ALIANSI ANGKATAN LAUT KAWASAN ASIA PASIFIK

Oleh: Alman Helvas Ali

1. Pengantar 

Angkatan LautIndia bersama dengan Angkatan Laut Amerika Serikat menggelar latihan bersama bersandi Malabar 07-2 pada 4-9 September 2007 di Teluk Benggala. Berbeda dengan Latihan Malabar 07-1 yang digelar di perairan Laut Filipina lepas pantai Okinawa pada 6-11 April 2007 yang silam hanya melibatkan Jepang sebagai pihak ketiga, kemudian pada Latihan Malabar 07-2 melibatkan tiga negara lain yaitu Jepang, Australia dan Singapura. Dari 13 seri Latihan Malabar yang pernah digelar olehIndia dan Amerika Serikat, latihan kali ini merupakan latihan terbesar dan sekaligus menimbulkan banyak spekulasi politik.

Ada kecurigaan dari beberapa pihak, khususnya Cina, terhadap Latihan Malabar 07-2. Amerika Serikat menampik kecurigaan itu, sebagaimana yang dinyatakan oleh Panglima Armada Ke-7 Amerika Serikat Laksamana Madya Doug Crowder bahwa kerjasama Angkatan Laut Amerika Serikat dengan Indiatidak dimaksudkan untuk mengirimkan sinyal tertentu kepada Cina. Sebaliknya, Crowder berharap latihan ini merupakan langkah awal untuk aliansi Angkatan Laut kawasan Asia Pasifik sebagai perwujudan dari konsep “a 1,000 ship Navy” yang digagas olehUS Chief of Naval Operation Laksamana Mike Mullen. Tulisan ini akan membahas tentang aliansi Angkatan Laut kawasan Asia Pasifik dan di mana posisiIndonesia, khususnya TNI AL, sebaiknya bersikap.

2. Konsep “a 1,000 Ship Navy” 

Konsep “a 1,000 ship Navy” diperkenalkan oleh US Chief of Naval Operation Laksamana Mike Mullen pada Forum Strategi di US Naval War College, Agustus 2005. Konsep itu dikembangkan oleh Laksamana Madya John G. Morgan Jr. dan Laksamana Muda Charles Mortaglio. Banyak pihak menganggap bahwa konsep “a 1,000 Ship Navy” merupakan batu pijakan bagi strategi maritim baru bagi Angkatan Laut Amerika Serikat. Menurut Laksamana Mike Mullen, konsep “a 1,000 ship Navy” merupakan penataan keamanan maritim global yang dirancang untuk mensinergikan kemampuan-kemampuan maritim kolektif dari sekutu-sekutu Amerika Serikat untuk keamanan secara keseluruhan pada domain maritim.

Apabila didalami, konsep “a 1,000 ship Navy” didorong oleh globalisasi yang memerlukan jaminan akses yang bebas dan tak terganggu terhadap arus perniagaan dan menurunnya kemampuan Angkatan Laut Amerika Serikat untuk melakukan pengendalian laut secara global. Oleh sebab itu, Amerika membutuhkan sekutu dan sahabat yang dapat diajak bekerjasama menjamin keamanan maritim secara global. Menurut penggagasnya, konsep itu akan membentuk kekuatan maritim global yang berpatroli di laut lepas dan mengamankan pelabuhan-pelabuhan dan jalan-jalan air (waterways).

Satu di antara pertanyaan pertama tentang konsep ”a 1,000 ship Navy” adalah misi apa yang akan dilaksanakannya? Dalam sebuah kesempatan, Laksamana Mike Mullen memberikan penjelasan sebagai berikut:

I’ve engaged with heads of navies from around the world, upward of 72 different countries, in the concept that I call a 1,000 ship Navy. It’s a thousand ships like-minded nation working to get at the emerging challenges of weapons of mass destruction, terrorist, drug, weapons, pirates, human trafficking and immigration. These are challenges we all have, and we need to work together that the sea-lanes are secure”.[i]

Dari penjelasan tersebut, sepertinya konsep “a 1,000 ship” Navy dirancang untuk melaksanakan misi-misi yang digolongkan sebagai fungsi konstabulari Angkatan Laut daripada  fungsi  militer  Angkatan  Laut. Memang  tidak dapat ditutup kemungkinan apabila konsep itu disetujui oleh negara-negara lain, bisa saja digunakan untuk menghadapi aktor negara yang digolongkan sebagai “ancaman terhadap keamanan global”. Salah satu kata kunci dari konsep tersebut adalah maritime domain awareness.

Setidaknya ada dua cara untuk mengoperasionalkan konsep ”a 1,000 ship Navy” bagi Amerika Serikat, yaitu koalisi Angkatan Laut (naval coalition) dan kerjasama maritim (maritime cooperation). Koalisi Angkatan Laut multinasional bisa dilakukan apabila pada tingkat pengambilan keputusan politik telah menyepakati kerjasama berbentuk koalisi. Meskipun dalam lingkup terbatas koalisi Angkatan Laut multinasional yang ada saat ini, seperti Task Force 150 yang beroperasi di Teluk Persia, namun bukan pekerjaan mudah untuk mewujudkan konsep ”a 1,000 ship Navy”.

Kesulitan terjadi karena aspek politik dan teknis operasional. Secara teknis, koalisi Angkatan Laut multinasional menuntut adanya komando dan kendali yang disatukan (unified command and control). Dari sini timbul masalah politik, yaitu ada negara-negara yang undang-undangnya melarang kekuatan militernya berada di komando dan kendali asing, misalnya Amerika Serikat. Selain itu, penyerahan komando dan kendali kekuatan laut suatu negara ke dalam koalisi Angkatan Laut multinasional juga dianggap menyentuh isu kedaulatan.

Pilihan berikutnya adalah kerjasama maritim. Pada prinsipnya banyak negara yang terbuka untuk bekerjasama guna menjamin keamanan maritim global. Masalahnya adalah bagaimana bentuk kerjasama dimaksud. Sebagian negara, termasuk Indonesia, tidak menginginkan adanya kekuatan laut asing berpatroli di perairan yurisdiksinya, karena hal itu dianggap melanggar kedaulatan dan juga UNCLOS 1982. Negara-negara tersebut lebih menyukai pendekatan regional dengan prinsip lending hands but not step in.

3. Sikap Indonesia 

Latihan Malabar 07-2 yang melibatkan negara merupakan salah latihan Angkatan Laut terbesar di kawasan Asia Pasifik dalam beberapa tahun terakhir, selain Latihan RIMPAC. Tak ayal Latihan Malabar 07-2 menimbulkan spekulasi bahwa latihan ditujukan untuk mengirim pesan kepada Cina. Karena negara-negara yang berpartisipasi secara politik hubungannya kurang harmonis dengan Cina.

Sebagaimana yang dinyatakan oleh Panglima Armada Ke-7 Amerika Serikat, latihan itu diharapkan sebagai langkah awal perwujudan dari konsep “a 1.000 ship Navy”untuk menjamin keamanan maritim global. Harapan demikian cukup beralasan, karena ditinjau dari aspek politik, Australia, Jepang dan Singapura merupakan sekutu-sekutu utama Amerika Serikat di luar NATO. Sementara India merupakan negara sahabat (friend) Amerika Serikat dan bukan tidak mungkin ke depan, statusnya akan meningkat menjadi sekutu, karena tujuan Amerika Serikat merangkul India adalah untuk mengimbangi kebangkitan Cina.

Langkah Amerika Serikat mengimplementasikan konsep “a 1.000 ship Navy” di kawasan Asia Pasifik, antara lain didasarkan pada pertimbangan akan rawannya konflik dan ancaman lintas negara, seperti terorisme dan proliferasi senjata pemusnah massal. Sehingga sangat beralasan bagi Amerika Serikat untuk mengimplementasikan konsep “a 1.000 ship Navy” di kawasan sebagai bagian dari kekuatan maritim global.

Mengingat bahwa negara-negara Asia Pasifik yang berpartisipasi dalam Latihan Malabar 07-2 merupakan pihak-pihak yang berkepentingan dengan keamanan maritim di kawasan Asia Tenggara, khususnya di perairan yurisdiksi Indonesia, perlu dianalisis kemungkinan dampaknya terhadap Indonesia. Setuju atau tidaknya Indonesiaterhadap konsep “a 1000 ship Navy”,akan memberikan dampak positif maupun negatif.

Sebagai negara yang berada pada posisi strategis dan ”dibutuhkan” oleh hampir semua negara di kawasan Asia Pasifik, Indonesia memang harus mampu menjaga jarak yang sama dengan negara lain. Apabila Indonesia setuju dengan konsep “a 1,000 ship Navy”, mungkin akan timbul persepsi bahwaIndonesia condong kepada Amerika Serikat. Sikap demikian bisa jadi akan merugikan kepentingan nasionalIndonesia, khususnya dalam kerjasama pertahanan, dengan negara-negara yang kurang sepaham dengan Amerika Serikat.

Kalau Indonesia bersikap pro terhadap konsep itu, perlu dikaji apa imbal balik yang bisa didapatkan oleh Indonesia, khususnya yang terkait dengan peningkatan daya pukul TNI AL. Selama ini, tercipta kesan bahwa Amerika Serikat kurang tulus dalam bekerja sama dengan Indonesia di bidang pertahanan. Singkatnya, Amerika Serikat seringkali meminta terlalu banyak dari Indonesia dan sebaliknya memberi terlalu sedikit. Sebagai contoh, pengadaan senjata dari Amerika Serikat membutuhkan banyak persyaratan rumit dari negara calon konsumen.

Apabila Indonesia menolak atau setidaknya bersikap reserve terhadap konsep ”a 1,000 ship Navy”, ada dua kemungkinan dampaknya. Pada satu sisi, kerjasama Indonesia dengan negara-negara lain, khususnya kerjasama pertahanan, diharapkan akan tetap berlangsung seperti telah direncanakan sebelumnya. Selain itu, secara politis akan meningkatkan daya tawar Indonesia di kawasan dalam isu-isu keamanan kawasan Asia Pasifik.

Pada sisi lain, Amerika Serikat mungkin akan bersikap lebih asertif terhadap Indonesia dalam isu keamanan maritim karena dianggap kurang kooperatif. Sikap asertif bisa dilakukan secara langsung, bisa pula dilakukan menggunakan tangan beberapa negara di sekitar Indonesia. Selain isu Selat Malaka, agenda keamanan maritim Amerika Serikat lainnya di Indonesia adalah isu keamanan maritim di Laut Sulu (segitiga Indonesia-Malaysia-Filipina). Isu Laut Sulu sudah mengemuka sejak tahun 2005 dan kini setiap tahun, Amerika Serikat mensponsori pertemuan Multinational Interagency Maritime Security Workshop (MIMS) yang fokus pada masalah terorisme maritim.

Untuk mengantipasi kemungkinan sikap asertif Amerika Serikat, salah satu pilihan yang tersedia adalah terus meningkatkan kerjasama dengannya pada bidang-bidang yang less sensitive seperti yang sudah terjalin selama ini. Kerjasama tersebut penting untuk dipelihara kesinambungannya, antara lain sebagai wadah untuk memberikan sinyal kepada Amerika Serikat bahwa Indonesia tidak menutup pintu kerjasama dan dialog dengannya.

Adanya aliansi Angkatan Laut kawasan Asia Pasifik sebagai bagian dari implementasi konsep ”a 1,000 ship Navy”dapat berkontribusi positif maupun negatif terhadap Indonesia. Berkontribusi positif apabila negara-negara anggota aliansi mau bekerjasama dengan Indonesia, khususnya TNI AL dalam rangka keamanan maritim, dengan basis bilateral. Penekanan basis bilateral sangat penting untuk menghindari kesan bahwa Indonesia in favor Amerika Serikat.

Sedangkan kontribusi negatif dapat terjadi apabila konsep “a 1,000 ship Navy”diterapkan untuk pengamanan perairan yurisdiksi Indonesia, khususnya Selat Malaka. Seperti diketahui, pengamanan Selat Malaka bagi Amerika Serikat bukan semata-mata pengamanan perairan itu dari ancaman terorisme maritim, tetapi juga dimaksudkan untuk mengendalikan manuver politik Cina. Dengan kata lain, sinyalemen konsep “a 1,000 ship Navy”dapat dibelokkan untuk membendung Cina tidak dapat diabaikan begitu saja.

4. Penutup 

Keamanan maritim merupakan kepentingan bersama banyak negara di kawasan Asia Pasifik. Keinginan Amerika Serikat untuk membangun aliansi Angkatan Laut kawasan Asia Pasifik dalam konteks ”a 1,000 ship Navy”sah-sah saja. Sikap Indonesia terhadap konsep ”a 1,000 ship Navy”harus mempertimbangkan beberapa aspek, di antaranya apa keuntungan nyata yang dapat diraih dengan konsep itu.

[i].U.S. Navy. Office of the Chief of the Naval Operations, “Speeches” http://www.navy.mil/navydata/cno/mullen/speeches/mullen060519-kqv.txt

0 0 votes
Article Rating
Subscribe
Notify of
guest

0 Comments
Inline Feedbacks
View all comments
0
Would love your thoughts, please comment.x
()
x
Share via
Copy link
Powered by Social Snap