Oleh: Budiman Djoko Said
Pengantar:
Laporan di bawah ini merupakan hasil kajian dan analis dari penulis tentang topik seminar maupun materi-materi yang disampaikan dalam seminar tersebut.
1. Pendahuluan
Menghadapi isu anggaran pertahanan, yang diperhitungkan sangat tidak memadai memerlukan kiat-kiat tersendiri. Suatu perbaikan pemikiran akan diperlakukannya konsep multiyears programmed mendatang bagi TNI khususnya TNI Angkatan Laut merupakan angin segar dibandingkan melakukan pilihan one-stop/year invesment programmed yang selama ini dilakukan oleh Departemen Pertahanan dan TNI.
Pilihan mendatang akan jauh lebih efektif dan efisien. Angin segar berikutnya adalah isu kapabilitas industri pertahanan nasional yang dijanjikan pemerintah akan diperhatikan dengan membantu pendanaannya agar industri pertahanan mampu bertahan terus utamanya industri pertahanan nasional yang sepi dari pembeli. Meskipun sebenarnya bukan suntikan dana namun yang lebih penting adalah suntikan proyeksi strategi mendatang.
Industri pertahanan nasional harus ikut bermain sebagai aktor dalam strategi pembangunan kekuatan mendatang. Menghadapi dua isu ini memerlukan suatu kajian kebijakan yang berorientasi pada rekayasa ekonomi. Dua model bisa diciptakan agar mewakili dua sistem masalah yang dihadapi ini dan digambarkan dalam bahasan berikut.
2. Diskusi
Model pertama adalah tentang optimalisasi kesiagaan. Asumsi yang digunakan bahwa efektivitas alutsista sudah bisa diterima untuk dibeli. Suatu alutsista konsepnya disiapkan untuk beroperasi semaksimal mungkin selama umur efektif. Mulai rancang bangun, pembangunan fisik, pemeliharaan, modernisasi, pelatihannya, selanjutnya sesuai jadwal dibangun dalam rancang bangun siklus hidupnya. Membeli alut yang bersifat prototipe dengan serta merta menjadi sangat mahal (pengalaman versus kelas KRI FTH) karena harga litbang juga harus dibeli.
Untuk menunjang kesiagaan tersebut dituntut konsekuensi biaya untuk menjamin kesiagaan tersebut selama umur tersebut. Rumusan biaya sebenarnya adalah konsekuensi program/proyek/kegiatan, bukan sebaliknya biaya selalu dijadikan orientasi (orientasi program) untuk memilih alutista. Pembeli memiliki fleksibilitas untuk memilih sesuai dengan ukuran efektivitas yang diinginkan.
Bahwa biaya tidak memadai bisa dikendalikan dengan cara membayar bertahap. Memberlakukan biaya dengan perlakuan seperti ini sebenarnya akan memudahkan pengelola alutsista untuk melakukan pilihan yang fleksibel, bahkan memiliki kekuatan negosiasi dan melakukan analisis kepekaan terhadap setiap proyek. Anggapan bahwa biaya adalah orientasi pilihan proyek akan semakin membuat ketidakberdayaan siapa pun juga. Biaya sebagai konsekuensi pilihan suatu alut akan diekspresikan dalam rumusan total biaya (total cost). Rumusannya sebagai berikut :
Misalnya biaya 1 = biaya platform, biaya 2 = biaya sistem sensor dan senjatanya, biaya 3 = biaya latihan awal. Biaya 4 = biaya pemeliharaan rutin, biaya 5 = biaya pemeliharaan menengah, biaya 6 = biaya operasional dan biaya 10 = biaya modernisasi. Mengetahui T biaya dengan mudah memproyeksi dan mendistribusikannya dalam interval tahunan. Namun perlu diingat bahwa pembagian dalam skala waktu akan menggunakan nilai waktu sekarang dan mendatang per tahunan, mengingat nilai mata uang rupiah yang digunakan akan berubah sesuai waktu berjalan (NPV = net present value, NFV = net future value).
Model kedua adalah proyeksi strategi pertahanan nasional. Ada hubungannya antara life cycle industri pertahanan nasional dengan dengan obyektif strategi pertahanan nasional. Strategi pertahanan nasional yang sudah terdefinisi dengan jelas, konkrit dan kokoh (clear, concrete and robust) akan membantu industri pertahanan nasional merancang bangun life cycle-nya dengan distribusi, komposisi dan proyeksi kegiatannya.
Sebagai contoh sederhana, industri pertahanan nasional memerlukan serangkaian tujuan strategi, sebagai basis rancangan kegiatannya untuk berporduksi. Misalnya berapa distribusi produksi untuk kebutuhan pasar komersial dan berapa untuk militer. Tanpa kejelasan obyektif strategi pertahanan nasional, industri pertahanan nasional akan merasakan kesulitan membangun distribusi dan komposisi produknya.
Misalnya, haruskah 60 persen produk komersial dan sisanya militer ataukah sebaliknya atau 71 persen militer dan sisanya komersial sehingga jelas konsekuensi anggarannya. Belum lagi mengatur shift tenaga kerja (workforces) bagi departemen komersial dan departemen militer. Perlu diyakini bahwa harga produk industri pertahanan nasional akan menjadi mahal, meskipun didanai seberapa besar pun dan ini terjadi berbagai negara.
Namun ada satu keuntungan yakni tingkat kepakaran dan keahlian tenaga kerjanya untuk mengembangkan program atau produk yang akan datang. Bila industri ini telah memiliki sistem pakar dan mutu yang baik dengan sendirinya akan mampu menekan ongkos atau biaya bagi negeri sendiri (competitive advantage dan comparative advantage).
Dua model mewakili dua isu yang telah dijelaskan, nampaknya begitu sederhana namun perlu dicermati bahwa multi-years programmed (program strategik terpilih) akan bisa dijalankan (dan dipilih) dengan syarat, ada sekian alternatif program pertahanan nasional yang bisa dipilih. Pertanyaannya sudah adakah sekian alternatif strategi pertahanan nasional sebagai basis rancang bangun kekuatan pertahanan nasional Indonesia?
Berikut bagaimana skenario pertahanan nasional mendatang? Tanpa skenario, sulit menciptakan alternatif strategi pertahanan nasional yang akan menghadapi dinamika skenario terpilih. Tanpa strategi pertahanan nasional dan tujuannya, sulit memilih program atau proyek pembangunan kekuatan pertahanan nasional atau militer gabungan yang akan dibangun.
3. Penutup
Mengetahui semua ini dengan jelas, konkrit dan kokoh, bagaimana industri pertahanan nasional akan membangun rencana strategisnya? Barangkali dua pemikiran mendasar sebagai epitimologi kasus ini dapat dikembangkan untuk menyongsong kedua isu tersebut. Pertanyaan berikut di bagian mana di Departemen Pertahanan yang akan mencermati model efektivitas sistem atau alutsista yang dipilih dan konsekuensi biayanya dalam interval waktu selama umur efisien, yang jelas akan banyak merubah peradigma berfikir.
Misalnya memikirnya harga rupiah per tahun, membuat estimasi biaya per setiap sistem dan subsistemnya, membuat sistem inventori yang lebih serius dan memikirkan bagaimana membuat total biaya menjadi tidak terlalu besar dengan berbagai teknik optimalisasi manajemen modern. Dua sistem kepakaran/spesialisasi/kompetensi perlu disiapkan, yakni kompetensi membangun model effektivitas dan membangun model beaya. Model efektivitas akan menjadi domain para spesialis operasi riset dan yang terakhir adalah spesialis analis biaya.