ATURAN PELIBATAN DAN PENGERAHAN KEKUATAN TNI ANGKATAN LAUT

 ATURAN PELIBATAN DAN PENGERAHAN KEKUATAN TNI ANGKATAN LAUT

Oleh:  Willy F Sumakul, FKPM.

 

1.    Pendahuluan

Istilah Aturan Pelibatan atau yang lebih dikenal sebagai Rule of Engagement ( ROE), pada umumnya hanya dikenal dan dipakai dibidang militer dan tidak digunakan  dikalangan sipil. Bila kita menemukan penggunaan ROE dikalangan non militer ( di Indonesia) misalnya Polisi, aparat penegak hukum yang lain, aparat Pemerintah daerah dsb, tentulah hal itu di adopsi dari kalangan militer. Dapat dipastikan  penggunaan ROE  tersebut bukanlah ROE yang sesungguhnya yang nanti akan dibahas dalam  tulisan dibawah ini. Secara umum Aturan Pelibatan (Rule Of Engangement) dapat didefinisikan sebagai: “Petunjuk–petunjuk yang disusun oleh Pemerintah suatu negara untuk menggambarkan keadaan lingkungan strategis serta pembatasan-pembatasan dalam mana kekuatan angkatan perang negara tersebut (darat, laut dan udara) akan memulai suatu tindakan, dan atau meneruskan kontak tempur dengan kekuatan pihak lain atau musuh pada suatu keadaan tertentu.”

Dari definisi tersebut , yang dimaksud dengan kata  “pelibatan” atau lebih tepatnya “penggunaan” adalah penggunaan kekuatan militer dan bukan kekuatan sipil. Selanjutnya diartikan bahwa, pengaturan atau pembuatan Aturan Pelibatan merupakan wewenang pemerintah suatu negara, sedangkan para pemimpin militernya mulai dari yang tertinggi sampai ke tingkat komandan lapangan (on scene commander) adalah pelaksana ROE tersebut. Hal ini tentu mengacu pada kedudukan dan hakekat kekuatan militer disuatu negara (demokrasi)  yang tidak lain adalah instrument (tools) negara dan Pemerintah bersangkutan. Panglima militer sekalipun, tidak memiliki kewenangan menggerakkan kekuatannya tanpa seizin pemerintah, kecuali dalam keadaan tertentu ada pendelegasian wewenang. Tersirat juga dalam definisi tersebut bahwa militer baca: Angkatan Perang sebagai kekuatan inti pertahanan negara, akan digunakan sesuai dengan tugas yang diembannya untuk menjaga, memelihara dan mempertahankan eksistensi suatu negara bangsa  dari setiap ancaman baik yang datang dari luar maupun datang dari dalam. Lebih jauh lagi untuk dipahami bahwa pada hakekatnya setiap tindakan militer yang dilakukan baik dalam masa perang maupun dalam masa damai, apapun wujudnya, tidak lain merupakan implementasi dari keputusan politik pemerintah sipil. Karena itu risiko dan tanggung jawabnya berada ditangan pemerintah juga.  Jadi jelas bahwa sebenarnya tidak ada suatu tindakan militer yang dilakukan , tanpa adanya keputusan politik pemerintah yang mendahuluinya sebagai dasar tindakan.  Di sinilah sebenarnya esensi dari pengertian “civilian supremacy over military” di suatu negara demokrasi di mana para pemimpin militer tunduk pada “the elected politician”, dalam hal ini Presiden atau Kepala Pemerintahan. Di Indonesia kedudukan TNI, sudah jelas menurut UU No 34 tahun 2004  tentang Tentara Nasional Indonesia,  pada pasal 3, ayat 1, dinyatakan : Dalam pengerahan dan penggunaan kekuatan militer, TNI berkedudukan dibawah Presiden. Kemudian dalam hal Pengerahan dan Penggunaan Kekuatan  TNI dalam pasal 17 ditegaskan: Kewenangan dan tanggung jawab pengerahan kekuatan TNI berada pada Presiden.  Hanya saja  UU tentang TNI tersebut perlu dielaborasi kedalam perangkat peraturan yang lebih rendah , lebih detail misalnya ;PerPres, Peraturan Pemerintah dll.  Akhir-akhir ini di Indonesia kita mendengar adanya pengerahan kekuatan Angkatan Laut ( kapal-kapal perang) kebeberapa lokasi dimana kemungkinan terjadi pelanggaran wilayah teritorial oleh pihak asing. Dalam hal ini perlu ditinjau apakah pengerahan kekuatan AL tersebut adalah bagian dari kegiatan patroli rutin yang memang dilakukan sepanjang tahun, seperti patroli Kamla( suatu kegiatan operasi yang sudah didelegasikan kepada panglima TNI), atau suatu pengerahan khusus untuk suatu tugas khusus pula. Disinilah peran Aturan Pelibatan kekuatan laut, karena akan berdampak pada berbagai bidang yang menyangkut existensi negara.

 

2.   ROE dan berbagai dampak yang ditimbulkan.

       a). Dampak Hukum.

Setiap tindakan militer pasti akan berdampak atau paling kurang mempunyai kaitan dengan hukum, baik hukum nasional maupun hukum internasional. Dampak maupun kaitan dengan hukum ini akan sangat terasa pada pengerahan dan penggunaan kekuatan Angkatan Laut dan Angkatan Udara, karena sifat laut dan udara yang universal saling berhubungan tanpa batas. Khususnya NKRI yang kondisi geografisnya merupakan negara kepulauan  (archipelagic state) di mana 2/3 wilayahnya terdiri dari laut, dan dengan batas antara negara tetangga sebagian besar berbatasan dengan laut, maka hukum laut internasional seperti UNCLOS 82 dan hukum konflik bersenjata (Law of Armed Conflict) khususnya  “the law of Naval Warfare” akan sangat mempengaruhi bahkan membatasi tindakan–tindakan yang akan diambil oleh unsur-unsur Angkatan laut dalam melaksanakan tugasnya di laut.

Kondisi  NKRI ini masih ditambah lagi dengan letak geografisnya yang berada diantara dua benua dan dua samudera sehingga menjadi pertemuan alur pelayaran global yang sangat vital. Konsekwensi dari diakuinya konsep negara kepulauan, maka Indonesia wajib menyediakan Alur Laut Kepulauan dan lintas udara diatasnya untuk perlintasan kapal dan pesawat udara internasional. Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) 3 (tiga) buah inilah yang merupakan suatu keunikan yang tidak terdapat dinegara lain.  Kondisi batas negara lewat laut maupun ALKI, akan menyebabkan unsur-unsur  Angkatan Laut RI (baca: kapal-kapal perang), akan senantiasa berinteraksi dengan kekuatan–kekuatan Angkatan Laut asing maupun kekuatan non Angkatan Laut. Berbeda dengan di daratan  yang hanya berlaku hukum nasional,  setiap kegiatan dan tindakan yang dilakukan dilaut, akan berlaku hukum nasional maupun hukum internasional. Sesuai dengan hukum laut internasional UNCLOS 1982, maka rezim laut yang berlaku di negara kepulauan Indonesia adalah laut pedalaman, laut kepulauan ( Nusantara), laut territorial, zona tambahan, zona ekonomi ekslusif  seterusnya laut bebas. Dimasing-masing rezim laut tersebut memiliki aturan hukum dan perlakuan sendiri-sendiri. Banyaknya pelanggaran hukum yang terjadi diseluruh rezim laut Indonesia, memerlukan penindakan dan penegakan hukum yang jelas dan tegas dari setiap aparat penegak hukum di laut. Dalam setiap upaya penegakan hukum tersebut tidak jarang atau bahkan dapat dikatakan akan selalu  bersentuhan dengan pihak asing  dalam hal ini  kapal sipil maupun kapal perang. Dalam kondisi seperti inilah diperlukan adanya suatu perangkat Aturan Pelibatan yang baku tegas dan jelas yang akan dijadikan pegangan bagi pelaksana tugas dilapangan.

Interaksi yang tidak terhindarkan ini membutuhkan suatu tindakan yang tepat agar tidak menyalahi hukum internasional yang berlaku dan yang terutama tidak membawa kerugian bagi diri sendiri maupun terhadap negara pada umumnya.

 

b). Dampak politik.

Disamping  masalah hukum,  setiap tindakan atau interaksi dengan kekuatan angkatan laut  asing, akan selalu membawa dampak politik sekaligus hubungan antara kedua negara. Hal ini sejalan dengan fungsi kapal perang yang juga mengemban fungsi  Diplomasi . Kapal Perang ( Man of War), dimanapun ia berada akan selalu mencerminkan Kedaulatan Negara bersangkutan  dan karenanya merupakan kepanjangan diplomasi negara bangsa. (contoh: interaksi antara kapal perang AL Indonesia dengan kapal-kapal perang Malaysia di Perairan Ambalat, Kalimantan Timur beberapa waktu yang lalu. Kehadiran kapal-kapal perang RI di perairan tersebut tidak hanya dipersepsi oleh Angkatan Laut Malaysia sebagai tindakan “perlawanan” atas aksi mereka yang tidak bersahabat, akan tetapi juga oleh pemerintah Malaysia  dianggap sebagai tindakan mempertahankan integritas wilayah teritorial negara RI. Jadi dalam kaitan ini pesan politis sangat kental terasa yaitu menggambarkan bagaimana sikap politik pemerintah RI menanggapi persoalan batas wilayah ini.

Karena merupakan produk Pemerintah, maka Aturan Pelibatan (ROE) tidak akan berisi tindakan-tindakan yang bersifat taktis unsur, juga tidak mencakup pembatasan-pembatasan dalam sistem operasional khusus. Demikian pula tidak akan meliputi masalah-masalah yang menyangkut keselamatan (safety), bahkan tidak memuat doktrin angkatan, taktik dan prosedur. Selanjutnya suatu Aturan Pelibatan (ROE) tidak akan menjadi suatu “perintah yang kaku”, bahkan  tidak akan pernah berfungsi sebagai pengganti suatu strategi militer bagi kekuatan–kekuatan yang digelar dimasa damai, krisis maupun masa perang.

c). Dampak pada Hukum Konflik Bersenjata.( Law of Armed Conflict).

Law Of Armed Conflict atau disebut juga International Humanitarian Law,(IHL) adalah merupakan hukum internasional yang mengatur pelaksanaan konflik bersenjata antar pihak-pihak yang bertikai, serta juga membatasi dampak yang dapat ditimbulkan oleh konflik tersebut. Berisi antara lain bagaimana cara melindungi orang  yang tidak terlibat dalam konflik atau sudah tidak lagi terlibat dalam permusuhan ( netral). Disamping itu Hukum ini juga membatasi  dan mengatur penggunaan sarana dan metoda dalam pelaksanaan perang. Pada awalnya IHL disusun karena terinspirasi akan kepedulian terhadap masalah Kemanusiaan serta mengurangi penderitaan manusia akibat perang serta barang-barang miliknya. Jadi sebenarnya Hukum ini disusun untuk mencapai keseimbangan antara Kemanusiaan disatu pihak dan kepentingan militer dipihak lain serta mantaati aturan hukum, membatasi tujuan perang dan kerusakan yang ditimbulkannya. Hukum ini memuat seperangkat aturan yang ditetapkan melalui suatu perjanjian / kesepakatan serta mempertimbangkan praktek-praktek kebiasaan masa lalu.  Secara garis besar terdiri dari dua bagian yaitu Geneva Convention dan Hague Convention. Dapat didefinisikan sebagai berikut: The conduct and responsibility of belligerent nations , neutral nations, and individual engage in warfare in relation to each other and to protect person usually civilians.  Pelanggaran serius terhadap Hukum ini dapat dianggap sebagai penjahat perang ( war crimes).

Pada gambar diagram Venn di bawah ini menunjukkan dua buah lingkaran konsentrik, lingkaran yang satu berada di dalam lingkaran yang lain. Daerah dari lingkaran yang lebih besar mencakup semua tindakan yang dilakukan dan yang diperbolehkan oleh hukum baik hukum nasional maupun hukum konflik bersenjata (law of Armed conflict). Sedangkan yang berada pada lingkaran yang lebih kecil atau yang berada didalam, menunjukkan tindakan yang dapat dilakukan atau diambil, yang diatur dalam Aturan Pelibatan.

x

Jadi jelas kelihatan bahwa tindakan–tindakan yang diatur dalam Aturan Pelibatan, dibatasi secara tegas oleh aturan–aturan atau hukum konflik bersenjata yang berlaku  secara universal dimana semua negara wajib mematuhinya. Dengan kata lain, hukum konflik bersenjata mengikat setiap tindakan suatu negara beserta angkatan bersenjatanya, dimana ketentuan-ketentuan yang ada dalam Aturan Pelibatan harus tetap berada dalam koridor hukum tersebut dan tidak boleh bertentangan.

Pemerintah suatu negara sewaktu-waktu, dapat saja merubah Aturan Pelibatan bagi angkatan bersenjatanya berdasarkan pertimbangan sendiri, mungkin karena perubahan situasi lingkungan strategik atau bahkan karena perubahan policy pemerintahannya. Namun hukum internasional hanya dapat dirubah berdasarkan persetujuan internasional negara-negara di dunia. Jadi jelaslah bahwa pertimbangan-pertimbangan hukum konflik bersenjata dan hukum nasional, sangat penting pengaruhnya di dalam menyusun Aturan Pelibatan.

 

3.    Faktor-faktor lain.

Selain dari pengaruh faktor-faktor tersebut diatas, Aturan Pelibatan juga mencerminkan pengaruh dominan dari faktor-faktor politik, ekonomi  dan militer, yang dalam hal ini sejalan dengan faktor-faktor dominan yang menjadi pilar-pilar penopang dari Strategi Keamanan Nasional (National Security Strategy).

Pada diagram Venn yang lain di bawah ini, menggambarkan Aturan Pelibatan merupakan hasil interaksi dari gabungan keempat faktor yang telah disebutkan diatas. Perpotongan atau Interseksi keempat lingkaran yang berbeda titik pusatnya menggambarkan letak daripada Aturan Pelibatan.

x

 

Dalam keadaan yang sebenarnya, diameter keempat lingkaran tersebut sebenarnya tidak sama sehingga besar tiap-tiap lingkaran pun tentunya tidak sama. Hal ini disebabkan karena pengaruh relatif dari keempat faktor dominan tersebut sesungguhnya berbeda satu dengan yang lain tergantung dari kondisi dan lingkungan negara bersangkutan.

Dari ilustrasi tersebut dapat dimengerti bahwa Aturan Pelibatan tersusun antara lain untuk mencapai tujuan politik yang sudah ditetapkan dan karena itu memenuhi ketentuan sesuai dengan observasi Clausewitz yang menyatakan bahwa perang merupakan kelanjutan dari politik dengan menggunakan sarana lain.

Diagram Venn juga menggambarkan bahwa Aturan Pelibatan membatasi kegiatan operasi militer bahkan lebih ketat dengan persyaratan-persyaratan hukum nasional maupun internasional di masa damai dan sebaliknya ROE tidak akan lebih bersifat membatasi daripada yang dikehendaki dalam hukum bila negara dalam keadaan konflik atau perang.

 

4.    Tujuan Aturan Pelibatan.

Aturan Pelibatan merupakan sarana utama bagi para pengambil keputusan tingkat Nasional seperti Presiden, Menteri Pertahanan atau Dewan Keamanan Nasional untuk memberikan petunjuk umum mengenai penyebaran kekuatan (Deployment of forces) di waktu damai  dan guna menangani masalah-masalah keamanan dan pada waktu konflik atau perang sebagai sarana kontrol atas jalannya pertempuran. Aturan Pelibatan menjadi salah satu alat yang paling efektif untuk melaksanakan keputusan-keputusan yang bersifat strategis yang dibuat di tingkat atas, dan menyediakan suatu mekanisme untuk mengawasi peralihan yang mungkin terjadi dari situasi damai ke situasi perang.

Pada umumnya Aturan Pelibatan pada tataran Nasional , mempunyai 3 (tiga) tujuan yang spesifik yaitu:

  1. a.   Tujuan Politik.

     Aturan Pelibatan memuat upaya-upaya atau langkah-langkah yang harus diambil dan untuk memberikan keyakinan pada pengambil keputusan bahwa kebijaksanaan nasional akan tetap ditaati khususnya dimasa perang atau dalam keadaan darurat dalam mana waktu tidak memungkinkan adanya komunikasi langsung antara pengambil keputusan politik dengan para pemimpin militer di lapangan. Aturan tersebut haruslah cukup fleksibel agar dapat mengakomodasi perubahan lingkungan atau keadaan. Aturan seyogyanya dirancang sedemikian rupa agar memungkinkan cara bertindak militer sejalan dengan kepentingan politik dan memberikan kesempatan yang sangat kecil bagi kemungkinan tindakan militer yang akan mengakibatkan meningkatnya eskalasi dan reaksi yang tidak diinginkan. Dengan alasan ini pula antara lain para penguasa sipil (pengambil keputusan), di beri kewenangan dalam penggunaan senjata-senjata tertentu seperti senjata nuklir, kimia dan senjata pamungkas lainnya, karena pertimbangan akibat yang ditimbulkan sangat luas. Ingat peristiwa tenggelamnya kapal perusak Argentina Belgrano oleh Kapal Selam Inggris sewaktu terjadi perang Falkland, dimana perintah untuk menembakkan terpedo tidak diberikan oleh komandan kapal selam Inggris melainkan atas izin pemerintah Inggris di London. Khusus aturan di masa damai, dimaksudkan untuk menjamin bahwa semua tingkat komando operasional secara konsisten memegang teguh pilihan pada saat melaksanakan hak pembelaan diri (self-defense) sesuai dengan ketentuan hukum.

  1. b.   Tujuan militer.

Aturan Pelibatan memberikan pembatasan-pembatasan yang mengikat terhadap tindakan seorang komandan di lapangan dalam mengatur kekuatannya untuk mencapai tujuan tugasnya secara sukses. Aturan tersebut harus di susun begitu rupa agar tidak sampai mengintervensi hak dan tanggungjawabnya untuk melindungi kesatuannya terhadap serangan (attack) atau ancaman segera (Imminent threat) terhadapnya.

Aturan tersebut haruslah jelas dan tegas, menghindari kata-kata yang mengandung arti ganda (ambiquity) yang dapat membawa komandan lapangan bertindak kurang hati-hati atau sembrono, yang pada gilirannya dapat membahayakan atau merugikan kepentingan nasional melalui tindakan yang di bawah standar atau sebaliknya di atas standar.

Pelaksanaan operasi militer dalam suatu situasi yang menegangkan, selalu mengandung keseimbangan (balance) antara ancaman (threat) dan kontra ancaman (Counter threat) di kedua belah pihak. Tujuan utama dari Aturan Pelibatan ini adalah untuk menjaga keseimbangan tetap terjaga dan tidak terganggu oleh tindakan yang bermaksud untuk pembelaan diri namun diartikan lain oleh pihak lawan.

  1. c.    Tujuan Hukum.

     Aturan Pelibatan memberikan petunjuk bagi satuan-satuan operasional di lapangan, termasuk di dalamnya tindakan-tindakan yang diperlukan untuk Pembelaan Diri (self defense) yang membolehkan para komandan bertindak sesuai dengan kebutuhan untuk mencapai atau menyelesaikan tugas militernya di dalam batas-batas kebijaksanaan nasional (national policy) yang telah ditetapkan. Jadi Aturan Pelibatan merupakan alat utama untuk meyakinkan bahwa tindakan-tindakan yang diambil oleh para komandan di lapangan, tetap berada dalam koridor hukum baik nasional maupun internasional.

 

5.    Aturan Pelibatan masa damai dan masa perang.

ROE masa damai, haruslah dibedakan dari ROE masa perang atau konflik. Pada umumnya, Aturan Pelibatan dimasa damai, membatasi tindakan-tindakan militer termasuk penggunaan kekuatan respons defensif, aksi-aksi yang dapat menimbulkan permusuhan ataupun demonstrasi-demonstrasi yang bermuatan niat permusuhan dalam situasi yang jauh dari konflik bersenjata (aman). Aturan –aturan tersebut sarat berisi hak-hak pembelaan diri (self defense) dan memberikan petunjuk bagaimana melaksanakan hak tersebut dengan baik dan benar. Sedangkan Aturan Pelibatan di masa konflik bersenjata atau bahkan perang, tidak membatasi respons militer pada aksi defensif saja, tetapi justru memberikan batas-batas pada tindakan yang konsisten dengan tujuan nasional. Dengan kata lain , mempertahankan kepentingan nasional yang bersifat survival( paling tinggi) adalah merupakan taruhan utama.

Strategi militer dan hukum konflik bersenjata, penggunaan sarana dan metode peperangan yang akhirnya akan mempengaruhi taktik kesenjataan. Aturan-aturan ini mencakup pembatasan-pembatasan dalam penggunaan senjata dan sasaran-sasaran tertentu serta menjamin pemberian perlindungan pada unit-unit non kombatan.

Dengan demikian Aturan Pelibatan di masa perang (krisis) adalah merupakan sebuah sarana yang berguna untuk menjamin bahwa kekuatan digunakan untuk mencapai tujuan militer yang diharapkan, serta pemenuhan dari tujuan politik negara.

 

6.    Hak untuk pembelaan diri (Right of self defense)

Seperti yang sudah disebutkan diatas, bahwa semua Aturan Pelibatan di masa damai, didasarkan pada pemikiran untuk menjalankan hak Pembelaan diri. Setiap komandan harus mengerti bahwa hak pembelaan diri ini dapat diterapkan untuk 2 (dua) tujuan: Pertama, Melindungi komando atau kesatuan, dan Kedua, Melindungi negaranya.

Dalam setiap Aturan Pelibatan haruslah berisi peringatan bahwa: nothing in this Rules is intended to limit the Commanders right of self defense”. Aturan ini mengandung arti bahwa pembelaan diri tidak hanya ditujukan untuk melindungi individu, komandan, dan kesatuan dari suatu serangan atau ancaman serangan pihak lain, tetapi juga memberikan petunjuk bagaimana kekuatan bersenjata dapat digunakan untuk melindungi kepentingan nasional yang lebih besar, seperti wilayah teritorial sendiri atau untuk mempertahankan unit kesatuan lain yang bukan di bawah komando sendiri  dari serangan musuh. Contoh kasus yang terjadi akhir-akhir ini , dimana kekuatan TNI dhi kapal perang ( KRI) dikirimkan keperairan Kalimantan Barat , dimana terdapat pembangunan Mercu suar oleh pihak Malaysia di sebuah pulau yang masih blm jelas kepemilikannya ( sengketa). Panglima TNI memberikan pernyataan bahwa dia tidak setuju dengan kegiatan negara jiran tersebut. Dipihak lain pemerintah Indonesia belum memberikan pernyataan apa-apa, masih bungkam. Dalam kasus ini beberapa hal perlu dicermati ; Kita berada dalam situasi  damai dan bukan situasi perang ( sekalipun tidak tertutup kemungkinan bereskalasi ke situasi konflik). Sejauh menyangkut kedaulatan dan integritas wilayah yurisdiksi Nasional sekaligus juga menyangkut Kepentingan Nasional paling tinggi (kedaulatan), maka seyogiyanya pemerintah negara yang bereaksi cepat memberi keterangan karena memang menyangkut domain politik dan diplomasi. Selanjutnya pengiriman Kapal perang  kewilayah sengketa, hendaknya mempunyai tujuan  yang jelas, apa tugas yang akan dilaksanakan, dan apakah aksi ini sudah dikoordinasikan secara lintas Kementerian terkait. Kekuatan TNI yang digelar diwilayah-wilayah perbatasan yang masih dalam sengketa hendaknya dilengkapi dengan ROE yang jelas dan lengkap pula. Apabila memang kasus tersebut ternyata adalah pelanggaran willayah oleh negara tetangga, maka kita meletakkan situasi ini dalam proporsi yang benar yaitu Self Defence, seperti apa yang sudah dijelaskan diatas.

 

7.    Pengertian Pembelaan Diri (Self Defense)

Ketentuan hukum yang mengatur penggunaan kekuatan bersenjata dalam hal Pembelaan Diri adalah sama, baik untuk melindungi individu, kapal, pesawat terbang atau melindungi negara. Tindakan Pembelaan Diri dianggap sah apabila memenuhi beberapa persyaratan seperti: Pertama, adanya satu situasi yang membutuhkan penggunaan kekuatan misalnya karena keterpaksaan (necessity). Kedua, besarnya atau banyaknya kekuatan yang digunakan haruslah proporsional terhadap situasi yang menimbulkan keterpaksaan tersebut. Ketiga, penggunaan kekuatan dilakukan bila ada ancaman nyata dari suatu serangan yang cepat dan dekat (imminent threat) dengan kesatuan kita. Keempat, di samping proporsional, penggunaan kekuatan haruslah terbatas intensitasnya, lamanya dan magnitudenya (besarnya). Dapat ditambahkan bahwa di masa damai kekuatan tidak pernah digunakan sebagai cara untuk memberi “hukuman” ataupun suatu “pembalasan dendam” (reprisal) terhadap pihak lain. Masalah lain yang perlu diperhatikan ialah apa yang disebut sebagai a Hostile Act (tindakan bermusuhan) dan Hostile Intent (niat bermusuhan). Suatu tindakan bermusuhan tidak lain adalah penggunaan nyata kekuatan bersenjata yaitu Penyerangan yang ditujukan kearah kita. Sedangkan niat bermusuhan adalah suatu ancaman menggunakan kekuatan bersenjata yang dilakukan secara cepat dan dalam jarak yang cukup dekat dengan kesatuan sendiri.

Terhadap kedua tindakan lawan ini , kita diberi hak sesuai hukum yang berlaku untuk melakukan tindakan Pembelaan Diri dengan menggunakan semua sarana yang sah yang dapat diperoleh (All authorized means available).

 

8.    Pengejaran Pembelaan Diri (Self Defense Pursuit) dan Pengejaran Segera (Hot Pursuit)

Dipandang dari segi hukum dan Aturan Pelibatan, kedua kasus tersebut diatas sangat berbeda perlakuannya. Pengejaran karena Pembelaan Diri, mengacu pada pengejaran terhadap kekuatan lawan yang bermusuhan, yang diawali dengan tindakan respons dan pembelaan atau pertahanan sebagai akibat tindakan bermusuhan dari lawan , dan karena itu sah secara hukum dilakukan pengejaran. Hambatan geografi akan menghambat pengejaran karena misalnya pihak yang dikejar memasuki  wilayah teritorial negara ketiga atau bahkan ke wilayah negaranya sendiri.

Sedangkan Pengejaran segera (hot pursuit) merupakan hak yang diberikan kepada negara-negara pantai dan kepulauan dalam upayanya menegakkan hukum nasionalnya terhadap kapal-kapal asing yang melanggar hukum di wilayahnya seperti di laut internal dan laut teritorial. Syarat pengejaran haruslah terus menerus dan segera berlandaskan hukum laut internasional tentang “hot pursuit” ( Pasal 23 dari konvensi hukum laut tahun 1958).

Juga pengejaran segera tidak boleh di mulai di laut bebas, padahal pengejaran dalam konteks Pembelaan Diri justru banyak dimulai dan dilakukan di laut bebas. Jadi jelas bahwa Pengejaran Segera tidak relevan dalam Aturan Pelibatan khususnya tindakan pembelaan diri.

 

9.    Kesimpulan

Aturan Pelibatan yang komprehensif harus selalu ada baik masa damai maupun masa perang atau konflik khususnya bagi unsur-unsur Angkatan Laut (kapal perang) dan Angkatan Udara karena aturan tersebut dapat dijadikan pegangan bagi para komandan unsur di lapangan agar dapat mengambil tindakan yang tepat, cepat dan benar bila dihadapkan pada situasi yang tidak diinginkan , sesuai dengan hukum yang berlaku . Dengan demikian dapat dihindari pengambilan keputusan dan tindakan yang salah yang dapat membawa kerugian bagi satuannya maupun bagi negara pada umumnya. Hal ini penting untuk dipahami karena unsur-unsur laut dan udara tersebut sewaktu-waktu akan terlibat dengan kekuatan asing mengingat medan tugas kedua kekuatan tersebut sangat mungkin berinteraksi dengan pihak-pihak lain. Aturan Pelibatan merupakan salah satu instrumen utama yang digunakan untuk menyatakan kebijakan Pemerintah di bidang Keamanan dan Pertahanan, dan untuk meyakinkan bahwa kekuatan Angkatan Bersenjata benar-benar digunakan untuk mencapai tujuan politik yang sudah ditetapkan.

Di masa damai Aturan Pelibatan mencerminkan pembatasan-pembatasan yang perlu dipatuhi di bidang hukum, politik, diplomatik dan militer terhadap pengerahan dan penggunaan kekuatan militer.

Di masa Krisis atau perang, Aturan Pelibatan memberikan keleluasaan yang cukup besar dalam penggunaan kekuatan militer, namun harus tetap berada dalam koridor kebijaksanaan Pemerintah sipil yang sah. Setiap Komandan kesatuan diberi hak untuk menggunakan kekuatannya untuk melindungi kesatuannya dalam tindakan pembelaan diri. Sedangkan penguasa tertinggi pemerintahan memiliki kewenangan untuk memerintahkan penggunaan jenis-jenis senjata pamungkas tertentu.

Aturan Pelibatan harus mempunyai mekanisme yang baik untuk melakukan perobahan disesuaikan dengan perkembangan situasi dan kondisi.

 

——————————————————————————-

Referensi:

 

  1. The United States Naval WarCollege, International Law and Ocean Affairs.
  2. The Law of Naval Warfare, Edited by N. Ronzitty, Martinus Nijhaff Publisher London.
  3. United Nation Convention on the Law of the Sea 1982.
  4. Lt.Col James C. Duncan, USMC. “The Commander’s Role In Developing Rules Of Engagement”. Naval WarCollege Review, Vol.LII, No.33, Summer 1999.
  5. Wikipedia , the free Enciklopedia.
0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

1 Comment
Newest
Oldest Most Voted
Inline Feedbacks
View all comments
home
home
6 years ago

ohelyqrwzjuysnurtsdlnpuwxlsgoygvclqbjnilviyrhdbwmikmub

1
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap