“The best Ambassador is a Man-Of-War”
-Oliver Cromwell-
Oleh: Budiman Djoko Said
Pendahuluan
Tidak banyak literatur tentang diplomasi yang dilakukan TNI-AL, masyarakat di-negeri ini lebih kenal kepada diplomat dan diplomasi yang dilakukan oleh negarawan atau personel Kemlu.Sejarah kejadian “panas” didunia yang terjadi dimedia maritim telah mencatat kegiatan diplomasi lebih banyak dilakukan Angkatan Laut,meski tidak tertutup peluang bahwa Angkatan Darat-pun bisa melakukan peran yang sama diarea yang lebih banyak diliput oleh media daratan dan kedua-duanya terjadi apabila didikte oleh keputusan politik. Diplomasi Angkatan Laut lebih populer sebagai gun-boat diplomacy yang merupakan atribut blokade Angkatan Laut AS didepan perairan Kuba,contoh bentuk diplomasi yang jelas-jelas menunjukkan lebih kearah perilaku yang koersif (Scarlett, hal 1). Tumpang tindihnya arti diplomasi dengan tangkal (deter),kompel, koersion, persuasif, dissuasif; meskipun artinya relatif mirip satu sama lain.
Diplomasi yang dapat dilakukan Angkatan Laut (negara manapun juga, pen) bukanlah dominasi Angkatan Laut saja.Sebagai anggota keluarga deter (tangkal),diplomasi hanya merupakan salah satu cara yang dapat diwakilkan kepada salah instrumen kekuatan militer nasional. Sesungguhnya cara ini lebih effisien dilakukan bersama-sama instrumen kekuatan nasional lainnya dalam format penangkalan luwes (FDO/flexible detterent option). Selain digunakan bagi kepentingan damai atau mengisyaratkan keinginan damai (peace building/confidence building measures,pen) diplomasi bisa saja dilakukan guna kepentingan yang lebih berorientasi (keras) pada mempengaruhi bahkan memaksakan negara lain untuk takut atau mengurungkan niat tidak baiknya.Dibawah bendera diplomasi Angkatan Laut manapun juga dapat melakukannya dalam varian yang lebih berorientasi kearah perdamaian atau isyarat keinginan bersahabat seperti pameran bendera, kunjungan pelabuhan (port visit), latihan bersama, patroli bersama, Army/ Navy/ Airforce’s to Army/ Navy/ Airforce talks, bangun kapasitas, koalisi, bantu kemanusiaan, bahkan stabilisasi dan konstruksi wilayah,dll.Angkatan Laut menjadi instrumen yang sangat effisien bagi kepentingan cooperative diplomacy bahkan siap menjadi instrumen yang lebih keras dari saudaranya yakni sebagai coercive diplomacy.Posisi,ruang kebebasan bermanuvra, ketahanan lamanya,dan ruang waktu menempatkan pilihan terbaik diletakkan dipundak kekuatan Maritim atau kekuatan Angkatan Laut sebagai instrumen diplomasi.Dimensi parameter inilah yang membuat unsur ini menjadi lebih mobil,luwes dan tahan lama bagi unsur-unsur Angkatan Laut.Sifat mobil,luwes dan tahan lama yang menjadikan instrumen ini selalu dipakai secara luas guna menunjang tercapainya obyektif politik luar negeri.
Bergesernya iklim hubungan internasional dari damai mutlak ke-krisis atau konflik atau sebaliknya,mampu merubah peran dan perilaku unsur Angkatan Laut yang berada jauh ditengah laut dibawah dikte keputusan politik.Sewajarnya perubahan suasana kritikal tersebut seperti phase krisis,konflik,bahkan jelang perangpun harus diinfokan sesegera mungkin kepada Gugus tugas Angkatan Laut.Bagi unsur Angkatan Laut yang memerankan dirinya sebagai diplomasi murni saat damai dapat segera berubah menjadi executor salah satu keluarga deter (tangkal). Sedangkan komitmen saat itu bagi seluruh personel Angkatan Laut hanya satu yakni komitmen siap tempur dan dengan unsur-unsur yang betul betul siaga tempur.Artinya lebih jauh lagi pemberi instruksi aturan pelibatan unsur Angkatan Laut selaku pelaku penangkalan atau salah satu elemen keluarga tangkal haruslah memiliki substansi yang jelas dan tidak meragukan lagi bagi Komandan gugus laut sebagai satuan penangkal terdepan dalam aturan pelibatan itu.Oleh karena diplomasi Angkatan Laut erat kaitannya dengan penggunaan instrumen kekuatan militer nasional yang didikte oleh kekuatan politik,perlu dipahami terlebih dahulu penggunaan kekuatan militer bagi kepentingan politik.
Penggunaan Kekuatan Militer Nasional Bagi Kepentingan Politik
Politik internasional adalah pertarungan antar instrumen kekuatan nasional dengan instrumen kekuatan nasional negara lainnya.Kekuatan nasional (gatra) dalam ruang internasional digunakan untuk memproteksi kepentingan nasional dengan cara mempengaruhi atau menekan fihak yang berseberangan bahkan teman sendiripun. Instrumen kekuatan yang penting adalah kekuatan militer nasional (Bartholomees,hal 225). Penggunaan instrumen kekuatan militer nasional sangatlah tergantung pada kondisi yang diciptakan oleh wakil rakyat atau oleh kekuatan politik. Kontek politik akan menetapkan obyektif dan batasan aksi militer dalam bentangan damai,krisis,dan konflik (Ibid, hal 226). Kekuatan militer nasional dapat ditandingkan terhadap beberapa katagori yang luas dan terdefinisi sebagai obyektif politik.
Sementara ini katagori ini berkembang dan tersusun dalam format penangkalan (detterence) atau kompel (compell) atau pertahanan nasional dengan batasan mengunakan kekuatan konvensional (Ibid,hal 226).Perhatikan bahwa katagorisasi (pembagian,pen) penggunaan kekuatan militer nasional cukup menggambarkan dinamika penggunaan kekuatan militer. Blok pertama pada gambar no.1 dibawah ini,bagian kiri yakni kalahkan (defeat) yang diartikan kalahkan musuh,meski pendapat ini (keputusan,pen) merupakan hal yang buruk (brute,pen) yang terpaksa harus dilakukan militer (Ibid,hal 227).Gambar dibawah ini adalah kontek penggunaan kekuatan militer nasional dibawah dikte keputusan politik.
Gambar no.1a. Pengunaan kekuatan militer untuk tujuan politik.
Referensi:Ibid,halaman 227.Gambar ini dimodifikasi dari tulisan Johnson et-all,RAND CORP, 2002,dengan judul ”Conventional Coercion Across the Spectrum of Operations: The Utility of US Military Forces in Emerging Security Environtment”, halaman 9. Aslinya seperti gambar dibawah ini.
Gambar no.1b. Pengunaan kekuatan militer untuk tujuan politik
Referensi:Johnson, et-all, RAND, 2002, ”Conventional Coercion Across the Spectrum of Operations: The Utility of US Military Forces in Emerging Security Environtment”, halaman 9 sebagai gambar asli sebelum dimodifikasi. Fokus perhatian pada blok coerce, deter, dan compel.
Sebaliknya definisi yang jelas untuk menjawab penggunaan militer yang sangat fundamental yakni…’tuk bertempur dan menangkan perang…(atau kalahpun musuh, pen).Dalam blok “defeat” terdefinisikan bagaimana mengeliminir musuh agar memiliki sedikit pilihan cara bertindak (course of action,pen).Koersif (cource) adalah cara yang dipilih dikarenakan alasan beaya dan ketidakpastian yang dikaitkan dengan risiko operasi tempur. Alasan seperti inilah yang diisyaratkan kepada lawan untuk menerima konsekuensinya,baik kerugian,beaya perang maupun risiko lain-lainya.Faktanya banyak negara yang lebih memilih cara koersif dan inipun sangat mengandalkan kekuatan baru, modern, dan mematikan.Sukses koersif tidak tergantung dalam pertempuran tetapi lebih pada aplikasi kekuatan aktual dilapangan yang digunakan untuk mencancam atau mempengaruhi langsung atau sebagai kekuatan yang diperspektifkan kapabel menciptakan kerusakan yang signifikan, bahkan lebih dari itu.Bagaimana hubungan diplomasi koersif ini dengan “kelanjutan politik”?Periksa gambar no.2 dibawah ini.
Gambar no.2. Kelanjutan Politik
Referensi: Addison, halaman 7
Konsep koersif yang sangat dipengaruhi Alexander George (Addison,hal 5) dan diperkaya dengan konsep Clausewitz,yang terakhir populer dengan pernyataannya bahwa perang adalah kelanjutan (continuum) politik,dan periksa gambar no.2 diatas.Dalam konteks ini dijelaskan konsep Alexander George yang mengatakan bahwa ada tiga (3) katagori diplomasi koersif yakni:pertama,type “A” yang didefinisikan suatu usaha untuk membujuk lawan agar menghentikan aksinya sebelum mencapai sasaran.Kedua adalah type “B” yang dibatasi kepada rayuan agar lawan segera menghentikan aksinya pada awal-awal permusuhan. Sedangkan terakhir adalah type “C” sebagai suatu usaha agar lawan segera membuat perubahan dipemerintahnya.Ketiga-tiganya bisa dilakukan hampir (relatif) bersamaan dengan ancaman yang dilakukan oleh aktor koersior (Ibid,hal 4) termasuk anjuran perlakuan dengan teknik berpasangan “tongkat” (sticks) dan “wortel” (carrot) terhadap lawan. Berikut penangkalan (deter),dalam arti luas,adalah menyakinkan atau membujuk pihak yang berseberangan ‘tuk tidak berinisiatif melakukan aksi khusus disebabkan manfaat yang didapat tidaklah sebanding dengan estimasi beaya dan risikonya (Bartholomees,hal 228). Penangkalan ini bisa dilakukan dengan basis “menghukum” dengan cara mengancam akan menghancurkan harta yang berharga milik yang berseberangan,atau “menolak” (denial) dengan isyarat kepada yang berseberangan bahwa mereka tidak akan memetik kemenangan dalam pertempuran manapun juga.Pilihan untuk melakukan penangkalan hanya dilakukan bagi yang berseberangan tetapi memiliki rasionalisasi konsep rasio “manfaat dan beaya”, bagi yang irasional tentu saja sulit memperlakukan penangkalan ini. Berikutnya kompel (compel~pemaksaan, pen), adalah penggunaan kekuatan militer yang ingin merubah perilaku mereka yang berseberangan. Usaha untuk membalikkan inisiatif yang telah mereka lakukan sedemikian rupa agar kembali kestatus sebelumnya atau tidak ada perubahan apa-apa.Kekuatan fisik sering digunakan untuk menakut-nakuti negara lain, sampai negara tersebut mematuhi kehendak negara yang menakutinya.
Sangatlah penting untuk mengetahui perbedaan antara penangkalan dengan kompel. Variabel pembeda terletak pada aktif dan pasifnya penggunaan kekuatan fisik.Suksesnya penangkalan terlihat bila ternyata tidak terjadi penggunaan kekuatan fisik yang sebenarnya. Suksesnya kompel terukur apabila dalam waktu segera terjadi konform oleh pihak yang berseberangan terhadap desakan aktor pelaksana kompel (Ibid,hal 229). Kompel boleh jadi lebih mudah dibandingkan dengan penangkalan. Cukup beralasan akan merubah perilaku fihak yang berseberangan,akan tetapi cenderung sulit untuk mencapai tujuan. Biasanya lebih mudah mencoba merubah keputusan agresor untuk tidak menyerang pada kesempatan awal-awalnya,dibandingkan mencoba untuk menunda serangan pada kesempatan agressor sedang menjalankan agresinya. Suatu negara yang merasa ditangkal dari kegiatan spesifiknya dapat selalu mengklim bahwa dia tidak berniat untuk bertindak seperti itu, sehingga secara umum mengabaikan ancaman pengangkal. Bisa saja terjadi negara tersebut akan menjadi tidak tahan dengan aksi kompel, sehingga akan sangatlah sulit untuk merubah perilaku agresor tanpa dia merasa kehilangan muka dan rasa malunya. Konsekuensinya ancaman dalam bentuk kompel ini perlu dibarengi dengan seperangkat konsesi yang dapat mengurangi rasa malunya dan membuat iklim politik bisa menerima keinginan pelaku kompel (Ibid,hal 229).Dua kegiatan terakhir yakni jamin ulang (reassurance) dan disuasi (dissuade),yang pertama lebih banyak spesifik digunakan sewaktu perang dingin versus negara Pakta Warsawa dan yang kedua lebih banyak digunakan sebagai penegasan substansi dalam strategi keamanan nasional AS (Ibid,hal 231), yakni… which describes building US military forces strong enough to dissuade potential adversaries from pursuing a military build-up in hopes of surpassing, or equaling of the US (Ibid,hal 231),substansi dokumen strategik yang menjelaskan secara konkrit, jelas, dan kokoh.
Disuasi sebagai salah satu tipikal diplomasi yang dibawakan oleh Angkatan Laut dapat dirupakan dalam atribut seperti kehadiran dan pelibatan,kontrol penyebaran teknologi dan persenjataan,kondisi dukungan dan ancaman untuk menghalangi dukungan dan pembangunan kekuatan ekonomi,bangun penghalang beaya,teknologi dan sumber daya manusia sebagai penghalang kompetisi yang effektif (Rushton,hal 20-21).Konsep penggunaan kekuatan militer diatas dapat dibandingkan dengan konsep dibawah ini:
Gambar no.3. Model yang dibangun dengan konsep Schelling
Reference: Beene, hal 19
Schelling menjelaskan bahwa penggunaan kekuatan militer mulanya digunakan untuk aksi yang lebih kasar (brute),namun berkembang menjadi lebih lunak (periksa sebelah kanan) berbentuk koersi, terbagi dalam kompel (compel) dan tangkal (deter). Konsep gambar no.1 dan 3, sama-sama berbasis konsep Thomas C Schelling,yang pertama dibangun dan dikembangkan oleh US Army War Coll,lainnya oleh US Air War College. Bartholomees menggambarkan pada gambar no.4 dibawah ini, basis bentangan operasi militer nasional, bahwa peluang melakukan diplomasi terbentang mulai awal krisis sampai dengan jelang perang (military engagement, security cooperation, and detterence). Dinamikanya mengikuti anak panah sebagai satuan waktu yang langsung menuju response krisis dan operasi kontijensi atau menuju kampanye perang dan operasi besar.
Gambar no.4. Bentangan operasi militer
Referensi: Bartholomees, hal 232
Trinitas Peran Angkatan Laut
Ada kaitannya tirinitas peran Angkatan Laut dengan konsep strategi keamanan nasional (bisa baca kamnnas saja,pen).Definisi keamanan nasional dalam definisi yang sederhana menurut Kennan (Mastapaper, hal 1)…the continued ability of this country to pursue its internal life without serious interference,atau dalam kalimat yang seperti…national security refers to,and has referred to,the requirement of the goverments and their civilian and military leaders to maintain and ensure the sovereignity and survival of the (their) nation-state through the use of economic,military and political power and the exercise of diplomacy. Pengertian kolektif keamanan nasional meliput penggunaan instrumen kekuatan nasional (means,pen) untuk mengejar (pursue) tercapainya obyektif kepentingan nasional. Tiga (3) obyektif kepentingan nasional (biasanya,pen) yang vital yakni tercapainya keamanan fisik (security),promosi nilai-nilai (values,democracy),dan kesejahteraan ekonomi (prosperity).Ketiganya adalah bagian utama kepentingan nasional sekaligus obyektif (tujuan) nasional.Gambar no.5 dibawah menjelaskan terkaitnya diplomasi ‘tuk menjawab suatu “respond” (coercion dan derivasinya dalam blok coercion theory, pen) sebagai bagian tugas (task) militer nasional dalam strategi militer nasional dan strategi keamanan nasional.Strategi Kamnas diharapkan menjamin tercapainya obyektif muatan pokok kepentingan nasional yang biasanya berkisar kepada isu keamanan, kesejahteraan dan promosi nilai (promoted,security,prosperity).
Gambar no.5. Hirarkhi “hybrid” strategi nasional/strategi raya yang lengkap
Referensi: Beene, Halaman 21.NI (National Interest) sebagai blok hirarkhi diatas NSS (national security strategy,pen) tidak digambarkan disini.Perhatikan pendukung dan penyangga strategi keamanan nasional (baca Kamnas,pen) menghadapi isu keamanan (enhance security) adalah strategi militer nasional (atau pertahanan nasional,pen).
Konsep diplomasi secara tradisional mengakar kuat sebagai diplomasi track-dua (track-one,formal ~ pemerintah,pen)dan ditambah konsep Ken Booth yang menyebutkan bahwa Angkatan Laut dapat memerankan 3 fungsi secara universal,yakni peran diplomasi,militer dan konstabulari (perhatikan muatan dalam segitiganya, pen), namun regulasi tentang diplomasi khususnya bagi TNI-AL baru muncul dalam UU no.34 tahun 2004,pasal 9c.Gambar no.6 dibawah ini tentang gambaran trinitas peran Angkatan Laut,disini diplomasi bagi negara lain bisa saja terdefinisi sebagai diplomasi Angkatan Laut dan manajemen krisis (meskipun Canada menyebutnya sebagai dukungan kebijakan lurgri Canada, pen). Peran konstabulari (tidaklah sama artinya dengan kepolisian,pen) bisa diganti atau ditambah dengan law enforcement at sea,atau law and order. Setiap negara memiliki ciri-ciri tersendiri untuk memerankan Angkatan lautnya dalam trinitas peran ini tergantung dikte keputusan politiknya.
Gambar no.6. Trinitas peran Angkatan Laut
Referensi: DRDC,Canada,berbasis konsep Ken Booth.Perhatikan secara umum isi muatan per masing-masing peran relatif sama bagi negara-negara lain yang menganut konsep Ken Booth.
Peran militer bisa ditambah dengan command of the sea,battlespace dominance, network centric warfare, dan kebebasan bermanuvra, dll. Aktivitas rinci per masing-masing peran cukup jelas digambarkan diatas. Sangatlah mengait dengan konsep pada gambar no.1,2 dan 3, bahwa diplomasi (diplomatic role,pen) bisa dilakukan dengan cara yang agak kasar (brute, pen) bila diperlukan. Gambar no.7 dibawah ini mengaitkan peran diplomatik sebagai derivasi “a maritime strategy” dan beberapa peran militer yang lebih mengarah kearah domain dan battle-space di- regional/global dibawah kontrol “The Maritime Strategy”. Gambar ini merupakan gagasan pak Tewes tentang fondasi strategi maritim Australia.
Gambar no.7.”a maritime srategi” versus “the Maritime Strategy”.
Referensi: Tewes, halaman 23
Perhatikan sepintas substansi dalam kolom kanan gambar no.7 diatas dibawah rujukan “The Maritime Strategy” muncul substansi relatif sama dibawah rujukan peran militer Ken Booth pada gambar no.6, namun area aktivitasnya lebih dari wilayah teritorinya (regional/ global). Dibawah rujukan “a maritime strategy” diturunkan tiga (3) derivasi yang relatif sama dengan derivasi tiga peran Ken Booth,yakni diplomasi (diplomatic), konstabulari (constabulary) dan militer (warfighting).Sedangkan dibawah rujukan diplomasi diturunkan tiga (3) kegiatan yakni tangkal,koersi dan seduksi.Tewes nampaknya membedakan kedua rujukan tersebut dengan kekuatan yang digunakan,”a maritime strategy” menggunakan kekuatan Angkatan Laut (naval forces),sedangkan “The Maritime Strategy” lebih kepada penggunaan kekuatan Maritime (maritime power).Ada baiknya mencermati langkah-langkah yang perlu dilakukan sebelum memilih diplomasi koersif.
Langkah-Langkah Kalkulus Diplomasi Koersif
Definisi diplomasi koersif sebagai suatu upaya yang kuat untuk mempengaruhi intensi atau aktivitas lawan dengan segera disertai kekuatan yang kapabel dan mengancam serius (Addison,hal ix). Mengancam siapa dan bagaimana kriterianya?Diplomasi koersif adalah bisnis yang sangat serius,karena itu sangatlah wajar diasumsikan bahwa diplomasi ini akan dipilih apabila kepentingan nasional yang “vital” terancam sesuatu yang membahayakan. Oleh karena itu dibangunlah langkah langkah untuk mempertimbangkan penggunaan diplomasi koersif. Langkah yang dibangun bukanlah suatu panakea bahkan juga kotak Pandora, tetapi bisa bergerak diantara keduanya.Langkah atau model pertimbangan yang dikembangkan menggunakan prinsip Clausewitz berbasis kuantitatif sebagai pendekatan guna mengevaluasi dan mengidentifikasi faktor yang berkenaan dengan “krisis”.Model ini lebih dikenal sebagai “Menu Diplomasi Koersif”,yang akan mengeksplor faktor-faktor yang memberikan effek terhadap “outcome” dan bisa saja menyebabkan gagalnya pelaksanaan. Model ini diterapkan dalam dua (2) kasus besar,Perang Kuwait ditahun 1990-1991,dan Selat Taiwan pada tahun 1996.(Ibid,hal x).Langkah-langkah tersebut adalah:
Langkah pertama yang biasa disebut “Tes Litmus kepentingan nasional”.
Dilakukan dengan prasyarat satu pertanyaan,yakni:bila diplomasi koersif ini sepertinya gagal,atau tidak sukses,apakah akan memilih:(bila pilih tingkat 0—stop,bila tidak pilih tingkat 1, 2, 3. Pilih 1,atau 2,atau 3 silahkan maju kelangkah berikut,pen).
Gambar no.8. Diagram langkah pertama
Referensi:Ibid, hal 10. Angka skenario diatas ini diberikan indeks mulai dari 1 sd 2.5, kecuali tingkat 0, tentu saja tidak memberikan angka.
Langkah kedua adalah:”pertimbangan indeks kekuatan nasional suatu negara”.
Gunakan rumusan indeks faktor kekuatan nasional dengan masing-masing bobotnya seperti tabel no.1 dibawah ini.
Tabel 1. Indeks kek nasional dan bobotnya
Referensi: Ibid, hal 12.WMD = senjata pemusnah massal.
Berikut tabel no.2 adalah contoh penggunaanya.
Tabel no.2.Contoh penggunaan tabel no.1
Referensi:Ibid,hal 12
Hasil dari tabel 1 dan 2 dipetakan dalam tabel no.3 dibawah ini.Langkah kedua ini sebenarnya hanya memetakan setiap lawan dalam tiga kelas,yakni kelas “A” (Accept pada gambar dengan indeks perolehan antara 0-3,pen),yakni kelas dengan kekuatan lemah atau lokal dan sedikit memberikan kesulitan bagi negara aktor koersor.Kelas “B”,(Block,pen) dengan indeks perolehan antara >3 sd < atau = 7 adalah aktor dengan kekuatan setara regional yang bisa menyulitkan aktor koersor dalam waktu pendek.
Tabel no.3 .Pemetaan indeks kekuatan nasional dalam 3 katagori (setara) kekuatan kecil,regional dan setara kekuatan raksasa.
Kelas “C” (Counter),adalah negara dengan kekuatan tertentu namun bisa sangat menyulitkan negara koersor,bahkan bisa menyerang secara agresif dan offensif. Bobot yang diberikan tidaklah mengikat,begitu juga angka indeks,tergantung pengalaman dan keahlian aktor koersor mendalaminya selama ini.Bobot militer memang mendominasi hampir semua skenario, namun perlu berhati-hati dicermati tingkat kesiagaan dan strategi asimetrik yang kurang terukur. Sedangkan skenario dengan pengaruh politik cukup mendominasi, dan lebih teroskestra dikarenakan isyaratnya kadang-kadang kurang jelas. Pengaruh gabungan politik dan ekonomi perlu dirangkai dengan cara yang lembut,misal hubungan dagang antara Perancis dengan Iran memberikan impak kesulitan bagi Sekutu menjalankan kebijakannya di-Timur tengah.Kepemilikan senjata pemusnah massal bisa menjadi kartu yang mematikan,dan kelas B maupun C masing-masing memiliki potensi sista tersebut.
Langkah ketiga adalah pertimbangan “manfaat-beaya”.Perhatikan pemetaan indeks kekuatan nasional dibawah ini. Garis tegak dalam contoh dibawah ini adalah tingkat kepentingan nasional AS dan horizontal adalah pembagian kelas A,B dan C.
Tabel 4. Analisis Manfaat Biaya
Referensi:Ibid,hal 15.Tingkat kepentingan nasional pada skala 4 atau 3 adalah yang terendah. 0 berarti tidak benturan terhadap kepentingan nasional AS.
Langkah ini utamanya digunakan untuk “check realitas” dan mengetahui area problem potensial serta risiko bagian yang menyolok.Perhatikan diruang “Merah” diawali dari awal indeks kekuatan regional atau kelas “B” dan mengikuti tingkat kepentingan nasional angka 0,artinya tidak ada pelanggaran terhadap kepentingan nasional sudah mulai diperhitungkan manfaat beayanya.Manfaat (atau minus kerugian) adalah besar kecilnya indeks kekuatan nasional negra lawan. Sedangkan “beaya” adalah besar kecilnya upaya, energi yang digunakan untuk mendukung kepentingan nasional yang dilakukan oleh seluruh intrumen kekuatan nasional yang telah ditetapkan untuk mendukung strategi keamanan nasional.
Langkah keempat, “Check dukungan”
Enam (6) parameter pengukur dukungan dalam tabel dibawah ini bisa saja diganti dengan lainnya tergantung pilihan aktor pendukung kuat terhadap keputusan politik masing-masing pemerintah.
Tabel 5, Tabel Dukungan
Referensi:Ibid,hal 17.Harga total pada baris terakhir akan menunjukkan apakah dukungan tersebut (memadai) atau tidak terhadap keputusan politik ‘tuk melakukan diplomasi koersif bahkan lebih dari itu.
Langkah kelima ,” potensi ekskalasi”
Tabel 6. Potensi Ekskalasi
Referensi:Ibid,hal 21.Tanda satu (1) asterik sebagai parameter yang diambilkan dari konsep pak Huntington,dan dua (2) asterik berarti menunjukan daya hidup pemerintahan dan nasionalisme negara lawan.
Kondisi (necessary condition) yang diungkap Alexander George sebagai prasyarat suksesnya diplomasi koersif adalah ketakutan (tingkat) pihak lawan yang akan menderita ekskalasi kearah yang negatif bagi mereka sendiri.Mempertimbangkan jangkauan ketakutan lawan sangatlah sulit kecuali ada operasi intelijen nasional (humint,pen) semacam “psychic hotline” suatu pendekatan yang hati-hati sambil mencermati ada tidaknya ekskalasi yang siginifikan.
Langkah ke-enam,”Test penyelesaian nasional”
Akankah seorang pemimpin mengakui menyelesaikan krisis dengan tidak memadai dengan suatu kesimpulan yang memuaskan (kelihatan, pen)? Apa yang akan diperbuat seorang pemimpin apabila melihat hal tersebut sebagai suatu kasus?Dalam masyarakat majemuk,banyak faktor akan mendorong terciptanya tabir yang halus dan membatasi kemampuan pemimpin nasional untuk mengatasi masalah,bahkan akan membalikkan effek dari suatu keahlian mengatur ancaman terhadap lawan menjadi suatu tipuan halus yang sangat transparan.
Tabel no.7. Test penyelesaian nasional.
Referensi;Ibid,hal 24.Output tabel 5 (support check) dan 6 (escalation potential) akan menjadi masukan dalam tabel no.7 ini.
Langkah ke-tujuh,” Menu diplomasi koersif”
Clausewitz sering membandingkan antara peperangan dengan permainan kartu daripada membandingkan dengan catur. Beliau merasakan sulitnya seseorang mempredeksi effek faktor “keberuntungan” dalam pertempuran.Selalu akan ada faktor “tidak terlihat” dan “tidak diketahui” dalam pertempuran, dan faktor-faktor inilah yang bisa saling berinteraksi dalam suatu fasyen acak yang menampilkan keberuntungan atau halangan (boleh disebut kerugian,pen). Bila pertempuran mirip permainan kartu,maka diplomasi koersif lebih mirip permainan kartu jenis poker (Ibid,hal 26).Peluang yang ada dalam kartu yang didepan masing-masing pemain akan mempengaruhi pemain.Tawaran atau isyarat yang digunakan menu ini sama halnya dalam permainan poker yakni “fold”, ”raise” atau “call”. Perhatikan tabel no.8 dibawah ini yang menggambarkan pilihan menu diplomasi koersif.
Tabel 8. Opsi menu diplomasi koersif
Referensi: Ibid, hal 27
Tabel no.8 diatas ini menggambarkan produk tabel no.4 dan 7.Perhatikan produk “Cost-Benefit” pada baris Hijau (Green) dan Test penyelesaian nasional dengan “menguntungkan (Favorable)”, akan memberikan menu pilihan Call/Raise.Call/Raise artinya strategi yang dilakukan setelah melaksanakan strategi Call adalah Raise.Sebaliknya pada sel dengan hasil “cost-benefit” adalah merah (Red) dan hasil tes solusi nasionalnya tidak menguntungkan (unfavorable), maka menu pilihannya adalah “fold”. Penjelasan lebih jauh lagi tentang strategi yang akan dipilih entah itu “fold”, ”call” atau “raise” adalah seperti tabel no.9 tentang “menu diplomasi koersif” (rinci) dibawah ini:
Tabel no.9.”menu diplomasi koersif”
Referensi:Ibid,hal 28.Definisi dan penjelasannya periksa hal 28-40.Semua strategi dibawah menu “call”, akan memberikan isyarat benar-benar koersif dan akan melibatkan negara koersor langsung kedalam krisis.
Kesimpulan
Beberapa analis termasuk Art dan Gray cenderung menyikapi kompel sebagai satu-satunya komponen koersif;jelasnya menyatakan bahwa kompel adalah koersion atau diplomasi koersif,meskipun ada akhirnya dia mengenali penangkalan (deter) sebagai pelaksanaan strategi koersif yang dimaksudkan untuk mengontrol perilaku fihak yang berseberangan (Bartholomees,halaman 244,catatan kaki#10).Secara umum dapat disimpulkan bahwa penangkalan (deter) tidak sesederhana itu pengertiannya,lebih-lebih aplikasinya. Kalkulus diplomasi koersif sangat membantu mengelaborasi pengambilan keputusan sehingga pilih memilih anggota keluarga tangkal benar-benar diharapkan tidak salah pilih. Konon kabarnya negara yang mencoba menimbulkan krisis mengharapkan ada negara besar lainnya yang melaksanakan strategi diplomasi koersif yang akhirnya akan memberikan “insentif” yang lumayan bagi negara pembuat krisis itu.Apapun diplomasi yang dipilih teryata tidaklah sesederhana itu, dan salah satu keluarga diplomasi adalah penangkalan. Penangkalan menuntut komitmen kuat bukan hanya kesiapan personilnya akan tetapi kekuatan dibelakang itu yang lebih mematikan (decisive power) untuk siap-siap sewaktu-waktu terjun kepertempuran.Sebab tanpa kekuatan militer yang lebih unggul, tidaklah memberikan effek sama sekali.Lebih jauh lagi pilihan melakukan apapun juga bagi keluarga diplomasi atau koersif,selain didikte oleh keputusan politik,lebih penting lagi, apakah keputusan politik menjalankan hal ini dalam struktur FDO sekaligus sebagai atribut “orkestra” instrumen kekuatan nasional?Kekuatan utama instrumen militer nasional dalam keluarga tangkal adalah kekuatan Angkatan Laut.Sangatlah tepat pengunaan dan pilihan instrumen ini yang memiliki perilaku kecepatan,fleksibel,durasi respons, durasi bertahan lama dan tinggal ditempat kejadian,kebisaan untuk mendemonstrasikan penyelesaian yang lebih jelas,dan keuntungan serta keunggulan mutlak kelebihan kekuatan militernya (Ibid,hal 40).Ada baiknya mencoba melakukan “game” tentang pelibatan militer atau politik atau pengambilan keputusan masing-masing petinggi dua negara itu dengan menyoroti isu koersif ataupun kompel pertikaian antara Korea utara versus selatan, sekian dan semoga bermanfaat.
Referensi:
1.Addison,Victor.G,LCdr US Navy,US Naval War College,1997,”Coercive Diplomacy American Style”.
2.Bartholomees,J.Boone,edisi ke-4,July 2010,”The US Army War College Guide To National Security Issues”,Volume-1,edisi ke-4,July 2010,”Theory of War And Strategy”.
3.Beene,Eric.A,Lt Col USAF,School of Advanced Airpower Studies,July 2002,”An Enduring Framework For Assesing The Contributions of Force Structure To A Coercive Strategy”.
4.Johnson,et-all,RAND CORP,2002,”Conventional Coercion Across the Spectrum of Operations,The Utility of US Mlitary Forces in the Emerging Security Environtment”.
5.Mastapeter,Craig.W,Senior Planning Officers,DHS(Dept of Homeland Security),Thesis Naval Postgraduate School(NPS),Dec 2008,Master of Art in Security Studies,”The Instruments Of National Power,Achieving The Strategic Advantage In Changing World”.
6.Rushton,James.A,Ltn US Navy,Thesis NPS,MA in National Security Affairs,June 2006, ”Operationalizing Dissuasion”.
7.Scarlett,Mathew,LCDR,USN,Naval War College,2009,”Coercive Naval Diplomacy”.
8.Tewes,Alex,et-all,Joint Standing Committee on Foreign Affairs,Defence and Trade Inquiry into Australia’s Maritime Strategy, “A Foundation Paper on Australia’s Maritime Strategy”.