AUSMIN 2011 DAN IMPLIKASINYA TERHADAP INDONESIA

Oleh: Alman Helvas Ali

1. Pendahuluan 

Pada 15 September 2011 di San Fransisco, Amerika Serikat berlangsung forum AUSMIN (Australia-United States Ministerial Consultations). AUSMIN adalah forum konsultasi tahunan antara Australia dan Amerika Serikat yang melibatkan Menteri Luar Negeri dan Menteri Pertahanan kedua negara. Sebagaimana layaknya sebuah pertemuan antar negara, Australia dan Amerika Serikat menerbitkan komunike bersama yang berisi kesepakatan-kesepakatan yang dicapai dalam forum konsultasi tersebut.

Dalam komunike tersebut, terdapat beberapa isu keamanan kawasan dan kerjasama pertahanan Australia-Amerika Serikat yang secara tidak langsung berimplikasi terhadap Indonesia. Indonesia sebagai negara yang berbatasan langsung dengan Australia sekaligus kepentingan nasionalnya seringkali bersinggungan dengan Australia maupun Amerika Serikat, termasuk pada domain maritim, perlu memahami dinamika hubungan kerjasama kedua negara tersebut. Terkait dengan hal itu, tulisan ini akan mengulas tentang komunike AUSMIN 2011 yang secara langsung maupun tidak langsung terhadap Indonesia.

2. Butir Penting Komunike AUSMIN 2011 

AUSMIN 2011 yang diselenggarakan di San Fransisco mempunyai nilai tersendiri karena sekaligus menandai peringatan 60 tahun penandatanganan aliansi Australia-Amerika Serikat melalui Perjanjian ANZUS (Australia-New Zealand-United States). Meskipun dalam realita ANZUS telah mengalami kemunduran seiring penarikan diri Selandia Baru dari organisasi itu pada 1986 karena isu kapal perang bertenaga nuklir Amerika Serikat, namun keretakan dalam ANZUS sama sekali tidak memberikan pengaruh kerjasama pertahanan Australia-Amerika Serikat.

Dalam rangka kerjasama pertahanan, Australia dan Amerika Serikat merancang forum konsultasi tahunan yang melibatkan Menteri Pertahanan dan Menteri Luar Negeri kedua negara. Forum yang dikenal sebagai AUSMIN itu merupakan wadah konsultasi antara kedua negara untuk membahas isu-isu keamanan kawasan dan global yang tengah mengedepan dan bagaimana kerjasama pertahanan kedua negara merespon isu-isu tersebut. Oleh karena itu, isu-isu keamanan yang dibahas setiap tahunnya senantiasa berganti dari satu isu ke isu lainnya, meskipun tidak jarang dalam beberapa tahun berturut-turut suatu isu yang sama masih terus dibahas sesuai dengan dinamika yang berkembang di lapangan.

Dalam AUSMIN 2011, dari sejumlah isu keamanan yang dibicarakan oleh Australia dan Amerika Serikat beserta isu kerjasama pertahanan kedua negara dalam tahun-tahun ke depan, setidaknya terdapat sejumlah isu yang perlu mendapat perhatian Indonesia.

Pertama, hubungan trilateral Australia-Jepang dan Amerika Serikat. Australia dan Amerika Serikat sepakat untuk mendukung pengembangan hubungan pertahanan dan keamanan Australia-Jepang dan mengambil langkah untuk meningkatkan kesempatan-kesempatan interoperabilitas dan latihan di antara Australia-Jepang-Amerika Serikat. AUSMIN 2011 menyetujui pula peningkatan koordinasi kebijakan antar ketiga negara pada cakupan isu keamanan regional dan global melalui Dialog Keamanan Trilateral dan Forum Kerjasama Keamanan dan Pertahanan trilateral.

Kedua, hubungan dengan India. Australia dan Amerika Serikat menyambut pelibatan India di Asia Timur sebagai bagian dari kebijakan Look East yang dianut oleh India. Kedua negara juga sepakat memperdalam ikatan-ikatan strategis dengan India sekaligus mengidentifikasi area-area yang potensial bagi kerjasama trilateral Amerika Serikat, Australia dan India. Area-area kerjasama potensial bagi ketiga negara itu termasuk keamanan maritim, manajemen resiko bencana dan arsitektur kawasan.

Ketiga, hubungan dengan Cina. Komunike AUSMIN 2011 menyambut kebangkitan Cina yang stabil, damai dan sejahtera yang memainkan peran konstruktif di Asia dan urusan-urusan global. Australia dan Amerika Serikat juga setuju untuk membangun hubungan yang positif, kooperatif dan komprehensif dengan Cina dan sekaligus menata perbedaan-perbedaan kedua belah pihak dengan Cina secara konstruktif. Kedua negara mendorong pula hubungan antar militer dengan Cina yang stabil, sehat, dapat diandalkan dan berkelanjutan dengan diskusi-diskusi yang terbuka, transparan dan substantive pada isu kemampuan dan niat.

Keempat, hubungan dengan Indonesia. AUSMIN 2011 menyepakati bahwa kedua negara lewat jalur bilateral akan memperkuat kerjasama pertahanan dan keamanan dengan Indonesia, khususnya peningkatan koordinasi pada humanitarian assistance and disaster relief (HADR), international peacekeeping, upaya-upaya anti pembajakan, keamanan maritim dan kegiatan-kegiatan counterterrorist.

Kelima, Laut Cina Selatan. Dalam komunike AUSMIN 2011, Australia dan Amerika Serikat menegaskan kembali kepentingan mereka terhadap kebebasan bernavigasi, pemeliharaan perdamaian dan stabilitas, penghormatan terhadap hukum internasional dan perdagangan sesuai hukum yang tidak terhalang di Laut Cina Selatan. Kedua negara menegaskan kembali bahwa mereka tidak mengambil posisi pada klaim teritorial yang diperebutkan di Laut Cina Selatan dan meminta pemerintah-pemerintahan (lain) untuk mengklarifikasi dan mengejar klaim teritorial mereka dan hak-hak maritim yang menyertai sesuai dengan hukum internasional, termasuk UNCLOS. Komunike juga menegaskan kembali bahwa Amerika Serikat dan Australia mendukung Declaration on the Conduct of Parties in the South China Sea antara ASEAN dan Cina, selain penegasan sikap kedua negara yang menentang penggunaan koersi atau kekuatan untuk memajukan klaim pihak manapun atau mengganggu kegiatan ekonomi yang sah.

Keenam, penguatan aliansi Australia-Amerika Serikat. Menyangkut butir ini, kedua negara sepakat untuk (i) membuka opsi bagi peningkatan akses Amerika Serikat terhadap fasilitas pelatihan, latihan dan lapangan tembak Australia, (ii) penempatan perlengkapan militer (prepositioning) Amerika Serikat di Australia, (iii) opsi bagi penggunaan lebih luas bagi Amerika Serikat terhadap fasilitas-fasilitas dan pelabuhan Australia dan (iv) opsi bagi aktivitas-aktivitas gabungan dan bersama di kawasan. Para petinggi Australia dan Amerika Serikat sepakat pula bahwa kekuatan militer kedua negara dirancang posturnya untuk merespon secara tepat waktu dan efektif untuk serangkaian kontinjensi yang mungkin muncul di kawasan. Menyangkut interoperabilitas, kedua negara setuju untuk meningkatkan interoperabilitas kekuatan militer mereka, khususnya yang terkait dengan komitmen bersama untuk kerjasama pada pesawat tempur dan angkut, helikopter, sistem tempur kapal selam dan teknologi torpedo.

3. Benang Merah AUSMIN 2011

Mencermati sejumlah butir komunike AUSMIN 2011, setidaknya terdapat dua isu penting yang perlu mendapat Indonesia. Dua isu tersebut mencerminkan benang merah AUSMIN 2011 yang akan mewarnai dinamika hubungan dan kerjasama Australia-Amerika Serikat ke depan di kawasan Asia Pasifik. Serta memberikan pula implikasi terhadap negara-negara lain di kawasan, baik secara internal maupun eksternal. Kedua isu penting yang menjadi benang merah AUSMIN 2011 adalah sebagai berikut.

Pertama, peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik. Nampak jelas bahwa sejumlah butir komunike dalam AUSMIN 2011 secara langsung maupun tidak langsung menyinggung tentang peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik yang tentu saja mendapatkan perhatian khusus Australia-Amerika Serikat. Hal itu bisa dilihat dari komunike hubungan trilateral Australia-Jepang dan Amerika Serikat, hubungan dengan India, hubungan dengan Cina dan isu Laut Cina Selatan.

Tidak dapat dipungkiri kalau semangat dari sejumlah komunike AUSMIN 2011 adalah memperkuat Quadrilateral Initiative yang telah digagas sejak era Presiden George H.W Bush, Jr. Sebagaimana diketahui, Quadrilateral Initiative melibatkan Australia, Amerika Serikat, Jepang dan India dan salah satu bentuk kerjasama mereka adalah latihan bersama Angkatan Laut secara rutin. Dalam hubungan trilateral Australia-Jepang dan Amerika Serikat sebagaimana dinyatakan dalam komunike AUSMIN 2011, tentu saja menjadi pertanyaan menarik ditujukan kepada negara mana pengembangan hubungan pertahanan dan keamanan Australia-Jepang, interoperabilitas dan latihan di antara Australia-Jepang-Amerika Serikat, begitu juga peningkatan koordinasi kebijakan antar ketiga negara.

Begitu pula menyangkut hubungan dengan India. Sambutan Australia dan Amerika Serikat terhadap pelibatan India di Asia Timur dan dorongan mengidentifikasi area-area yang potensial bagi kerjasama trilateral Amerika Serikat-Australia-India tidak dapat dilepaskan pula dari upaya merespon peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik. Sudah menjadi kebijakan Amerika Serikat sejak era Presiden George H.W Bush, Jr untuk merangkul India dalam menghadapi peningkatan peran Cina di kawasan. Sehingga dimasukkannya tentang hubungan Australia-Amerika Serikat dengan India dalam komunike AUSMIN 2011 bukan suatu hal yang mengejutkan sama sekali.

Penguatan Quadrilateral Initiative sebagai secara implisit tercermin dalam AUSMIN 2011 akan membuat dinamika politik dan keamanan di kawasan Asia Pasifik tahun-tahun ke depan semakin dinamis sekaligus akan terus menguatnya ketegangan keempat negara dalam iniasitif itu terhadap Cina. Apalagi beberapa waktu sebelum AUSMIN 2011 digelar, delegasi India telah mengunjungi Vietnam dan mencapai kesepakatan dengan tuan rumah untuk melaksanakan kerjasama energi berupa eksplorasi dan eksploitasi ladang minyak dan gas di wilayah Laut Cina Selatan yang diklaim oleh Vietnam. Adanya investasi minyak dan gas India di Laut Cina Selatan akan memperkokoh kehadiran India di perairan strategis itu, meskipun India bukan negara pengklaim dalam sengketa di sana.

Adapun komunike AUSMIN 2011 tentang Laut Cina Selatan pada dasarnya lebih pada penegasan sikap Australia-Amerika Serikat terhadap sengketa di perairan itu. Sesungguhnya tidak ada hal baru dalam komunike menyangkut Laut Cina Selatan, selain determinasi sikap kedua negara terhadap sengketa tersebut. Sebagaimana tersirat dalam komunike, pernyataan tentang Laut Cina Selatan lebih banyak ditujukan kepada Cina yang dipandang oleh kedua negara dalam beberapa tahun terakhir semakin asertif menegaskan klaimnya tanpa mempedulikan hukum internasional.

Kedua, penguatan kerjasama pertahanan Australia-Amerika Serikat. Guna merespon dinamika lingkungan strategis kawasan Asia Pasifik, di antaranya tentang peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik, selain memperkuat Quadrilateral Initiative, kedua negara juga sepakat untuk menguatkan kerjasama pertahanan bilateral. Sejumlah kesepakatan menyangkut penguatan kerjasama pertahanan kedua negara mencerminkan bahwa Amerika Serikat selain meningkatkan aksesnya terhadap fasilitas militer Australia dan menjadikan Australia sebagai salah satu pusat logistik militernya, juga menggandeng Australia untuk lebih berperan dalam isu keamanan kawasan, di antaranya melalui perancangan postur pertahanan kedua negara yang interoperable.

Dengan perkembangan demikian, Australia ke depan dipastikan akan berperan lebih besar di kawasan Asia Pasifik. Apabila selama ini peran Australia lebih banyak di kawasan Pasifik Selatan, Pasifik Barat Daya dan Asia Tenggara, ke depan peran itu akan meluas ke kawasan Asia Timur lewat kerjasama dengan Amerika Serikat dan Jepang. Ketika merambah kawasan Asia Timur, Australia akan berhadapan langsung dengan Cina yang nampaknya semakin tidak nyaman dengan kehadiran kekuatan-kekuatan ekstra kawasan di sekitar wilayahnya.

Untuk mendukung perluasan peran pertahanan Australia di kawasan Asia Pasifik, tentu saja harus didukung oleh peningkatan kemampuan pertahanan negara itu, termasuk dalam hal keunggulan teknologi. Mengingat bahwa kekuatan pertahanan yang akan dihadapi Australia nantinya adalah suatu kekuatan dengan teknologi maju, maka merupakan persyaratan mutlak agar Australia memiliki keunggulan teknologi. Dalam konteks itulah Amerika Serikat memperkuat komitmennya untuk kerjasama di bidang teknologi pertahanan, termasuk di dalamnya sistem tempur kapal selam dan teknologi torpedo.

Khusus dua hal yang terkait mempunyai keterkaitan erat dengan Project Sea 1000, yaitu pengadaan 12 kapal selam future submarine sebagai pengganti enam kapal selam kelas Collins. Walaupun hingga saat ini Australia terus menghadapi berbagai masalah dalam pengoperasian kapal selam kelas Collins, tetapi nampaknya negara itu masih akan mengandalkan pengembangan kapal selam secara mandiri untuk pengadaan 12 kapal selam baru. Aspirasi sebagian kalangan di Australia agar Departemen Pertahanan negara itu mengadakan kapal selam baru lewat off the shelve sepertinya kurang mendapat dukungan kuat dari pengambil kebijakan pertahanan maupun industri perkapalan Australia sendiri.

Untuk itulah peran Amerika Serikat sangat dibutuhkan oleh Australia dalam program kapal selam baru. Dengan tidak melalui jalur off the shelve, Australia membutuhkan pasokan teknologi kapal selam yang tidak tersedia dalam jumlah banyak di pasaran internasional, termasuk di antaranya sistem tempur kapal selam. Seperti diketahui, salah satu alasan pengembangan kapal selam secara mandiri adalah agar kemampuan operasional kapal selam itu terbatas informasinya dibandingkan melalui jalur off the shelve di mana negara konsumen suatu jenis kapal selam pasti lebih dari satu sehingga kemampuan operasionalnya lebih mudah diketahui. Pasokan teknologi dari Amerika Serikat akan sangat menguntungkan Australia, sebab Amerika Serikat adalah negara produsen kapal selam yang tidak mengekspor kapal selam maupun teknologinya.

Kerjasama teknologi torpedo pada dasarnya merupakan kelanjutan kerjasama yang telah terjalin selama ini. Dalam kerjasama yang ada saat ini, Australia dan Amerika Serikat telah mengembangkan torpedo Mk.48 Mod.7 Common Broadband Advanced Sonar System (CBASS) yang dianggap sebagai torpedo berat utama dunia. Torpedo jenis ini telah memperkuat jajaran kapal selam Australia kelas Collins. Dengan dilanjutkannya kerjasama teknologi torpedo antar kedua negara, dapat dipastikan bahwa Australia dan Amerika Serikat akan mengembangkan torpedo baru untuk memperkuat kapal selam baru Australia. Bisa jadi torpedo baru itu nantinya merupakan pengembangan lanjutan dari torpedo Mk.48 Mod.7 atau dapat pula torpedo yang belum pernah ada di pasar sebelumnya.

4. Tataran Politik dan Keamanan

Komunike AUSMIN 2011 dapat dipastikan akan segera diimplementasikan di lapangan. Dalam implementasi tersebut, Indonesia dipastikan akan terkena implikasinya, baik secara politik maupun politik keamanan. Apalagi secara geografis Indonesia bertetangga langsung Australia, sehingga peningkatan aktivitas militer Australia-Amerika Serikat pasti akan berimplikasi terhadap Indonesia. Berdasarkan analisis penulis, sedikitnya terdapat dua implikasi dari implementasi komunike AUSMIN 2011 terhadap Indonesia.

Pertama, politik. Secara politik, komunike AUSMIN 2011 sebagian di antaranya bernafaskan sikap hati-hati dan sekaligus perhatian yang mendalam terhadap peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik. Komitmen Australia dan Amerika Serikat untuk menguatkan Quadrilateral Initiative akan membuat kedua negara untuk menggalang dukungan dari negara-negara lain di kawasan, baik pada forum bilateral maupun multilateral. Misalnya dalam bentuk mengangkat isu-isu sensitif yang memiliki keterkaitan dengan Cina, seperti isu Laut Cina Selatan.

Dewasa ini, tidak dapat dipungkiri bahwa Amerika Serikat berupaya untuk mempengaruhi Indonesia guna menghadapi peningkatan peran Cina di kawasan. Upaya itu bisa dilihat dari beberapa agenda yang disepakati oleh Indonesia-Amerika Serikat dalam Defense Framework Agreement. Disadari atau tidak, agenda-agenda itu terkesan diarahkan untuk menghadapi peningkatan peran Cina di kawasan, khususnya dalam bidang pertahanan.

Dikaitkan dalam AUSMIN 2011, Indonesia belum terlambat untuk menyiapkan sikap politik guna mengantisipasi tekanan politik yang mungkin muncul dari Amerika Serikat. Dengan profil Indonesia di kawasan Asia Tenggara sebagai pemimpin de facto ASEAN, dukungan Indonesia kepada Amerika Serikat sangat dinantikan. Situasi yang seperti inilah yang hendaknya diantisipasi sejak dini.

Kedua, keamanan perairan Indonesia. Implementasi komunike AUSMIN 2011 akan meningkatkan aktivitas militer Amerika Serikat dan Australia di perairan yurisdiksi Indonesia. Aktivitas militer yang dimaksud adalah berlalu lalangnya kapal perang dan pesawat udara Amerika Serikat dalam intensitas yang lebih tinggi di wilayah Indonesia ke dan dari Australia, khususnya kapal perang dan pesawat udara yang beroperasi di kawasan Asia Timur. Hal itu menuntut kemampuan Indonesia untuk mengamankan perairannya, khususnya perairan yang merupakan jalur pendekat ke dan dari Australia.

Peningkatan frekuensi perlintasan kapal perang dan pesawat udara Amerika Serikat dan Australia di perairan yurisdiksi Indonesia dapat pula diterjemahkan sebagai desakan konsisten kedua negara terhadap Indonesia terhadap penetapan ALKI Timur-Barat. Sampai saat ini, tidak dapat dipungkiri kesan bahwa Indonesia berupaya untuk mempertahankan status quo, dalam arti tidak memberikan sikap akhir terhadap desakan penetapan ALKI baru itu. Seperti diketahui, secara tradisional kapal perang Amerika Serikat maupun Australia melakukan pelayaran melalui Laut Jawa ke dan dari Selat Lombok.

Ketiga, pembangunan kekuatan pertahanan Australia. Pembangunan kekuatan pertahanan Australia ditujukan untuk menjadi kekuatan pertahanan yang termodern dan tercanggih di kawasan Asia Pasifik (di luar Amerika Serikat) dalam rangka mengamankan kepentingan nasional Australia. Makin meningkatnya kemampuan kekuatan pertahanan Australia dapat saja berpotensi berbenturan dengan kepentingan Indonesia, sebagaimana preseden yang terjadi di masa lalu. Meskipun saat ini hubungan Australia-Indonesia tergolong hangat dan diikat oleh The Lombok Agreement, akan tetapi Indonesia hendaknya tidak menafikan kemungkinan memburuknya hubungan kedua negara di masa depan.

Hendaknya selalu dipahami bahwa Australia memiliki aspirasi geopolitik yang cukup besar di kawasan Indonesia Timur. Kawasan tersebut hingga saat ini masih mengandung beberapa kerawanan konflik, khususnya di wilayah Maluku dan Papua. Perairan di kawasan Indonesia Timur juga merupakan wilayah jalur pendekat pelayaran dan penerbangan dari Australia menuju Asia Timur dan sebaliknya. Berangkat dari kondisi itu, kekuatan pertahanan Australia yang lebih kuat sewaktu-waktu dapat menjadi tantangan dan ancaman bagi kepentingan nasional Indonesia.

5. Penutup 

Komunike AUSMIN 2011 menggambarkan sikap dan determinasi Australia dan Amerika Serikat dalam merespon dinamika kawasan Asia Pasifik dihadapkan pada kepentingan bersama mereka. Tidak dapat dipungkiri bahwa salah satu isu utama yang mewarnai butir-butir komunike AUSMIN 2011 adalah peningkatan peran Cina di kawasan Asia Pasifik, yang mana terkesan dengan hati-hati bahwa kedua negara mencermati dengan seksama peningkatan peran tersebut. Singkatnya, kedua negara sepakat untuk memperkuat kerjasama dengan beberapa negara lain di kawasan Asia Pasifik dalam rangka “membendung” laju peran Cina di kawasan. Termasuk kerjasama di bidang pertahanan yang antara lain bertujuan untuk memperkuat postur militer kedua negara dalam rangka merespon kontinjensi di kawasan dan sekaligus meningkatkan bantuan Amerika Serikat kepada Australia dalam beberapa teknologi militer maju dan sensitif.

Indonesia yang terletak di kawasan Asia Tenggara secara langsung maupun tidak langsung akan terkena implikasi dari implementasi komunike AUSMIN 2011 tersebut. Oleh karena itu, baik pada aspek politik maupun keamanan Indonesia hendaknya sejak dini mencoba meraba apa yang akan terjadi dan menyiapkan langkah-langkah antisipatif. Posisi geografis Indonesia yang berada di tengah-tengah kekuatan-kekuatan kawasan yang tengah bersaing rentan terkena implikasi dari persaingan tersebut, sehingga dibutuhkan kesiapan secara politik dan keamanan untuk mengamankan kepentingan nasional Indonesia.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap