ARSITEKTUR BANGUNAN KEPENTINGAN NASIONAL, KEAMANAN NASIONAL DAN KEADAAN DARURAT[1]

                   ….Strategy and Policy must be grounded in the National Interest……

“Seeking A National Strategy: A Concert For Preserving And Promoting Freedom”, demikian judul laporan tim komisi Dewan Keamanan Nasional AS, Tahap ke-2, tentang Strategi Keamanan Nasional AS abad 21, tanggal 15 April 2000, halaman 6. Disimpulkan secara singkat, dasar dari strategi-strategi nasional atau kebijakan nasional adalah kepentingan nasional (hint: definisi kebijakan lebih sering digunakan ilmuwan Politik, vice versa sama artinya dengan Strategi Raya,[2] sedangkan Strategi sendiri adalah “cara” menghantar “sumber daya nasional yang sangat terbatas” menuju “sasaran”—– from”means” to “ends”.pen).

——————————————————————————————————————–

Dalam suatu seminar baru-baru ini tentang Keamanan Nasional di Jakarta, terungkap bahwa pemahaman tentang keamanan nasional RI masih berbeda-beda, padahal Menteri PertahananRImenyatakan bahwa betapa pentingnya keamanan nasional. Di sisi lain, produk pengatur isu keamanan [baca: bukan keamanan nasional][3] sudah terwadahi dalam Undang-undang No.2 Tahun 2002 Kepolisian. Keluhan Menteri Pertahanan cukup beralasan dan sangat wajar, dikaitkan dengan kenyataan di lapangan masih terlihat  ketimpangan dan tumpang tindih fungsi TNI dan Polri. Konkritnya belum ada sinkronisasi antara kedua lembaga tersebut, ini pun masih ditambah belum adanya produk pengatur mengatasi isu keamanan dalam negeri. 

Kenyataan di lapangan telah menunjukkan bahwa TNI sangat efektif menangani isu keamanan dalam negeri, khususnya menghadapi isu konflik maupun kontijensi nasional. Meskipun ada Undang-undang No.3 Tahun 2002 tentang Pertahanan dengan aktor utama TNI dan Undang-undang    No. 2 Tahun 2002 Kepolisian tentang keamanan dengan aktor utama Polri, apabila tingkat konflik meningkat dan atas dasar permintaan bantuan oleh aparat Pemda atau Polri, TNI dapat dilibatkan dalam isu konflik tersebut dengan klausul Operasi Militer Selain Perang (OMSP) sesuai dengan Undang-undang No.34 Tahun 2004 tentang TNI. Hal ini memberikan implikasi peluang bagi TNI untuk melaksanakan keamanan dalam negeri, meski perangkat operasional di lapangan masih belum tercipta lebih rinci.

Selain itu masih ada pasal 30 UUD 1945 yang mengatur keterlibatan TNI dan Polri dalam usaha Pertahanan dan Keamanan Negara, melalui sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta. Berangkat dari pernyataan Undang-undang tersebut ada keinginan Menteri Pertahanan untuk menciptakan RUU tentang Pertahanan dan Keamanan dengan tritunggal: Dephan, Deplu dan Depdagri. Barangkali pemikiran di atas sedikit banyak ada kaitan langsung dengan pelaksanaan konsep darurat sipil dan darurat militer dilapangan. Dengan semua latar belakang ini, obyektif dari kajian ini mencoba  mengungkap setidak-tidaknya dua (2) kelompok permasalahan (masih bisa dikembangkan menjadi beberapa kelompok masalah lagi,pen) yang digenerik dengan beberapa pertanyaan kunci, sambil membandingkan literatur dari luar, yang setidak-tidaknya sudah teruji, sebagai berikut:

1. Fakta persepsi tentang Keamanan Nasional yang masih berbeda-beda. Hal ini cukup memprihatinkan, mengingat bahwa kosa kata keamanan nasional mengandung makna strategik dan merupakan fondasi umum untuk memberi petunjuk serta arahan pelaksanaan kebijakan institusi strategik, utamanya bagi semua instrumen kekuatan nasional yang ada.[4] Setelah 60 tahun merdeka ternyata masih berbeda pemahamannya, sehingga dirasakan seperti ada sesuatu yang hilang (missing link).

Adakosa kata keamanan saja, keamanan nasional dan keamanan negara. Di sisi lain ada definisi pertahanan dan keamanan, ada juga yang menyebut-nyebut dengan kata pertahanan negara, pertahanan nasional, keamanan, keamanan nasional, selain itu ada definisi keamanan dalam negeri, menjadi bercampur-aduk dan cukup membingungkan. Hal ini sudah berjalan sekian lama dan belum ada upaya untuk melaksanakan pembetulan ataupun penyempurnaan.

Dengan adanya rencana untuk mengharmonisasikan kerjasama antara TNI dan Polri yang akan diupayakan melalui RUU Pertahanan dan Keamanan Negara, dihadapkan dengan Undang-undang No. 3 Tahun 2002 tentang Pertahanan Negara dan Undang-undang No.2 Tahun 2002 tentang Kepolisian yang meliput keamanan, menimbulkan pertanyaan, misalnya apakah UU Pertahanan dan Keamanan Negara menjadi induknya saja? bila “ya” barangkali kedua UU yang sudah ada tersebut (UU Pertahanan Negara dan UU Kepolisian) akan berperan sebagai suplemen saja.

Menengok literatur yang berlaku universal mendefinisikan hanya sebagai keamanan nasional, kata-kata ini pun jarang kedengaran, lebih sering terdengar dan lebih tajam serta konkrit dengan definisi strategi keamanan nasional, bahkan lebih diklarifikasikan dengan obyektif strategi keamanan nasional (apa sebenarnya yang ingin dicapai dengan melaksanakan strategi keamanan nasional ini, pen). Bagaimana pun juga kita memerlukan standar kata dan persepsi yang sama, lebih-lebih terhadap isu yang diliput dalam wilayah strategik, karena dikhawatirkan akan  memicu perdebatan hanya dari kosa kata saja.

2. Hipotesa tidak mampunya otoritas sipil [termasuk Polri] menghadapi skala ancaman tertentu, maka diberlakukan darurat militer dengan alih kendali kepada otoritas militer setempat dan dikembalikan lagi apabila situasinya sudah bergerak turun ke bawah sesuai skala kedaruratannya. Berawal dari situasi ini mungkin saja dapat diciptakan pertanyaan seperti: sampai batas mana kemampuan (kompetensi) otoritas sipil dengan tesis adanya supremasi sipil. Efektifkah dengan cepat merubah-rubah otoritas ini? Pertanyaan ini bisa saja muncul karena hirarki terbawah dengan ketidakberdayaan suatu otoritas masih memiliki kompetensi untuk tetap mengendalikan kekuatan di bawahnya, meskipun pusat otoritas sudah bergerak entah ke mana saja, kenyataannya dengan teknologi masa sekarang tidak ada kesulitan untuk mengendalikannya. Jadi meskipun kekuatan baru tersebut adalah perbantuan, atribut otoritas sipil masih memungkinkan untuk tetap melekat dalam otoritanya.

Pertanyaan ini dapat saja menjadi asumsi untuk model tertib sipil-darurat sipil–darurat militer bila dicoba disimulasikan atau olah-main (game) dengan bantuan komputer akan mucul berbagai-bagai alternatif lain. Misalnya: diasumsikan bahwa kondisi apapun juga, otoritas tetap di tangan sipil. Dimainkannya suatu operasi militer menghadapi ancaman dari skala rendah, menengah sampai besar, ditambah area operasional berada di wilayah sendiri, serta tidak ada kekuatan asing sama sekali, mungkin saja  simulasi akan menjawab sebagai salah satu alternatif, bahwa (sekian % dari seluruh total permainan) hasilnya menunjukkan otoritas sipil masih cukup layak. Diterjunkannya TNI di daerah konflik sangatlah efektif bagi kepentingan otoritas sipil di daerah, namun tidak cukup efektif dilihat dari kerjasamanya dengan aparat keamanan lainnya. Kesan yang ditangkap dari sinyalemen Menhan ini tentu saja belum pernah teruji dalam suatu penilaian yang didukung dengan perangkat akademik. Kenyataannya belum pernah ada studi yang lebih komprehensif untuk mendemonstrasikan bahwa pilihan kebijakan penetapan tertib sipil-darurat sipil-darurat militer (bahkan sampai dengan perang) sudah sangat tepat sekali. Jangan-jangan muncul alternative  kebijakan lain yang mungkin saja bisa lebih murah ongkosnya.

Algoritma penyelesaian  

Sebelum mencoba menawarkan solusinya, dicoba memunculkan 2 (dua) kelompok masalah yang dibahas, antara lain:

Pertama, definisi keamanan nasional yang berbeda. Oleh karena definisi ini masuk dalam wilayah strategik, tepatnya strategi raya (grand strategy), perlu dicarikan bagaimana rasionalisasinya di kebanyakan negara-negara maju. Mengutip tulisan Maj Kemp L Chester (US Army),[5] sebagai berikut:

——–  most scholars and writers of National Security Strategy issues agree that the first step in developing grand  strategy is to determine …the National Interest   ——

Umumnya literatur yang ada menganjurkan muatan kepentingan nasional singkat saja dan arahnya adalah bagaimana suatu negara ingin memposisikan dan mempromosikan dirinya di mata dunia internasional. Muatannya juga penting, tapi muatan tujuan kepentingan nasional sendiri jauh lebih penting lagi, karena bila ditarik ke bawah akan menjadi dasar dan acuan bagi strategi-strategi nasional dibawahnya.

——————————————————————————————————————–

Tujuan dan muatan kepentingan nasional akan mendikte strategi-strategi   nasional yang ada  di bawahnya [ subordinasinya].

——————————————————————————————————————–

Tujuan kepentingan nasional ini akan mempersatukan, menggabungkan dan mengkoordinasikan seluruh instrumen kekuatan nasional yang berarti.[6]

Terciptanya seluruh subordinasi akan merujuk kepada kepentingan nasional. Dari definisi ini  juga dapat disimpulkan bahwa strategi keamanan nasional memiliki hubungan sangat kuat dengan kepentingan nasional, artinya strategi keamanan nasional dan berikutnya strategi nasional yang lainnya akan tercipta jika dan hanya jika kepentingan nasional sudah terdefinisi dengan  baik, dan terasionalisasinya hirarki strategi keamanan nasional, berada di bawah tujuan kepentingan nasional. Artinya, berjalan tidaknya kepentingan nasional sangat tergantung tercapai tidaknya tujuan strategi keamanan nasional. Lantas tujuan dan muatan kepentingan nasional berada di bawah siapa? Tentu saja akan berada di bawah tujuan yang paling mendasar dari bangsa ini (Fundamental National Goal/FNG). Kalau dibuat urut-urutannya dari atas ke bawah sebagai berikut: Blok FNG – Blok NSS (National Security Strategy) – Blok Strategi-strategi Nasional (berintikan unsur DIME, yakni seluruh instrumen kekuatan nasional), seperti: Blok Strategi Diplomatik Nasional, Blok Strategi Informasional Nasional,Blok Strategi Pertahanan Nasional atau Blok Strategi Militer Nasional (NMS/National Military Strategy) dan Blok Strategi Ekonomi Nasional, sebagai 4 cabang strategi di bawah strategi keamanan nasional.[7]

Bila diteruskan kebawah akan menjadi kebijakan-kebijakan Menteri dan program-program nasional Departemen-departemen. Muatan-muatan dan tujuan utama masing-masing blok akan sangat tergantung pada obyektif dan muatan blok di atasnya. Sangatlah wajar apabila muatan dan obyektif blok-blok mulai dari atas sampai ke bawah sampai dengan strategi keamanan nasional apabila belum terdefinisi dengan konkrit baik muatan dan tujuannya tentu saja akan dipahami berbeda-beda. 

Urut–urutan blok strategi strategi tersebut, akan diawali dan digenerik  (draft) oleh pemerintah pada awal pemerintahan baru, kemudian dilakukan iterasi dan interaksi dengan Parlemen sebagai wakil rakyat untuk disetujui, satu demi satu sesuai urutan, akhirnya akan terbentuk program program nasional yang utuh, konkrit, mengalir dari atas kebawah dan dijadikan agenda pokok “pengendalian kualitas“ oleh DPR-RI dan agenda pelaksanaan program berkualitas 5 tahunan oleh pemerintah.[8]

Kedua, dinamika pergeseranotoritas sipil ke-militer atau militer ke sipil dsb. Mengacu konsep demokrasi, menghadapi situasi apapun yang terjadi, pemegang otoritas haruslah tetap elit sipil atau supremasi sipil.

Oleh karena itu, pembahasan di sini akan mengasumsikan bahwa sampai dengan situasi sangat kritis pun, kewenangan sebaiknya tetap ada di tangan otoritas sipil .Jadi pemegang olah permainan adalah elit sipil (ruler of the game).

Asumsi lain (bisa saja ditambahkan,pen): bahwa pemerintah daerah sudah terlatih menghadapi setiap perubahan eskalasi ancaman. Dengan pendekatan konsep ini, maka struktur respon mengatasi ancaman yang terjadi didaerah dapat dilakukan dengan cara memilih opsi operasi gabungan, tanpa mengubah struktur otoritasnya.

Di negara-negara lain, menghadapi kasus ini cukup dengan dengan memainkan 3 kategori operasi gabungan saja, yakni Operasi gabungan urusan sipil (Joint Civil-Affairs Operation), Operasi gabungan sipil-militer (Joint Civil-Military Operation) dan Operasi gabungan militer (Joint Military Operation). Selama ini kita sudah lebih mengenal operasi gabungan militer yang dilakukan oleh TNI, tetapi kedua jenis operasi yang lain belum pernah dilakukan sama sekali. Tabel aplikasi operasi gabungan tersebut dapat digambarkan secara sederhana seperti dibawah ini:

Ada kesan (meski tidak terlalu kuat) bahwa kita seakan-akan selalu disibukkan dengan bagaimana  mengatasi masalah, dengan cara segera menciptakan Undang-undang terlebih dahulu tanpa mencoba memahami permasalahannya secara komprehensif.

Ada tiga alasan, mencoba memahami secara komprehensif, antara lain:

Pertama, bahwa betul dengan payung Undang-undang aktor-aktor pelaku akan mudah bermanuvra dengan cukup efektif. Contohnya: apabila diduga bahwa ada ketidak-harmonisan antara 2 institusi, mungkin perlu dipertanyakan apakah dikarenakan kurang terlatihnya kedua lembaga tersebut untuk bekerjasama, apakah karena doktrin operasi gabungannya yang tidak begitu kokoh, ataukah dikarenakan kualitas personelnya relatif tidak sama untuk menghadapi dan melaksanakan suatu rencana operasi gabungan yang spesifik, dan lain-lain.

Kedua, bagaimana kita menguji apakah muatan Undang-undang tersebut sudah menjamin keinginan pemiliknya? Siapa pemiliknya, tentu saja pemiliknya adalah himpunan mulai dari kepentingan nasional, kemudian berturut-turut subordinasinya adalah strategi keamanan nasional, di bawah strategi ini akan ada  4 subordinasi yang paralel, yakni: Strategi Diplomatik, Strategi Informasional, Strategi Pertahanan/Militer Nasional, kemudian Strategi Ekonomi Nasional, semuanya akan menjadi pemilik langsung Undang-undang yang berkaitan dengannya.

Sebagai pemilik, mutlak harus terdefinisi terlebih dahulu. Jadi masing-masing Undang-undang tersebut akan mengabdi kepada pemiliknya dengan cara memayungi dan memiliki kekuatan serta otoritas untuk mendorong aktor-aktornya melaksanakan apa keinginan pemiliknya, yakni apa maunya strategi itu sendiri.

Ketiga, di sisi lain bila urut-urutan (hirarkis) konsep manajemen strategik pemerintah RI sudah ditetapkan, otomatis Undang-undang yang mendukung masing masing blok juga akan nampak jelas posisi hirarkisnya, dan ini pun semuanya harus diatur dalam format Undang-undang. Misalnya: untuk mendukung tercapainya tujuan kepentingan nasional maka diciptakanlah UU Kepentingan Nasional, sedangkan di bawah kepentingan nasional adalah strategi keamanan  nasional, maka diperlukan UU Keamanan Nasional. Selanjutnya bagi salah satu subordinasi strategi keamanan nasional, misal: Strategi Pertahanan Nasional atau Militer Nasional dan Strategi Ekonomi Nasional, dengan posisinya yang lebih ke bawah, apakah juga harus didukung dengan UU Pertahanan Nasional dan UU Ekonomi Nasional?

Dengan cara seperti ini tercipta hirarkis dan posisi antar Undang-udnang itu sendiri. Selain itu juga hubungan antar Undang-undang dan pemiliknya akan memudahkan menguji muatan masing-masing perangkat pengatur, apakah masih tumpang tindih atau tidak.

Contoh lain: untuk mendukung terlaksananya strategi keamanan nasional (kita berasumsi strategi ini sudah tercipta) dibutuhkan penggeraknya dan payungnya yakni UU Keamanan Nasional agar strategi tersebut berjalan, namun apakah UU Keamanan Nasional sudah tercipta? Kenyataannya sementara ini ada UU yang meliput isu tentang keamanan (bukan Keamanan Nasional) yang sekarang termuat dalam  UU Kepolisian.

Contoh lain bila muatan dan tujuan kepentingan nasional didefinisikan akan mendikte strategi keamanan nasional, bagaimana pemerintah akan mengajukan rancangan strategi tersebut tanpa tergambarkan definisi kepentingan nasional terlebih dahulu—–analog untuk  aliran berikutnya. Contoh berikut: bagaimana Mabes TNI/Angkatan akan mendefinisikan kebijakan dan program-programnya (hint: urut-urutan hirarkhis manajemen strategik adalah visi/misi — strategi — policy — program, pen) apabila strategi pertahanan nasional belum dibangun? Lebih spesifik lagi, dengan dasar apa TNI akan menatap (hedging) ke depan dengan cara mengamati apa yang harus di-Shaping-nya, menjadi Respond-nya dan apa yang harus di-Prepare-kan dalam jangka setidak-tidaknya lima tahun ke depan.[9]

Ini akan jadi acuan strategik dan landasan bagi Program pembangunan kekuatannya masing masing Angkatan 5 tahun kedepan dengan cara yang lebih jelas, konkrit dan kokoh. Memang, dokumen strategik TNI pernah menyebut-nyebut akan fokus kepada 2 atau 3  titik masalah (2 trouble spot secara simultan, pen), meski tidak jelas di mana posisi geografiknya. Posisi ini penting karena akan memudahkan menciptakan muatan Shape, Respond, dan Prepare yang lebih realistik sebagai bagian muatan kebijakan TNI.

Sebagai ilustrasi: konsep NATO pra Perang Dingin, menyebut tatapannya pada 2 titik masalah (2 trouble-spot), yakni 2 MTW (major theatre war yakni di daratan Eropa dan Pasifik,pen), namun pasca Perang Dingin berubah menjadi hanya 2 SSC (Small Scale Conflict,pen), yakni di Timur Tengah dengan sentranya di Irak dan Semenanjung Korea.[10] Posisi ini akan memudahkan bagaimana NATO membuat Shape, Respond dan Prepare-nya sebagai ”cetak biru” pembangunan kekuatannya [hint:renstra NATO dibaca relatif sama dengan renstra AS,pen]. Kembali ke masalah pokok, mungkin yang terpenting bagi kita adalah bagaimana membangun konsep bersama antara pemerintah dan DPR untuk mendefinisikan muatan dan obyektif masing-masing blok strategik itu terlebih dahulu.

Kalau ini disepakati, akan lebih penting lagi bila sebelumnya dibangun persamaan persepsi dan pemahaman tentang konsep strategik ini terlebih dahulu kepada elit sipil yang ada di DPR dan yang duduk dipemerintahan bersama-sama  elit militer. Proses ini mungkin cukup sulit, bahkan bisa dibilang cukup “ambisius”, namun penting dilakukan, bahkan perlu diprogramkan secara nasional sebagai program kepemimpinan nasional. Kalau negara lain, sudah lama memikirkan “Global Leadership”[11], kenapa kita tidak mulai dengan memikirkan program ”National Leadership”untuk mensosialisasikan konsep manajemen strategik/nasional ini kepada seluruh elit? Sedangkan isu tentang tertib sipil, darurat sipil dan darurat militer, perlu dievaluasi dengan opsi tetap mempertahankan otoritas sipil.

Bagaimana otoritas sipil menghadapi eskalasi ancaman? Mulai dari terendah dijawab dengan respon struktur Operasi gabungan urusan sipil saja,bila meningkat lagi direspon dengan struktur Operasi gabungan sipil-militer, dan versus eskalasi yang sangat berat dengan struktur Operasi gabungan militer. Lantas siapa yang ditunjuk sebagai ”dirigen” pengatur manajemen nasional ini? Mungkin yang paling pantas adalah Dewan Keamanan Nasional selaku generator Strategi Keamanan Nasional (atau mungkin melekat pada fungsi Kantor Polhukam) dan selaku penasehat Presiden bidang Keamaman Nasional. Demikian juga sub-dirigennya bukan lagi kepada tritunggal seperti Departemen Luar Negeri, Departemen Dalam Negeri dan Departemen Pertahanan saja [seperti yg disebut-sebut Menhan], tetapi akan menjadi komoditi Kantor Polhukam, Deplu, Depkominfo, Dephan, dan Departemen yang mengatur strategi ekonomi nasional. 

Akhir dari gambaran sementara yang dapat ditarik dari kesimpulan ini barangkali dapat menjadi masukan bagi Dephan agar bisa memilih program penciptaan perangkat yang diprioritaskan terlebih dahulu. Akhirnya untuk memudahkan persepsi yang sama tentang liputan operasi militer atau pertahanan nasional, bagi seluruh elit, utamanya  elit sipil, sepantasnya dan ada baiknya diciptakan Kamus Pertahanan Nasional (Defense Terms Dictionary/Glossary, pen) sebagai referensi.

[1].Penulisan ini diilhami dengan agenda Seminar yang diselenggarakan oleh PPSN, di Jakarta medio Januari 2005.
[2]. “Making Strategy“, Col Dennis Drew, Dr Donald Show,…..Political Scientist often refer to Grand Strategy as Policy.
[3].“Department of the Defense: Dictionary of Military and Associated Terms“, (JP 1 – 02), yang diamandemen sampai dengan 5 September 2003, halaman 238 ,…………National’s Strategy: is the art and science of developing and using the diplomatics, economics, and informational power ( power disini adalah  instrumen  kekuatan nasional, DIME, pen) of Nation, together with its Armed Forces, during peace and war to secure National Objectives, also called NSS (National Security Strategy ) or Grand Strategy.
[4]. “A Common Vision For The Common Defense: Toward A More Comprehensive National Security Strategy“, Monograph US Army Command & Staff College, US Army War College, oleh Maj  Kemp L Chester, US Army, 2001, halaman 4, …… tidak disebut lagi  himpunan PEM (Politik, Ekonomi dan Militer)sebagai instrumen kekuatan nasional, tetapi lebih kepada himpunan DIME (Diplomatik, Informasional, Militer dan Ekonomi, pen) .
[5].Ibid , halaman 12
[6]. “Grand Strategy: Practices and Principles“, John M Collins, disebut a.l:……..National Security Strategy fuses all the power of a nation …to attain national Interest and his objectives. Periksa “Making Strategy“, Dennis  Drew et all,……Grand Strategy,is the art.,dst…of coordinating the development and use of these instruments (instrumen kekuatan nasional, pen) to achieve national security objectives.
[7] Juga “The Art of Strategy and Force Planning“, Prof Henry C Barlett et all (hampir pasti semua Pamen TNI-AL tamatan Cipulir akan mengenalnya) dari US Naval War College, menyatakan…… Grand or National Security Strategy should provided a clear concept of how national’s instrument of power will be used to achieve National goal & policy .
[8] Diibaratkan apabila pemeritahan ini seperti korporasi raksasa, maka  DPR akan bertindak selaku QCC (quality control controller) dan  pemerintah sebagai executivenya, cukup wajar bukan?
[9]. Shape,Respond,dan Prepare  menjadi parameter konsep strategik  rencana pembangunan kekuatan militer AS(sisrenstra),sangat sederhana dan jelas,tapi konkrit,dan kokoh(clearly,concrete,robust)setelah dievaluasi dengan QDR (quadrennial defence review ),teknik seperti ini disebut-sebut menjadi trend parameter Strategi Militer Nasional.
[10]. .”Revising”The Two-Major”Theatre War ( 2 MTW ) Standard”, Strategic Forum # 179, Institute For Strategic Studies,National Defense University, April 2001,Dr Hans Binnedijk, Dr Richard C Kruger, halaman 1,……..one of the toughest challenge of the DoD, dst……
[11]. “Think-Tanks” and The National Security Strategy’s( NSS )Formulation Process: A Comparison of Current American and French Process“, Research Paper Industrial College of the US Armed Forces (ICAF), Cpt Robert Ranquet, US Army,1995, halaman 8.

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap