend Norman H. Schwarzkopf. Gaya ini cocok dengan situasi dimana reaksi atau response segera diperlukan serta hadirnya instruksi dan informasi yang mengalir deras dari atas kebawah. Keunggulan transformational adalah lebih strategik, visioner, menantang dan karismatik. Mengapa disebut transformasional? Pemimpin dan pengikut bertransformasi mempertajam cara pandang kedepan. Transformasional bekerja baik dalam perubahan situasi, idea yang mengalir bebas dan subordinasi yang berani dan terdorong menyumbangkan solusi terbaik. Gaya ini sukses merangsang minat, membangkitkan kesadaran dan memotivasi untuk melihat peluang bekerja yang lebih berkualitas [60] menuju obyektif yang lebih effisien didepan mata. Kepemimpinan transformasional di-dukung empat (4) komponen [61]; kharismatik atau pengaruh idealisme, motivasi inspirasi, stimulasi intelektual, dan pertimbangan individual—kepemimpinan yang dianjurkan sebagai pemimpin membangun. Contoh; Gen. Omar Bradley, ketua Kas-Staf gabungan pertama kali dan Jendral bintang lima terakhir[62]. Gaya melayani (server) tapi jarang seperti Gen. Matthew B. Ridgway dan gaya autokrasi seperti Gen. George S.Patton [63]. Riset Yammarino & Bass, tahun 1989 versus lulusan USNA [64]—kepemimpinan transformational lebih besar peran-nya terhadap performa penugasan di-bandingkan transaksional. Diversitas dan aktifitas olahraga besar sumbangan-nya terhadap berkembangnya kepemimpinan transformasional…those who played varsity sports (olahraga tim) were seen as more charismatic, individually considerate, inspirational, and intellectually stimulating, and also more transactional in terms of rewards and promises than those who did not play varsity sports [65]. Thesis Jeff Rogers menyatakan;…lessons taught in sports and athletic activities are suggested to be a positive factor in the prediction of midshipmen (kadet, pen) and officer performance (Leskovich, 2000 & Zettler, 2002) [66]—mengapa aktifitas olahraga tim dan atletik sangat di-pertimbangkan sebagai syarat masuk Akademi militer.
Apa yang dikerjakan masing-masing Akademi Angkatan?
One of the most important things you can do as a leader is to develop other leaders. Those leaders will affect hundreds, if not thousands, of other people. [67]
Dikarenakan kurangnya tulisan, kertas karya, dan produk riset di-Akademi Angkatan RI, sulit membahas isu dari dalam. Di-lain pihak begitu banyaknya referensi yang mudah di-dapat dari Akademi militer asing sangat membantu memudahkan kajian. Sangat di-pahami mengapa Akademi Angkatan asing mengembangkan konsep pelatihan, pembelajaran tersendiri masing-masing. Akar ke-ilmuan bisa sama, namun tradisi, kebanggaan, sejarah, kebiasaan, system nilai masing-masing Angkatan ber-beda. Karena itu Akademi Angkatan berdiri di-lahan masing-masing, dengan pakaian khas sendiri, tradisi, system nilai, maupun atribut lainnya dan memiliki kebebasan mengelola kepemimpinan khas berbasis kepentingan masing-masing. Tiga Akademi sepertinya mengembangkan program studi teknik (engineering) yang relative sama kuatnya, bisa jadi kl porsi teknik 75 %, sisa-nya humaniora/social [68]. Angk Udara banyak berharap pemimpin masa depan mendominasi ruang Angkasa, karena itu basis engineering dan kepemimpinan yang mendukungnya dibangun kearah sana. Di-AAL hadirnya bapak nuklir AL-AS, Laks G.H Rickover, membuat usulan perombakan kurikula. Tahun 1970-an, USNA lebih di-kenal sebagai pencetak perwira muda insinyur dan sebagian besar masuk dalam Armada nuklir (kapal induk, kapal atas air, kapal selam). Elemen pengembangan kepemimpinan selama ini bertumpu pada tiga (3) dasar perdebatan, yakni [1] ciri-ciri atau tipikal pemimpin—biology versus development, misal: di-lahirkan, di-latih, di-didik atau di-ajarkan atau dipaksakan ke-posisi tertentu? [2] methoda pengembangan—dikelas atau berdasarkan pengalaman yang di-diskusikan? [3] “keterampilan penting, perspektif serta dimensi”. USMA dengan kredo (duty, honor, country) sepertinya mengembangkan konsep kepemimpinan berkarakter (selama 8 semester) dengan skema (dan dasar perdebatan) dibawah ini [69]. Kepemimpinan termasuk salah satu materi pokok yang harus diselesaikan sekurang-kurangnya 2 tahun. Materi pokok tersebut adalah:kimia, ilmu computer, ekonomi, inggris, sejarah, hubungan internasional, hukum, kepemimpinan, matematika, sejarah militer, filosophi, phisika, geographi dan ilmu politik [70]… plus 30 program studi sebagian besar engineering sebagai studi pilihan (majoring). Skema model pengembangan kadet, dengan lima (5) komponen pengembangan karakter; gambar bawah;
Hint: Ibid, halaman 12.
[1] Personil siap dikembangkan; kadet harus terbuka dan siap belajar dari pengalaman. Staf dan fakultas (program studi) bertanggung jawab untuk mengingatkan kadet beragam pengalaman nantinya bermanfaat memberikan sumbangan p pengembangan karakter dan menyiapkan mereka untuk bertugas nanti.
[2] Pengalaman perkembangan: Fakultas memberikan pengalaman kepada kadet sesuatu yang menantang, dinilai dan harus didukung. Pengalaman ini bisa saja di-rencanakan atau spontan. Setiap pengalaman membantu kadet memahami sendiri dan atau orang lain dengan cara baru.
[3] Refleksi: Akademi harus memberi peluang kadet untuk melakukan refleksi (renungan, diskusi pribadi, konsultasi, dll) yang terstruktur sehingga mereka memahami kesenjangan perkembangan mereka. Dua metode reflektif paling kuat (dianjurkan) adalah membuat jurnal dan bertemu dengan mentor yang memiliki harapan tinggi untuk mereka.
[4] Kapasitas dan Pengetahuan Baru: Kombinasi pengalaman perkembangan, dengan pertemuan formal di-kelas dan refleksi terstruktur menghasilkan perspektif, pemahaman dan keterampilan baru.
[5] Waktu: Pengembangan membutuhkan investasi waktu yang signifikan untuk taruna, staf, staf pengajar, dan pelatih. Setiap bagian model ini membutuhkan alokasi waktu persiapan, refleksi terstruktur dan penilaian.
Skema besar dalam tabel, seperti dibawah ini, adalah hubungan antara program, grup dan dukungan akademi untuk pengembangan karakter (Program, Group, and Academy Support for Character Development—Means); yakni; Program Akademik, Militer, Fisik, dan Karakter adalah sarana utama untuk mengembangkan lima sisi karakter individu. Ke-empat program tersebut memiliki sasaran karakter utama dengan warna hijau dan sasaran pendukung dengan warna kuning[71]:
Misalnya, Program Akademik (kolom academic) memiliki tujuan pengembangan karakter utama (primary) dalam moral, kinerja (performance) dan social (hijau dalam kolom primary). Sebagai tujuan pendukung (supporting), program Akademik mengembangkan karakter kewarganegaraan (civic) dan kepemimpinan (leadership). Program lain berkontribusi pada karakter utama dan pendukung berbasis aktivitas mereka. Rincian perkuliahan dari semester 1 sampai akhir, silahkan download Catalog USMA dari tahun ke tahun.
Beberapa buku petunjuk yang digunakan selama perkuliahan kepemimpinan sebagai berikut: Cadet Leadership Development System, West Point Honor System and Procedures, Values Education Guide, Hip Pocket Values Education Guide, Cadet Basic Training Values Education Guide, Cadet Field Training Values Education Guide, New Cadet Character Development Workbook, and West Point White Paper for the Cadet Honor Code and Honor System [72] . Agenda perubahan USAFA di-perkenalkan semenjak tahun 2003, langsung oleh Menteri dan KASAU, dengan waktu yang relative sama dengan perubahan USNA dengan judul the Strategic Plan of the Naval Academy, di-tahun 2002 [73]. Bagi USNA rencana strategik tersebut berbasis petunjuk tahun 1997 yakni the Higher Standard dengan konten pokok adalah; Military Faculty Recruitment and Qualifications, Academy Mission, dan Leadership and Professional Development Changes (berikut jabaran rinci yang tidak dikutip di-sini) [74]. Angk Laut AS dan Angk Udara, sebagai lembaga, menetapkan nilai-nilai yang di-anut sesuai harapan masing masing anggota Angkatan dan nilai-nilai masing-masing Angkatan terbukti sangat mendukung pernyataan misi & visi masing-masing Akademi. Pesan kuat USNA via krido “kehormatan, keberanian, dan komitmen” (honour, courage and commitment), bagi semua kadet dan pesan itu tidak pernah di-lupakan setiap anggota Brigade yang siap ” moral, mental, dan secara fisik” mengarungi kerasnya kehidupan Korps Laut dan Marinir. Analog bagi USAFA dengan krido-nya, yakni “integritas, (kepentingan) dinas diatas segala-galanya, dan produk yang luar biasa (excellence) apa yang telah dilakukan,” (Integrity, Service before self, and Excellence in all we do) ditekankan dalam pernyataan misi dan visi Wing Kadet USAFA[75]. Rencana penting seperti diatas akan menjadi rujukan pengembangan kurikulum kepemimpinan masing-masing Akademi untuk di-aplikasikan dan di-kontrol oleh petunjuk guna terselenggaranya orchestra yang menuntun terbentuknya kepemimpinan yang menjadi panutan kadet masing-masing. Di-simpulkan bahwa riset yang berbasis ilmiah adalah kekuatan abstrak suatu Angkatan, termasuk riset kepemimpinan [76]. Bukan dominir Angkatan tersebut, bahkan kajian dokrin, strategi, operasi, taktik atau manajemen di-percayakan dan terbuka bagi ajensi di-luar kementerian pertahanan. Misalnya RAND, DARPA, DTIC, DRDC, DST, DSTO, dll, milik AS, Australia, Canada, Singgapore, India, Inggris, Perancis, Swedia, dll dengan reputasi dan kualitas produk tulisannya yang sudah di-kenal bahkan di-percaya oleh Kementerian masing-masing sebagai produk kajian pertahanan…selain kajian Universitas terkemuka di-negaranya masing-masing yang tidak kalah kualitasnya. Mereka memanfaatkan sekaligus mendidik ilmuwan sipil untuk melakukan sesuatu yang berharga bagi kepentingan negaranya selain membantu langsung Angkatan masing-masing mengingat anggotanya sudah terlalu di-sibukkan dengan kegiatan rutin sendiri-sendiri. Sampai sekarang tren di-negara manapun pemimpin militer masih merupakan profil percontohan kepemimpinan yang baik…meski di-luar ini hadir kepemimpinan racun. Apapun perbedaan antar tiga Akademi, basis kode kehormatan (honor code) relatif sama, yakni…cadets (USMA, USAFA)/ midshipmen (USNA) can not lie or cheat (curang, nakalan) or steal (mencuri) [77]. Sebagai penutup ada baiknya kalimat ini menjadi simpulan umum[78], …. the military has a distinctive national reputation for the competence and personal and professional character of its leaders.
Pengantar, Tren Kepemimpinan militer sebagai ikon kepemimpinan nasional, konsekuensinya pemilik ikon ini harus memperhatikan perbaikan kualitas pelatihan, pendidikan, diskusi, seminar, tentang kepemimpinan. Berharap akan muncul “warrior atau hero” disamping ada juga (mungkin) kekuatiran hilangnya loyalitas nasional. Sulitnya memperoleh sumber dari almamater Akademi militer RI, memaksa bahasan menggunakan kajian negara lain. Kajian produk ajensi asing yang berkualitas, punya reputasi dan di-percaya melakukan kajian disemua tingkat kepentingan (strategik, operasional, dll) sudah menjadi sumber terbuka era now…dan riset bukan sebatas teknologi saja, termasuk yang lunak (soft) seperti personil, manajemen, dll, sudah menjadi santapan rutin dan di-percaya kementerian pertahanan untuk di-garap di-luar.
[1] USNA (US Naval Academy) memiliki Pusat Studi Etika Kepemimpinan Stockdale, sedangkan USMA (US Military Academy) memiliki Pusat Studi Kepemimpinan yang berkarakter.
[2] Douglas R Lindsay, et-all, Leadership & Character at the United States Air Force Academy, (The Journal of Character & Leadership Integration, August 2010), hal 38.
[3] Pittinsky, T.L., Rosenthal, S.A., Welle, B., Montoya, R.M. (2005). National Leadership Index 2005: A National Study of Confidence in Leadership. (Center for Public Leadership, John F. Kennedy School of Government, Harvard University, Cambridge, Massachusetts),
[4] Miller, Christopher, Ltn USN, The Influence of Leadership on Moral at the US Naval Academy, (Thesis NPS, Dec 2006, MS in Leadership & Human Resources), halaman 10.
[5] Maj Doug Crandell, Leadership Lessons, from West Point, (Journal Leader to Leader Institute, Jossey Baas, 2007), hal 32.
[6] Meskipun secara tradisional ada yang berpendapat pemimpin ada yang dilahirkan, pertanyaan besar versus dunia global dan lingkungan yang begini komplek masihkah bisa bertahankah pemimpin yang tradisional dilahirkan begitu saja?
[7]Hamad Bakar Hamad, Transformational Leadership Theory: Why Military Leaders are More Charismatic and Transformational?, (International Journal on Leadership, Volume 3 Issue 1 April 2015), halaman 2, ….Leadership in military is like stocks in trade (Wong, 2003); it has to be always just right to keep the military moving and making a different (U.S. Army, 1999a, p. 7 as cited by Wong, 2003). The military is an arm of government, authorised to use lethal force, and weapons, to support the Internets of the state and some or all of its citizens.
[8] USAFA = US Air Force Academy, USMA = US Mlitary Academy.
[9] Harvard Business Review, November, 2010… menariknya kepemimpinan militer memaksa Harvard melakukan studi kepemimpinan yang terjadi di-lingkungan militer.
[10] Thomas P. Galvin & LtCol Lance D. Clark, USAF, Beyond Kotter’s Leading Change: A Broad Perspective on Organizational Change for Senior U.S. Military Leaders, Paper US Army War College Department of Command, Leadership, and Management Carlisle Barracks, Carlisle, PA…halaman 1… John Kotter’s 1996 book “Leading Change-2” is popular among U.S. Army War College students and with good reason. The book, and its subsequent editions, is well-written, easy to read, and appears simple to apply toward one of the more vexing challenges facing senior military leaders – how to transform a large, complex organization.
[11] Kirk G. Mensch & Tim Rahschulte, Military Leader Development and Autonomous Learning: Responding to the Growing Complexity of Warfare, (Human Resource Development Quarterly, vol. 19, no. 3, Fall 2008 © Wiley Periodicals, Inc. Published online in Wiley InterScience (www.interscience.wiley.com) • DOI: 10.1002/hrdq.1239), halaman 266…pernyataan Gen.Peter Schoomaker… dalam Foreword of the Army’s primary leadership manual.
[12] James M Strock, Serve to Lead; Your Transformational 21 st Century Leadership System, ….
[13] Toraiheeb Al Harbi, LCDR, Royal Saudi Navy, Navy Definitions of Leadership and LMET/NAVLEAD Competency Clusters Compared To Selected Leadership Theories, (Thesis NPS, Dec 1995, MS in Management), halaman 7… “Leaders are born and not made.” [Ref. 1: p. 225]. Carlyle proposed the “Great Man” theory of leadership. This theory implied that training in leadership was not a subject that was worth considering, since there was a strong belief that leadership qualities were solely a function of heredity and only those who were exceptional and born with those qualities could be expected to perform in leadership positions. According to this theory, identifying leaders was easy – one had only to look for the people who occupied leadership positions.
[14] Transaksional, menitik beratkan hanya pada hubungan antara pemimpin dengan para pengikutnya,….a transactional leader generally does not look ahead in strategically guiding an organization to a position of market leadership; instead, these managers are often concerned with making sure everything flows smoothly today. Gaya kepemimpinan seperti ini cenderung bekerja rutin, hari ke-hari. Transformasional adalah kepemimpinan yang mendayagunakan ilmu dan ketrampilan yang dimilikinya untuk lebih mengungkit (leverage) produk atau outcome organisasi dan lebih memikirkan masa yang datang (strategik)—kepemimpinan karismatik.
[15] Michael S. Styskal, Major USMC, An Assesment of the Educational and Training Needs of a Marine Naval Academy Graduate, (Thesis US NPS, MS in Leadership & HRD, June 2008), halaman 1
[16] How effective Are Military Academy Admission Standards?, RAND Research Brief, periksa www.Rand.org/t/RB9905, halaman 1…pola yang digunakan oleh USAFA yang relatif tidak sama persis di-gunakan USMA (US Military Academy).
[17] Bisa dilhat juga bahwa program pengembangan ini bukan di-dominasi Angk Darat saja, bahkan semua Angkatan baik regular maupun cadangan kekuatan.
[18] Ibid, halaman 2….tentu saja ada peluang indeks sukses sebagai perwira cenderung menurun mengingat lingkungan dan tekanan ditempat kerja jauh lebih besar dibandingkan di-Akademi (pen).
[19] Ibid, halaman 2…perhatikan bahwa inovasi dan inisiatif sangat dihargai sekali demi meningkatkan performa kegiatan apapun juga. Bisa saja tabel pertama tersebut berjalan dalam jangka waktu pendek di-ikuti riset sebagai evaluasi dan hasilnya terjadi pembobotan baru dalam bentuk tabel kedua.
[20] Colonel Frederick M. O’Donnell, US Army, Developing Strategic Leader Competencies in Today’s Junior Officer Corps, (US Army War Coll Research Paper, March 2013), Abstrak.
[21] Jefferey Horey & Jon J. Fallesen, Competency-Based Future Leadership Requirements, (US Army Research Institutes, July, 2004), halaman 2.
[22] Ibid,
[23] Barbara Kellerman (staf pengajar dan direktur riset pusat studi lanjut kepemimpinan Harvard Univ), How bad leadership happens, (Journal leader to leader, Winter, 2005), halaman 42.
[24] Col Stephen A Elle, US Army, Breaking the Toxic Leadership Paradigm in the US Army, (US Army War Coll, Strategy Research Project, Feb 2012), halaman 1. … a disturbing trend has developed within the Army, evidenced by several brigade-level commanders being relieved of duty because of toxic leadership practices. The destructive actions of these senior leaders have provided renewed interest into this leadership area because of the prevalence and seriousness of consequences such leadership failures cause.
[25] https://taskandpurpose.com/military-toxic-leadership-problem
[26] Penulis tidak tercantum, ch.1 What is Ladership? What is Toxic Leadership?, (Academic Libraries and Toxic Leadershp, DOI: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-100637-5.00001-7, halaman 1.
[27] Carl Forsling, The Military Has a Toxic Leadership Problem, periksa https://taskandpurpose.com/military-toxic-leadership-problem. August 23, 2017 at 09:24 AM.
[28] Col Stephen A Elle, US Army, Breaking the Toxic Leadership Paradigm in the US Army, (US Army War Coll, Strategy Research Project, Feb 2012), halaman 1…dan tahun itu juga dilakukan riset personil besar-besaran tentang kepemimpinan.
[29] Angk lain mengalami goncangan isu yang sama, nampaknya tidak banyak yang muncul dalam publikasi terbuka, selain dari AD – AS.
[30] Army Doctrine Publication No. 6-22; periksa, https://inhomelandsecurity.com/address-toxic-leadership-military/, it defines toxic leadership as self-centered leaders who deceive, intimidate, coerce subordinates, and have a negative impact on the mission performance, tulisan Dr. Jarrod Sadulsk, dengan judul : It’s Time to Address Toxic Leadership in the Military.
[31] Penulis tidak tercantum, ch.1 What is Ladership? What is Toxic Leadership?, (Academic Libraries and Toxic Leadershp, DOI: http://dx.doi.org/10.1016/B978-0-08-100637-5.00001-7, halaman 1.
[32] Barbara Kellerman (staf pengajar dan direktur riset pusat studi lanjut kepemimpinan Harvard Univ), How bad leadership happens, (Journal leader to leader, Winter, 2005), halaman 43.
[33] Adem Yaves, Sectoral differences in the perception of toxic leadership, (Journal Procedia, Social & Behavioral Science, 2016), halaman 267, 268.
[34] Ibid, halaman 268.
[35] Ibid, halaman 268.
[36] Ibid, halaman 268,…Whicker, who used toxic leader term for the first time in literature, defines toxic leaders as “maladjusted, malcontent, and often malevolent, even malicious. They succeed by tearing other down”.
[37] Ibid, halaman 269.
[38] Ibid, halaman 271.
[39] Barbara Kellerman (staf pengajar dan direktur riset pusat studi lanjut kepemimpinan Harvard Univ), How bad leadership happens, (Journal leader to leader, Winter, 2005), halaman 44.
[40] George E Reed, Col US Army (Ret), Leadership style, organizational climate and organizational effectiveness: What’s style got to do with it? slides # 13.
[41] Ibid, slide # 19.
[42] Col George E. Reed, US Army (Ret) & LtCol Richard A. Olsen, US Army (Ret), Toxic Leadership: Part Deaux, (Military Review, Journal US Army War Coll, Nov-Dec 2010), halaman 58.
[43] Joseph J. Thomas, Lakefield Family Foundation Distinguished Military Professor of Leadership United States Naval Academy, The Four Stages of Moral Development in Military Leaders, (The ADM James B. Stockdale Center for Ethical Leadership United States Naval Academy), abstrak.
[44] Bernard M. Bass, Paul Steidlmeier, Ethics, Character, and Authentic Transformational Leadership Behavior, (Leadership Quarterly Vol. 10 No. 2, 1999), halaman 182.
[45] Ibid, halaman 185.
[46] Nilai akademik (intelektual) dari berbagai jurusan (program studi) digunakan untuk memilih mereka yang terbaik, bisakah?…mungkin bisa bila program studi memiliki bobot kesulitan (akademik) yang sama, bagaimana dengan program studi (progdi disamakan dengan korps…pelaut, teknik, electro, administrasi, marinir, apakah sama bobot kesulitan akademiknya)? Ketiga Akademi tidak mendemosntrasikan lulusan yang terbaik keseluruhan, terbaik Akademik ya! Tidak ada penggabungan nilai kepribadian (personality) dan kesamaptaan jasmani atau fitness test (seseorang yang phisiknya bagus…apa memberikan sumbangan terhadap suksesnya kepemimpinan-nya?). Intelektual,…jelas sumbangan terbesar terhadap sukses dan performa kepemimpinan bisa diakui dari elemen ini.
[47] Joseph J. Thomas, Lakefield Family Foundation Distinguished Military Professor of Leadership United States Naval Academy, The Four Stages of Moral Development in Military Leaders, (The ADM James B. Stockdale Center for Ethical Leadership United States Naval Academy).
[48] IDF, Israel Defence Forces.
[49] Col Reuven. Gal, PhD, IDF, Unit Morale: From a Theoretical Puzzle to an Empirical Illustration-An Israeli Example, Journal of Applied Social Psychology, 1986,16, 6, pp. 550.
[50] Ibid,
[51] Kadet calon perwira hampir pasti hafal tahapan-tahapan ini, pen.
[52] Joseph J. Thomas, Lakefield Family Foundation Distinguished Military Professor of Leadership United States Naval Academy, The Four Stages of Moral Development in Military Leaders, (The ADM James B. Stockdale Center for Ethical Leadership United States Naval Academy), halaman 2.
[53] Timothy M. Clark, Lieutenant, USN, Moral Development at the US Naval Academy; The Midshipman’s Perspective, (Thesis US NPS, MS in Leadership & HRD, Sept 2004), halaman 73… A fourth recommendation addresses what the focus group midshipmen described as the most important aspect of moral development at USNA: their role models..
[54] Nor Hidayah Ahmad Hamid, et-all, Influence of Military Commander’s LeadershipStyle towards Subordinate’s Morale, http://dx.doi.org/10.6007/IJARBSS/v8-i6/4309, 24 may 2018.
[55] Ibid, riset Smith tahun 1985.
[56] Ibid, halaman 1156.
[57] Jilian Gonzales, Leadership Styles in Military Settings and Their Infuences on Progran Satisfaction,(Thesis MS, MS Satesboro,Georgia), 2016, halaman 3.
[58] Leanna Atwater & Francis J. Yammarino, Transformational Leadership Among Midshipmen Leaders at the United States Naval Academy (USNA), (Center for Leadership , SUNNY at Binghamton & Office of Naval Technology, June 1986), halaman 44.
[59] by NCO Jurnal;–https://www.armyupress.army.mil/Journals/NCO-Journal/, halaman 3.
[60] Marco Tavanti, PhD, Transformatinal Leadership, https://www.academia.edu/4987307/Tavanti Transformational_Leadership_1_Transformational_Leadership
[61] Bernard M. Bass & Paul Steidlmeier, Binghamton University, Ethics, Character, and Authentic Transformational Leadership Behavior, (Leadership Quarterly Vol. 10 No. 2 1999), halaman 182.
[62] by NCO Jurnal;–https://www.armyupress.army.mil/Journals/NCO-Journal/, halaman 3.
[63] Ibid,
[64] Adem Yaves, Sectoral differences in the perception of toxic leadership, (Journal Procedia, Social & Behavioral Science, 2016), halaman 273-275.
[65] Ibid, halaman 17.
[66] Jeff D Rogers, Ltn, USN, Midshipmen Military Performance as an Indicator of Officer, (Thesis NPS, June 2003, MS in Leadership & HRD), halaman 12.
[67] Maj Doug Crandell, Leadership Lessons from West Point, (Jossey-Baas, 2007), halaman 4. … barangkali sesuai ajaran agama yang banyak mengajarkan memberikan manfaat kepada orang lain jauh lebih bernilai guna dan memperoleh nilai plus.
[68] Mengapa ¾ nya teknik, sisa-nya non teknik, mereka percaya bahwa penguasaan ilmu teknik akan membuat negara nya maju. Bagi pemerintah (seperti di Jerman spt itu ¾ nya engineering dan sisanya humaniora) kalau sdh ditetapkan Policy seperti itu kebawah akan mudah mengontrol PT, SMA (tidak dipermudah ijinnya) atau sekolah kejuruan kejuruan diuar itu, dan basis teknik lebih banyak porsi-nya ditingkat sebelum PT, Akademi.
[69] Office of the Superintendent, US Military Academy, US Military Academy, Character Development Strategy; Live Honorably and Build Trust; (USMA, West Point, New York, 10996-5000), halaman 12.
[70] Christopher S. Landers, Maj US Army, Army Junior Officer Education: An Assesment Of Institutional Learning, halaman 30.
[71] Ibid, halaman 13.
[72] Evan H. Offstein & Ronald L Dufresne; Building Strong Ethics And Promoting Positive Character Development; The Influence of HRM at the US Military Academy at West Point, (Human Resource Management, Spring 2007, Vol. 46, No. 1), halaman 99.
[73] Dennis J. Volpe, Ltn USN, Educating Tomorrow’s Leaders Today: A Comparison of the Officer Development Programs of the USNA and the USAFA, (Thesis NPS, June 2003, MS in Leadership & HRD), halaman 14.
[74] Ibid, halaman 14.
[75] USMA dan USNA, membentuk organisasi kadet sampai tingkat Brigade sedangkan USAF sampai dengan Wing. Perhatikan masing-masing akademi militer memiliki krido masing-masing yang dijadikan salah satu petunjuk untuk mengembangkan materi kurikulum kepemimpinan.
[76] Cynthia S Cycyota, Leaders of Character: The USAFA Approach to Ethics Education and Leadership Development, Journal Acad Ethics (2011) 9:177–192, … The importance of effective and committed leaders to successful organization has been the focus of study by organizational scholars for many years (Barnard 1968; Hambrick 2007).
[77] https://www.nytimes.com/1994/01/13/us/an-inquiry-finds-125-cheated-on-a-naval-academy-exam.html, dari berita New York Times, tahun 1994, 124 orang kadet USNA (midshipmen) di-keluarkan ( hampir 10 % dari kadet yang mau dilantik) karena dianggap curang (nyontek?, pen) waktu ujian final semester (progdi electricity engineering)—alasannya lebih baik dikeluarkan sekarang daripada dibiarkan menjadi perwira dan berbuat kecurangan yang lebih besar ada juga scandal tahun 1990, terhadap kadet wanita .Tahun 1984, kadet udara sejumlah 19, dari progdi Physika dikeluarkan, dan di-tahun 1976, 152 cadets West Point dikeluarkan karena melanggar kode ini.
[78] LtCol R F. Jeffrey Jackson, et-all, USAFA, Leadership & Character at the United States Air Force Academy, (The Journal of Character & Leadership Integration, vol 1, issue 2, Sept 2010), hal 37.