1. Pendahuluan
Lautan menyimpan potensi sebagai wahana yang dapat meningkatkan kesejahteraan suatu bangsa di mana di dalamnya terkandung begitu banyak sumber daya yang dapat dimanfaatkan bagi kepentingan manusia. Lautan juga dapat memainkan peranan penting dalam pertumbuhan ekonomi nasional, regional bahkan internasional karena 80% perdagangan global diangkut melalui lautan.
Untuk dapat memanfaatkan potensi lautan tadi dengan baik, diperlukan data dan informasi maritim yang lengkap, komprehensif dan akurat. Hal ini dimungkinkan apabila suatu negara memiliki institusi pengumpul data kelautan yang dapat diandalkan. Di banyak negara, State hydrographer atau dinas hidrografi negara mengemban fungsi tersebut karena dianggap sebagai institusi paling tepat untuk melaksanakan misi sebagai pengumpul dan pengolah data kelautan tersebut secara efektif.
Kajian ini berusaha mengetengahkan peran Dishidros sebagai Lembaga Hidrografi Nasional tersebut serta arti pentingnya bagi kepentingan nasional. Dengan demikian, pada akhirnya diharapkan akan menjawab pertanyaan perlu tidaknya mempertahankan fungsi dan keberadaan lembaga hidrografi ini di dalam tubuh TNI AL.
2. Sejarah Perkembangan Hidrografi di Indonesia
Hidrografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari pencitraan permukaan bumi yang dilingkupi dengan air. Pada awalnya hidrografi semata-mata diaplikasikan untuk kepentingan keselamatan pelayaran di mana bentuk pelayanan yang disodorkan oleh lembaga hidrografi adalah dalam bentuk peta dan penerbitan navigasi yang diperlukan oleh pelaut dalam pelayarannya.
Sejalan dengan perkembangan jaman di mana orientasi ke laut menjadi suatu trend maka pengertian hidrografi modern juga meluas hingga menyangkut kepada tiap jenis kegiatan yang dilakukan di lepas pantai seperti industri minyak bumi, rekayasa atau engineering, perikanan, pariwisata, hukum laut, ilmu pengetahuan dan pertahanan.
Sejarah hidrografi di Indonesiadiawali dengan dibentuknya Biro Hidrografie oleh pemerintah Kerajaan Belanda di Indonesia pada tanggal 9 Juli 1874 untuk melaksanakan tugas pemetaan perairanIndonesia yang kala itu menjadi daerah jajahannya. Pada masa pendudukan Jepang, kegiatan hidrografi yang dilaksanakan lebih banyak ditujukan untuk kepentingan militer Jepang saat itu.
Setelah Indonesia merdeka, Biro Hidrografie Belanda masih terus melakukan kegiatan survei pemetaan laut di perairanIndonesiakarena kelangkaan tenaga ahli hidrografi pribumi.
Kemudian pada tahun 1951 (Peraturan Pemerintah No.23 Tahun 1951) terbentuklah Bagian Hidrografi Jawatan Pelayaran di bawah naungan Kementerian Perhubungan dan Bagian Hirodgrafi Angkatan Laut di bawah Markas Besar Angkatan Laut Republik Indonesia (ALRI).
Pada tahun 1960, dengan Surat Keputusan Presiden RI nomor 164 Tahun 1960, kedua Bagian Hidrografi yang berada di Jawatan Pelayaran dan ALRI, terhitung mulai 1 Agustus 1960 digabungkan ke dalam satu wadah yakni Jawatan Hidrografi Angkatan Laut (Janhidral). Pelaksanaan penggabungan ini juga menyangkut seluruh aset dan personel kedua institusi tersebut. Pada saat itu, seluruh tugas-tugas survei telah ditangani oleh putera-puteraIndonesiasendiri.
Setelah mengalami beberapa perubahan untuk menyesuaikan dengan perkembangan organisasi TNI AL serta ilmu pengetahuan dan teknologi kelautan, Janhidral beberapa kali mengadakan perubahan sehingga pada akhirnya menjadi Dinas Hidro-Oseanografi TNI AL (Dishidros) seperti sekarang ini. Indonesia sendiri resmi menjadi anggota International Hydrographic Organization (IHO) pada tahun 1951 dan sebagaimana negara anggota lainnya, keanggotaan RI di IHO diwakili oleh lembaga hidrografi negaranya, dalam hal ini Dishidros TNI AL.
3. Dishidros sebagai Lembaga Hidrografi Nasional
Sebelum penggabungannya pada tahun 1960, Bagian Hidrografi Jawatan Pelayaran dan Bagian Hidrografi AL merupakan dua institusi yang berkedudukan setara namun berada di bawah naungan pembinaan yang berbeda. Bagian Hidrografi Jawatan Pelayaran melaksanakan fungsi sebagai Dinas Hidrografi Negara (DHN) yang memiliki aspek sipil serta bersifat public service yakni bertugas menyelenggarakan pembuatan dan perbaikan peta laut, buku-buku dan penerbitan hidrografi lainnya yang meliputi wilayah perairan Indonesia serta mengerjakan pemetaan yang bersifat ilmu pengetahuan dan komersial.
Bagian Hidrografi Angkatan Laut mengemban fungsi Dinas Hidrografi Angkatan Laut (DHAL) dan bertugas untuk menyelenggarakan pembuatan peta laut, buku-buku dan penerbitan hidrografi yang menyangkut wilayah perairan di luar Indonesia, serta peta dan buku yang berkaitan dengan pertahanan dan militer. (Istilah perairan di luar Indonesia maksudnya adalah yang sekarang ini dikenal sebagai “perairan kepulauan”, di mana ketika itu /tahun 1960 laut teritorial yang diakui adalah 3 mil).
Melihat kenyataan di atas, dengan penggabungan yang telah dilaksanakan berdasarkanKeppresRInomor. 164 Tahun 1960, dapat ditegaskan bahwa Dishidros mengemban fungsi dan tugas kedua bagian tersebut di atas yakni fungsi hidrografi negara dan fungsi hidrografiAL.
Oleh sebab itu, adalah sesuatu yang dapat dipertanggung jawabkan untuk mendefinisikan Dishidros sebagai Lembaga Hidrografi Nasional (LHN), berdasar fungsi dan tugas besar yang diembannya.
Kedua fungsi ini kemudian dapat dijabarkan pada tugas-tugas Dishidros yaitu membuat dan melaksanakan perbaikan peta, menerbitkan buku-buku nautis, dan melaksanakan kegiatan penelitian lainnya. Kesemuanya itu harus dilakukan dalam kerangka keselamatan pelayaran, pengembangan ilmu pengetahuan, pertahanan dan keamanan, bahkan komersial.
4. Dinas Hidrografi Negara, Dinas Hidrografi Angkatan Laut dan Lembaga Hidrografi Nasional
Di banyak negara, DHN seperti institusi yang mewakili negaranya dalam IHO, hanya bertugas melaksanakan survei dan pemetaan bagi kepentingan keselamatan navigasi semata. Walaupun tidak dapat dipungkiri bahwa IHO sendiri menyadari bahwa DHN dapat berperan lebih besar, seperti dalam bidang pengelolaan zona pesisir, pariwisata, industri hidrokarbon dan industri lainnya, hukum dan perundangan terutama menyangkut batas wilayah bahkan dalam penyusunan kebijakan maritim nasional. Namun demikian, terlepas dari diversifikasi tersebut, tugas utama DHN adalah pada aspek pemetaan bagi kepentingan keselamatan pelayaran. DHAL di sisi lain memiliki client utama yakni Angkatan Laut.
Tugasnya melakukan survei, pemetaan dan penelitian dalam kerangka mendukung operasi tempur dan non-tempur Angkatan Laut.
Di sebagian besar negara, DHAL suatu negara juga merupakan DHN. Hal ini dapat ditunjukan dengan komposisi keanggotaan IHO. Walaupun ada beberapa kajian yang mempertanyakan eksistensi DHAL sebagai statehydrographer, namun fakta juga yang berbicara bahwa DHAL dapat melaksanakan misi DHN sebagaimana institusi sipil atau swasta; bahkan lebih baik.
Dinas Hidrografi AL Kerajaan Inggris, Italia, AS, Australiaadalah contoh-contoh yang mewakili negara maritim besar dan maju. Dinas Hidrografi AL India, adalah salah satu contoh dari sedikit DHAL negara berkembang yang dapat menjalankan tugasnya dengan sempurna. DHAL negara-negara yang baru disebutkan adalah juga contoh Lembaga Hidrografi Nasional seperti layaknya Dishidros karena mereka mengemban fungsi state hydrographer dan fungsi pertahanan sekaligus.
5. Dishidros sebagai Lembaga Hidrografi Nasional (LHN) RI
Bila melihat kinerja Dishidros saat ini, maka bila boleh jujur harus diakui Dishidros menghadapi banyak kendala dalam mengemban misinya sebagai LHNRI. Kendala pertama adalah persepsi yang kurang tepat di lingkungan TNI AL sendiri tentang Dishidros, di mana Dishidros “lebih” dianggap sebagai salah satu kedinasan Mabesal lainnya.
Karena itu pula maka Dishidros belum dibina secara sungguh-sungguh sebagai DHAL apalagi sebagai DHN.
Belum dibinanya sebagai DHN dapat dibuktikan dengan rendahnya derajat kebebasan Dishidros untuk berkiprah dikarenakan prosedur dan mekanisme murni organisasi Angkatan Laut yang melekat pada dirinya. Padahal, institusi ini dibentuk dengan Peraturan Pemerintah dan Keputusan Presiden.
Belum dibinanya secara sungguh-sungguh sebagai DHAL dapat dilihat dari minimnya penugasan dari TNI AL bagi Dishidros untuk mengerjakan proyek-proyek survei, pemetaan dan penelitian kelautan untuk kepentingan operasi terutama operasi tempur TNI AL. Selama ini, survei yang berbau TNI AL hanyalah survei pantai pendaratan atau survei pangkalan aju. Padahal data hidrografi dapat berperan lebih besar dan luas dari itu dalam konsep perang laut modern.
Kendala kedua adalah kurangnya pengakuan akan keberadaan dan wewenang Dishidros dari instansi kelautan dan institusi terkait lainnya seperti BPPT, Bakosurtanal, LIPI, Lembaga-lembaga pendidikan, dan lain-lain.
Kendala ketiga yang sebenarnya merupakan kendala utama karena justru menjadi faktor munculnya 2 (dua) kendala sebelumnya, yakni kurangnya kadar pemahaman akan fungsi dan tugas DHN dan DHAL di lingkungan Dishidros sendiri.
Hal ini menyebabkan Dishidros tidak dapat mencitrakan, mendudukkan dan mengaktualisasikan dirinya secara tepat. Tidak mengherankan apabila TNI AL sebgai induk organisasi dan institusi nasional lainnya kemudian menjadi kurang tepat dalam memandang diri Dishidros.
Kendala-kendala tersebut semakin hari semakin melemahkan Dishidros, apabila dibiarkan terus, maka bukan tidak mungkin institusi ini dapat hilang. Pusat Survei dan Pemetaan TNI (Pussurta TNI) sudah dilikuidasi akibat desakan pihak sipil. Banyak pihak yang menginginkan unsur-unsur TNI untuk minggir dari arena survei, pemetaan dan penelitian karena dianggap tertinggal, kaku dan menyulitkan. Padahal menurut mereka, kegiatan eksplorasi sangat lekat dengan national prosperity.
Apakah Dishidros harus minggir atau mengurangi perannya sebagai DHN dan hanya berkonsentrasi menjadi DHAL? Ini akan sangat bergantung kepada visi dan misi Dishidros sendiri dan persepsi TNI AL sebagai induk organisasi. Sejujurnya, tugas sebagai DHAL bukanlah sesuatu yang ringan. Namun, bila Dishidros harus melepaskan fungsi DHN itu, maka sesungguhnya kita akan kembali ke titik nol di mana Keputusan Presiden nomor 164 Tahun 1960 itu dikeluarkan atas dasar efisiensi dan tumpang tindihnya tugas dinas hidrografi negara dan angkatan laut di negara ini. Oleh sebab itu, Dishidros seyogianya harus mempertahankan kedua fungsi itu.
TNI AL, sebagai induk organisasi Dishidros harus mendukung sepenuhnya karena ada beberapa keuntungan yang dapat ditarik oleh TNI AL dari keberadaan Dishidros sebagai Lembaga Hidorgrafi Nasional.
6. Keterkaitan dengan Kepentingan TNI Aangkatan Laut dan Pembangunan Nasional
Komitmen TNI AL dalam mendukung program pembangunan nasional terutama sektor kelautan adalah suatu yang tidak dapat disangsikan lagi. Sumbangan Dharma Bhakti TNI AL bagi pembangunan bangsa terutama sektor kelautan, sebenarnya dapat diberikan dengan 2 (dua) cara, tidak langsung dan langsung.
Secara tidak langsung, fungsi TNI AL untuk menjamin tetap tegak dan utuhnya NKRI (national integrity) dan menjaga kedaulatan (sovereignty protection) akan memberikan situasi yang kondusif bagi pembangunan nasional. Hal ini dilakukan dengan operasi yang dilakukan dengan hadirnya unsur-unsur TNI AL di seluruh perairanIndonesia.
Sumbangsih secara langsung oleh TNI AL adalah dengan memberikan data dan informasi kelautan yang dibutuhkan oleh pemerintah dalam program pembangunan yang telah disusun. Dishidros, sebagai institusi survei, pemetaan dan penelitian yang berada di bawah naungan TNI AL dapat memberikan data dan informasi yang diperlukan tersebut. Jadi, melalui Dishidros, peran serta TNI AL dalam proses pembangunan nasional terutama sektor kelautan dapat dilihat sebagai sesuatu hal yang konkrit dan nyata.
Untuk kepentingan TNI Angkatan Laut, dalam kapasitasnya sebagai LHN, Dishidros akan dapat memperoleh lebih banyak data bila dibandingkan hanya bertugas sebagai DHAL. Sebagai LHN, Dishidros akan selalu memiliki akses ke institusi riset dan kelautan nasional lainnya. Data dan informasi dalam jumlah banyak ini akan lebih bermanfaat dalam terapan selanjutnya bagi kepentingan operasi TNI AL maupun bila digunakan sebagai bahan analisa serta pengambilan keputusan yang bersifat strategis, operasional bahkan taktis.
Dengan demikian, jelaslah bahwa TNI Angkatan Laut harus mendukung Dishidros untuk tetap menjadi Lembaga Hidrografi Nasional bagi RI. Sikap ini mengandung beberapa konsekwensi logis. Hal pertama yang perlu dilakukan adalah penyesuaian prosedur dan mekanisme di mana Dishidros memerlukan pendekatan yang berbeda. Perlu fleksibilitas lebih tinggi bagi Dishidros dalam menjalankan fungsinya sebagai dinas hidrografi negara. Di lain pihak, kemandirian ini harus diikuti dengan kedewasaan sikap Dishidros dalam menjalankan fungsi dinas hidrografiAL yang senantiasa kreatif sekaligus awas dalam menangani data dan informasi yang dimilikinya.
Hal kedua adalah penyesuaian organisasi. Dalam beberapa tahun terakhir ini telah ada usaha menuju perubahan organisasi. Namun demikian, kajian ke arah tersebut harus dilakukan secara hati-hati dan tepat, demi menjamin ditemukannya bentuk paling ideal.
Perubahan yang dilakukan tidak saja untuk merubah bentuk organisasi tetapi juga sifat organisasi beserta segala aspek yang terkait di dalamnya, misalnya pola pembinaan personel yang juga berbeda.
7. Kesimpulan dan Penutup
Sebagaimana negara maritim lainnya, RI memerlukan dinas hidrografi yang mampu diandalkan. Adalah merupakan suatu keuntungan tersendiri bagi TNI AL di mana salah satu organisasi bawahannya, yakni Dishidros, ditunjuk langsung oleh pemerintah sebagai Lembaga Hidrografi Nasional.
Di samping menjadi pengumpul dan pengolah data kelautan bagi kepentingan operasi TNI AL, Dishidros juga menjadi perpanjangan tangan TNI AL di bidang ilmiah kelautan serta saluran sumbangsih TNI AL dalam proses pembangunan nasional, terutama sektor kelautan.
Dalam rangka menjamin pelaksanaan tugasnya itu Dishidros memerlukan dukungan penuh TNI AL sebagai induk organisasi.
Dalam hal ini, diperlukan kebijakan Pemimpin TNI AL untuk memberikan fleksibilitas dan kemandirian lebih besar pada Dishidros dalam menjalankan fungsi-fungsinya itu. Pada akhirnya, itu semua justru akan memberikan hal yang positif bagi kepentingan TNI AL, bangsa dan negara.