- Pengantar
Konsep ASEAN Indo-Pasifik yang dirintis dan digagas oleh Indonesia ,telah diterima secara bulat oleh seluruh negara anggota ASEAN sebagai suatu pandangan dan panduan bersama dalam pengembangan kerja sama ASEAN dengan negara-negara lain diwilayah Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ke 34 Perhimpunan Bangsa-bangsa Asia Tenggara (ASEAN), di Bangkok pada tanggal 23 Juni2019 yang lalu, seluruh kepala negara-negara ASEAN mengapresiasi inisiatif dan prakasa Indonesia khususnya Presiden Joko Widodo dan Menteri Luar negeri Retno LP Marsudi. Konsep Indo-Pasifik yang lahir berdasarkan pandangan geopolitik dan geo strategi kawasan, menyadari bahwa kawasan ini saat ini telah menjadi ajang kompetisi keras diantara negara-negara besar dan kuat di Asia Pasifik dan samudera Hindia seperti Amerika Serikat, China, India, Australia dan Jepang. Tentu saja persaingan antar negara-negara besar tersebut akan sangat mempengaruhi stabilitas keamanan di Asia Tenggara. Padahal salah satu tujuan konsep tersebut adalah mengharapkan kesediaan negara-negara diluar ASEAN untuk bekerja sama menjaga perdamaian serta meningkatkan kemakmuran dikawasan ini. Menlu Retno Marsudi menekankan bahwa ada kebutuhan mendesak untuk suatu ASEAN yang “United” untuk merespon munculnya masalah-masalah regional dan karenanya juga perlu menjaga kesentralan ASEAN ( ASEAN centrality.) Pilar-pilar pokok pandangan Indonesia dalam kerjasama Indo-Pasifik adalah: Pertama, ASEAN berupaya secara berkesinambungan menciptakan keadaan lingkungan yang patuh dan respect kepada hukum Internasional, mengupayakan dialog untuk menyelesaikan sengketa antar negara secara damai, serta menghindari penggunaan kekuatan (militer). Kedua, ASEAN perlu menghadapi tantangan-tantangan keamanan transnasional secara bersama, seperti terorisme, penyelundupan (obat-obat terlarang dan manusia), pembajakan dilaut serta masalah-masalah keamanan maritime lainnya. Ketiga, ASEAN hendaknya menciptakan “Pusat pertumbuhan Ekonomi yang baru” DI Samudera Hindia dan Samudera Pasifik Selatan melalui suatu sistim ekonomi yang terbuka dan adil. Satu hal yang perlu digaris bawahi juga , yaitu bahwa konsep ini menekankan adanya ASEAN yang bersatu dan sentral, yang kemudian memperoleh respon positif dari seluruh negara ASEAN termasuk mitra dialog. Selain dari itu , konsep ini mempunyai arti penting bagi semua pihak karena , Satu, peranan Jakarta meletakkan konsep ini dan meminta persetujuan dari ASEAN beserta partner dialognya, mengisyaratkan status Indonesia sebagai pemimpin tidak resmi ASEAN dan sebagai sebuah kekuatan global tingkat menengah. Seperti diketahui , secara tradisional ASEAN selama ini menghindari adanya seorang pemimpin resmi bagi ke 10 anggotanya, namun Indonesia, yang merupakan anggota dengan luas wilayah dan populasi terbanyak, dan juga dianggap sebagai salah satu pendiri ASEAN, telah lama dipandang sebagai yang memiliki pengaruh dan kapasitas untuk berinisiatif menyampaikan hal-hal yang bersifat kritis secara regional. Penetapan strategi Indo-Pasifik juga mengsyaratkan Indonesia sebagai salah satu kekuatan maritime dunia, yang akan menguatkan Indonesia menjadi “Global Maritime Fulcrum”, dengan syarat pokok yaitu kebijakan meningkatkan kekuatan Angkatan Laut, memperluas perdagangan maritime dan keterhubungan serta melindungi sumber daya alam dilaut yurisdiksi Indonesia. Kedua, pada tingkat regional, konsep kerjasama Indo-pasifik sangat penting karena menekankan pada ASEAN Centrality, akan menempatkan ASEAN sebagai pengendali dan pengatur( in the driver’s seat) dalam menangani masalah-masalah geopolitik regional, serta dalam menghadapi berbagai bentuk tantangan keamanan dan ekonomi. Konsep ini juga tidak mengijinkan kekuatan luar manapun untuk mempengaruhi atau mendikte ketentuan-ketentuan dalam kerjasama ini , seperti misalnya Beijing dengan Belt and Road Initiative, atau Washington dan Tokyo dengan strategi Free and Open Indo-Pacific.( FOIP). “ ASEAN is seizing the initiative to propose the Rules Of Engagements. “ [1] Dengan pernyataan ini diharapkan kekuatan regional memahami dan menyesuaikan dengan “cara ASEAN” (ASEAN WAY). Dalam mempertahankan ASEAN Centrality, tidak saling intervensi urusan dalam negeri masing-masing dan sepakat dalam pengambilan keputusan juga merupakan tujuan bersama. Ketiga, pada tingkat internasional , usulan Indonesia, yang selanjutnya juga oleh ASEAN dimana konsep kemitraan strategis Indo-Pacifik yang cukup kuat dasar pertimbangannya, diharapkan akan menjadi penyeimbang bagi politik kekuatan negara-negara besar dikawasan, karena menampilkan suatu pandangan yang bebas dari Amerika Serikat, China, maupun negara yang berpengaruh lain seperti Jepang India dan Australia. Namun demikian sebaik apapun suatu konsep tentang Indo-Pasifik sekalipun secara politis disetujui oleh ASEAN yang satu, tetap saja ada pertanyaan –pertanyaan yang terus mengemuka dan perlu jawaban khususnya bagaimana implementasinya secara konkrit pada tingkat operasional dan tidak tinggal berupa wacana saja. Tidak dapat dipungkiri masih terdapat banyak masalah intra ASEAN sendiri yang memerlukan penyelesaian baik secara bilateral maupun multilateral. Hal yang sangat terasa dan yang sangat jelas didepan mata adalah pengaruh dan tekanan negara-negara maritime besar dikawasan ini. Sebagai contoh, China yang secara sepihak menetapkan kepemilikan secara defacto atas keseluruhan wilayah Laut China Selatan, telah menyebabkan munculnya konflik kepemilikan wilayah yurisdiksi dengan beberapa negara anggota ASEAN. Hal lain masalah keamanan maritime seperti pembajakan, penyelundupan , pencurian ikan dsb yang sampai saat ini masih sering menjadi masalah antar negara ASEAN khususnya yang berbatasan laut. Fenomena perang dagang antara AS dan China, akan merupakan satu ujian bagi negara –negara ASEAN bersatu, bagaimana ketangguhan masing-masing negara untuk menghadapinya.
- Perspektif Konsep Indo-Pasifik.
Sebagai salah satu negara besar dikawasan Indo-Pasifik, Indonesia telah mengalami banyak kemajuan dalam bidang ekonomi dan peningkatan kesejahteraan pada umumnya. Oleh karena itu Indonesia merasa mempunyai kepentingan untuk mempertahankan bahkan meningkatkan kondisi di wilayah Indo-Pasifik tersebut agar tetap kondusif bagi pertumbuhan ekonomi bahkan Keamanan nasional. Indonesia merasa bahwa kini saatnya Indonesia mengambil peran yang berarti, dalam arti ikut menentukan perkembangan lingkungan strategis kawasan , karena menganggap sudah terlalu lama negara-negara lain yang berperan menentukan . Perpektif Indo-Pasifik secara otomatis menempatkan Indonesia dan negara-negara ASEAN sebagai titik sentral yang menghubungkan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia. Namun disadari atau tidak, posisi strategis demikian akan mengundang negara-negara besar lainnya akan mengembangkan juga strateginya berdasarkan pada kepentingan nasionalnya masing-masing. Mereka tentu tidak akan tinggal diam menghadapi perkembangan baru ini dan akan berusaha mencari jalan agar tetap dapat menanamkan pengaruhnya di Asia Tenggara. Indonesia juga menyadari bahwa sebagai negara berkembang belum saatnya mengandalkan kekuatan ekonomi dan pertahanannya sendiri untuk mempengaruhi dan menciptakan kondisi yang kondusif untuk kepentingan kawasan. Karena itu perlu menggalang dan mengembangkan suatu tatanan kerjasama serta mekanisme kerja antar negara Asia Tenggara untuk kepentingan bersama. Lagi pula kawasan Asia Tenggara adalah suatu wilayah terbuka , sehingga stabilitas keamanan tidak semata-mata dapat ditentukan oleh negara-negara ASEAN saja. Karena itu terdapat kerjasama dengan negara-negara lain diluar kawasan melalui forum seperti ASEAN +1, ASEAN +3 ,EAS dan ARF.
Konsep Indonesia mengenai kawasan Indo-Pasifik, memuat visi yang jelas, yaitu suatu kawasan kerjasama untuk pembangunan dan kemakmuran bersama yang antara lain menekankan pada perspektif pembangunan Maritim serta memandang kawasan Samudera Pasifik dan Kawasan Samudera Hindia merupakan kawasan Indo-Pasifik yang terintegrasi. Prinsip-prinsip lama tetap dijadikan acuan seperti prinsip keterbukaan, , transparansi dalam tata perilaku penghormatan atas asas-asas hukum internasional, pengakuan kedaulatan negara dan sentralitas ASEAN. Seperti apa yang dikemukakan oleh Presiden Joko Widodo dalam ASEAN summit di Singapura beberapa waktu lalu: “ The uncertainty and the magnitude of the challenges that Indo-Pacific region should face, will pose a threat to peace, stability and prosperity in the region in relation to the constellation of world powers. “ ASEAN being in the middle of the Indo-Pacific region, must also be able to become a hub to play its role and turn the potential threat into an increased cooperation.”[2]
Pekerjaan rumah yang harus dilakukan segera setelah konsep tentang Indo-Pasifik ini diterrima ,adalah bagaimana mengimplementasikannya dalam bentuk kerja pada tataran operasional yang juga akan merupakan kerja bersama semua anggota. Misalnya , penentuan prioritas masalah yang harus ditangani pada tingkat politik, ekonomi maupun keamanan. Ambil contoh, penyelesaian masalah perbatasan laut-laut yurisdiksi nasional bagi negara-negara yang berbatasan, yang boleh dikatakan sudah menjadi masalah yang kronis bagi negara-negara ASEAN. Kesepakatan yang belum kunjung nyata, membutuhkan waktu dan energy yang lama dan banyak untuk penyelesaiannya. Sementara itu dinamika perkembangan lingkungan strategic dikawasan Indo-Pasifik begitu cepat berubah , perlu selalu diikuti, dan diantisipasi dengan cermat terhadap situasi berkembang , apakah memberi peluang yang menguntungkan atau justru tantangan yang akan membawa kerugian. Oleh karena itu, tidaklah berlebihan bila dikatakan bahwa dinamika perkembangan lingkungan strategis saat ini adalah yang punya potensi besar memberi pengaruh kuat bagi perkembangan konsep Indo-Pasifik kedepan. Betapa tidak, di Rim Pasifik terdapat Amerika Serikat yang mempunyai pengaruh besar, yang nota bene mempunyai sekutu kuat di Asia yaitu Jepang, Korea Selatan dan Taiwan. Sedangkan di Samudera Hindia tedapat India yang mempunyai kepentingan sangat besar di Samudera Hindia yang akhir-akhir ini juga sudah mulai merambah ke Pasifik. Disisi lain di Asia, China yang telah muncul sebagai satu kekuatan ekonomi dan (militer ?) di dunia mempunyai peranan dan motivasi tersendiri menghadapi lingkungan strategis yang berkembang. Secara kasat mata, kawasan ini telah menjadi arena perebutan pengaruh antara negara-negara besar dan kuat baik dibidang ekonomi maupun militer. Sedangkan konsep Indo-Pasifik yang dicanangkan oleh Indonesia bersama-sama dengan negara-negara ASEAN utamanya didorong oleh meningkatnya kebutuhan pembanguan ekonomi dan bukan pembangunan pertahanan.
- Pengaruh negara-negara maritim besar.
Amerika Serikat (AS).
Bahasan selanjutnya hanya akan membatasi pada negara-negara besar atau actor-aktor utama yang mempunyai pengaruh maupun ambisi besar terhadap konstelasi keamanan kawasan Asia Pasifik. Aktor pertama tidak lain adalah AS. Tak dapat dipungkiri bahwa saat ini Amerika Serikat(AS) masih menjadi “driving force” kekuatan ekonomi dan militer di Asia Pasifik. Dapat dikatakan bahwa AS telah berperan sebagai penjaga perdamaian dan keamanan serta mempertahankan balance of power di kawasan ini yang sudah diembannya selama kurang lebih 75 tahun sejak berakhirnya perang dunia kedua. Kehadiran kekuatan pertahanan (militer) AS di kawasan Samudera Pasifik dan Samudera Hindia ini memberikan jaminan keamanan bagi negara-negara se kawasan, sehingga memungkinkan negara-negara tersebut membangun ekonomi dan perdagangannya hingga mencapai taraf seperti sekarang ini. Katakanlah Jepang, Korea Selatan, Singapura ,Taiwan bahkan Vietnam telah menikmati payung pertahanan AS, sehingga kemudian Jepang , Korea Selatan dan Taiwan menjadi sekutu (allies) AS yang paling setia. Kesetiaan ini ditunjukkan mungkin karena negar-negara tersebut merasa “berhutang “ kepada AS. Karena itu juga maka negara-negara Asia tersebut menjadi mitra ekonomi dan perdagangan utama bagi AS sampai saat ini. Kehadiran militer AS diwujudkan dalam bentuk komando gabungan terpadu semua angkatan bernama US Pacific Command (US Pacom) yang bermarkas di Hawai adalah merupakan bentuk kehadiran nyata AS untuk menjaga dan mempertahankan keamanan serta keseimbangan kekuatan . Hal ini termasuk dalam politik dan strategi global AS, utamanya diera perang dingin pada waktu itu. Area tangggung jawab ( Area of responsibility) komando yang dibentuk pada tanggal 1 Januari 1947 ini mencakup seluruh rim Pasifik dan rim samudera Hindia atau dengan istilah yang diplesetkan dari Hollywood sampai Bollywood. Ketika presiden Donald Trump memegang tampuk pemerintahan di Washington, maka komando pertahanan ini berobah nama menjadi US Indo-Pacific Command sejak tanggal 31 Mei 2018 dengan AOR yang tetap. Begitu juga Tugas Pokoknya nampaknya tidak berobah yang rumusannya adalah :” US Indo-Pacific Command protects and defends in concerts with other US Government agencies, the territory of the United States, its people, and its interests . With allies and partners, we will enhance stability in the Indo-Asia Pacific region by promoting security cooperation, encouraging peaceful development, responding to contingencies, deterring aggresionand, when necessary fighting to win.”[3]
Perobahan nama ini , bukan tidak beralasan, terutama untuk mengantisipasi dan mengikuti lingkungan keamanan yang senantiasa berobah seperti yang diungkapkan oleh mantan Menteri Pertahanan AS James Mattis waktu itu: “ In recognition of the increasing connectivity, the Indian Ocean and Pacific ocean………., over many decades this command has repeatedly adapted to changing circumstance and……….[4]. Semua kebijakan Politik dan Strategi AS baik kedalam maupun keluar, bersumber dari National Security Strategy of the United States of America, yang dikeluarkan pada bulan Desember 2017. Dari dokumen tersebut diatas, kita dapat mengetahui bagaimana intens dan kuatnya pelibatan AS di kawasan ini , dinyatakan dalam 4(empat) pilar vital dalam Kepentingan Nasioanal AS. Yang pertama, intinya menyangkut tanggung jawab ,to protect the American People, the homeland, and the American Way of Life. Kedua, will promote American Prosperity through rejuvenate the American Economy for the benefit of American workers and companies. Ke empat, we will advance American influence …….etc. Yang perlu kita simak lebih dalam adalah yang ketiga yang menyatakan: We will preserve peace through strength by rebuilding our military so that it remains preminent , deters our adversaries , and if necessary , is able to fight and win. We will compete with all tools of national Power to ensure that regions of the world are not dominated by one power. We will strengthen America’s capabilities including in space and cyberspace, and revitalize others that have been neglected. Allies and partners magnify our power. We expect them to shoulder a fare share of the burden of responsibility to protect against common threats.[5]
Dari rumusan tersebut diatas, dapat dipahami bahwa sesungguhnya AS akan berusaha tetap mempertahankan kekuatan (militer)nya yang besar dan kuat dengan demikian akan mempertahankan supremasinya di kawasan Asia Pasifik sebagai satu-satunya super power. Tersirat juga dalam rumusan tersebut bahwa AS akan melawan / mencegah setiap kekuatan lain yang akan coba menandingi bahkan bila perlu akan menggunakan kekuatan militer untuk bertempur. Hal lain yang penting adalah bahwa AS akan mempertahankan bahkan akan selalu melindungi negara-negara sekutunya di Asia Pasifik karena negara-negara tersebut menjadi kekuatan pengganda bagi AS. Perhatian AS terhadap kawasan ini semakin besar, sebenarnya sudah dimulai ketika Presiden Barrak Obama memegang administrasi pemerintahan. Sekitar tahun 2014 sampai 2015, Presiden Obama melakukan penarikan sebagian kekuatan pertahanannya dari Atlantik/ Eropah dan dari bagian dunia yang lain, kemudian dialihkan ke Asia Pasifik ( shifting policy). Pandangan geopolitik dan praktek diplomasi AS terhadap negara-negara kawasan khususnya di Asia –Pasifik, sangat diwarnai oleh seberapa besar kepentingan nasionalnya dihadapkan dengan kepentingan negara yang bersangkutan. Diakui atau tidak,( hal ini memang tidak pernah diungkapkan oleh AS sendiri), namun akan terlihat dalam banyak dokumen atau tulisan , maupun dalam pidato-pidato para pejabat pemerintahan AS sendiri di berbagai forum. Bahwasanya AS mengkatagorikan negara-negara menurut kadar kedekatannya , menjadi ; Allies( sekutu) , partners (mitra), friends ( teman/sahabat), adversaries ( musuh). Sebagai contoh, dalam dokumen National Security Strategy of US, antara lain menyebut: Together with our allies, partners , and aspiring partners, the United States will pursue cooperation with reciprocity. Cooperation means sharing responsibilities and burdens.[6] Pengkatagorian hubungan dengan negara-negara seperti ini sangat menentukan dalam hubungan ekonomi perdagangan dan terutama dalam hubungan atau bantuan bidang pertahanan. Jepang , Korea Selatan dan Australia dapat digolongkan sebagai Allies ( sekutu), karenanya dinegara-negara tersebut terdapat pangkalan militer AS. Sedangkan Singapura, Thailand dan Filipina mungkin dianggap sebagai partners, karena ketiga negara tersebut banyak mengakomodasikan kepentingan AS. Pertanyaannya , dimana letak Indonesia ? Kita boleh berbangga bahwa Indonesia menjalankan politik bebas dan aktif , dalam arti menjalin hubungan baik dengan negara manapun didunia dan tidak tergantung atau berpihak kepada siapapun. Yang paling penting adalah bagaimana politik luar negeri Indonesia dalam hubungan internasional dijalankan agar dapat membawa keuntungan sebesar-besarnya bagi negara dan bangsa. Hal ini perlu dikemukakan mengingat kenyataan sampai saat ini AS masih merupakan negara super power baik dalam bidang ekonomi maupun pertahanan. AS masih merupakan motor penggerak ekonomi dan politik khususnya di kawasan Asia Pasifik saat ini yang pengaruhnya masih sangat kuat, khususnya perlu diikuti dan dikaji bagaimana sikap AS menanggapi konsep ASEAN Indo-Pasifik.
Satu hal lain yang perlu dicermati, yang kemungkinan dapat menjadi tantangan bagi eksistensi ASEAN Indo-Pasifik ,adalah kemunculan kembali apa yang disebut sebagai QUAD.( Quadrilateral Asia-Pacific Dialogue), yaitu suatu kelompok kerja sama politik dan keamanan/ militer di kawasan yang terdiri dari negara-negara besar yaitu Amerika Serikat, Australia, Jepang dan India. Diinisiasi oleh perdana menteri Jepang Shinzo Abe pada tahun 2007, yang pada awalnya terbatas pada dialog informal anggota-anggotanya, namun dilaksanakan bersamaan dengan latihan militer gabungan yang disebut Exercise Malabar. Pandangan luar kemudian berpendapat bahwa dialog ini tidak lain bertujuan sebagai suatu respon terhadap perkembangan dan kemajuan China dibidang ekonomi dan militer. Semangat QUAD ini menyurut ketika Kevin Rudd menjadi Perdana Menteri Australia dan Australia kemudian menarik diri dari forum tersebut. Hal ini disebabkan Australia menunjukkan sikap ambivalen dalam menanggapi permusuhan AS dan China di Laut China Selatan. Situasi politik berubah kembali ketika Julia Gillard menjadi Perdana Menteri Australia pada tahun 2010, dimana kerjasama militer dengan AS ditingkatkan lagi, antara lain ditandai dengan penempatan pasukan Marinir AS di Darwin. Perkembangan selanjutnya terjadi ketika pertemuan puncak ASEAN, dimana keempat negara anggota QUAD ini ( partner ASEAN) ,memperbaharui kembali komitmen mereka, dan memberi perhatian penuh pada masalah keamanan dan ketegangan khususnya di Laut China Selatan yang menurut mereka utamanya disebabkan oleh ambisi territorial China di kawasan itu. Menyusul langkah tersebut ,China kemudian menyampaikan protes diplomatic kepada semua anggota forum dialog tersebut. Kita menunggu saja , langkah apa yang akan diambil oleh negara-negara yang tergabung dalam QUAD ini , namun yang pasti kepentingan masing-masing atau kelompok akan menjadi yang utama. Misalnya , Australia sangat aktif meyakinkan India agar terus mengambil langkah-langkah menentang China, juga menjanjikan bantuan pembangunan infrastuktur dan energy pada India. Politik luar negeri Australia sering kali berobah seiring dengan penggantian pemerintahan misalnya dari partai Buruh ke partai Konservatif. Partai konservatif terkenal sangat anti China, dan karena itu AS seolah mendapat tambahan energy bersama Australia untuk menentang China. As kemudian menyodorkan konsep FOIP ( Free and Open Indo-Pacific) , dimana pertemuan pertama dilakukan di Singapura. FOIP ini dikumandangkan lewat forum Halifax International Security Forum yang pada Nopember 2018 mengukuhkan posisi AS dan sekutunya di QUAD untuk bergerak bersama atas nama demokrasi.[7] Banyak pengamat politik mengatakan bahwa FOIP pada awalnya dibentuk atas inisiatif PM Jepang Sinzo Abe pada tahun 2012. Dalam perkembangan selanjutnya negara-negara maritime besar lebih aktif seperti AS mempromosikan dan menerapkan strategi dan operasionalnya dilapangan. Secara spesifik, Kementerian Luar Negeri Jepang kemudian merumuskan strategi FOIP yang ingin dicapai yaitu:
“Develop free and open maritime order in the Indo-Pacific region as International public goods, bringing stability and prosperity for every country as well as securing peace and properity in the region as awhole .Japan will cooperate with any country that support this idea.”
Free and Open Indo-Pacific consists of three pillars:
- Promotion and establismenrt of rule of law, freedom and navigation and free trade,etc
- Pursuit of economic prosperity ( improving connectivity, etc)
- Commitment for peace and stability( capacity building on maritime law inforcement, HA/DR cooperation, etc).[8]
Pada titik a diatas, ditekankan kerjasama antar negara besar serta kawawsan lain yaitu: Jepang, AS, India, Australia, ASEAN, Eropah dan negara-negara Timur Tengah. Selain itu mengembangkan strategi komunikasi di arena internasional dan melalui media dsb. Sekalipun konsep ini diinisiasi oleh Jepang, namun belakangan ini justru AS yang sangat gencar mempromosikan serta giat merangkul sekutu-sekutu dan mitranya dikawasan ini. Hal ini dilakukan , untuk membendung dan menghadang China yang nyata-nyata telah mengklaim seluruh perairan dan laut China Selatan sebagai wilayah teritorialnya. AS memungkinkan menerapkan strategi global, karena memiliki kekuatan Angkatan Bersenjata yang besar , baik dalam jumlah kekuatan maupun kemampuannya. Salah satu rencana AS yang cukup mengagetkan bahkan mengkhawatirkan yaitu soal pernyataan Menteri Pertahanan AS Mark Esper diawal bulan Agustus yang lalu di Sydney Australia , bahwa dalam waktu dekat AS akan menempatkan Rudal-rudal darat jarak menengah di wilayah Asia. Keputusan yang diambil secara sepihak oleh AS ini , setelah AS meninggalkan Traktat Pengawasan Persenjataan Nuklir Jarak Menengah (INF) yang terikat dengan Rusia ( dulu Uni Soviet) pada tanggal 2 Agustus 2019 yang lalu kemudian disusul pula oleh Rusia beberapa hari kemudian. Perjanjian yang ditandatangani oleh almarhum Presiden Ronald Reagan dan PM Gorbachev pada 8 Desember 1987 itu , yang mengatur tentang Rudal berbasis darat dengan jangkauan 500-5500 kilometer, dirasakan saat ini telah membelenggu AS. Perjanjian yang sejatinya bertujuan untuk membatasi perlombaan senjata nuklir kini telah berakhir. Sedangkan di pihak lain AS menuduh Rusia telah melanggar perjanjian tersebut dengan secara diam-diam tetap mengembangkan rudal-rudal daratnya tersebut walau kemudian dibantah oleh Rusia. Namun bila dikaitkan dengan situasi lingkungan keamanan Asia Pasifik, serta rencana penempatan Rudal –rudal darat tersebut di Asia, maka dapat dipastikan bahwa dorongan utama rencana AS itu tidak lain adalah factor China. China saat ini dipandang sebagai kekuatan/ pesaing strategis baru yang dapat mempengaruhi bahkan dapat merobah perimbangan kekuatan di kawasan Asia Pasifik. Andaikata AS tidak menarik diri dari perjanjian diatas dan tetap dalam ikatan dengan Rusia, dirasakan suatu saat AS tidak dapat mengimbangi pembangunan Rudal-rudal darat China yang semakin banyak dan canggih. Selama ini AS hanya dapat mengimbangi persenjataan Rudal China dengan meningkatkan rudal-rudal yang ditembakkan melalui kapal atas air , kapal selam dan pesawat udara. Sekalipun Menhan Mark Esper belum memastikan dimana didaratan Asia rudal tersebut akan dipasang, namun dia berpendapat bahwa cara terbaik untuk melemahkan China adalah dengan menggelar Rudal-rudal darat di Asia. Laksamana Harry B Harris Jr pada 2017 yang saat itu menjadi Panglima US Pacom, mengatakan didepan kongres AS bahwa militer China mengontrol kekuatan rudal terbesar dan paling beragam didunia dengan inventaris lebih dari 2000 rudal balistik dan jelajah. [9] Beberapa waktu lalu AS juga menuduh Rusia telah melanggar INF dengan mengembangkan Rudal Nobator 9M729 atau SSC-8 yang disebut NATO memiliki jangkauan 1500 KM .[10] Melihat perkembangan situasi Keamanan Asia Pasifik saat ini, kita patut merasa khawatir karena rupanya kita sedang memasuki satu era baru , perlombaan senjata . Perkembangan ini patut di waspadai dan diperhitungkan dengan saksama oleh negara-negara khususnya ASEAN yang sedang mempromosikan konsep ASEAN Indo Pasifik, suatu kawasan yang netral dan central. Akankah ASEAN mampu bertahan terhadap gempuran pengaruh negara-negara besar dan kuat baik secara ekonomi dan militer, akan kita lihat dalam perkembangan selanjutnya.
China.
Supremasi Amerika Serikat di kawasan Asia Pasifik saat ini jelas mendapat tantangan dari kekuatan baru, yaitu China. Expansi Maritim China secara unilateral yang sekarang masuk ke perairan internasional , diawali pertama ke perairan yang China sebut sebagai “first island chain” ( rangkaian kepulauan dekat pantai Timur benua Asia mencakup kepulauan Jepang, kepulauan Kuril, kepulauan Ryukyu, Taiwan, Utara Philipina, dan utara Kalimantan) , telah merobah keseimbangan kekuatan strategis secara dramatis dikawasan Asia Pasifik. Pembangunan besar-besaran China disegala bidang kehidupan ,politik, ekonomi, social budaya, informasi teknologi ,dan pertahanan, memungkinkan terjadi karena keterlibatan langsung, menyeluruh dan terus menerus CCP ( Chinese Communist Party) . Presiden Xi Jinping dalam pidatonya didepan kongres nasional PRC pada tahun 2012 mencanangkan apa yang disebut sebagai “ China Dream”. Konsepnya adalah sebagai berikut : “China Dream” was first articulated by PRC President XI Jinping in 2012 and refers to the PRC’s goal for the great rejuvenation and restoration of China to its “Rightful” place as the most dominant nation on the earth. The China Dream is designed to provide common Chinese citizens with the assurance that their live will continue to impove because of the wise guidance of the Chinese Communist Party. “[11] Jelas terlihat dalam pernyataan ini bahwa China sangat berambisi untuk menjadi satu kekuatan global baik ekonomi maupun militer , dimana suatu saat akan mendominasi dunia. Untuk mencapai impian ini , tidak ada jalan lain kecuali membangun kekuatan Angkatan Bersenjata yang kuat dan dapat diandalkan. Diantara ketiga angkatan perang, maka pembiayaan terbesar diberikan kepada PLAN (People Liberation Army Navy). Karena China menyadari sungguh bahwa untuk mencapai supremasi regional dan bahkan global, maka kekuatan Angkatan laut adalah mutlak diperbesar. “ The PLAN is China’s point of the spear in its quest for global hegemony. Most importantly realization by XI and the CCP of the China Dream of national rejuvenation and restoration is linked to, and firmly dependent on,a global Naval capability.”[12] Peningkatan kekuatan dan kesiagaan tempur akan memungkinkan China mewujudkan China Dream yang juga sekaligus mencakup pencapaian Belt and Road Initiative (BRI) dengan anggaran yang fantastis sebesar $ 1,6 trilyun .Antara tahun 2000 sampai 2018 saja pembangunan Angkatan Laut sudah jauh melampaui negara-negara maritime dunia termasuk AS. Sejalan dengan modernisasi PLAN ini, maka pola operasi Angkatan Laut pun mengalami perobahan. Bila sebelumnya AL hanya berperan sebagai kekuatan pertahanan pantai dalam radius 50 mil dari pantai China, maka sekarang telah berubah menjadi Blue Water Operation di Samudera Pasifik dan sekitarnya. Perobahan ini pula yang memungkinkan Beijing memiliki kemampuan untuk melaksanakan kampanye militer dalam radius first island chain , misalnya merebut Taiwan bahkan kepulauan Senkaku. Aspek penting dari kedaulatan maritime China yang lain adalah peningkatan kemampuan kekuatan operasi Amphibi , yang memungkinkan PLAN melakukan pendaratan Amphibi untuk merebut pulau-pulau yang berada jauh dari daratan China bahkan menjangkau seluruh kawasan laut China Selatan. Hal ini sudah terbukti ketika China melakukan latihan pendaratan Amphibi di beberapa kawasan Laut China Selatan dengan menggunakan Amphibious dock landing ship, air-cushion landing craft,melindungi dan shipborne helicopters. Saat ini kekuatan pasukan marinir China berjumlah sekitar 100.000 personil . Menurut kantor Intelijen Angkatan laut AS (ONI), pada tahun 2015 saja, PLAN sudah mempunyai 56 buah kapal pendarat amphibi termasuk Yushao-class type 071 Amphibious dock ships, yang memang didisain untuk dapat melakukan kampanye laut secara luas , serta melakukan projeksi kekuatan keseluruh perairan Laut China Selatan, bahkan sampai ke Lautan Hindia. [13] Untuk mengamankan wilayah udara, pada bulan Nopember tahun 2013, China secara sepihak mengumumkan pemberlakuan ADIZ( Air Defence Identification Zone)) di wilayah udara Laut China Timur. Alasan utama ADIZ ini adalah untuk melindungi daratan China (Mainland) , namun termasuk dominasi udara atas Taiwan dan kepulauan Senkaku sampai kepulauan Spratley. Sejak dideklarasikannya ADIZ dilaut China Timur, maka Angkatan Udara China (PLAAF), terus memperluas dan memperbanyak operasi penerbangannya bahkan sampai memasuki wilayah udara territorial pulau Senkaku milik Jepang. Akibat dari perobahan strategi ini, maka Jepang bereaksi keras dengan meningkatkan juga penerbangan pesawat-pesawat tempur dari Japan Air Self-Defence Force (JASDF) sampai dua kali lipat terutama pesawat-pesawat intercept.
Merambahnya kekuatan Angkatan laut ( PLAN) dan Angkatan Udara (PLAAF) China sampai ke perairan Asia Tenggara dewasa ini , dirasakan oleh negara-negara kawasan seolah tidak mendapatkan rintangan atau tantangan dari negara manapun, bahkan dari AS sekalipun. Beberapa peristiwa penting yang perlu dicatat adalah: pada tahun 1974 PLA menyerang dan merebut Duncan Island dalam gugusan kepulauan Paracel yang selanjutnya beberapa waktu kemudian menduduki keseluruhan Paracels dan menyusul mendirikan pos-pos Angkatan laut disana. Tahun 1988, China merebut Johnson Reef di kepulauan Spratley dari Vietnam, dimana kemudian Philipina yang mengajukan protes diplomatic karena termasuk perairan ZEEnya diduduki China. Terhadap peristiwa ini AS tidak melakukan apa-apa untuk membela sekutunya tersebut. Thaun 1995 China menduduki pulau Mischief Reef yang juga menjangkau perairan ZEE Philipina , tapi lagi-lagi US menunjukkan sikap ambigu dan tidak bereaksi. Menyusul pada tahun 2012 , kehadiran kapal-kapal niaga China di perairan Scarborough juga di ZEE Philipina mengintimidasi kapal-kapal Coast Guard Philipina dan mengusir para nelayan dari wilayah tangkap ikannya . Ada upaya AS untuk bernegosisi dengan China meminta agar China dan Philipina menarik asset ALnya dari Scarborough, namun upaya itu gagal, bahkan belakangan China menolak menarik kapal-kapal AL nya , bahkan mendirikan pos-pos AL dipulau tersebut.[14] Hal yang paling mengkhawatirkan dan yang dianggap berpotensi besar menimbulkan konflik dengan negara-negara Asia Tenggara ,adalah klaim China terhadap keseluruhan wilayah perairan Laut China Selatan lewat apa yang disebut sebagai “nine dash line”. Klaim kedaulatan ini sudah disusul dengan pendudukan dan pembangunan nyata berbagai fasilitas militer, baik pangkalan kapal-kapal perang maupun landasan pesawat terbang seperti di Mischief, Subi, Fiery Cross Reef. Lebih keselatan lagi China membangun pulau-pulau buatan sejak tahun 2013, yang nyata-nyata merupakan pelanggaran terhadap Declaration on the Conduct of Parties yang ditandatangani bersama negara anggota ASEAN pada 2002.
Langkah China untuk mewujudkan impian BRI juga sangat nyata di Asia Selatan dan kawasan Samudera Hindia dimana pengaruh dan kehadiran nyata kekuatan militer China sangat terasa. Untuk menopang ambisi global China ,utamanya proyeksi kekuatan PLAN dikawasan lautan Hindia sampai ke Timur Tengah, maka China berusaha memperoleh tumpuan kaki berupa pangkalan-pangkalan ALnya di negara-negara sekawasan. Belum lama ini Beijing telah memperoleh fasilitas pangkalan Angkatan laut di Gwadar Pakistan, serta fasilitas pelabuhan untuk perdagangan ditempat yang sama melalui skema penyewaan selama 40 tahun. Dapat diperkirakan kedepan, pangkalan ini akan dijadikan tumpuan (foothold) untuk proyeksi kekuatan Angkatan Laut (PLAN), bahkan sampai ke Laut Arab di Timur Tengah. Sejak tahun 2005 sampai tahun 2014, China telah memberikan pinjaman (loans) sebesar hampir $ 7 Milliard kepada Srilangka, yang sebagian dalam bentuk pembelian senjata. Namun ketika jatuh tempo pada tahun 2014, ternyata Srilangka mengalami kesulitan dan tidak mampu membayar pinjaman tersebut. Akhirnya sebagai “kompensasi” pada tahun itu juga perusahaan pelayaran China memperoleh empat daerah pelabuhan dan lego jangkar kapal di Hambantota lewat perjanjian sewa selama 35 tahun dan otomatis mengambil alih seluruh kendali dan control pelabuhan-pelabuhan tersebut. Bukan itu saja , PLAN pun mendapat fasilitas kapal-kapal perangnya berpangkalan termasuk kapal selam bertenaga nuklir Changzheng-2. [15] Di negara kepulauan Maldives , China dengan mudah memperoleh akses, karena sejak tahun 2013 presiden terpilih sangat pro China, membuat Maldives lebih condong ke China dan menjauhi India. Demikian pula dinegara-negara lain seperti Mauritius, Seychelles dan Myanmar sudah terperangkap dalam bantuan ekonomi dan keuangan China lewat BRI.
India.
Kehadiran PLAN di kawasan Samudera Hindia tentu membuat kegelisahan tersendiri bagi India. Nampaknya ketika pengaruh dan eksistensi China semakin besar dibagian samudera ini, telah mengusik kepentingan nasional India yang secara tradisional menganggap Samudera Hindia adalah merupakan “halaman Belakang “ negaranya. Kalau bagi negara lain Samudera Hindia hanyalah merupakan suatu jalur perhubungan laut yang penting, namun bagi India , kawasan laut ini merupakan wilayah lautan yang sangat vital bagi existensi negaranya , dalam arti menjadi Life line dimana misalnya , 70% kebutuhan energy India diimport dari Timur Tengah melewati SLOG di Samudera Hindia. Ambisi India di samudera Hindia bukan hanya difensif . Ambisi itu juga mencerminkan aspirasi yang lebih luas untuk diakui sebagai kekuatan regional utama, dan secara potensial sebagai kekuatan adikuasa yang berada pada tataran teratas dunia. [16] Proyeksi kekuatan Angkatan laut China ke samudera Hindia telah menjadi sumber kekhawatiran jangka panjang utama bagi Angkatan Laut India , yang kemudian menjadi factor utama pendorong penting dari meningkatnya hubungan keamanan antara India dan Amerika Serikat dan negara-negara maritime kuat lainnya. India melihat perlunya bekerja sama dengan negara-negara maritime lain seperti Jepang , Perancis dan Australia untuk menyeimbangkan kekuatan dan paling tidak dapat memperlambat pertumbuhan kehaditan China di samudera Hindia. Salah satu strategi India adalah dengan memperkuat kekuatan Angkatan Lautnya di titik-titik keluar masuk Samudera India untuk dapat memblokir rute perdagangan China manakala terjadi krisis dikawasan tersebut. Nampaknya persaingan strategis akan mengarah pada militerisasi kawasan IOR ( Indian Ocean Region) dan India merasa tidak dapat sepenuhnya bergantung pada AS yang walaupun telah menjadi satu-satunya kekuatan dominan di IOR, tapi keadaan sekarang sedang mengalami perobahan yang signifikan.
Sejauh yang menyangkut Laut China Selatan, kepentingan India hanya terbatas pada motif ekonomi yaitu eksplorasi dan eksploitasi sumber daya alam minyak dan gas bumi. India tidak mengklaim satupun pulau atau area dikawasan Laut China Selatan. Pada Oktober 2011 pemerintah Vietnam memberikan konsesi kepada perusahaan minyak India ONGC Videsh untuk melakukan pengeboran minyak di Laut China Selatan. Keputusan ini ditentang oleh China , yang kemudian menimbulkan krisis diplomatic antar kedua negara. Kementerian Luar negeri China mengeluarkan pernyataan. “ China menentang semua bentuk eksploitasi minyak dan gas diwilayah Laut China Selatan yang sedang dipertikaikan. China berharap negara-negara terkait menghormati Kedaulatan China dan kepentingan nasionalnya.[17] Namun hingga saat ini kerjasama eksplorasi minyak dan gas bumi antara India dan Vietnam berjalan terus.
- Masalah intern negara-negara Asean dan hubungannya dengan negara maritime besar.
Tantangan yang tidak kalah penting untuk mengsukseskan konsep Indo-Pasifik datangnya dari intern negara-negara ASEAN sendiri. Sebagai asosiasi negara yang sangat penting di Asia Tenggara dengan potensi penduduk yang melebihi 600 juta jiwa, namun lemah dalam penyelesaian masalah- masalah internal. Hal inilah yang menjadi titik lemah perhimpunan ini yakni ketidakmampuan menyelesaikan masalah-masalah yang muncul diantara mereka sendiri, yang dapat saja menjatuhkan citranya dimata internasional. Sebagai contoh dalam menyikapi krisis etnis Rohingya di Myanmar yang tidak kunjung selesai. Beberapa negara ASEAN berbeda pendapat , dimana ada yang tetap mempertahankan consensus awal ASEAN yaitu melarang dan tidak akan ikut campur tangan dalam masalah internal anggotanya . Namun ada yang menganggap bahwa apa yang terjadi di Myanmar adalah krisis kemanusiaan , telah terjadi pembantaian dan pelecehan umat Muslim Rohingya yang telah berimbas kenegara lain, sehingga dipandang tidak lagi menjadi masalah intern Myanmar. Untuk itu ASEAN harus mengambil sikap keras terhadap Myanmar dan seyogianya dibawa ke organisasi internasional. Selain dari itu ternyata ada kepentingan China didaerah krisis tersebut , yakni beroperasinya perusahaan minyak China yakni CINOOC (China National Offshore Oil Company) dilepas pantai Rachine. Terhadap masalah pelanggaran HAM didaerah tersebut, China bersikap diam atau tidak peduli, sehingga dapat dipastikan China berpihak pada pemerintah Myanmar karena menyangkut bisnis minyak tersebut. Secara geografis hampir seluruh negara ASEAN berbatasan dekat diwilayah maritime , karenanya sering muncul gesekan masalah perbatasan laut yurisdiksi nasional. Masalah perbatasan maritime sangat sensitidf , apabila tidak ditangani dengan baik dapat mengarah kekonflik antar negara. Masalah lain yaitu, hubungan bilateral negara-negara anggota ASEAN ini dengan negara lain khususnya China telah mencegah Perhimpunan ini mencapai consensus bersama ,termasuk dalam menghadapi konflik di Laut China Selatan. Sejumlah negara ASEAN yaitu Malaysia, Vietnam, Brunai Darussalam dan Philipina mempunyai konflik dengan China soal kedaulatan dan kepemilikan pulau-pulau di Laut China Selatan. Mereka senantiasa menuntut adanya satu sikap dan mengeluarkan statemen bersama berupa protes yang ditujukan kepada China. Namun Laos, Kamboja dan Myanmar menolak statemen anti China tersebut , karena mereka mempunyai hubungan yang baik dengan China. Hal ini menunjukkan bahwa untuk mencapai kesepakatan bersama menyangkut satu masalah , sangat sulit dilakukan diantara negara ASEAN karena masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda.”Faktor lain yang membuat ASEAN gagal memperkokoh solidaritas internalnya adalah sistim politiknya yang tidak selaras, kontradiksi, dan keberagaman agama, etnis, bahasa serta sejarah yang membayangi consensus anggota terkait berbagai issu. ASEAN yang terdiri dari sepuluh anggota, ada pemerintahan dengan mayoritas penduduk Muslim, seperti Malaysia dan Indonesia, pemerintahan Budha seperti Myanmar, dan Thailand, yunta militer seperti Vietnam, pemerintahan kapitalis seperti Singapura, pemerintahan yang sepenuhnya bergantung dan berafiliasi dengan pihak luar negeri seperti Philipina serta pemerintahan monarki dan republic. “[18] Oleh karena itu , dalam menjalin hubungan luar negeri ( geo politik) negara-negara ASEAN akan selalu diwarnai oleh sistim pemerintahannya demi untuk keuntungan dan kelanggengan bangsa dan negaranya. Dalam masalah keamanan, mereka juga tidak memiliki visi yang sama tentang musuh yang dihadapi. Malaysia dan Singapura masih bergabung dalam pakta pertahanan bersama Inggris, Australia dan New Zealand yang bernama FPDA.( Five Power Defence Arrangement). Mungkin trauma konfrontasi masa lalu masih terus dipelihara. Hal yang menarik dalam perkembangan akhir-akhir ini yaitu hubungan ASEAN sebagai suatu entitas dengan China. Secara keseluruhan PDB ASEAN mencakup 6,2 % PDB dunia dengan penduduk lebih dari 600 juta . Akan tetapi nampaknya ASEAN tidak dapat lepas dari pengaruh China yang kini menjadi kekuatan ekonomi dunia kedua setelah AS. Masing-masing negara ASEAN mempunyai hubungan ekonomi yang erat dengan China dimana China menanam investasi di hampir seluruh negara ASEAN sebut saja; Philipina, Vietnam, Malaysia, Laos, Kamboja, Singapura, bahkan Indonesia. Pada tahun 2010 atas inisiatif kedua pihak, dibentuklah ACFTA ( Asean- China Free Trade Area), yang inti kesepakatannya adalah memberikan penekanan khusus pada tiga hal pokok yaitu; barang ,jasa dan investasi, yang bertujuan menciptakan suatu kawasan perdagangan bebas di Asia Tenggara. Dari sini terlihat bahwa kedua belah pihak saling membutuhkan untuk tujuan yang saling menguntungkan. Perlu diketahui bahwa inisiatif BRI versi maritime melewati 3 negara ASEAN yaitu Vietnam, Malaysia dan Indonesia.
Sejauh yang menyangkut hubungan ASEAN dengan AS, dapat dikatakan bahwa kepentingan AS sejak lama sangat menekankan pada isu keamanan kawasan . Secara tradisional dapat dikatakan AS mempunyai kepentingan menjaga keseimbangan kekuatan , katakanlah dimulai diera berakhirnya perang dunuia ke II, untuk membendung pengaruh Komunis di Asia tenggara. Seiring dengan perkembangan situasi, strategi tersebut kini telah berobah menjadi persaingan ekonomi dengan competitor baru yakni China. Apalagi dalam kenyataan, negara-negara ASEAN mempunyai hubungan ekonomi dan perdagangan yang erat dengan China. AS juga memberi perhatian khusus terhadap keamanan maritime misalnya terkait dengan penanggulangan tindak kejahatan terorisme, penyebaran bahan-bahan pembuat senjata pemusnah massal(WMD), penyelundupan senjata dsb. AS mempunyai peran sentral dalam TPP ( Trans Pacific Partnership) dimana 4 negara ASEAN juga bergabung didalamnya yaitu: Malaysia, Singapura , Brunai dan Vietnam. Disinyalir, salah satu misi TPP adalah untuk menandingi kelompok kerja sama yang lain yang digagas oleh ASEAN bersama enam negara yaitu: China, India, Jepang, Korea Selatan Selandia Baru dan Australia yang tergabung dalam The Regional Comprehensive Economic Parnership ( RCEP).[19] Sangat jelas terlihat bahwa kawasan ini telah menjadi ajang rebutan pengaruh antara negara kuat, yang dapat saja berkembang diluar isu ekonomi dan perdagangan. AS juga turut aktif berpartisipasi dalam ARF, ( ASEAN Regional Forum), suatu forum dialog antar anggotanya menyangkut masalah politik dan keamanan kawasan. Philipina, Malaysia dan Thailand memiliki kerjasama militer dengan AS dengan alasan untuk menjaga keamanan kawasan. Konflik beberapa negara ASEAN dengan China di Laut China Selatan telah mengundang AS untuk ikut campur didalamnya, walaupun tidak langsung berkonfrontasi dengan China. Sikap tegas diambil, bahwa Laut China Selatan adalah jalur perhubungan laut yang vital dan karenanya kebebasan bernavigasi harus terjamin.
Kawasan Asia tenggara ,merupakan kawasan maritime sehingga masalah-masalah keamanan maritim akan senantiasa menjadi focus perhatian. Dengan memperhatikan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa kawasan ini dimana negara-negara ASEAN berada telah menjadi ajang perebutan pengaruh kekuatan maritime besar yang tujuannya tidak lain memperoleh hegemoni atas kawasan ini. Masalah ambisi ekonomi telah tumpang tindih dengan masalah politik/ kedaulatan , mudah dibedakan , namun sangat sulit dipisahkan. Terdapat dua kekuatan besar yang sangat berpengaruh terhadap eksistensi kerjasama ASEAN , yaitu Amerika Serikat(AS) dan Republik Rakyat China (PRC), tanpa mengabaikan kekuatan negara lainnya seperti Jepang , India bahkan Australia. Ironisnya , kedua kekuatan besar tersebut sangat bertentangan satu sama lain ( kalau tidak dikatakan bermusuhan ) baik secara ideology, ekonomi maupun pertahanan. Sebagaimana lazimnya negara-negara berdaulat, maka negara-negara ASEAN pun akan senantiasa mengutamakan Kepentingan Nasionalnya untuk pembangunan dan mengejar kesejahteraan bangsa dan rakyatnya. Disinilah tantangan Konsep ASEAN Indo –Pasifik yang mencita-citakan suatu kerjasama yang solid, persatuan yang kokoh, sentralitas, dan berdaulat dikawasan Asia Tenggara. Hubungan antara negara-negara anggota ASEAN terhadap kedua kekuatan besar tersebut diatas, sangat baik. Bahkan beberapa negara secara tradisional telah menjadi “sekutu” AS utamanya dalam bidang pertahanan. Sedangkan terhadap China , sekalipun beberapa negara mempunyai konflik kedaulatan dan kepemilikan pulau di Laut China Selatan, kenyataannya mempunyai hubungan ekonomi perdagangan dan investasi yang erat dengan China. Hubungan intra negara-negara ASEAN yang sangat beragam , juga merupakan tantangan tersendiri yang harus diatasi dan tidak boleh diabaikan. Melihat kenyataan ini maka tidaklah berlebihan jika dikatakan bahwa ASEAN Indo-Pasifik sedang “Mengayuh diantara dua karang”. Apakah kita pesimis melihatnya ? Tentu tidak . Keberhasilannya tentu sangat tergantung pada komitmen masing-masing anggotanya , karena apa yang sudah dicanangkan tentu untuk mencapai kesejahteraan dan keuntungan bersama.
Referensi
Jansen Tham, The Diplomat, 16 May 2018
Sekretariat cabinet Republik Indonesia.
FKPM ,QD edisi Februari 2019.
National Security Strategy of the United States of America, December 2017.
Harian Kompas Selasa 26 Maret 2019.
Ministry of Foreign Affairs of Japan Juli 12 2019.
Harian Kompas, 5 Agustus 2019.
Naval War College Review , winter 2019
Indo Pasifik Forum 2019
Deutche Welle ( DW) Desember 2012.
Parstoday.com
[1] Jansen Tham, The Diplomat, 16 May 2018
[2] Sekretariat cabinet Republik Indonesia.
[3] FKPM ,QD edisi Februari 2019.
[4] Ibid
[5] National Security Strategy of the United States of America, December 2017.
[6] Ibid
[7] Harian Kompas Selasa 26 Maret 2019.
[8] Ministry of Foreign Affairs of Japan Juli 12 2019.
[9] Harian Kompas, 5 Agustus 2019.
[10] Ibid
[11] Naval War College Review , winter 2019
[12] Ibid.
[13] Opcit
[14] Opcit
[15] Opcit.
[16] Indo Pasifik Forum 2019
[17] Deutche Welle ( DW) Desember 2012.
[18] Parstoday.com
[19] Ibid.