CAPABILITY BASED PLANNING DAN PROSPEKNYA DI TNI ANGKATAN LAUT

Oleh: Willy F. Sumakul

1. Latar Belakang 

Dalam pengertian sederhana capability (kemampuan), berarti suatu kapasitas untuk menjadi sesuatu, atau untuk melakukan sesuatu, atau untuk mempengaruhi sesuatu. Tersirat dalam istilah ini yaitu adanya kualitas, kebisaan (ability), dari seseorang, badan, ataupun organisasi. Pengertian ini memiliki banyak variasi dan kekhususan untuk setiap organisasi tertentu, tergantung dari jenis organisasi bersangkutan.

Demikian pula bila  dikaitkan dengan  organisasi  pertahanan atau militer, maka “kemampuan“ mempunyai pengertian yang lebih spesifik lagi misalnya bagaimana kapasitas, atau kebisaan suatu organisasi militer itu memperoleh “hasil” dari suatu operasi tertentu, melalui pertanyaan bagaimana, kapan, di mana, dan berapa lama diperoleh hasil yang diharapkan itu.

Konsep pembangunan kekuatan yang berorientasi pada pengembangan kemampuan (capability based planning/CBP) dewasa ini dianut oleh banyak negara di dunia, karena tuntutan perkembangan lingkungan strategis. Dunia dewasa ini sedang menghadapi ancaman dan peperangan baru yang disebut ancaman non tradisional dengan aplikasi asymmetrical warfare. Spektrum ancaman begitu luas mulai dari  kemungkinan serangan senjata nuklir, perang konvensional, konflik regional, terorisme, perdagangan narkoba, pembajakan, perompakan di laut, bantuan kemanusiaan, penanggulangan bencana alam, dan lain sebagainya.

Para ahli politik dan militer mengatakan bahwa dunia sekarang sedang memasuki perang generasi keempat (fourth generation warfare) yang ditandai dengan perubahan radikal dalam hal siapa yang melakukan perang, bagaimana mereka melakukannya dan apa alasannya. Karena itu seorang pengamat, Martin van Creveld mulai meragukan filosofi dan strategi perang menurut konsep Clausewitz yang sudah dianut selama lebih dari satu abad yaitu; perang hanya dapat dimenangkan bila ada keterpaduan antara pemerintah, rakyat dan militer.

Sebaliknya dia mengatakan bahwa perang masa depan tidak akan dilancarkan oleh tentara/militer tapi oleh sekelompok orang, mungkin kita sebut teroris, oleh gerilya, bandit bahkan oleh perampok. Itulah sebabnya untuk menghadapi masa depan seperti itu, para perencana menempuh suatu pendekatan baru untuk membangun kekuatan Angkatan Bersenjatanya. Capability based planning menurut Dr Paul K Davis adalah planning under uncertainty, to provide capabilities suitable for a wide range of modern-day challenges and circumstances while working within an economic framework that necessitates choice.

2. Konsep 

Kemampuan dalam konteks pertahanan adalah merupakan hasil kombinasi dan perkalian berbagai faktor masukan, dan bukan merupakan hasil penjumlahan dari berbagai masukan tersebut. Juga lebih merupakan sinergi yang muncul dari cara bagaimana masukan itu dipadu dan diterapkan secara tepat yang kemudian akan menentukan tingkat kemampuan untuk suatu kegiatan tertentu. Dalam masalah pertahanan masukan pokok (fundamental inputs) yang menghasilkan kemampuan dapat dikatagorikan secara umum sebagai berikut:

a. Personil, yaitu semua orang baik militer (termasuk cadangan) maupun sipil, dikaitkan dengan penerimaan, pendidikan dan latihan, penempatan, termasuk pemberian penghargaan, sistem penggajian dan pemberian tunjangan.

b. Organisasi, mencakup pembagian fungsi, keseimbangan tugas yang tepat, struktur, serta komando dan kontrol.

c. Latihan, menekankan pada latihan secara kelompok, untuk memperoleh kemampuan (competency) dan keterampilan (skills), agar siap melakukan tugas operasi.

d. Sistem, yang dimaksud adalah alat utama sistem senjata yang dapat diukur dengan biaya (uang) mencakup namun tidak terbatas pada; kapal, tank, peluru kendali, kendaraan lapis baja, penginderaan utama, sistem elektronik dan pesawat udara.

e. Suplai, mencakup seluruh sistim dukungan logistik dan perbekalan termasuk cadangan (stock).

f. Fasilitas, meliputi bangunan, infrastruktur, pabrik, peralatan, daerah latihan, bengkel-bengkel dan lain-lain yang dibutuhkan untuk pemeliharaan dan perbaikan baik di pangkalan utama maupun di pangkalan aju, baik milik sendiri maupun disewa.

g. Dukungan lain, seperti industri milik sipil atau perorangan, kontraktor, agen pemerintah lainnya, maupun dukungan internasional.

h. Komando dan manajemen, berisikan seluruh perangkat lunak yang tertulis, seperti; peraturan, instruksi,publikasi, arahan (direktif), doktrin, prosedur taktis, yang dibutuhkan untuk pertahanan  dan untuk mendukung pengambilan keputusan, administrasi dan operasi.

Konsep capability based planning berupaya memberikan dasar yang rasional untuk pengambilan keputusan pemerintah, agar perencanaan lebih responsif untuk menghadapi situasi ketidakpastian, kendala keuangan dan risiko. Karena memusatkan perhatian pada tujuan (goal), maka pertanyaan yang diajukan adalah; what do we need to do, dan bukan; what equipment are we replacing.  Karena itu konsep capability based planning memiliki karakteristik sebagai berikut:

a. Elemen-elemen penting yang membangun sistem memiliki saling ketergantungan satu sama lain (material, manusia, doktrin, organisasi, pendukung dan sebagainya), namun memberi peluang untuk dapat dilakukan trade off karena pertimbangan biaya dan risiko agar diperoleh performance yang optimal.

b. Capability based planning, menggunakan pengelompokan, penentuan dan pembagian kemampuan-kemampuan yang diperlukan secara tegas dan jelas, untuk memudahkan dalam pengendaliannya (building blocks).

c. Pengembangannya harus sistematik, dan diarahkan pada pilihan kekuatan yang tepat untuk menjawab kebutuhan prioritas sesuai dengan arahan pemerintah, tujuan strategi keamanan dengan biaya seminimal mungkin.

d. Pada tingkat strategi, operasional dan taktik, konsep ini harus dapat dilakukan pengujian (test), apalagi penerapan teknologi baru. Penempatan personil yang cakap dan berpengalaman, merupakan keharusan.

e. Capability based planning, juga dapat dinilai keandalannya melalui skenario situasi yang mendekati kenyataan, atau sesuai dengan penugasan dan arahan pemerintah.

f. Capability based planning harus mampu menyediakan suatu kerangka kerja bersama dalam kaitan dengan organisasi pertahanan yang lain (berbeda) misalnya organisasi sipil.

g. Salah satu kunci sukses konsep capability based planning adalah pada penerapan jointness, di mana untuk mencapai tujuan yang besar dilakukan secara gabungan matra pertahanan.

Dari hal-hal tersebut di atas, nyata bahwa konsep capability based planning mempunyai perbedaan yang mendasar dengan perencanaan kekuatan yang selama ini kita kenal, dan yang kita anut. Perbedaan pertama, bahwa capability based planning berkonsentrasi pada “apa yang perlu dilakukan” dan bukan pada “apa yang akan kita adakan (bangun)”. Kedua, konsep ini berupaya untuk tidak memberikan jawaban/solusi terlalu dini, melainkan memberikan kesempatan dan mendorong munculnya alternatif-alternatif lain, karena luasnya spektrum ancaman yang dihadapi. Contohnya, mengubah pertanyaan dari “jenis atau tipe meriam apa yang akan kita pasang”, menjadi pertanyaan “bagaimana kita memberikan bantuan tembakan pada pasukan di darat”.

Sebagai perbandingan di bawah ini ditampilkan contoh proses capability based planning versi The Technical Cooperation Program Subcommittee on Non–Atomic Military Research and Development:

 

Gambar 1. Proses Generik Peta Capability-Based Planning

3. TNI AL dan Capability Based Planning

Untuk pengembangan ke depan agar mampu menghadapi situasi lingkungan yang berkembang, maka mau tidak mau TNI termasuk TNI- AL juga harus mengembangkan konsep pembangunan kekuatan yang memfokuskan pada kemampuan apa yang diperlukan untuk menjawab tantangan yang beragam.

Sebagaimana lazimnya di negara demokrasi, terdapat dua kubu besar yang sangat menentukan dalam proses ini, yakni; pengambil keputusan, (domain politik), dan penyusun kemampuan (domain militer) yang sering kali dalam praktek berbenturan karena kepentingan masing-masing. TNI-AL berada pada bagian penyusun kemampuan, yang lebih tahu secara rinci tentang segala sesuatu yang menyangkut elemen-elemen penentu, yang hasilnya akan disalurkan secara hirarki ke Mabes TNI, dan selanjutnya diteruskan ke Departemen Pertahanan.

Mengacu pada kondisi TNI –ALsaat ini dan dihadapkan pada fundamental inputs di atas, maka perlu dilakukan pemilihan prioritas pengembangan yaitu pada  personil dan sistem, tanpa mengabaikan sama sekali elemen-elemen yang lain (untuk saat ini dianggap sudah memadai). Visi TNI-AL 2024 perlu diisi dengan pembangunan kedua elemen penting ini, yang antara lain untuk bidang personil:

1. Pembenahan kurikulum pendidikan jenjang perwira yang berkesinambungan dari pendidikan pembentukan sampai yang tertinggi, dengan materi-materi pelajaran yang berkaitan langsung dengan profesionalisme prajurit matra laut. Hal ini dapat dilakukan dengan menyusun kurikulum longitudinal, untuk menghindari pemberian materi pelajaran yang berulang (tumpang tindih) pada setiap jenjang pendidikan.

2.  Berkaitan dengan titik 1, pendidikan setingkat Diklapa II, seyogyanya ditambah dengan pengenalan the fourth generation warfare, Revolution in Military Affairs dan joint operations. Sedangkan  untuk tingkat Sesko  hendaknya memperdalam  policy and strategy, termasuk filosofi perang, international law termasuk hukum perang, national security and decision making serta employment of naval forces yaitu battlespace/maritime awareness, combined operations dan  naval diplomacy.

3. Memperbanyak pengiriman perwira untuk mengikuti pendidikan di luar negeri untuk semua tingkatan, khususnya ke negara-negara maritim maju. Karena itu mutlak diperlukan keterampilan berbahasa Inggris.

4. Sedapat mungkin mengikuti seminar, simposium, diskusi tentang  keangkatan lautan  ataupun maritim pada umumnya, baik di dalam  maupun di luar negeri.

Sedangkan di bidang sistem; yaitu alat utama sistem senjata yang karena kendala biaya, penyusunan prioritasnya harus lebih ketat lagi. Untuk kapal perang tempur diperlukan tipe figat, korvet dan kapal selam dengan persenjataan strategis, kapal patroli cepat, kapal bantu (logistik, angkut dan rumah sakit) dan kapal hidrografi.  Diperlukan pula pesawat udara intai taktis sebagai kepanjangan tangan dan mata unsur atas air. Salah satu faktor yang sangat penting dari semua alut sista ini adalah alat sensor dan komunikasi yang di samping ke andalannya, juga harus diarahkan untuk mampu melaksanakan secara interoperability manakala ikut serta dalam latihan ataupun operasi bersama (combined operations) dengan negara lain.

4. Tim Perencana

Karena perencanaan capability based planning berada dalam cakupan perencanaan jangka sedang dan jangka panjang, maka diperlukan suatu tim atau kelompok perencana yang permanen, untuk menjaga kesinambungan kegiatan yang ditunjuk langsung oleh pimpinan, yang dengan sendirinya bertanggung jawab juga kepadanya. Di lingkungan TNI-AL, pejabat inti yang kira-kira dapat masuk dalam tim ini yaitu: Asrena, Aslog, Asops, Aspers, ditambah beberapa Kadis terkait, yang ke semuanya di bawah supervisi Kasal.

5. Penutup 

Perencanaan yang didasarkan pada kemampuan apa yang diperlukan, memungkinkan para perencana kekuatan pertahanan (militer), mengembangkan kekuatan yang handal untuk mencapai tujuan strategik yang telah ditentukan (oleh pemerintah), sejalan dengan ancaman masa kini (asymmetrical threat). Tahap-tahap penting  dalam proses penyusunan capability based  planning adalah adanya  political guidance dari pemerintah, penentuan prioritas, tujuan kemampuan yang diinginkan, memilah-milah  kemampuan setelah mengkaji  ancaman yang dihadapi, melakukan penilaian (assessment) dan terakhir dihadapkan pada kendala sumber daya (uang). Diperlukan satu tim perencana, agar dalam penyusunannya tercapai prinsip terus menerus dan berkesinambungan.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap