Oleh: Willy F. Sumakul
1. Perubahan Visi
Di samping Angkatan Laut Amerika Serikat, beberapa Angkatan Laut negara besar dapat dipandang mempunyai pengaruh sangat besar di kawasan Asia Pasifik, yaitu Rusia, Cina, Jepang, dan Korea Selatan. Secara tradisional dunia mengenal Cina adalah sebuah negara dengan kekuatan kontinental. Namun menarik untuk dikaji tentang Cina, karena dalam dua dasawarsa belakangan telah terjadi perubahan fundamental dalam arah pembangunan, diarahkan oleh perubahan visi pemerintah, bangsa dan negara dari prinsip orientasi kontinental ke orientasi maritim.
Dewasa ini ambisi dan visi pemerintah Cina telah berkembang dan tumbuh sedemikian rupa jauh melampaui wilayah yurisdiksi daratan maupun lautnya. Pertumbuhan ekonomi yang sangat mengesankan, armada perdagangan dan armada perikanan yang besar, pembangunan industri galangan kapal yang pesat serta perdagangan maritim yang sangat luas memberikan gambaran nyata bahwa Cina akan muncul menjadi satu negara Maritim yang kuat dan berpengaruh dalam sistim internasional. Menurut pengamat Barat tingkat ini dapat tercapai pada tahun 2020.
Cina rupanya meyakini akan kebenaran teori Mahan yang mengatakan bahwa suatu negara maritim dapat menjadi kuat dan maju apabila mengembangkan kekuatan maritimnya, khususnya kekuatan Angkatan Laut.Adapengamat yang mengatakan bahwa Cina mengimpikan seperti yang pernah dilakukan oleh Presiden Amerika Serikat Theodore Rosevelt, yaitu suatu Great White Fleet yang mengarungi lautan di seluruh dunia sebagai suatu sinyal akan kemunculan suatu kekuatan Angkatan Laut yang baru.
Secara politis dapat dipastikan kepentingan nasional (national interest) Cina yang berkaitan dengan laut akan semakin mengemuka dan tidak mustahil suatu saat akan bersinggungan dengan kepentingan nasional negara maritim lain. Persinggungan dua atau lebih kepentingan nasional inilah yang apabila tidak dikelola dengan baik akan mengarah pada konflik yang tidak diinginkan.
2. Tujuan Pembangunan Kekuatan Angkatan Laut
Banyak pengamat ahli berpendapat bahwa Cina dewasa ini tidak dapat lagi disebut sebagai Macan Kertas, karena beberapa indikasi menunjukkan bahwa pembangunan kekuatan lautnya ditujukan untuk “mengontrol” Selat Malaka, Laut Cina Selatan, Selat Taiwan dan lebih jauh lagi suatu ketika akan memainkan peranan penting di Pasifik. Dorongan utamanya yaitu Cina akan berupaya mengamankan dan melindungi kepentingan keamanan energi baik rute pelayaran kapal-kapal pengangkut minyak/gas ke dan dari daratan Cina maupun kegiatan eksplorasi dan eksploitasi minyak dan gas di Laut Cina Selatan.
Selama berpuluh tahun Cina sangat bergantung pada Angkatan Laut Amerika Serikat yang menjamin keamanan penggunaan laut bagi suplai energi untuk negaranya. Akan tetapi di masa mendatang ketergantungan ini harus berangsur-angsur dihilangkan dan idealnya harus bertumpu pada kekuatan dan kemampuan sendiri. Oleh karena itu ditetapkanlah suatu strategi pengamanan yang dikenal dengan nama the chain of pearl.
Untuk mengatasi masalah sistem senjata yang sudah berangsur tua, pemerintah mengalokasikan dana sebesar US$ 33 milyar untuk memodernisasi Angkatan bersenjatanya, yang difokuskan pada pembangunan kapal-kapal perang permukaan, kapal selam dan pesawat kombatan.
Perkiraan saat ini, Angkatan Laut Cina memiliki 70 buah Kapal selam, 25 destroyer, 44 fregat, 58 LST dan kapal-kapal jenis lain serta antara 400-500 buah pesawat udara Angkatan Laut yang tersebar di Armada Laut Utara, Laut Timur dan Laut Selatan. Namun menurut para ahli, Angkatan Laut Cina memiliki kelemahan prinsip di departemen logistiknya, yaitu ketika dibutuhkan untuk memberikan dukungan logistik untuk operasi jarak jauh.
Suatu kenyataan lain pula bahwa Cina berambisi membangun blue water navy dengan kemampuan untuk menangkal segala bentuk ancaman dan gangguan terhadap aliran energi ke negaranya. Sekitar 80 persen kebutuhan bahan bakar dari luar negeri melewati selat Malaka, sehingga Cina sangat berkepentingan terhadap keselamatan dan keamanan rute pelayaran khusus tersebut.
Pada tahun 2010 diperkirakan Cina akan memiliki sejumlah peluru kendali strategis, kapal selam bertenaga nuklir, 20 buah kapal kombatan atas air yang modern dan bahkan kapal induk. Sekalipun demikian belum ada indikasi bahwa Cina akan menggunakan kapal induk tersebut sebagai tulang punggung dukungan logistik bagi operasi Angkatan Laut jarak jauh. Perlu diketahui pula bahwa Cina telah membeli tiga buah kapal induk bekas, dua dari Rusia dan satu dariAustralia. Ketiga kapal induk tersebut saat ini sedang dimodifikasi, disesuaikan dengan kebutuhan perang laut modern.
Industri galangan kapal Cina mendapat perhatian besar dalam pembangunan, sebagai contoh di Jiangnau Shipyard di Shanghai dalam tiga hingga lima tahun terakhir telah mampu membangun kapal perang kelas destroyer baru dengan berat 7.000 ton dengan desain stealthy, serta berkemampuan pertahanan udara dan anti kapal selam yang canggih. Kapal-kapal perang destroyer tersebut merupakan produksi pertama dari galangan yang akan diikuti oleh produksi berikutnya, yang mana desainnya sama sekali berbeda dengan yang pernah dibuat pada era tahun 1990 an yaitu kelas Luhu.
Galangan kapal lain di Shanghai, sedang membangun empat buah fregat dengan desain baru yang kemampuan persenjataannya yang sudah ditingkatkan. Sedangkan galangan kapal yang lain juga sedang membuat kapal selam konvensional (Song Class), kapal selam bertenaga nuklir dan juga beberapa jenis kapal bantu (auxiliary).
Cina juga dengan cepat menyambut era revolution in military affairs dengan melakukan pembaruan di bidang pertahanan elektronika, khususnya dalam sistem C4I. Hal ini ditandai dengan penggantian seluruh sistem analog ke sistem digital, komunikasi dengan kabel fiber optik yang lebih rahasia, penggunaan satelit, gelombang mikro dan frekuensi radio yang lebih canggih.
3. Fleet Review
Rencana pemerintah Cina untuk menyelenggarakan Fleet Review yang pertama kali pada bulan April 2009, tidak dapat dipungkiri merupakan manifestasi dari suatu kebijakan pemerintah negeri itu. Yaitu untuk menunjukkan pada dunia bahwa kini Cina bukan hanya merupakan kekuatan kontinental yang tangguh, tetapi juga saat ini adalah satu kekuatan maritim yang patut diperhitungkan, paling tidak di kawasan Asia Pasifik.
Indonesia harus melihatnya bahwa ini adalah suatu pesan politik dan bukan semata-mata suatu kegiatan atau acara yang dibuat oleh Angkatan Laut Cina saja. Angkatan Laut hanyalah merupakan instrumen negara/pemerintah dan oleh karena itu hanya melaksanakan tugas yang tentukan oleh negara. Fleet Review dalam wujud parade kapal–kapal perang, karena kapal perang Angkatan Laut adalah tulang punggung kekuatan maritim suatu negara.
Pesan lain yang akan ditunjukkan adalah dengan memamerkan kekuatan dan kecanggihan kapal-kapal perangnya, Cina akan memamerkan kekuatan ekonomi negara dan bangsanya. Sebab kekuatan Angkatan Laut suatu bangsa adalah cerminan dari kekuatan ekonomi negara yang memilikinya.
Dipandang dari segi teori penangkalan, penyelenggaraan Fleet Review di Cina sangat memenuhi persyaratan-persyaratan strategi penangkalan. Yaitu pertama, dengan memiliki kapal perang berbagai jenis yang cukup banyak, ditopang oleh persenjataan yang modern, peralatan sensor yang canggih serta personel yang berjumlah 225.000 orang yang disiplin dan militan, maka tidak diragukan lagi PLA Navy mempunyai capability untuk melakukan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya, khususnya mengawal dan mengamankan kepentingan nasional di laut. Persyaratan kedua adalah comunication, Fleet Review akan menjadi sarana yang sangat efektif untuk mengkomunikasikan kepada pihak lain dengan cara memperlihatkan langsung sarana (means) yang dimiliki. Kapal-kapal Angkatan Laut Cina tidak perlu melakukan muhibah (port visit) ke berbagai negara secara berkala (tentu membutuhkan biaya operasi) sebagai upaya negara memperlihatkan kepada pihak luar kekuatannya.
Namun dalam Fleet Review sudah merupakan showing the flag dalam bentuk lain. Dalam kaitan ini dapat dipastikan Cina akan menampilkan kapal-kapal perangnya yang paling modern dan mutakhir, seperti destroyer dan fregat. Tentu yang lebih membanggakan mereka adalah sebagian dari kapal-kapalnya yang baru adalah buatan sendiri. Karena itu untuk menghadiri acara ini, pemerintah Cina mengundang banyak pejabat negara asing, minimal Kepala Staf Angkatan Laut untuk menyaksikannya.
Kemampuan dan kekuatan yang dimiliki dengan sendirinya memunculkan syarat ketiga yaitu credibility, yaitu keterpercayaan yang berarti meyakinkan pihak lain bahwa dalam hal terjadi persinggungan kepentingan yang mengarah pada konflik dengan kekuatan senjata, Cina tidak segan-segan menggunakan kekuatan Angkatan Lautnya untuk bertindak menyelesaikan masalah. Sebagai contoh, pada tanggal 12 Maret 2009 kapal patroli Cina berani mengusir satu kapal riset Amerika Serikat yang diduga melakukan riset ilegal di perairan selatan ZEE Cina. Insiden ini kemudian disusul dengan peringatan dari Menteri Pertahanan Cina agar kapal-kapal Amerika Serikat tidak melakukan riset di perairan yurisdiksi Cina.
4. Penutup
Menilik akan namanya yaitu China”s Peoples Liberation Army-Navy, (PLA-Navy), bukan berarti bahwa Angkatan Lautnya adalah bagian dari Angkatan Darat Cina. Seiring dengan perjalanan waktu, perubahan lingkungan keamanan strategis, serta tuntutan pembangunan ekonomi nasional, maka Indonesia menyaksikan akan pembangunan kekuatan maritim/kekuatan Angkatan Laut Cina yang dalam waktu dekat akan menjadi satu kekuatan yang amat menentukan, minimal di kawasan Asia Pasifik.
Indonesia yang berencana menyelenggarakan acara yang sama pada bulan Agustus 2009, dapat menyaksikannya dan dijadikan sebagai perbandingan. Namun hakekat dasar yang ingin dicapai kurang lebih sama, yaitu suatu pesan politik kepada dunia luar bahwa Indonesia sebagai negara maritim besar, mempunyai kepentingan yang sangat besar pula di laut dan oleh karena itu TNI Angkatan Laut adalah pengawal kepentingan nasional Indonesia yang dapat diandalkan.