Oleh: Budiman Djoko Said
…….the essence of strategy is to link military task and capabilities to fundamental security objectives.[i]
1. Pendahuluan
Alokasi sumber daya pertahanan nasional menjadi masalah klasik yang selalu terjadi di Indonesia, khususnya menyangkut jumlah anggaran. Konsep yang hanya menggantungkan diri kepada Sistem Perencanaan Strategis (Sisrenstra) yang kumulatif berisikan himpunan DUK/DIK dan sebagainya, pada akhirnya diputuskan oleh Departemen Pertahanan, melalui kompromi dengan Bappenas. Biasanya hasilnya berupa ketersediaan dana dalam jumlah tertentu yang dapat didistribusikan.
Lembaga penelitian Rand menulis bahwa isu ini terjadi di Amerika Serikat tahun 1961, dengan pertanyaan how much is enough? Menurut Menteri Pertahanan saat itu Robert S. McNamara, terdapat enam ide fundamental terkait dengan anggaran tersebut. Pertama, porsi pembagian anggaran hendaknya berdasarkan pada kriteria ekplisit tujuan dari tujuan kepentingan nasional dan bukan hasil kompromi.
Kedua, kepentingan/manfaat/efektivitas dan ongkos menjadi perhitungan simultan. Ketiga, keputusan-keputusan yang utama harus memperhatikan kriteria ekplisit tersebut, dengan seimbang serta mencermati sekian banyak alternatif yang feasible. Keempat, staf Menteri Pertahanan harus memiliki konsep analitis dan dibekali data relevan serta tidak bias.
Kelima, kekuatan yang akan dibangun atau pun dipelihara harus diperhitungkan dengan konsekuensi ongkos yang menjadi beban sekarang dan yang akan datang. Bukan malah sebaliknya dengan transaksi dan konsekuensi beli aset saat ini, kemudian masalah dianggap selesai, sedangkan urusan pemeliharaan, pelatihan atau modifikasi aset yang dibeli merupakan urusan anggaran yang akan datang. Keenam, konsep yang terbuka dan ekplisit bagi semua pihak atau lembaga menjadi basis dan format utama pengambilan keputusan alokasi sumber daya pertahanan nasional.[ii]
Apapun yang terjadi merupakan pembelajaran yang baik buatIndonesia, setidak-tidaknya untuk isu yang relatif sama dan pernah terjadi di Amerika Serikat, mungkin dapat diadopsi sebagai perbaikan sistem perencanaan kekuatan pertahanan nasional Indonesia.
2. Isu-isu Yang Tidak Terselesaikan
McNamara menyadari kelemahan ini, bahwa masing-masing Angkatan selalu berpikir tradisional. Misalnya Angkatan Udara selalu berpikir tentang Komando Udara Strategis, tanpa pernah memikirkan Komando Udara Taktis, padahal saat itu kebutuhan kekuatan udara taktis sangat diperlukan. Sebaliknya Komando Udara Taktis justru berambisi ingin membesarkan komandonya lebih besar dari Komando Udara Strategik. Mengubah pola pikir Angkatan Udara pada awal tahun 1960-an seperti itu sangat sulit, butuh tekanan dan keputusan langsung dari Departemen Pertahanan.
Begitu juga dengan Angkatan Darat yang enggan untuk mengembangkan mobilitas udara melalui pengadaan aset helikopter (air mobility). Sehingga dibutuhkan tekanan kuat dari Departemen Pertahanan (baca: a strong leadership) untuk diputuskan adanya pengadaan aset tersebut,[iii] dan masih banyak lainnya. Berikutnya adalah isu penganggaran pertahanan nasional.
Distribusi anggaran masih jauh dari pendekatan pola instrumen kebijakan nasional. Artinya ada satu strategis yang menyatukan keinginan strategis (menuju tujuan strategi militer nasional), agar terbangun kekuatan pertahanan nasional terintegrasi dan biayanya sebagai konsekuensi pembangunan kekuatan militer nasional dalam bentuk multi-year force and finnancial planning. Bukan dengan cara membagi-bagi dana yang ada dan berbasis perangkat yang sangat tumpul itu, disebut lack of central plan.[iv]
Misalnya tahun 1961 paparan petinggi Angkatan Laut Amerika Serikat di depan Menteri Pertahanan tentang kekuatan kapal selam Polaris, tanpa memikirkan kekuatan Polaris lainnya yang sudah dimiliki lembaga lain yakni Angkatan Udara. Sebaliknya ketika petinggi Angkatan Udara memberikan paparan, disebutkan jumlah kekuatan rudal balistiknya sudah berlebihan, sehingga tidak diperlukan lagi tambahan kapal selam Polaris.[v]
Berikutnya isu perkiraan ongkos (cost-estimates) masing-masing Angkatan menjadi isu yang serius. Hampir semua pengadaan atau pembelian aset baru tidak didasarkan pada perkiraan ongkos. Studi olehRand dan Harvard menunjukkan bahwa pengadaan baru sistem senjata telah meningkatkan anggaran menjadi dua tiga kali harga awalnya. Begitu juga dengan jadwal pembangunannya yang sering terlambat, serta menjadi “bias” dengan efektivitas dan performanya.
Sepatutnya konsep cost-effectiveness ratio (CER) menjadi pendekatan pengambilan keputusan, bukan sekedar didasarkan kepada performa by design pabrik yang belum tentu tepat sebagai ukuran efektivitasnya.[vi] Saat itu terjadi ketiadaan rencana pembangunan kekuatan pertahanan nasional yang terpusat dan tidak berorientasi pada tujuan strategi militer nasional. Meskipun orientasi operasi militer ketika itu sudah berbasis gabungan.
Dirasakan juga kekurangan tenaga analis strategi militer dan analis kebutuhan kekuatan pertahanan nasional. Kekurangan personel tersebut akhirnya menjadi isu penetapan kantor baru di dalam Departemen Pertahanan yang disebut sebagai Office of the System Analysis.[vii] Mengapa disebut system analysis? Sebab jantung perangkat yang digunakan mendefinisikan dan rasionalisasi strategi pertahanan nasional, strategi militer nasional dan kekuatan pertahanan nasional disebut sistem analisis.[viii]
Konsep ini dianggap tepat, karena spektrum problem alokasi sumber daya nasional sangat luas. Pada tingkat ekstrim, resep yang ideal untuk mengalokasikan sumber daya nasional kepada publik adalah memaksimumkan penjumlahan sejumlah bobot yang tepat per setiap sasaran dari masing-masing strategi instrumen kekuatan nasional. Teknik ini sulit, oleh karenanya diperlukan suatu teknik sub-optimasi masing-masing alokasi sumber daya yang dibutuhkan per setiap strategi nasional.[ix]
Dari Strategi Menuju–Tugas
Gambar-1
Referensi: ”U.S. Forces in Korea Strategy-to-task Resource Management, A Framework for Resources Decision Making”, Rand Corp, 1968, John Y. Schrader, et.all, hal.18
Gambar-1 merupakan kerangka pikir yang paling sederhana yang mampu menunjukkan bahwa ada aliran logika mulai dari tujuan nasional, melalui strategi-strategi nasional ke tugas.
Gambar-2
Referensi: ”U.S. Forces in Korea Strategy-to-task Resource Management, A Framework for Resources Decision Making”, Rand Corp, 1968, John Y. Schrader, et.all, hal.14
Gambar-2 merupakan kerangka pikir yang fokus pada kampanye militer untuk mencapai obyektif militer nasional, dalam format yang lebih sederhana. Tujuan nasional terhubungkan dengan kekuatan yang dibangun dan disiapkan (pada eselon dibawah lapisan tugas/tasks akan muncul nantinya force element yang akan dibangun), melalui suatu hirarki tujuan (turunan dari eselon atas, kemudian ke bawah dan seterusnya).
Sebagai syarat mengevaluasi kecukupan sumber daya atau logika pikir kerangka ini membutuhkan obyektif yang spesifik. Teramati bahwa kata nasional selalu dicantumkan dalam liputan strategi raya ini, misal tujuan nasional,tujuan strategi keamanan nasional dan tujuan strategi militer nasional. Semua literatur menyebutkan kata nasional, bukan negara. Jadi bukan strategi keamanan negara, sistem pertahanan negara dan lain-lain, tapi strategi keamanan nasional, sistem pertahanan nasional. Pada tataran strategik, nasional adalah negara bangsa ditambah sistem nilainya.
Kerangka pikir ini dapat digunakan oleh banyak organisasi setelah melacak mulai dari struktur umum ke struktur yang lebih spesifik (from strategy-to-tasks). Gambar-3 di bawah lebih merupakan rangkaian klarifikasi bagaimana mendefinisikan konsep strategi ke-tugas di berbagai organisasi militer Amerika Serikat .Gambar itu adalah contoh urutan hirarkis dari strategi-ke-tugasyang lebih jelas dibandingkan Gambar-1.
Setelah mendefinisikan tujuan national (national goal~tujuan kepentingan nasional), diturunkanlah Strategi Keamanan Nasional (NSS/National Security Strategy) yang menjamin tercapainya tujuan kepentingan nasional.Strategi ini diformulasikan oleh elemen eksekutif yang akan berinteraksi dengan parlemen untuk disetujui.
Gambar-3
Referensi:”Strategy-to-tasks : A Methodology For Resource Allocation And Management”, Rand, Lesli Lewis, C. Robert Roll,1993, hal.5
Definisi strategi keamanan nasional adalah suatu yang harus dikerjakan untuk melindungi, menjamin dan prihatin terhadap tercapainya tujuan nasional yang fundamental, dan tercapainya obyektif kepentingan nasional. Berbeda dengan tujuan nasional, strategi keamanan nasional jauh lebih fleksibel, mudah berubah sesuai geopolitik dan geostrategik yang berkembang. Sedangkan tujuan strategi keamanan nasional dturunkan dalam rangka merespon ancaman terhadap tujuan nasional yang mendasar. Begitu juga semua strategi instrumen kekuatan nasional, misal strategi ekonomi nasional akan mendukung di bidangnya dan merespons terhadap ancaman terhadap tujuan nasional yang mendasar, sinergis bersama strategi instrumen nasional lainnya.[x]
Strategi ini harus dijabarkan dalam definisi tujuannya, agar memudahkan eselon pelaksana di bawah untuk melaksanakan. Selanjutnya serupa di bawahnya adalah strategi-strategi nasional, salah satunya adalahstrategi militer nasional/pertahanan nasional(mau pilih PEM, DIME atau MIDLIFE?) diikuti dengan muatan dan masing-masing tujuannya (catatan: perhatikan kata tujuan (objective) dalam literatur lain, sering disebut dengan kata strategi saja, perlu dicermati kata strategi dan obyektif strategi itu sendiri berada dalam satu kotak).
Strategi Militer Nasional akan menurunkan sederet tujuan operasional (operational objectives) yang lebih makro. Masing-masing tujuan operasional tersebut dijabarkan sederetan tugas operasional (operational task) yang lebih rinci disesuaikan dengan kondisi yang lebih realistik. Strategi itu akan diciptakan oleh Menteri Pertahanan dan dibantu oleh Kepala Staf Gabungan.[xi]
Tujuan strategi militer kemudia diturunkan menjadi tujuan operasional, yang terdefinisi dalam berbagai tujuan strategi militer nasional yang agak rinci. Tujuan ini menggambarkan kekuatan atau satuan mana yang akan ditugaskan untuk mendukung strategi militer nasional per setiap tujuan. Perbedaan masing-masing tujuan dikelompokkan dalam berbagai kawasan. Bagi TNI, barangkali bisa disamakan dalam kelompok perang atau bukan perang (OMSP).
Sedangkan tugas (tasks) operasional diformulasikan oleh masing-masing Panglima tempurnya, dengan basis performa spesifik yang harus ditampilkan melalui serangkaian kegiatan konsep operasional. Sesudah eselon ini, barulah ditemukan elemen kekuatan yang diperlukan (force elements).
Contoh lain yang mungkin lebih jelas adalah dalam struktur organisasi Angkatan Darat Amerika Serikat, seperti Gambar-4 di bawah ini. Mulai dari tujuan nasional, strategi keamanan nasional, tujuan keamanan nasional, sama dengan pola di atas, diikuti dengan strategi per bidang instrumen kekuatan nasional (PEM,DIME atau MIDLIFE). Khusus di bawah blok strategi militer nasional (atau strategi pertahanan nasional), muncul 4 blok tujuan strategi militer nasional (atau terbaca militer nasional saja). Yakni strategi penangkalan, proyeksi kekuatan, OMSP, infrastruktur industri pertahanan nasional dan K3I.
Di bawah tujuan strategi militer nasional, terdefinisi serangkaian tujuan operasional militer nasional, seperti senjata pemusnah massal, konflik regional, operasi perdamaian, basis industri dan intelijen. Berikutnya sederetan paralel kegiatan yang lebih bersifat tugas terhadap operasional militer nasional, yakni pertahanan rudal balistik dan seterusnya. Barulah pada eselon berikutnya tergambarkan elemen yang diperlukan (force elements) untuk dibangun (kalau belum ada), dipelihara (kalau sudah ada) atau diganti kalau memang dirasakan tidak dibutuhkan lagi. Hirarkis seperti ini akan lebih meyakinkan petinggi dan elit politik bahwa inilah alasan yang paling logis yang harus dipenuhi.
Gambar-4
Referensi: Ibid, hal.14
Gambar-5 berikut ini menunjukkan bagaimana mendefinisikan elemen kekuatan dan konsep employment-nya (employment concepts) dari suatu satuan tugas peperangan urat saraf (biasanya menjadi bagian tugas tim pasukan khusus, pasukan katak, intelijen dan Raid). Gambar lingkaran di sebelah kiri merupakan hirarkis dari strategi, sedangkan sebelah kanan merupakan definisi/muatan lingkaran di sebelah kiri. Misalnya strategi keamanan nasional (ada di lingkaran kiri) khusus untuk operasi perang urat saraf adalah aid in combating threats to democratics dan seterusnya. Berikutnya muatan bagi strategi militer nasional adalah to conduct security operations activities…..the primary dan seterusnya. Blok terbawah adalah force element.
Gambar-5
Referensi: Ibid, hal.13
Perhatikan Gambar-6 tentang perencanaan pertahanan nasional, di mana peran penting blok tujuan militer nasional (atau tujuan strategi militer nasional) yang bertindak sebagai pendekatan tunggal dan terintegrasi menuju tercapainya tujuan nasional (kepentingan nasional atau strategi keamanan nasional). Oleh karenanya, setiap konsep operasional yang tidak merefleksikan pendekatan tunggal dan terintegrasi menuju tercapainya tujuan nasional, tujuan kepentingan nasional dan obyektif strategi keamanan nasional, tidak absah menggambarkan adanya hubungan antara strategi ke tugas berikut elemen kekuatan yang harus dibangun dan konsekuensi dukungan anggarannya.
Berikutnya peran blok kebutuhan operasional (operational requirements needs) memberikan gambaran utuh tentang pengembangan perencanaan pembangunan kekuatan menuju sistem pengadaan (acquisition system).
Gambar-6
Referensi: ”The DoD Operational Requirement and System Concepts Generations Processes: A Need for More Improvement”,SchoolofAdvanced Airpower Studies, Maj. Robert D. Dillman, USAF, 1993, hal.3, figures tentang Defense and Development Planning.
Gambar-7 lebih merupakan perbaikan Gambar-6, yaitu muncul klarifikasi tentang sistem akuisisi dan perencanaan pengembangan yang ditandai dengan tekanan pengguna dan dorongan teknologi.
Gambar-7
Referensi: ”The DoD Operational Requirement and System Concepts Generations Processes: A Need for More Improvement”,SchoolofAirpower Studies, Maj.Robert D. Dillman, USAF, 1993, hal.18
Model-model yang lebih ambisius seperti berikut (Gambar-8) menggambarkan strategi ke tugas dalam konsep yang lebih ambisius meski hanya sampai dua tingkat. Pada tingkat yang lebih ambisius dapat diturunkan ke tingkat tiga, yakni mengembangkan ke tingkat regional military objective, yakni setelah atau di bawah lapisan tujuan militer nasional (atau baca tujuan strategi militer nasional).
Gambar-8
Referensi: ”USFK Strategy-To-Tasks,Resource Management:A Framework For Resource Decisionmaking”, Rand Corp, 1996, John Y. Schrader, et all, hal.23
Gambar di atas menggambarkan hanya sampai tingkat dua perspektif kapabelitas dan kebutuhannya. Sebagai catatan, warfighting capabilityàfor war dan supporting principlesàother than war(OTW/OOTW), tiga kriteria Adequate, Questionable dan Inadequate akan membantu merasionalisasikan konsekuensi dan kucuran anggaran per setiap force elements yang didapat nantinya.
3. Kesimpulan
Menggunakan konsep dari strategi ketugas akan memberikan beberapa keuntungan secara umum (bisa dipakai diorganisasi militer manapun) sebagai berikut:
1. Membantu Markas Besar Angkatan untuk mengerti benar-benar dan dapat mengkomunikasikan bahwa kegiatan dan konsep tersebut benar-benar akan mendukung tujuan nasional, kepentingan nasional dan tujuan keamanan nasional………by providing a clear audit trail between high-level national objectives and the capabilities of specific systems,the framework can help justify resource allocation choices (penganggaran).[xii]
2. Menjamin suatu kerangka umum dan referensi bagi komunitas lainnya, dalam dan antar Angkatan………in particular,statements of Air Force or Navy (bahkan Army) objectives and tasks are discouraged, only operational objectives and tasks objectives for which the Air force and the Navy may organize, equip, and train force elements to achieve are permitted. Furthermore the operational concepts provide a means for these communities to “sing form the same sheet of music”—to help all understand where each fits in the larger schemes.(Petunjuk: kata yang ditebalkan adalah output dari model-model yang ada dalam gambar-gambar).
3. Kerangka pikir ini menjamin suatu struktur untuk dapat digunakan sebagai “analisis geser” (trade-off) antara alternatif sumber daya yang digunakan (means) untuk menyelesaikan tugas operational (operational tasks), pencapaian tujuan operasional (operational objectives) dan memenangkan kampanye………….to support these assements, strategies-to-tasks can provide insights into how modeling efforts apply at each level of the hierarchy of objectives.[xiii]
4. Angkatan-Angkatan dapat menggunakan format dari strategi ke-tugas sebagai inovasi baru dengan suatu proses yang lebih menjamin model kapabilitas militer yang lebih absah…….the framework should be used for up-front planning to focus Service efforts in developing new operational conceps to enhance the military capabilities of the US. Thereby, the Service can create operationally oriented modernization plans that are clearly and logically derived from the nation’s security objectives.[xiv]
5. Butir 1, 2, 3 dan 4 akan diekpresikan dalam pengertian dana yang diperlukan, berbasiskan force element yang muncul dan terukur benar-benar…. dan menjawab pertanyaan itukah elemen kekuatan yang diperlukan amat segera, segera atau kapan saja. Apakah 2 atau 1 Skadron, bahkan 1 grup fregat, destroyer ataupun 1 atau 2 tim helikopter serbu benar-benar memenuhi dahaga atau ambisi tujuan strategi militer nasional? Ataukah elemen kekuatan tersebut benar-benar hasil kalkulus minimum essential forces dan lain-lain. Apapun juga kebenarannya, setidak-tidaknya kerangka dari strategi ke tugas benar-benar mengupayakan berapa sebenarnya elemen kekuatan dalam arti mana, kategori dan seperti apa yang dibutuhkan, serta benar-benar mencerminkan ambisi dan kehendak strategi militer nasional atau strategi pertahanan nasional. Harapannya, outcomes strategi ini akan dapat dipertanggungjawabkan pada jawaban pertanyaan, apakah dapat menjamin tercapainya tujuan keamanan nasional, tujuan kepentingan nasional, dan seterusnya. Seperti kata McNamarra, how much is enough? Hendaknya tidak menyalahkan besar kecilnya alokasi anggaran, namun salahkan kebenaran kalkulus elemen kekuatan yang dibutuhkan!
6. Alur BUR (bottom-up review) yang selama ini dilakukan dengan mengisi DUK/DIK mulai dari pangkalan-pangkalan, Kodim, Korem, pendeknya mulai dari unit terbawah naik ke atas, melalui jalur hirarkis yang begitu panjang, berakhir dalam satu kalimat……pemerintah hanya bisa membiayai kita sekian dan akan dipotong atau berkurang dibandingkan tahun lalu sekian dan seterusnya. Sebaliknya TDR (top-down review) belum pernah dicoba, mengapa tidak dicoba sekalian dengan konsep dari strategi ketugas? Mencermati studi yang dilakukan oleh RAND tahun 2008 tentang ranking Angkatan-laut dilihat dari ambisi kapabilitasnya untuk memproyeksikan kekuatan yang ril, hasilnya dalam urutan,sebagai berikut:
- Amerika Serikat (major global force projection–complete)
- Rusia tahun 1990-an(major global force projection–partial)
- Inggris dan Perancis (medium global force projection–not posses full range)
- Cina, Indiadan Jepang (medium regional force projection-ability into the joining ocean basin)
- Israel(adjacent force projection-some ability)
- Mesir (offshore territorial defense-high level capability in defense/constabulary)
- Omandan Singapura (inshore territorial defense-primary territorial inshore defense)
- Srilangka (constabulary-not to fight, serve purely constabulary role)
- Myanmardan Angola(token-have some minimal capabilities).
Menarik mempertanyakan di mana posisi Indonesia, Malaysia, Brunai Darussalam dan Australia,[xv] mestinya bertebaran di antara bentangan atas ke bentangan bawah, namun yang paling penting bagaimana kapabilitas ril negara-negara yang belum disebutkan itu.
Kunci besarnya adalah temukan elemen kekuatan (force elements) masing-masing Angkatan yang sangat diperlukan, diperlukan atau kurang diperlukan dengan “kalkulus” dari strategi ke tugas. Dari sekian force elements yang ditemukan, pilih yang kira-kira dapat didukung dengan anggaran yang ada. Mungkin inilah yang disebut “minimum essential forces” atau “the best posture”.
[i] “A Framework for Enhancing Operational Capabilities”, Rand Corp, 1989, Gleen A Kent, et. all, hal.4
[ii]. “How Much Is Enough, Shaping the Defense Program 1961-1969“, A New Edition Of A Rand Classic, 1971, Allain C. Enthoven,K. Wayne Smith, hal.8, “some areas of unfinished bussiness in 1961,….inadequate means for central leadership...”.
[iii]. Ibid, hal. 9, to change the Air Force thinking…., similarly the more traditional branches in the Army resisted the innovations posed by hellicopter mobility dan seterusnya. Pada hal. 10, the SecDef role was still ………that of a judge not a leader. The U.S. could not afford independent military departments, each viewing the overall security problems from their own perspective and developing force structures and weapon systems accordingly. But as of 1961, the services remained essentially independent entities, each services based its planning and force structures on a unilateral view of priorities and how a future war might be fought.
[iv]. Ibid, hal.21, lack of central plan, …one reason dan seterusnya.
[v].Ibid, hal.21,..when the Air Force made analyses of how many Minuteman missiles required, dan seterusnya….
[vi]. ”Satria“, Badiklat Dephan,Vol.4 No.1,Januari/Maret 2008, oleh Budiman Djoko Said, hal 84-89, baca risalah tentang ukuran efektivitas. Jangan terkecoh kepada propaganda pabrik dengan performa by designnya, belum tentu dapat dipakai sebagai ukuran efektivitasnya yang diperlukan setiap pembeli.
[vii]. ”How Much Is Enough, Shaping the Defense Program 1961-1969“, A New Edition Of A Rand Classic, 1971, Allain C Enthoven, K. Wayne Smith, hal.76,…..the responsibilities of the assistant of Sec Def shall perform: develop MOE any alternative program and accurate analysis of force structure,weapons systems, and other military capabilities Analysis and review quantitative requirement in the following functions fields:force structures, total manpower, dan seterusnya, in terms of relative cost, feasibility and effectiveness and the problems of choices.
[viii]. Ibid, hal.104,…..the increasingly Analytical Basis Of Force Planning.
[ix].”Cost Consideration in System Analysis”, Rand Corp, 1971, Gene H. Fisher, hal.8
[x].”A Framework for Enhancing Operational Capabilities”, Rand Corp, Gleen AKent, et all, 1989, hal.10
[xi]. ”The US Special Operations Command, Operational Resources Management Process: An Application of the Strategy-to-task Framework”, Rand Corp, 1998, Leslie Lewis, et all, hal.11
[xii]. ”Strategy-to-tasks, for Linking Means and Ends”, Rand Corp, 1993, David E. Thaler, hal.21
[xiii]. Ibid
[xiv]. Ibid
[xv] ”Small Ships in Theater Security Cooperation”, Rand Corp, 2008, Robert W Button,et all,hal. 12. Buku ini disarankan untuk dibaca dan didalami mereka yang berminat tentang studi keamanan maritim.